ABSEN: 07
Biografi Penulis
Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta 12 Desember 1962 dan menempuh pendidikan di
Trent University, Kanada. Karya awal Leila dipublikasi di berbagai media (seperti di majalah
Si Kuncung, Kawanku, dan Hai) sedari ia berusia 12 tahun, sehingga ia dapat dikatakan
masuk ke dalam kategori sastrawan yang mengawali masa debutnya sejak anak-anak.
Leila pun sangat terinspirasi oleh penulis-penulis maskulin seperti James Joyce dan
Jerome David Salinger.
Tahun 1989, Leila melahirkan kumpulan cerpen Malam Terakhir yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag). Kumpulan cerpen 9 dari Nadira
diterbitkan 2009 (Kepustakaan Populer Gramedia) dan mendapatkan Penghargaan Sastra
dari Badan Bahasa.
Tahun 2012 Leila menghasilkan novel Pulang, yang kini sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Novel ini memenangkan Prosa Terbaik
Khatulistiwa Literary Award 2013 dan dinyatakan sebagai satu dari “75 Notable Translations
of 2016” oleh World Literature Today.
Leila adalah penggagas dan penulis skenario drama televisi Drama TV berjudul Dunia
Tanpa Koma dan penulis skenario film pendek Drupadi (keduanya diproduksi Sinemart),
hingga kemudian Leila melahirkan Laut Bercerita yang diterbitkan pertama kali oleh
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada Oktober 2017. Laut Bercerita merupakan novel
fiksi-historikal yang kisahnya diangkat dari tragedi penculikan aktivis di tahun 1998.
Masih di tahun yang sama, keluarga Wibisono tengah menjalani aktivitas di hari Minggu
seperti biasanya sembari menunggu Biru Laut pulang. Namun, meski lama menunggu Biru
Laut tidak kunjung muncul. Dua tahun selang hilangnya Biru Laut secara misterius, sang adik
Asmara Jati dan Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin oleh Aswin Pradana mencoba
mencari jejak mereka yang hilang. Mereka juga mempelajari kesaksian dari mereka yang
kembali. Tidak hanya Asmara Jati, kekasih Laut, Anjani dan juga orang tua serta istri aktivis
yang hilang turut menuntut kejelasan nasib anggota keluarga mereka.
Sementara itu, dari dasar laut yang sunyi, Biru Laut bercerita kepada dunia tentang apa
yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
A. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur di dalam novel yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-
unsur yang secara faktual akan dijumpai pembaca ketika membaca karya sastra. Unsur
intrinsik sebuah novel dapat dikatakan sebagai elemen utama yang akan membentuk
suatu novel yang secara umum terdiri atas tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat.
1. Tema
1) Tema Utama
Tema mayor dalam novel Laut Bercerita adalah legitimasi. Dalam novel ini bercerita
tentang legitimasi negara pada masa Orde Baru terhadap rakyat yang menyebabkan
rakyatnya tertindas. Seperti pada kutipan dibawah ini:
“Seperti juga kata pahlawan,” kata Bram. “Banyak sekali orang-orang yang diangkat menjadi
pahlawan di masa Orde Baru ini, yang mungkin suatu hari bisa saja dipertanyakan apa betul
mereka memang berjasa dan berkontribusi. Tetapi kau benar, dalam perjuangan definisi
antara pahlawan dan pengkhianat harus jelas. Suatu hari pahlawan atau bandit tak boleh
hanya ditentukan karena kekuasaan rezim.”
2) Tema Minor
Tema minor yang pertama dalam novel Laut Bercerita adalah perjuangan. Dalam novel
ini bercerita tentang perjuangan sekelompok orang yang terdiri atas mahasiswa dan
masyarakat sipil yang memperjuangkan keadilan dengan cara melakukan aksi dan diskusi
untuk lepas dari Orde Baru yang memimpin lebih dari sepuluh tahun dengan sewenang-
wenang. Seperti pada kutipan dibawah ini:
“Tapi aku tahu satu hal: kita harus mengguncang mereka. Kita harus mengguncang
masyarakat yang pasif, malas, dan putus asa agar mereka mau ikut memperbaiki negeri
yang sungguh korup dan berantakan ini, yang sangat tidak menghargai kemanusiaan ini,
Laut.”
