Anda di halaman 1dari 9

IDENTITAS BUKU

Judul: Laut Bercerita


Penulis: Leila Salikha Chudori
Bahasa: Indonesia
Genre: Fiksi Sejarah
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Halaman: 379
ISBN: 978-602-424-694-5

SINOPSIS
Laut Bercerita merupakan novel karya penulis asal Indonesia, yaitu Leila Salikha
Chudori. Selain sebagai penulis novel, ia juga bekerja sebagai wartawan di majalah
Tempo. Novel ini terbit pada tahun 2017 yang mengangkat tema kekeluargaan, rasa
kehilangan, percintaan, dan persahabatan yang kuat. Leila selaku penulis
menegaskan, bahwa novel ini hanyalah kisah fiktif, namun ia menulis berdasarkan
fakta yang ada. Ia menulis novel ini dalam jangka waktu 5 tahun. Sebelum menulis
novel ini, Leila melakukan penyelidikan mendalam terkait karakter dari tokoh-tokoh
yang ada, tempat kejadian, serta peristiwa yang sudah berlalu. Bahkan, ia melakukan
riset wawancara terlebih dahulu secara langsung pada korban yang berhasil kembali
atau kerabat korban. Karena itulah, novel ini terasa nyata ketika kita membacanya.
Laut Bercerita adalah cerita fiksi yang diangkat berdasarkan kisah nyata tragedi 98,
yaitu kisah yang dialami oleh para aktivis dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
yang disiksa dengan keji dan tidak manusiawi. Tokoh bernama Laut dan beberapa
teman lainnya di tangkap secara paksa oleh para intel karena mereka menentang dan
ingin mengubah Negara yang Otoriter, Negara yang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
nya dimana-mana, serta Negara yang dikuasai oleh pemegang kekuasaan. Hal itulah
yang membuat mereka ingin agar masa pemerintahan Soeharto yang sudah
memimpin selama 30 tahun pada saat itu, agar segera berakhir. Namun para aparat
keamanan negara memandang mereka sebelah mata, mereka dianggap sebagai PKI
yang akan mengancam keselamatan Presiden. Padahal mereka hanyalah seorang
mahasiswa yang ingin bersuara untuk perubahan negeri.
Berbagai penyiksaan seperti disetrum, tidur diatas balok es, digigit serangga pada
bola mata, ditendang, serta dipukul hingga berdarah dan penyiksaan keji lainnya, yang
sangat tidak beradab. Penyiksaan itu dilakukan oleh para intel dengan maksud untuk
bertanya siapakah dalang dari gerakan organisasi Winatra dan Wirasena dan apa
tujuan para aktivis dalam organisasi tersebut.
Dalam novel tersebut, diceritakan bahwa setelah ditahan berbulan-bulan serta disiksa,
Laut sebagai tokoh utama ditenggelamkan dan entah bagaimana nasib yang lainnya,
yang pasti mereka juga sudah mati. Namun, hanya ada dua orang teman Laut yang
dibebaskan oleh para intel (Pada bagian ini, diceritakan berdasarkan sudut pandang
Laut, sehingga kematian Laut tidak diketahui keluarga).
Di samping itu, keluarga Laut selalu menanti kedatangannya, hal itu terbukti ketika Ibu
dan Ayah laut yang mempersiapkan makanan dan piring untuk Laut, meskipun Laut
tidak akan pernah datang. Asmara Jati, adik Laut, yang juga menanti kakaknya
kembali, turut ikut bergabung dalam sebuah organisasi komisi pencarian orang hilang,
tentu saja untuk mencari tahu keberadaan kakaknya, namun pada bulan setelah Laut
sudah tiada, Alex dan Daniel yang merupakan teman dekat Laut beruntung karena
mereka dibebaskan memberi tahu apa yang terjadi (Dalam Novel tersebut, Alex dan
Daniel tidak tahu apakah Laut sudah mati atau belum, karena yang mereka lihat Laut
dibawa pergi oleh para intel dan tidak pernah lagi kembali setelah mereka
dibebaskan), dan disitulah Asmara merasa sudah tidak ada harapan untuk
mengatakan bahwa sang kakak masih hidup, meskipun ia tidak bisa menerima hal itu.
