Anda di halaman 1dari 12

ANALSIS NOVEL

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas B. Indonesia


Dari Ibu Dra. Hanny Kartini

OLEH :

NUR ALIFAH FAUZIA

KELAS :

XII APL 4

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 7 BANDUNG

Jl. Soekarno Hatta No. 569

BANDUNG

2021
IDENTITAS NOVEL

Judul : Laut Bercerita

Penulis : Leila S. Chudori

Ilustrasi sampul dan isi : Widi Widiyatno

Perancang sampul : Aditya Putra

Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer


Gramedia)

Jumlah halaman : X + 379 halaman

Tahun terbit : Cetakan Pertama,


Oktober 2017

SINOPSIS

Jakarta, Maret 1998

Di sebuah senja, di sebuah rumah susun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru Laut disergap
empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex
Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap,
diinterogasi, dipukul, ditendang, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu
pertanyaan penting: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.

Jakarta, Juni 1998

Keluarga Arya Wibisono, seperti biasa, pada hari Minggu sore memasak bersama,
menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya,
satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara
Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.

Jakarta, 2000

Asmara Jati, adik Biru Laut, beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin
Pradana mencoba mencari jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni
mereka yang kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang menuntut
kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari dasar laut yang sunyi
bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.

ANALISIS NOVEL
I. Unsur Ekstrinsik

Ide untuk menulis cerita tentang orang-orang yang dihilangkan, dan kehilangan ini
tercetus pada tahun 2008 saat sang penulis, Leila S. Chudori, meminta Nezar Patria untuk
menuliskan pengalamannya saat diculik pada Maret 1998 dengan jujur dan sepenuh hati
lengkap dengan perasaannya. Hasil dari tulisan itu adalah dimuatnya sebuah artikel yang
nyaris tanpa penyuntingan berjudul “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru” dalam Edisi Khusus
Soeharto, Tempo, Februari 2008.
Sebuah cerita yang jujur tentang seorang anak muda bersama kawan-kawannya
yang diculik dan disiksa hari demi hari karena dianggap menggugat Indonesia di masa Orde
Baru.
Pada saat itulah sang penulis mengatakan bahwa suatu hari ia akan menuliskan
cerita tentang para aktivis yang diculik, yang kembali dan yang tak kembali. Tentang
keluarga yang terus menerus mencari jawaban hingga sekarang.

II. Unsur Intrinsik


1. Judul Novel
Laut Bercerita
2. Tema
Perasaan kehilangan dan usaha pencarian atas kebenaran dan kejelasan dari keluarga
serta orang terkasih yang menghilang, dan tentang kisah persahabatan yang berjuang
bersama hingga mengalami pengkhianatan, siksaan, dan kematian.
3. Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh
1) Protagonis
 Biru Laut
 Asmara Jati  Gala Pranaya
 Kasih Kinanti  Arifin Bramantyo
 Sunu Dyantoro  Dana Suwarsa
 Alex Perazon  Ratih Anjani
 Julius Sasongko  Aswin Pratama
 Daniel Tumbuan  Ibu
 Bapak
2) Antagonis
 Gusti Suroso
 Mata Merah
 Pak Kumis

3) Tritagonis
 Mahesa
 Raka
 Tante Jun
 Nilam
 Coki Tambunan
 Narendra Jaya
 Widi Yulianto

4) Figuran
 Pak Hasan
 Pak Nurdin
 Pak Gondo
 Dokter Mawardi
 Lelaki Seibo
 Manusia Pohon
 Kolonel Martono
 Si Pengawal