2. Alur
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur campuran (maju dan mundur).
Dibagian awal cerita pembaca akan mendapati alur maju. Pada bagian ini pembaca diajak
untuk mengenal sosok-sosok dalam organisasi winatra dan sebuah tradisi dari keluarga Biru
Laut. Dipertengahan cerita pembaca akan mendapati alur mundur. Pada bagian ini pembaca
diajak mengetahui perjuangan para aktivitis dalam mengubah negeri ini dan siksaan-siksaan
yang didapatnya. Sedangkan dibagian akhir pembaca akan mendapati alur maju. Pada
bagian ini akan mengkisahkan perjuangan Asmara Jati dalam mencari jejak Biru Laut dalam
para aktivitis yang dihilangkan secara paksa. Seperti kutipan dibawah ini:
“Selama ini aku tak mampu membicarakan pesan Laut padamu, karena hal itu mengingatkan
hari-hari kami disekap dibawah tanah. Maafkan cukup lama ini semua kusimpan.” Alex
menarik kursinya ke hadapan kursiku. Dia memegang tangan ku dan menghela napas.”
“Aku sudah menceritakan kepada keluargamu ketika kami disekap dikerangkeng bawah
tanah. Ada dua hal yang belum kuceritakan, karena terlalu mengganggu tidurku... Daniel dan
aku hampir tak pernah meceritakan masa-masa kelam itu bukan karena kami takut, tetapi
karena terlalu menusuk. Sudah empat tahun kami menyimpan sendiri kisah keji ini... Aku
rasa sudah waktunya aku berbagi denganmu.”
Pada kutipan diatas berisi pengakuan Alex terhadap media, orang tua Laut dan Asmara
Jati yang mencari tau tentang apa yang terjadi. Cerita kemudian dilanjutkan pada tahun
2007 ketika para keluarga dan sahabat berorasi menuntut HAM dihadapan Istana Negara
setelah presiden Soeharto dilengserkan.
3. Latar
Latar dalam artikel terbagi menjadi 3, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
Latar tempat yang digunakan dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori
menggunakan latar tempat sebagai berikut :
Tempat tinggal Alex adalah sebuah paviliun kecil yang terpisah dari rumah utama di
kawasan Jagakarsa. Setelah menekan bel, aku duduk meletakkan ranselku dan menatap
paviliun berwarna serba putih dengan jendela kayu berwarna hijau daun, persis seperti
rumah mungil dalam dongeng Disney. Ada sekitar tujuh atau delapan tanaman gantung
suplir yang membuat paviliun itu lebih segar.
Kutipan di atas menyebutkan bahwa tokoh Laut sedang memberi gambaran mengenai
rumah tokoh Alex, yang bagaikan rumah mungil dalam dongeng fiksi. Sementara menunggu
sang tuan rumah mempersilakannya masuk, tokoh Laut sudah terlebih dahulu duduk dan
meletakkan ransel yang dibawanya.
b. Rumah hunian
Tentu saja lokasi Seyegan di Desa Pete Margodadi Godean ini adalah sebuah pilihan tepat.
Lokasi rumah hantu ini terlalu gila jauh dari tengah kota, dari kampus, atau sebutlah jauh dari
peradaban. Namun di mata Kinan, ini sebuah lokasi yang strategis. Kami akan merasa aman
melakukan berbagai kegiatan diskusi mahasiswa dan aktivis hingga persiapan
pendampingan petani di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
c. Rumah makan
Aku senang sekali ketika Kinan mengusulkan warung ini karena situasi kantongku sedang
menipis, dan Bu Retno selalu bersedia memotong satu dada ayam goreng nan lezat itu
menjadi dua agar kami bisa membayar separuhnya saja.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Laut merasa sangat senang ketika tokoh
Kinan menyarankan warung bu Retno yang
Akan selalu bersedia memberikannya satu potong dada ayam goreng, sekalipun dalam
keadaan kantong yang menipis.