Berbagai cara dan upaya dilakukan untuk menemukan jejak apakah Laut masih hidup
atau sudah mati, baik Asmara maupun ibu dan bapak Laut, mereka masih tidak
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, karena menurut Alex dan Daniel mereka
juga tidak tahu kemana Laut di bawa oleh para pengawal saat dalam tahanan yang
sama. Hal itulah yang membuat kesedihan yang mendalam, karena mereka tidak bisa
mengetahui dimana para aktivis yang hilang itu, apakah sudah tiada atau belum,
kalaupun sudah tiada dimanakah jasad mereka.
Keluarga dari para aktivis lainnya, selain Laut juga ikut berpartisipasi dalam komisi
pencarian orang hilang, mereka mengadakan demo di depan istana negara untuk
meminta agar mencari tahu keberadaan para aktivis yang hilang. Hingga di tahun
2007, para keluarga aktivis dengan pajangan foto aktivis yang hilang dan karangan
bunga, dilepaskan di sebuah laut lepas dan berdoa untuk mereka yang dihilangkan
namun akan tetap hidup.
Dalam buku ini, Leila S. Chudori mengundang kita untuk menyelami kasus
penghilangan orang secara paksa. Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama
mengambil sudut pandang seorang mahasiswa aktivis bernama Laut, menceritakan
bagaimana Laut dan kawan-kawannya menyusun rencana, berpindah-pindah dalam
pelarian, hingga tertangkap oleh pasukan rahasia. Sedangkan bagian kedua
dikisahkan oleh Asmara, adik Laut. Bagian kedua mewakili perasaan keluarga korban
penghilangan paksa, bagaimana pencarian mereka terhadap kerabat mereka yang
tak pernah kembali. Berusaha mencari secercah harapan tentang saudara, jika masih
hidup, dia disekap dimana. Pun jika sudah mati, dimana mereka menguburkannya.
Juga tentang perasaan para korban selamat, bagaimana terpenjara nya mereka atas
kejadian tersebut.
KELEBIHAN
Penulis fiksi historis tersebut mampu membuat tema kelam dalam novel ini
menyenangkan dibaca. Drama dan tragedi yang kental dan bernada nostalgik
memberi perasaan pilu dan melankolis bagi pembaca. Pembawaan yang mengambil
dua sudut pandang berbeda membuat kita dapat berempati dan memahami posisi
berbagai pihak yang terlibat dalam kasus-kasus penghilangan orang secara paksa.
Novel ini mampu membuka wawasan kita terhadap dunia kesusastraan, seperti
adanya puisi-puisi karya Pramoedya Ananta Toer, Rendra, dan masih banyak lagi.
Dalam karyanya ini, Leila s. Chudori menyajikan banyak penggalan-penggalan puisi
dan lagu-lagu klasik 90an, Sehingga pembaca dapat bernostalgia. Setiap kata yang
tertulis di setiap halaman membuat para pembaca ikut merasakan emosi. Rasa sedih,
kesal, lucu, takut, menegangkan, dan romantis tercampur aduk menjadi satu. berada
dalam ragam bahasanya yang begitu apik dan mudah dimengerti.
Novel ini juga mengajak pembaca untuk selalu mengingat tragedi 98 dan mengingat
mereka yang tidak pernah kembali sampai sekarang. Cerita dalam novel ini sungguh
menguras air mata pembaca. Bagaimana tidak, gaya cerita yang di sajikan oleh sang
penulis begitu menyentuh hati. Novel Laut Bercerita mampu membuat para pembaca
membuka pikirannya terhadap negeri ini, bahwa kita tidak bisa diam saja apabila para
petinggi negara menguasai negeri ini tanpa memikirkan rakyatnya. Walaupun akhir
cerita ini menyedihkan, pembaca sangat bangga terhadap ide gagasan yang
dituangkan penulis dengan begitu indah.
Novel laut bercerita ini juga bersifat edukatif. Hal itu dibuktikan bahwa didalamnya
termuat pengetahuan sejarah rezim di masa orde baru, sejarah penegakkan keadilan
sosial dan juga asas demokrasi. Sehingga setelah membaca novel ini, akan banyak
memperoleh pengetahuan mengenai sejarah yang akan didapatkan.

