OLEH :
KELAS :
XII APL 4
BANDUNG
2021
IDENTITAS NOVEL
SINOPSIS
Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap
empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex
Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap,
diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu
pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama,
menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya,
satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara
Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.
Jakarta, 2000
Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin
Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni
mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut
kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi
bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
ANALISIS NOVEL
I. Unsur Ekstrinsik
Ide untuk menulis cerita tentang orang-orang yang dihilangkan, dan kehilangan ini
tercetus pada tahun 2008 saat sang penulis, Leila S. Chudori, meminta Nezar Patria untuk
menuliskan pengalamannya saat diculik pada Maret 1998 dengan jujur dan sepenuh hati
lengkap dengan perasaannya. Hasil dari tulisan itu adalah dimuatnya sebuah artikel yang
nyaris tanpa penyuntingan berjudul “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru” dalam Edisi Khusus
Soeharto, Tempo, Februari 2008.
Sebuah cerita yang jujur tentang seorang anak muda bersama kawan-kawannya
yang diculik dan disiksa hari demi hari karena dianggap menggugat Indonesia di masa Orde
Baru.
Pada saat itulah sang penulis mengatakan bahwa suatu hari ia akan menuliskan
cerita tentang para aktivis yang diculik, yang kembali dan yang tak kembali. Tentang
keluarga yang terus menerus mencari jawaban hingga sekarang.
3) Tritagonis
Mahesa
Raka
Tante Jun
Nilam
Coki Tambunan
Narendra Jaya
Widi Yulianto
4) Figuran
Pak Hasan
Pak Nurdin
Pak Gondo
Dokter Mawardi
Lelaki Seibo
Manusia Pohon
Kolonel Martono
Si Pengawal
b. Watak
Aswin Pratama Baik Analitik (langsung) Tak ada orang yang lebih baik,
Tulus lebih tulus, dan lebih peduli
Peduli pada hak asasi manusia
daripada Aswin.
Bapak Setia Bapak dengan setia masih
Halus dan menyediakan empat piring
pendiam setiap hari Minggu karena siapa
Sangat sopan tahu “Mas Laut muncul dan
Tidak ingin kelaparan.”
menyinggung Bapak adalah lelaki yang halus
lawan bicara dan pendiam, sangat sopan, dan
Pemberani tak ingin menyinggung lawan
bicaranya.
“aku masih takjub Bapak bisa
seberani itu,”
Ibu Lincah Asmara memperoleh
Tegas kecantikan, kelincahan, dan
Mudah ketegasan Ibu.
khawatir Ibu yang selalu
mengkhawatikan soal nutrisi
kami,
Gusti Suroso Pendiam Analitik (langsung) Gusti yang pendiam itu
Keras kepala dan dramatik (tidak mengirim rasa misteri,
Pengkhianat langsung) “Ngerti opo sampeyan.... Ojo
melok-melok!” Gusti menidurkan
tubuhnya dan memangku
kamera lengkap dengan blitz
kesayangannya.
Gusti dan blitz itu adalah
lambing segala pengkhianatan
yang ikut membantu membuat
bangunan Indonesia menjadi
semakin karatan.
Mata Merah Keji Analitik (langsung) Mata Merah adalah salah satu
manusia paling keji yang pernah
kutemui.
Pak Kumis Kejam Dramatik (tidak “Setiap kamu jawab dengan
langsung) kacau atau setiap kali aku tak
puas dengan jawabanmu, aku
hajar mukamu dengan
penggaris ini,”
4. Alur
a. Jenis Alur
Alur yang digunakan adalah alur maju mundur. Terdapat dua bagian dalam
buku ini. Bagian pertama menceritakan kisah dari sudut pandang Biru laut yang
alurnya maju mundur. Awalnya ia akan menceritakan tentang bagaimana ia
menemui ajalnya, lalu mundur ke bagian kisahnya dengan teman-teman sesama
aktivis, lalu maju lagi ke bagian ketika mereka disekap dan disiksa, lalu begitu
seterusnya.
Sedangkan bagian kedua menceritakan kisah dari sudut pandang adiknya,
yaitu Asmara Jati yang alurnya maju. Berawal dari kisahnya setelah mengetahui
bahwa kakaknya menghilang karena diculik. Lalu bagaimana perjuangan ia dan
keluarga, beserta orang-orang terdekatnya mencari keberadaan kakanya dan
orang-orang yang hilang, serta bagaimana mereka berusaha mencari keadilan.
b. Tahapan Alur
Pengenalan/Eksposisi
Menceritakan tentang kehidupan masa kecil Biru Laut bersama adiknya Asmara
Jati dan Ibu Bapaknya.
Pertentangan/Konflik
Ketika Laut mulai aktif dalam diskusi-diskusi dan bergabung menjadi aktivis
tanpa sepengetahuan Ibu Bapak, dan saat itu sedang ramai penangkapan
mahasiswa akibat mendiskusikan buku terlarang serta membuat kelompok
perlawanan terhadap pemerintah.