b. Watak

Nama Tokoh Karakter Cara penggambaran Kalimat


tokoh
Biru Laut  Idealis Analitik (langsung)  Mas Laut yang idealis,
 Berbakti pada dan dramatik (tidak  Mas Laut yang tengah
orang tua langsung) membantu Ibu menggoreng
 Berani meminta orek tempe.
maaf  Berani taruhan, pastilah itu Mas
 Pendiam Laut yang akan minta maaf
 Penyayang sembari membawa makanan.
 “Laut yang pendiam”
 Asmara adikku, aku
menyayangimu.
Asmara Jati  Pragmatis Analitik (langsung)  sedangkan aku yang pragmatis,
 Penolong dan dramatik (tidak  Hanya kepadamu aku bisa
 Pemarah langsung meminta tolong.
 Bawel  Kau dengan segala
 Tertib kemarahanmu padaku.
 Tingkah lakunya lebih seperti
kakak karena dia lebih bawel
dan lebih suka mengatur.
 Asmara jelas anak kota dan
anak sekolahan yang tertib.
Kasih Kinanti  Berpikir kritis Dramatik (tidak  Setelah remaja Kinan
 Dapat langsung) menyimpulkan bahwa kematian
memahami anak-anak pasti salah satu
orang lain problem negara berkembang.
 Serba ingin tau
 Banyak ide  Kinan tampaknya paham aku
 Pembuat tak terlalu agresif dalam
keputusan menceritakan diri sendiri.
 Kinan menyerbuku dengan
serangkaian pertanyaan-
pertanyaan sulit.
 Aku semakin kagum pada
Kinan. Sudah jelas kami tak
punya dana kecuali
menyediakan bahan cat saja.
Tetapi ketiga seniman itu
dengan senang hati
menggunakan tembok itu
sebagai kanvas mereka.
 terlihat sekali di foto itu, Kinan
adalah pembuat keputusan….”
Sunu Dyantoro  Penengah Dramatik (tidak  Suara Sunu yang mencoba
 Pendiam langsung) dan analitik menengahi
 Bijak (langsung)  Sepasang bibirnya yang jarang
 Berbakti pada bicara itu.
orang tua  Sunu mempunyai julukan si Bos
 Memahami tiap Bijak.
orang  Sunu biasa pamit untuk segera
 Dewasa pulang membantu ibu dan
ketiga kakaknya.
 Menurut teori Sunu yang selalu
mencoba memahami setiap
kekurangan orang,
 Sunu yang selalu saja seperti
abang yang perhatian pada
adiknya.
Alex Perazon  Baik Analitik (langsung)  untung saja dia anak baik dan
 Sopan sopan
 Gelisah  Alex adalah anak yang gelisah
 Bandel dan nyaris bandel jika tidak
 Pendiam diawasi Felix,
 Cerdas  Alex lebih pendiam dan jarang
 Selektif bicara
 Sensitif  Alex memang selalu cerdas dan
 Berbakat selektif mengambil momen.
 Anak pesisir yang ekonomis
dengan kata, sensitif, dan
sangat berbakat.
Julius Sasongko  Tegas  bagaimana dia dan Julius
 Iseng berbicara dengan tegas bahwa
 Pengertian mereka harus ke DPRD
 Julius membalikkan badan dan
tersenyum bandel. “Laut, ini
Mahesa dan yang duduk di
sebelahmu seperti ndoro itu
Raka. Ini Laut, pacar adikmu.”
 Tapi Julius dan arga dengan
penuh pengertian purapura
sibuk dengan makanannya,
karena mereka tahu aku benci
dianggap cengeng.
Daniel Tumbuan  Kritis Analitik (langsung)  sikap Daniel yang kritis, selalu
 Selalu mengeluh, dan cenderung ke
mengeluh perbatasan nyinyir pasti karena
 Manja sebuah kompensasi.
 aku memanggilnya si Bungsu
lantaran manjanya setengah
mati
Gala Pranaya  Pandai Analitik (langsung)  Hanya dialah yang tahu
mendefinisikan dan dramatik (tidak bagaimana mendeinisikan
situasi dan langsung) sebuah situasi, lalu mengajarkan
mengatasinya aku bagaimana mengatasinya.
 Puitis  Mas Gala yang puisi-puisinya
menunjukkan dia kalibernya
jauh di atas anak-anak kemarin
sore macam kami, disebut Sang
Penyair.
Arifin Bramantyo  Ahli merangkai Analitik (langsung)  Tetapi Bram yang memang ahli
kata merangkai kata dan pandai
 Pandai membuat hati mekar itu
membuat hati berhasil meruntuhkan keraguan
mekar ayahnya.
 Penuh strategi  Tetapi ternyata dia seorang
 Kutu buku yang penuh strategi dan penuh
 Dewasa ledakan.
 Bram sebetulnya bukan hanya
kutubuku seperti yang
dikesankan penampilannya
 Bram yang ku kenal seperti
seorang kakak tertua yang harus
memayungi adik-adiknya itu
tersenyum pada Tama.
Ratih Anjani  Mahir bercerita Analitik (langsung)  Anjani, dia si pendongeng
 Peka ulung
 Berani  Anjani begitu peka akan ke
 Cerda gugupanku karena aku tak
 Penuh kasih kunjung membuka
 Perhatian pembicaraan.
 Anjani adalah perempuan yang
tak mengenal rasa takut.
 Anjani bisa berubah menjadi
Jani yang wajar, yang kita
semua kenal dan yang kita
cintai: cerdas, penuh kasih, dan
perhatian.