KEKURANGAN
Alur yang disuguhkan dalam novel ini berjalan lamban sehingga terkadang membuat
pembaca merasa mudah bosan. Alur cerita yang digunakan juga ialah alur campuran
atau maju mundur. Apabila para pembaca yang belum terbiasa dengan alur tersebut,
akan cenderung kesulitan atau bingung. Hal itu karena dibutuhkannya sikap fokus dan
pemahaman secara seksama supaya dapat mengikuti alur cerita dengan baik. Novel
laut bercerita memiliki ending yang menggantung sehingga membuat penasaran
pembaca tentang kelanjutan kisahnya.
UNSUR INTRINSIK
Tema
Novel ini mengangkat tema kekeluargaan, rasa kehilangan, percintaan, dan
persahabatan yang kuat.

Tokoh dan Penokohan

 Biru Laut
Biru Laut merupakan seorang aktivis yang berkarakter tenang, pemalu, pantang
menyerah, dan teguh pendirian. Tokoh Biru Laut digambarkan sebagai seorang yang
suka memasak dan sangat menggeluti bidang sastra, terbukti dengan karya-karya
sastra Inggris yang sudah ia terjemahkan, namun bukan hanya itu, ia juga suka
menulis. “Gerakan mahasiwa Ginatra sudah dideklarasikan secara serentak di
beberapa kota. Kaki rasanya gatal jika kami hanya berdiskusi sepanjang abad tanpa
melakukan Tindakan apapun.”
 Asmara Jati
Merupakan adik Biru Laut yang memiliki kepribadian pintar dan pemberani. Asmara
merupakan gadis yang pragmatis, dia sangat cerdas dan berbakat dalam dunia sains.
“Sementara itu keluarga besar Bapak dan Ibu di Solo sudah bisa melihat bagaimana
Asmara terdiri atas ‘otak’ dan ‘nyali’”

 Anjani
Anjani merupakan kekasih Laut dengan sifat yang selalu optimis. Anjani memiliki
keahlian dalam melukis. “Ya, ya. Aku tahu. Tapi tidak berarti mereka mati. Anjani
bersikeras.”
 Alex Perazon
Alex merupakan seorang aktivis, sahabat Laut yang berasal dari Flores. Yang memiliki
bakat menangkap gambar dengan kamera yang selalu dibawa nya. Alex juga
merupakan anak yang baik dan sopan. “Ditambah tutur katanya yang santun, rambut
ikal keriting, alis tebal, dan raut wajah yang agak berbau Portugis itu, tak heran jika
mahasiswi kos sebelah sering betul berdatangan ke Pelem Kecut untuk sekadar
berbincang dengannya.”
 Kasih Kinanti
Kinan merupakan ketua dalam organisasi yang dijalankan bersama Laut.
Pemikirannya yang rasional, jenius, dan tepat dalam mengambil keputusan, membuat
dirinya menjadi orang yang dipercaya mengemban sebagai ketua organisasi Winatra.
“Tiba-tiba saja Daniel terdiam. Segala monoloh teater yang dipersiapkannya gugur
seketika karena dia baru menyadari betapa jeniusnya Kinan”.
 Gala Pranaya
Merupakan sang penyair yang selalu disebutkan namanya oleh Laut dalam cerita
tersebut. Yang memiliki sifat optimis dan bijak. Di dalam puisinya Sang Pernyair
mengatakan aku harus selalu bangkit, meski aku mati. “Kau akan lahir berkali-kali...”
 Naratama
Sombong. “Itu suara Naratama yang berlagak seperti kakak senior.”
 Daniel
Cerewet dan mudah mengeluh. “Sikap Daniel yang kritis, selalu mengeluh, dan
cenderung ke perbatasan nyinyir pasti karena sebuah kompensasi.”

 Sunu
Pendiam dan bijak. “Mungkin karena Sunu juga jarang berbicara maka kami bisa
bersahabat tanpa banyak cingcong.” “Sunu mempunyai julukan si Bos Bijak.”
 Bram
Suka membaca dan penuh strategi. “Barulah aku menyadari bahwa Bram sebetulnya
bukan hanya kutubuku..” “Tetapi ternyata dia seorang yang penuh strategi dan penuh
ledakan. Dia tahu kapan harus menyimpan tenaga dan kapan bersiasat dan
bergerak.”
 Bapak
Pemberani. “Bapak hanya mengatakan mereka semua kawan-kawan kita yang sudah
menjalani hukuman, itu pun tanpa pengadilan. Sama seperti kita semua, mereka perlu
bekerja mencari nafkah.” Aku molotot. Waduh. Bapak! “Di depan pemimpin redaksi
lain, pak?” tanya Asmara. “Iyo...” Bapak tertawa terkekeh kekeh. “Bapak suka sok
pahlawan.”
 Ibu
Tegas dan Penyayang. “Sedangkan Asmara memperoleh kecantikan, kelincahan, dan
ketegasan Ibu.”
 Bu Sumantri
Rasional dan penolong. “Ternyata Sang Ibu lebih rasional seperti tak punya waktu
untuk sentimental.”

