Anda di halaman 1dari 11

TUGAS NOVEL

“ Bumi Manusia “

D
I
S
U
S
U
N

Oleh,
DINDA AUDIA
Kelas XII IPS 3
SMA Negeri 1 Batang Kuis
Bahasa Indonesia T.A 2022/2023
Judul : Bumi Manusia
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Cetaka : 17 Januari 2011
Isi : 535 halaman
Bumi manusia merupakan buku roman Tetralogi Buru yang berlatar belakang kota
Surabaya berkisah tentang kolonial yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer pada saat ia sedang
mendekam di kampung kerja paksa tanpa adanya proses hukum pengadilan di Pulau Buru.
Beliau sangat menyukai bahasa dan sastra sehingga meskipun sebagian hidupnya dihabiskan
didalam penjara namun beliau tetap tidak pernah luput dari kegiatan menulis,beliau memang
tidak menceritakan sejarah sebagaimana terwarta secara objektif dan dingin yang selama ini
dipelajari oleh orang – orang sekolahan.Dengan gayanya sendiri,Pram mencoba
mengajak,mengingat bahkan berpikir untuk bertarung dalam golak gerakan nasional awal abad
20 .
Orieantasi
Pada Bumi Manusia, Pram menggambarkan awal kisah cinta dramatis Minke dengan
Annelies, Bunga Akhir Abad,Minke seorang pribumi yang bersekolah di H.B.S Surabaya.
Seorang peranakan Belanda dengan pribumi bernama Sanikem yang kemudian lebih dikenal
dengan nama Nyai Ontosoroh. Sosok Nyai Ontosoroh yang tegar dan lebih terpelajar ketimbang
orang Belanda kemudian menjadi guru panutan Minke di kemudian hari. .Minke mempunyai
pengalaman hidup sebagai orang jawa yang berilmu pengetahuan Eropa sehingga ia berusaha
semampunya untuk keluar dari kepompong kejawaanya menjadi manusia yang bebas
merdeka,serta melawan penindasan serta deskriminasi terhadap dirinya dan juga terhadap
bangsanya yang dilakukan oleh kompeni.Pram membuat ceritanya mengalir begitu saja dengan
berbagai konflik yang ada didalamnya. Novel ini memberikan bacaan alternatif kepada kita
untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dari sisi yang berbeda,inilah yang
menjadikan novel Bumi manusia menjadi novel yang menarik untuk dibaca serta
mengaggumkan.karena dengan membaca novel ini kita menjadi tahu rupa dan hidup di era
membibitnya pergerakan nasional mula – mula dan seluk beluk kehidupan dijaman kolonialisme
Suatu hari, Minke diajak oleh Robert Suurhof , temannya di Sekolah Belanda H.B.S. Surabaya,
untuk memenuhi undangan Robert Mellema di Wonokromo, tepatnya di rumah Boerderij
Buitenzorg (Perusahaan Pertanian Buitenzorg). Minke bertemu dengan Annelies Mellema, adik
Robert Mellema, yang memiliki kecantikan luar biasa. Ketika kedua Robert sedang asyik
berdiskusi tentang bola, Minke dan Annelies yang tidak menyukai bola memisahkan diri untuk
mengerjakan hal lain. Minke berkenalan dengan Nyai Ontosoroh, ibu Annelies.
Seharian itu mereka berdua mengerjakan tugas mandor di pabrik raksasa itu. Dua Robert asyik
berburu. Saat pulang, Nyai Ontosoroh menawarkan Minke untuk berkunjung lagi karena
nampaknya Annelies senang memiliki teman, serta menyukainya.
Kisah berlanjut, Minke jadi sering dijemput oleh Darsam (penjaga rumah Nyai Ontosoroh) untuk
berkunjung ke rumah, bahkan lama-kelamaan jadi tinggal disana karena Annelies tidak bisa
berada jauh – jauh dari Minke.
Berbagai masalah datang, mulai dari teman – temannya yang mulai menjauh, pikiran barunya
mengenai perjuangan hak asasi manusia bagi pribumi, ancaman pembunuhan, sidang
pembunuhan, dikeluarkan dari sekolah, dan lain -lain. Dalam perjalanannya Minke selalu berbagi
cerita dengan Jean Marais, seorang seniman dari Prancis, Juffrouw Magda Peters, guru Bahasa
dan Sastra Belanda, serta Ibunya. Akhir cerita, Annelies dibawa paksa ke Netherland, setelah
menikah enam bulan dengan Minke.
Struktur
Penjajahan cenderung membahas tentang perampasan kekayaan oleh suatu bangsa terhadap
bangsa lain. Penjajahan di Nusantara dilakukan oleh Belanda, dengan tujuan agar negeranya