Aswin Pratama  Baik Analitik (langsung)  Tak ada orang yang lebih baik,
 Tulus lebih tulus, dan lebih peduli
 Peduli pada hak asasi manusia
daripada Aswin.
Bapak  Setia  Bapak dengan setia masih
 Halus dan menyediakan empat piring
pendiam setiap hari Minggu karena siapa
 Sangat sopan tahu “Mas Laut muncul dan
 Tidak ingin kelaparan.”
menyinggung  Bapak adalah lelaki yang halus
lawan bicara dan pendiam, sangat sopan, dan
 Pemberani tak ingin menyinggung lawan
bicaranya.
 “aku masih takjub Bapak bisa
seberani itu,”
Ibu  Lincah  Asmara memperoleh
 Tegas kecantikan, kelincahan, dan
 Mudah ketegasan Ibu.
khawatir  Ibu yang selalu
mengkhawatikan soal nutrisi
kami,
Gusti Suroso  Pendiam Analitik (langsung)  Gusti yang pendiam itu
 Keras kepala dan dramatik (tidak mengirim rasa misteri,
 Pengkhianat langsung)  “Ngerti opo sampeyan.... Ojo
melok-melok!” Gusti menidurkan
tubuhnya dan memangku
kamera lengkap dengan blitz
kesayangannya.
 Gusti dan blitz itu adalah
lambing segala pengkhianatan
yang ikut membantu membuat
bangunan Indonesia menjadi
semakin karatan.
Mata Merah  Keji Analitik (langsung)  Mata Merah adalah salah satu
manusia paling keji yang pernah
kutemui.
Pak Kumis  Kejam Dramatik (tidak  “Setiap kamu jawab dengan
langsung) kacau atau setiap kali aku tak
puas dengan jawabanmu, aku
hajar mukamu dengan
penggaris ini,”

4. Alur
a. Jenis Alur
Alur yang digunakan adalah alur maju mundur. Terdapat dua bagian dalam
buku ini. Bagian pertama menceritakan kisah dari sudut pandang Biru laut yang
alurnya maju mundur. Awalnya ia akan menceritakan tentang bagaimana ia
menemui ajalnya, lalu mundur ke bagian kisahnya dengan teman-teman sesama
aktivis, lalu maju lagi ke bagian ketika mereka disekap dan disiksa, lalu begitu
seterusnya.
Sedangkan bagian kedua menceritakan kisah dari sudut pandang adiknya,
yaitu Asmara Jati yang alurnya maju. Berawal dari kisahnya setelah mengetahui
bahwa kakaknya menghilang karena diculik. Lalu bagaimana perjuangan ia dan
keluarga, beserta orang-orang terdekatnya mencari keberadaan kakanya dan
orang-orang yang hilang, serta bagaimana mereka berusaha mencari keadilan.

b. Tahapan Alur
 Pengenalan/Eksposisi
Menceritakan tentang kehidupan masa kecil Biru Laut bersama adiknya Asmara
Jati dan Ibu Bapaknya.