 Pak Subroto
Tenang. “Kata Pak Subroto mengingatkan. Dia tenang meskipun wajahnya was-was.”

 Empat sekelompok penjahat


Kejam dan licik. “Begitu aku membuka mulut lagi, sebuah sepatu bergerigi menginjak
mulutku.”
Latar Tempat
Latar tempat yang digunakan dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori
menggunakan latar tempat sebagai berikut.

 “Rumah Hantu” Seyegan, Yogyakarta


“Aku baru menyadari, bunyi ketukan halus itu datang dari jari-jari Sunu pada pintu
calon rumah kami di Seyegan, di sebuah pojok terpencil di Yogyakarta.”
 Kios Mas Yunus
“Aku mengenali Kasih Kinanti setahun lalu di kios Mas Yunus, langganan kami berbuat
dosa. Di sanalah kawan-kawan sesama pers mahasiswa diam-diam menggandakan
beberapa novel Anak Semua Bangsa dan berbagai buku terlarang lainnya.
 Warung Bu Retno
“Kinan menepati janjinya. Keesokan harinya, seusai kuliah sejarah sastra nggris yang
hampir selalu minim mahasiswa, kami bertemu lagi di warung Bu Retno di pinggir
selokan Mataram.”
 Solo
“Makan malam di hari minggu memang sebuah kebiasaan yang sudah ditanamkan
Bapak sejak kami masih kecil di Solo.”

 Jakarta
“Sejak keluarga kami pindah ke Jakarta dan aku kuliah di Yogya, hari-hari keluarga
hanya bisa terjadi sebulan sekali.”

 Pasir putih
“KAMI tiba di Pasir Putih ketika matahari merekah dari balik awan.”
 Pelem kecut
“Di masa-masa kami kos di Pelem Kecut.”
 Bulaksumur
“Kami berempat nyaris tak terpisahkan di Pelem Kecut maupun di Bulaksumur.”
 Blangguan
“rombongan mobil kijang dan colt akhirnya tiba di Blangguan.
 Rumah Pak Subroto
“Pak Subroto, seorang pria yang mungkin berusia 60 tahun, berkulit sawo matang,
bertubuh gempal dan berkumis itu adalah tokoh yang dihormati dan dituakan diarea
blangguan. Dengan segera dia mengajak kami berkumpul dan duduk diatas tikar
didalam rumahnya.”
 Rumah Bu Sumantri
“Kami berlari setengah bersijingkat agar tak terlalu berisik menuju rumah Bu Sumantri
yang hanya diterangi tiga buah lampu teplok.”
 Ladang jagung
“Jadilah intruksi agar semua merunduk dan merayap disampaikan dari mulut ke mulut.
Kami semua merayap seperti ular. Baju kami bukan saja basah tapi penuh dengan
lumpur dan lengan penuh besat-besot dedaunan jagung yang lumayan kasar. Paha
dan kaki sudah jelas kena gesek dengan bebatuan atau benda-benda keras diatas
ladang yang kami rayapi.”
 Ruang bawah
“Ini di ruang bawah, Laut.”

Latar Waktu
Latar waktu yang terdapat dalam novel laut bercerita karya Leila S. Chudori
menggunakan latar waktu sebagai berikut.

 Pagi
“KAMI tiba di Pasir Putih ketika matahari merekah dari balik awan”
 Sebelum dzuhur
“Sebelum dzuhur, beberapa mobil jemputan kawan-kawan dari blangguan meluncur
ke Pasir Putih.”
 Malam hari
“DARI balik jendela bus, aku hanya melihat kegelapan yang sesekali diselingi satu
dua lampu jalan menuju Blangguan, di penghujung Jawa Timur.”
“Malam turun perlahan bagai tirai panggung berwarna hitam gelap.”

 Sore
“Rombongan mobil kijang dan colt akhirnya tiba di Blangguan sekitar pukul empat
sore.