Pertumbuhan/Penanjakan
Laut dan kawan-kawannya yang sudah menjadi buron karena dituduh menjadi
dalang kerusuhan akhirnya diculik. Lalu mereka disekap dan disiksa.
Klimaks/Puncak ketegangan
Laut akhirnya dibunuh dan didorong ke laut. Sementara sebagain kawan-
kawannya dibebaskan dan sebagiannya lagi hilang entah kemana. Dan pada saat
ini, Ibu, Bapak, dan Asmara belum mengetahui bahwa Laut telah dibunuh.
Resolusi/Antiklimaks
Alex, salah satu kawan Laut yang selamat, menceritakan kisahnya. Dan para
keluarga orang-orang yang hilang, serta relawan, saling membantu mencari
keadilan dan mencari keberadaan mereka yang hilang.
Akhir/Ending
Soeharto akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden. Lalu perwakilan dari
Komisi Orang Hilang menjadi peserta rapat pleno Komisi Sosial, Kebudayaan,
dan Hak Asasi Manusia PBB. Dan akhirnya para keluarga dari orang hilang mulai
ikhlas tanpa berhenti untuk terus mencari keadilan.
5. Latar
Tempat
Laut Aku melayang-layang ke dasar lautan.
Seyegan, Yogyakarta …di Seyegan, di pojok Yogyakarta.
Palem Kecut Jauh lebih murah daripada Pelem Kecut.
Ciputat …mampir ke Ciputat.
Jakarta …Alex yang belum sempat kuajak ke rumahku di Jakarta.
Pacet …memutuskan untuk beristirahat di Pacet.
Markas tentara …kami berada di sebuah markas tentara.
Terminal Bungurasih …menuju Terminal Bungurasih untuk naik bus.
Jalan Indrapura Bus kami mencapai Jalan Indrapura…
Blangguan …pengalaman kami di Blangguan…
Bogor …sedangkan Julius tetap mengantar kami sampai ke Bogor.
Rumah susun Klender …kami pindah ke rumah susun Klender.
Rumah Pakde Julius …di rumah pakde Julius.
Dapur Aku kembali ke dapur…
Kamar Aku kembali ke kamar.
Markas besar Elang …kami di markas besar Elang
Lampung Seminggu di Lampung…
Pekanbaru …seminggu di Pekanbaru
Padang …dan kini di Padang
New York Angin New York di musim gugur…
Waktu
Hari ini Tetapi hari ini, aku akan mati.
Malam Jumat …hantu yang tidur-tiduran pada malam Jumat…
Malam Senin …hantu yang memasak mi instan pada malam Senin…
Besok Temui dokter Mawardi besok.
Kemarin “Kemarin ia membawa satu kardus mi instan…”
15 Maret 1998 …yang kuperkirakan tanggal 15 Maret 1998…
19 Maret 1998 “Sekarang kemungkinan sudah tangggal 19 Maret 1998,”
16 April 1998 “Ini sudah tanggal 16 April 1998…”
Jam empat sore “…jam empat sore…”
Januari 1998 …tepatnya awal Januari 1998.
13 Maret 1998 Mas Laut yang menghilang pada ulang tahunku 13 Maret 1998.
23 April 1998 Pada tanggal 23 April 1998, Aswin menelponku…
Pukul 10 malam Sudah pukul 10 malam.
Jam tiga pagi Siapa yang memasak jam tiga pagi?
30 jam Setelah 30 jam yang melelahkan…
Siang itu Siang itu semakin muram…
Sore …musim gugur sore itu…
Suasana
Senang Aku senang sekali…
Sedih …wajahnya kelihatan semakin sedih.
Marah Mata Merah yang tampak begitu marah…
Kecewa Dia sangat kecewa.
Takut …wajah ibu yang penuh rasa takut itu.
Gelisah …wajah Anjani yang membuatku gelisah.
Jengkel Si Pengawal melihatku dengan wajah yang jengkel…
Malu Aku malu sendiri…
Mengharukan …foto mas Laut dan kawan-kawan sungguh mengharukan.
Tegang Aku kembali ke Jakarta yang tegang…
Putus asa Aku sudah putus asa…
Semangat Aku semakin semangat meningkatkan kengawuranku.
6. Sudut pandang
Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai “aku”. Baik pada bagian
sudut pandang Biru Laut maupun Asmara Jati, keduanya menggunakan sudut pandang
orang pertama.
7. Majas
8. Amanat
Selain mengajak kita untuk tidak melupakan sejarah, dari novel ini kita juga
dapat belajar tentang perjuangan dan perubahan. Perjuangan demi langkah
kecil yang bertujuan untuk perubahan tetaplah bermakna. Disisi lain juga
mengajarkan kita tentang makna cinta. Bukan hanya cinta terhadap keluarga,
kekasih, dan kawan, tapi juga cinta terhadap tanah air.