 Pertentangan/Konflik
Ketika Laut mulai aktif dalam diskusi-diskusi dan bergabung menjadi aktivis
tanpa sepengetahuan Ibu Bapak, dan saat itu sedang ramai penangkapan
mahasiswa akibat mendiskusikan buku terlarang serta membuat kelompok
perlawanan terhadap pemerintah.

 Pertumbuhan/Penanjakan
Laut dan kawan-kawannya yang sudah menjadi buron karena dituduh menjadi
dalang kerusuhan akhirnya diculik. Lalu mereka disekap dan disiksa.

 Klimaks/Puncak ketegangan
Laut akhirnya dibunuh dan didorong ke laut. Sementara sebagain kawan-
kawannya dibebaskan dan sebagiannya lagi hilang entah kemana. Dan pada saat
ini, Ibu, Bapak, dan Asmara belum mengetahui bahwa Laut telah dibunuh.

 Resolusi/Antiklimaks
Alex, salah satu kawan Laut yang selamat, menceritakan kisahnya. Dan para
keluarga orang-orang yang hilang, serta relawan, saling membantu mencari
keadilan dan mencari keberadaan mereka yang hilang.

 Akhir/Ending
Soeharto akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden. Lalu perwakilan dari
Komisi Orang Hilang menjadi peserta rapat pleno Komisi Sosial, Kebudayaan,
dan Hak Asasi Manusia PBB. Dan akhirnya para keluarga dari orang hilang mulai
ikhlas tanpa berhenti untuk terus mencari keadilan.

5. Latar
 Tempat
 Laut  Aku melayang-layang ke dasar lautan.
 Seyegan, Yogyakarta  …di Seyegan, di pojok Yogyakarta.
 Palem Kecut  Jauh lebih murah daripada Pelem Kecut.
 Ciputat  …mampir ke Ciputat.
 Jakarta  …Alex yang belum sempat kuajak ke rumahku di Jakarta.
 Pacet  …memutuskan untuk beristirahat di Pacet.
 Markas tentara  …kami berada di sebuah markas tentara.
 Terminal Bungurasih  …menuju Terminal Bungurasih untuk naik bus.
 Jalan Indrapura  Bus kami mencapai Jalan Indrapura…
 Blangguan  …pengalaman kami di Blangguan…
 Bogor …sedangkan Julius tetap mengantar kami sampai ke Bogor.
 Rumah susun Klender …kami pindah ke rumah susun Klender.
 Rumah Pakde Julius  …di rumah pakde Julius.
 Dapur  Aku kembali ke dapur…
 Kamar  Aku kembali ke kamar.
 Markas besar Elang  …kami di markas besar Elang
 Lampung  Seminggu di Lampung…
 Pekanbaru  …seminggu di Pekanbaru
 Padang  …dan kini di Padang
 New York  Angin New York di musim gugur…

 Waktu
 Hari ini  Tetapi hari ini, aku akan mati.
 Malam Jumat  …hantu yang tidur-tiduran pada malam Jumat…
 Malam Senin  …hantu yang memasak mi instan pada malam Senin…
 Besok  Temui dokter Mawardi besok.
 Kemarin  “Kemarin ia membawa satu kardus mi instan…”
 15 Maret 1998  …yang kuperkirakan tanggal 15 Maret 1998…
 19 Maret 1998  “Sekarang kemungkinan sudah tangggal 19 Maret 1998,”
 16 April 1998  “Ini sudah tanggal 16 April 1998…”
 Jam empat sore  “…jam empat sore…”
 Januari 1998  …tepatnya awal Januari 1998.
 13 Maret 1998  Mas Laut yang menghilang pada ulang tahunku 13 Maret 1998.
 23 April 1998  Pada tanggal 23 April 1998, Aswin menelponku…
 Pukul 10 malam  Sudah pukul 10 malam.
 Jam tiga pagi  Siapa yang memasak jam tiga pagi?
 30 jam  Setelah 30 jam yang melelahkan…
 Siang itu  Siang itu semakin muram…
 Sore  …musim gugur sore itu…