 Tahun 1993
“Di awal tahun 1993, kami pernah merencanakan sebuah diskusi terbatas di Pelem
Kecut.”
 Minggu sore
“Hari itu, aku tiba tepat pukul lima sore didepan pintu rumah. Di sebuah hari Minggu.”
Latar Suasana
Latar suasana yang terdapat dalam novel laut bercerita karya Leila S. Chudori
menggunakan latar suasana sebagai berikut :

 Gelisah
“Aku mencoba melihat keluar jendela yang masih gelap dan mencoba memejamkan
mata. Celaka, yang muncul justru wajah anjani yang membuatku gelisah dan semakin
sulit tidur.”
 Khawatir
“Sh... sh... aku melirik ke belakang, khawatir ketiga pelukis mural itu mendengar
ocehan monyet-monyet jelek ini.”
 Bersemangat
“Kami semua bersembunyi dan julius keluar dengan megafon memberi kode, dan tiba-
tiba saja...para petani muncul. Hampir seribu orang!!” sunu bercerita dengan
bersemangat.”
 Mencekam
“Suasana berubah mencekam begitu Pak Subroto menyampaikan bahwa beberapa
mobil patroli sudah mondar mandir dari kejauhan sejak tadi siang.”

 Mendebarkan
“Tentara sudah mulai masuk dan mengecek rumah-rumah para petani satu per satu.
Suara mereka membentak bentak semakin lama semakin terdengar. Mereka
menanyakan di rumah manakah para mahasiswa menginap dan tentu saja para petani
berlagak heran. Seketika, entah bagaimana aku merasa bisa mendengar debar
semua kawan-kawanku secara serempak.”
 Sedih
Ibu menduduk. Tangannya bergetar mengelus-ngelus bingkai kaca itu. “Kamu tak
akan tahu beratnya kehilangan anak.”

Alur
Novel Laut Bercerita ini menggunakan alur mundur dimana ceritanya merupakan kilas
balik dari kisah Laut itu sendiri. Lalu ada juga alur maju ketika menceritakan Asmara
jati. Jadi, dapat disimpulkan bahwa novel ini memiliki alur campuran.

Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel laut bercerita karya Leila S. Chudori ialah sudut pandang
orang pertama tokoh utama karena penulis melibatkan tokoh ‘aku’ di dalam cerita.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang terdapat dalam novel laut bercerita ini adalah gaya bahasa yang
mudah dimengerti dan di pahami oleh pembaca baik remaja atau pun orang dewasa.

Amanat
Berdasarkan kisah dari novel laut bercerita, tentunya banyak pelajaran yang dapat
diambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah agar
pemuda-pemudi di zaman sekarang dapat mengetahui perjuangan jatuh bangun para
aktivis yang tidak ingin para penerusnya merasakan hal yang sama seperti mereka.
Selain dari itu, jangan terlalu cepat mencurigai orang dari kepribadiannya, karena
belum tentu orang yang dicurigai tersebut, adalah orang yang berlaku tidak baik,
namun justru yang terlihat baiklah yang sebenarnya menyimpan kejahatan.
Dalam novel tersebut juga kita diajarkan untuk menerima keadaan dan cobalah untuk
menerima takdir Tuhan meskipun itu pahit serta jangan berlarut-larut dalam
kesedihan, teruslah bangkit menjalani kehidupan.

UNSUR EKSTRINSIK

 Nilai Sosial
Nilai sosial yang terdapat dalam novel ini terdapat dalam sikap laut yang berjuang
untuk memanusiakan manusia dari segala aspek. Selain itu ini merupakan teguran
bagi pemerintah bahwa mereka aktivis yang sengaja dihilangkan juga layak
mendapatkan keadilan.
 Nilai Moral
Nilai moral yang terdapat dalam novel ini adalah bagaimana sikap laut dalam
memperjuangkan hak-hak anak negeri pada masa itu meski mereka terus di bungkam
tidak menyulutkan semangat mereka untuk terus berdiri, meski akhirnya ia harus tak
pulang untuk selama-lamanya.
 Nilai Agama
Novel ini mengajarkan kita untuk memasrahkan diri terhadap Sang Maha Pencipta
dan tidak lupa untuk terus beribadah.

 Nilai Nasionalisme
Nilai nasionalisme mereka ketika bergotong royong, bersolidaritas setia, dan dapat
dipercaya dalam memperjuangkan hak-hak anak bangsa. Mereka yang tak gentar
menghadapi kematian jika itu demi menjadikan Indonesia lebih baik lagi dimasa
depan.

Anda mungkin juga menyukai