d. Mobil
Aku didorong masuk ke dalam mobil. Kiri kananku adalah Manusia Pohon dan Manusia
Raksasa yang biasa menjemput teman-temanku satu per satu entah ke mana. Sedangkan si
Mata Merah jelas duduk di depan karena aku bisa mencium aroma kretek dan sesekali
dengusannya jika si supir menyetir terlalu lamban. “Kita akan ke mana?” “Ke laut, sesuai
namamu. Ke kuburanmu!”.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Laut didorong masuk ke dalam mobil dan
diapit oleh dua manusia kekar. Kemudian dibawanya Ia ke suatu tempat yang bernama
sama dengannya, yakni Laut.
Latar waktu yang terdapat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori
menggunakan latar waktu sebagai berikut :
a. Sore hari
Hari itu, aku tiba tepat pukul lima sore di depan pintu rumah. Di sebuah hari Minggu matahari
senja yang menggelincir mengusap-usap jendela yang dinaungi pohon kemboja kuning.
b. Lusa
“Skripsimu dan skripsi Alex sudah dibawa Asmara beberapa bulan lalu, dibaca oleh Pak
Gondo. Rupaya beliau menyampaikan pada Pak Dekan dan meminta dispensasi agar Alex
dan kau menjalani ujian tertutup. Dan...ini...” Julius mengeluarkan sebuah tiket dari
kantungnya dengan tangan kiri, karena tangan kanannya sedang digunakan untuk makan,
“kau harus segera berangkat karena lusa adalah hari sidangmu.”
c. Kemarin
Yang aku ingat, beberapa jam lalu, atau mungkin kemarin ketika mereka meringkusku adalah
tanggal 13 Maret 1998, persis bertepatan dengan ulang tahun Asmara.
d. Malam hari
Malam ini, setelah tiga bulan tak bersua, akhirnya kami semua bersiap mengelilingi meja
makan yang ditata dengan rapi oleh Bapak.
Latar suasana yang terdapat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori
menggunakan latar suasa sebagai berikut :
a. Khawatir
“Ibu jangan khawatir. Kami berdiskusi dengan aman...” Aku membantu mengangkat piring ke
basin dan menghindari pandangan Ibu yang mulai berkaca-kaca.
b. Kecewa
Aku berdiri dan sekilas melirik kedua orang tuaku yang menatapku dengan wajah yang tak
bisa kubaca. Sedih? Kecewa? Aku tak tahu. Akhir-akhir ini aku tak mampu membaca apa
yang ada dalam pikiran Bapak dan Ibu.
c. Takut
Suara debur jantungku seolah bersatu menjadi sebuah orkestra rasa takut kami bersama.
d. Santai
Aku menghela napas melihat Ibu dan Bapak dengan santai mendengarkan berita itu sambil
mengiris-iris nangka muda dan memeras kelapa. Mbak mar hanya melirik padaku dan
memahami betapa sulitnya kami berkomunikasi, khususnya jika topik pembicaraan yang
menyangkut Mas Laut.
e. Tegang
“Ya, seperti biasanya, tersenyum-senyum pahit. Padahal kami bertiga tegang dan siap
menghadapi risiko apa pun. Tapi dia kan memang sering begitu, cengar-cengir seolah tak
bersalah dan tak ada beban. Anti klimaks.”.
f. Panik
Ibu tampak setengah panik, mungkin mengira si Dandung Gondrong itu pemakai morfin
mengingat kedua lengan yang kurus dengan kemeja yang dilinting itu.
g. Takjub
Ketika Asmara mengajak Dandung mengerjakan pekerjaan rumah fisik bersama di ruang
tengah, kami semakin takjub.
h. Mencekam
Ketika terdengar bentakan tentara yang mulai menyisir rumah petani paling ujung, Kinan
memberanikan diri mengintip jendela dan langsung menuju lampu teplok. Dia
mematikannya satu per satu. Kini kami duduk di atas tikar dalam keadaan gelap dan
mencekam.
i. Gaduh
Di antara kegaduhan itu, aku hanya bisa menangkap cerita bahwa ibunda Sunu kami biasa
memanggilnya Bu Arum yang biasa membatik mengatakan, dia yakin Sunu diam-diam
mampir ke rumahnya.
j. Bergurau
Beberapa kali aku menyampaikan, dengan setengah bergurau, para aktivis tak perlu
bermimpi Indonesia akan pernah mengalami People’s Power seperti EDSA.