 Suasana
 Senang  Aku senang sekali…
 Sedih  …wajahnya kelihatan semakin sedih.
 Marah  Mata Merah yang tampak begitu marah…
 Kecewa  Dia sangat kecewa.
 Takut  …wajah ibu yang penuh rasa takut itu.
 Gelisah  …wajah Anjani yang membuatku gelisah.
 Jengkel  Si Pengawal melihatku dengan wajah yang jengkel…
 Malu  Aku malu sendiri…
 Mengharukan  …foto mas Laut dan kawan-kawan sungguh mengharukan.
 Tegang  Aku kembali ke Jakarta yang tegang…
 Putus asa  Aku sudah putus asa…
 Semangat  Aku semakin semangat meningkatkan kengawuranku.

6. Sudut pandang
Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai “aku”. Baik pada bagian
sudut pandang Biru Laut maupun Asmara Jati, keduanya menggunakan sudut pandang
orang pertama.

7. Majas

Jenis Majas Kalimat yang mengandung Majas


Simbolik Mbah Mien, salah satu ibu di desanya yang menetap
di belakang rumah kakek Bram, ditemukan tewas
gantung diri karena terlibat utang lintah darat.
Simbolik Giginya yang putih seperti biji mentimun itu sungguh
membuatku tak berdaya.
Hiperbola Kinan ternyata pemakan segala.
Metafora Tapi dalam keadaan biasa, aku memanggilnya si
Bungsu lantaran manjanya setengah mati.
Metafora Setiap Minggu, Ibu dan Bapak seperti memasuki
sebuah kepompong, dan segala realita hilang ditelan
bayangbayang Mas Laut yang masih berkelebatan di
rumah ini.
Metafora Aku ternganga mendengar jawaban yang berbunyi seperti
nyanyian ombak itu.
Personifikasi Juga kepada ikan pari terbang yang akan
melompat terbang karena suatu hari mereka
akan menyampaikan ceritaku padamu.
Personifikasi Matahari menumpahkan seluruh cahayanya
hingga permukaan laut di hadapan kami
bagaikan kepingan perak yang bergelombang.
Metafora Atau gelap seperti sumur yang tak menjanjikan
dasar?
Metafora Sekali lagi, suara ombak yang deras itu pecah tak
seirama.
Personifikasi Mereka, rombongan ikan itu menciumku,
mungkin merasa belas kasih kepada mayat yang
begitu siasia.
Personifikasi Dan akhirnya tubuhku berdebam melekat ke
dasar laut, di antara karang dan rumput laut
disaksikan serombongan ikan-ikan kecil yang
tampaknya iba melihatku.
Hiperbola Mungkin ini maksudnya orang yang bersuara
emas: sehalus beledu dan mengusap jiwa.
Metafora ada kemarahan, ada benih dendam yang
bertumbuhan begitu subur di setiap pori
tubuhku.
Pars prototo Peristiwa Bungurasih sebagai ekor dari
Blangguan adalah sebuah rentetan peristiwa
reaktif terhadap rencana aksi kami yang
berbuntut kekejian.
Hiperbola Astaga! Suara Julius membuatku nyaris
terjengkang.
Hiperbola Kali ini jantungku betulbetul melesat ke luar!
Metafora Mungkin Malaikat sedang turun ke bumi dan
melindungi kami dengan sayapnya.
Metafora aku yakin, anjani membawa seisi rumah di dalam
ransel ajaib itu, karena apa saja yang kami
perlukan pasti tersedia.

8. Amanat
Selain mengajak kita untuk tidak melupakan sejarah, dari novel ini kita juga
dapat belajar tentang perjuangan dan perubahan. Perjuangan demi langkah
kecil yang bertujuan untuk perubahan tetaplah bermakna. Disisi lain juga
mengajarkan kita tentang makna cinta. Bukan hanya cinta terhadap keluarga,
kekasih, dan kawan, tapi juga cinta terhadap tanah air.

Anda mungkin juga menyukai