Tokoh Biru Laut digambarkan sebagai tokoh yang pekerja keras, penuh semangat,
pencemas, serta pemberani dalam memperjuangkan suatu hal yang dianggapnya benar.
Pekerja Keras dan Penuh Semangat
“Sejak peristiwa menghilangnya Ibu Ami, aku mengatakan pada Bapak bahwa aku tak bisa
diam saja melihat keadaan seperti ini. Jawaban Bapak, itulah sebabnya kita dilahirkan
sebagai orang Indonesia. Kalimat Bapak melekat dalam diriku hingga kini itu kuartikan
bahwa kita harus selalu mencoba berbuat sesuatu, meyalakan sesuatu, sekecil apapun
dalam kegelapan di negeri ini.”
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Laut memiliki sifat pekerja keras dan penuh
semangat, ia akan selalu mencoba untuk mewujudkan keinginannya.
Cemas/Khawatir
“Tiba-tiba saja ruang makan menjadi sepi dan tak nyaman. Aku membayangkan semua
kawan-kawanku mana mungkin mereka intel. Naratama? Itu lain lagi. Dia memang
menyebalkan. Tapi intel?”
“Aku tidak menjawab, karena sebetulnya mulai bulan depan memang secara resmi
kutinggalkan. Asmara dan aku berputar-putar debat soal geografi dan lokasi, tapi
sesungguhnya dia sedang menegur kegiatanku yang menyerempet bahaya.”
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Laut memiliki sifat pencemas, ia selalu
berimjinasi dan selalu mencemaskan orang-orang disekitarnya.
Pemberani
“Peristiwa ini sama sekali tak mengurangi militansiku, atau kawan-kawan yang lain, aku
melirik Julius yang sedari tadi tak bersuara.”
“Gerakan mahasiswa ginatra sudah dideklarasikan secara serentak dibeberapa kota. Kaki
rasanya gatal jika kami hanya berdiskusi sepanjang abad tanpa melakukan tindakan apapun.”
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Laut memiliki sifat pemberani, ia tidak takut
akan apapun sekalipun itu mengancam keselamatan dirinya sendiri.
Tokoh Kasih Kinanti digambarkan sebagai tokoh yang selalu optimis, memiliki jiwa
pemimpin, serta bijaksana dalam berpikir.
Optimis
“Indonesia tidak memerlukan AS, Laut. Cukup kelas menengah yang melek politik dan aktivis
yang tak lelah menuntut. Untuk itu, kita harus lihat kekompakan perlawanan mahasiswa
pada peristiwa Kwangju.” Demikian jawab Kinan dengan penuh semangat.”
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kinan merupakan orang yang sangat optimis,
ia sangat yakin akan pemikirannya dan yakin akan berhasil melawan musuhnya.
Pemimpin
Aku meninggalkan keduanya yang masih beradu pendapat dan menjenguk dapur di belakang
yang menghadap kebun pemilik rumah ini juga meninggalkan sebuah kompor, sebuah lemari
piring dan sebuah meja makan yang mungkin lebih sering digunakan untuk mengelola bahan
makanan, “Aku rasa kita ambil saja, Laut. Enam juta rupiah setahun, jadi lebih murah
daripada Palem Kecut,” kata Kinan mengingat harga sewa di tempat kami sebelumnya. “Ini
tempat busuk cari yang lain saja!” kata Daniel dengan wajah masam. “Lokasi sangat jauh
dari mana-mana, banyak yang harus direnovasi dan sudah jelas kita tidak punya dana
sebesar itu”
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kinan memiliki sifat pemimpin, banyak yang
setuju dengan keputusan yang ia buat. Ia juga kerap ditanyakan mengenai langkah yang
harus dilakukan selanjutnya.
Bijaksana
Kinan menatap wajah Daniel yang tampaknya belum puas berteater. “Justru itu kelebihannya,
karena rumah hantu ini tersembunyi, kita akan aman. Rasanya para lalat itu akan sukar
menemukan desa ini. Kita bebas mendiskusikan buku siapa saja, apakah karya Laclau atau
Ben Anderson, atau bahkan novel pak Pramoedya akan menghirup udara merdeka di sini.”
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kinan sangat bijak, ia selalu turut andil dalam
setiap proses pengambil keputusan yang diperlukan.
Tokoh Asmara Jati digambarkan sebagai tokoh yang cerdas, bijaksana, serta
tangguh dalam menghadapi setiap keadaan.
Cerdas
“Bagi Asmara, bahasa dan sastra adalah misteri ciptaan manusia. Sedangkan sains, fisika,
kimia, apalagi biologi dan ilmu alam mengandung misteri yang wajib diungkap manusia.”
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Asmara merupakan orang yang cerdas, ia
cukup menguasai berbagai macam bidang.
Perasa
“Aku mencoba menyampaikan sebuah pendapat yang paling realistis, yang kusampaikan
dengan halus agar tak merontokkan tubuh Anjani yang sudah tipis dan ringkih termakan
kesedihan itu. “...Anjani menggeleng-geleng dengan kencang. Air matanya mulai mengalir
dan digosoknya dengan kasar.”
Kutipan diatas menggambarkan bahwa Asmara memiliki sifat perasa, ia sangat berhati
hati dalam menyampaikan sesuatu. Ia tidak ingin melukai orang lain dengan kata-katanya.
Tangguh
Tokoh Anjani
Tokoh Anjani digambarkan sebagai tokoh yang merupakan kekasih Biru Laut dan
perempuan yang sangat pintar dalam membuat sketsa gambar. Ia mempunyai tiga kakak
laki-laki yang amat perhatian dan protektif pada dirinya. Anjani adalah perempuan pertama
yang dapat mencairkan hati Laut, terlebih saat pertama kali mereka berjumpa. Anjani
merupakan sosok yang percaya diri, intens, dan perpendirian teguh. Ketika ia bersiteguh
untuk terlibat, dia akan betul betul terlibat sepenuhnya pada apapun dan siapapun yang ia
kasihi.
Tokoh Naratama
Tokoh Naratama merupakan aktivis mahasiswa dan teman Laut yang digambarkan
sebagai sosok yang cerdas, suka mengkritik, mencela dan mencemooh orang lain. Ia sering
kali dianggap sebagai sosok yang negatif akibat sikap ceplas-ceplosnya.
Tokoh Gusti digambarkan sebagai tokoh yang menggiati ranah fotografi, ia berwatak
dingin dan dermawan. Gusti digadang-gadang menjadi pengkhianat dalam novel ini.
Tokoh Daniel merupakan aktivis mahasiswa dan teman Laut yang digambarkan
sebagai sosok yang kritis, cerewet, manja, dan suka mengeluh. Ia kerap kali mengeluhkan
hal-hal kecil yang terjadi disekitarnya,
Tokoh Bapak
Tokoh Bapak digambarkan sebagai tokoh yang penyayang, lembut, dan pemberani.
Tokoh Gala Pranaya digambarkan sebagai tokoh yang pemberani, tidak mudah
putus asa, dan bijaksana.
Tokoh Ibu
Tokoh Ibu digambarkan sebagai tokoh yang pekerja keras, lembut, dan penyayang
terhadap anak-anak dan lingkungan sekitarnya.
Tokoh Bram merupakan aktivis mahasiswa dan teman Laut digambarkan sebagai
tokoh yang santun, pemberani, dan memiliki sikap semangat yang tinggi.
Tokoh Empat Sekelompok Penjahat digambarkan sebagai tokoh yang kejam dan
licik.
5. Sudut Pandang
Novel ini ditulis dalam sudut pandang orang pertama dari kedua karakter berbeda yaitu
Biru Laut Wibisono dan Asmara Jati.
“Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke sebuah tempat.
Hitam. Kelam. Selama tiga bulan mataku dibebat kain apak yang hanya sesekali dibuka saat
aku berurusan dengan tinja dan kencing”.
“Aku mengenal Kasih Kinanti setahun lalu di kios Mas Yunus, langganan kami berbuat dosa.
Disanalah kawan-kawan sesama pers mahasiswa diam-diam menggandakan beberapa bab
novel Anak Semua Bangsa dan berbagai buku terlarang lainnya”.
2) Asmara Jati
“Pada saat inilah aku selalu ingin menghambat Bapak dari keinginannya yang sia-sia itu. Dia
pasti mengambil empat buah piring makan dan meletakkannya satu persatu di atas meja
makan.”
6. Gaya Bahasa
1) Majas Simile
Simile adalah gaya bahasa perbandingan yang bersifat eksplisit dengan cerminan kata
yaitu: seperti, sama, sebagai, bagaikan, dan laksana.
“Manusia, binatang, dan segala makhluk hidup akan tenggelam. Karena itu, aku mengira
begitu aku tenggelam, kematianku akan menghasilkan guncangan besar. Atau bak Dewi Kali
yang perlahan menarik nyawaku dari tubuh seperti seuntai benang yang perlahan-lahan
ditarik dari sehelai kain tenun. Tenang tapi menghasilkan rasa yang tak seimbang”.
Pada ungkapan yang pertama menggambarkan perasaan tokoh Laut yang melihat
kematiannya secara nyata dan dia merasakan seperti nyawanya ditarik perlahan dari
tubuhnya dengan seuntai benang yang perlahan ditarik dari sehelai kain tenun.
“Tentang ibu yang pernah mengatakan karakter kami seperti langit dan bumi meski berasal
dari rahim yang sama”.
Pada ungkapan yang kedua, tokoh Laut mengatakan bahwa dirinya dan adiknya
bagaikan langit dan bumi yang dimana memiliki perbandingan yang begitu jauh namun
berasal dari satu sumber kelahiran yang sama. Dua ungkapan di atas dapat dikatakan
bahwa gaya bahasa simile menjadi salah satu gaya bahasa yang sering digunakan untuk
mengungkapkan sesuatu yang sama dengan hal lain.
2) Majas Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk mengecilkan suatu keadaan dengan
tujuan merendah.
“Aku bukan Naratama yang fasih atau Gusti yang sadar akan senyumnya yang magnetik bagi
para perempuan. Aku bakal menjadi patung begitu berhadapan dengannya”.
Kalimat di atas menunjukkan bahwa senyuman temannya yang lebih memikat daripada
tokoh utama Laut, sehingga menggunakan kata patung seolah-olah tidak ada unsur yang
bisa memikat lawan jenis ketika berbicara.
3) Majas Metafora
Metafora adalah analogi atau perumpamaan yang membandingkan dua hal berbeda.
Menggunakan kata: seperti, bak, bagai, dan bagaikan.
Majas metafora ini ditemukan pada kutipan berikut:
“Sunu Daryanto adalah sahabat pertama yang datang dalam hidupku seperti angin segar di
musim kemarau. Tanpa perlu banyak bicara dan tak pernah bertukar ceracau, Sunu dan aku
saling memahami dalam diam”.
Pada ungkapan yang kedua terlihat bahwa perbandingan antara bentuk perilaku tokoh
Sunu Daryanto yang dihubungkan dengan situasi lingkungan.
4) Majas Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
“Menangani Daniel dan karakternya yang berapi-api tentu saja tidak mudah. Kesalahan
sekecil apapun dalam hidup ini mudah membuatnya gelisah”.
“Matilah engkau mati, engkau akan lahir berkali-kali.”.
“Aku bertemu Laut waktu dia sedang diplonco Kinan, sembari menyambung kalimatnya
dengan serangkaian tawa yang terkekeh-kekeh seakan-akan ada yang lucu dari ucapannya”.
5) Majas Personifikasi
“Sang Penyair bercerita bagaimana puisi dan naskah drama bukan hanya terdiri dari
sederetan kata-kata cantik, tetapi kata-kata yang memiliki ruh untuk menerjang kesadaran
kita agar berpikir dan bergerak”.
Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas pesonifikasi karena memberi sifat insani
pada benda mati. Kata puisi dan naskah drama yang dikatakan memiliki roh seperti layaknya
manusia digunakan untuk menggambarkan sebuah penyadaran untuk tetap bergerak dan
berpikir.
6) Majas Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam bahasa yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal
untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan
sebagian.
“Begitu kumasuki lorong yang menghubungkan ruang depan dengan belakang, cuping
hidungku diserang aroma pesing yang memualkan”.
Pada contoh kalimat pertama dapat dilihat penggunaan kata cuping hidungku, bagian
tubuh yang mewakili keseluruhan tubuh untuk menyatakan sebuah reaksi dari situasi yang
dialami saat itu.
“Sedangkan para seniman Taraka yang diperkenalkan kepadaku adalah Abiyasa, Hamdan
Murad, dan Coki Tambunan”.
Pada kalimat kedua di atas, ketiga nama tersebut mewakili dari keseluruhan anggota
dari seniman Taraka yang disebutkan sebelumnya.
7) Majas Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan,
dengan membesar-besarkan suatu hal.
“Bram yang memang ahli merangkai kata dan pandai membuat hati mekar itu berhasil
meruntuhkan keraguan ayahnya”
Pada kalimat kedua seorang tokoh Bram yang dikatakan memiliki kemampuan dalam
merangkai sebuah kata yang dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan pada lawan bicara.
8) Majas Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa gaya bahasa yang menggunakan ungkapan yang
seharusnya digunakan untuk kata lain dari yang sebenarnya dimaksud.
“Sunu sering betul mengatakan betapa hangatnya rumahku, betapa ramahnya orang tuaku,
dan betapa Sunu tak ingin pergi dari dapur karena masakan ibu yang membuat lidah yang
beku menjadi hidup saking nikmatnya”.
Jika diperhatikan dari kalimat pertama kata beku seharusnya dipergunakan pada bentuk
sebuah es, namun kata beku yang digunakan pada lidah untuk menggantikan kata lain yang
seharusnya menandakan kondisi sebuah lidah. Pengarang menggunakan gaya bahasa
hipalase pada kalimat berikut.
“Alex memang selalu cerdas dan selektif mengambil momen. Dia juga sering berhasil
merogoh jiwa orang yang dipotretnya”.
Pada kalimat diatas ini kata merogoh digunakan pada kondisi melakukan pengambilan
pada suatu benda dalam suatu tempat. Namun kata merogoh di sini menggantikan kata lain
yang seharusnya lebih baik digunakan, misalnya menarik.
7. Amanat
Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori memang terlihat fiksi, tetapi nyatanya
perjuangan yang dilakukan oleh Laut dan kawan-kawannya adalah aksi nyata, yang mana hal
itu sebelumnya terjadi pula di lazim orde baru tahun 1998. Tentunya ada langkah panjang
yang tidak mudah dari para pejuang yang mereka perjuangkan demi bangsa yang lebih baik
di masa itu serta di masa depan. Para pejuang rela untuk jatuh lalu bangkit lagi dengan
harapan agar kelak di masa mendatang semua dapat berubah menjadi lebih baik. Dari
semua perjuangan tersebut, banyak yang dapat kita petik dan teladani serta mensyukuri
dengan kehidupan sekarang ini, yang mana lebih baik dari masa sebelumnya. Berikut
amanat yang dapat kita petik dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori:
-Jangan pernah takut untuk berjuang melawan ketidakadilan walaupun berkali-kali harus
menerima kekerasan dan penyiksaan.
-Jangan pernah menyerah dalam memperjuangkan sesuatu yang patut untuk diperjuangkan.
-Jangan mudah percaya dengan orang lain walaupun itu teman sendiri karena bisa jadi
orang terdekatlah yang menjadi musuh dalam selimut.
Secara garis besar, novel ini mengajarkan kita untuk tidak takut dalam berjuang melawan
ketidakadilan dan berusaha mendapatkan hal yang sudah sepatutnya didapatkan, serta
mengajarkan kita bahwa sepahit apapun suatu kenyataan, pasti memiliki akhir yang manis.
Percayalah bahwa selalu ada hikmah yang dapat dipetik dari segala peristiwa yang terjadi.