semakin berjaya.Perampasan yang dilakukan oleh penjajah itu bukanhanya dalam hal kekayaan
alam atau kekayaan lainnya, melainkan juga perampasansosial dan budaya.Oleh mereka,
penduduk Indonesia dibagi-bagi ke dalam berbagaikelas sosial.Dan kelas yang tertindas dalam
cerita ini adalah kelas pribumi.Inilah yangingin diperjuangkan oleh Pramoedya Ananta Toer
dalam novel Bumi Manusia
Tema
Tema novel ini adalah tentang kisah percintaan seorang pemuda keturunan priyayiJawa
dengan seorang gadis keturunan Belanda dan perjuangannya di tengah pergerakanIndonesia di
awal abad ke-20.Dalam roman terlaris karangan Pram semasa dibui ini, Pram mengangkat
sebuahkerangka cerita yang menimbulkan sejuta tafsir bagi siapa saja yang membacanya. Baik
itu dari kalangan politik, edukasi, bahkan masyarakat awam pun akan meninggalkankesan yang
berbeda.
Perjuangan melawan penindasan kolonialisme, keluarga, persahabatan,kemanusiaan, dan
nilai religi juga budaya pada masyarakat di zamannya menjadi garisbesar yang dapat penulis
tangkap ketika dan sesudah membaca roman ini.Perjuangan melawan penindasan kolonialisme
terhadap masyarakat Pribumimemang kental terasa. Kolonialisme yang menjadi dominan kerap
mengharamkansegala hal berbau Pribumi yang menjadi minoritas di bumi sendiri. Di mana
seorangpribumi tanpa nama keluarga bisa dianggap hina; nama keluarga juga bisa
menyinggungnilai budaya dari masyarakat Eropa yang saat itu mendiami bumi pertiwi. Dan hal
inibisa dibuktikan pada penggalan berikut, “…. “Robert Mellema,” ia memperkenalkan diri.
—“Minke,” balasku.—
Ia masih juga menjabat tanganku, menunggu akumenyebutkan nama keluargaku. Aku tak punya,
maka tak menyebutkan. Ia mengernyit.Aku mengerti; barang kali dianggapnya aku anak yang
tidak atau belum diakui ayahnyamelalui pengadilan; tanpa nama keluarga adalah Indo hina, sama
dengan Pribumi. Danaku memang Pribumi….” (Bumi Manusia, 2015: 26).
Beberapa gagasan yang mendasari jalannya novel Bumi Manusia antara lain adalahtema
kekeluargaan yang secara gamblang diwakilkan oleh keluarga Nyai Ontosorohdengan kedua
anaknya; Robert dan Annelies, Minke dengan Bundanya, bahkan JeanMarais dengan puteri
kandungnya. Menggunakan dialog yang dipertegas olehpengarang sendiri, kita dapat menangkap
tema kekeluargaan pada penggalan dialog.
“….Ya, Mama ingin melihat kau berbahagia untuk selama-lamanya. Tidak mengalami kesakitan
seperti aku dulu. Tak mengalami kesunyian seperti sekarang ini:tak punya teman, tak punya
kawan, apalagi sahabat. Mengapa tiba-tiba dating membawa kebahagianan?” (Bumi Manusia,
2015: 109)
Penggalan di atas adalah dialog dari Nyai Ontosoroh kepada anaknya Annelies,ketika sedang
berada di kamar. Dari kutipan di atas jelas sekali bahwa Nyai Ontosoroh menginginkan yang
terbaik untuk anaknya, sebagaimana mesitnya orangtua berlakuuntuk selalu mewujudkan
kebahagiaan sang anak.
“….Bunda tak hukum kau. Kau sudah temukan jalanmu sendiri. Bunda takkanhalangi, juga
takkan panggil kembali. Tempuhlah jalan yang kau anggap terbaik. Hanya jangan sakiti orang
tuamu, dan orang yang kau anggap tak tahu segala sesuatu yang kautahu….” (Bumi Manusia,
2015: 194).
Dalam dialog yang dihantarkan Bunda kepadaMinke saat dia kembali ke rumah
menggambarkan kalau sebagai seorang ibu, beliauakan selalu mendukung keputusan sang anak
asalkan itu baik. Juga mengingatkanMinke agar selalu berpegang teguh pada asas kebenaran
dalam bertindak.
Tema keluarga yang berkontribusi dalam roman karangan Pram ini
menurut penulismemegang andil terbesar sebagai sumbangan ide cerita selain alur, tokoh dan
latar.Karena sepanjang membaca roman ini, saya disuguhkan oleh kentalnya makna
sebuahkeluarga entah itu yang berlabel sah secara hukum maupun tidak. Keluarga yangterpaksa
lahir karena kealpaan orangtua atau kelalaian bertugas. Serta keluarga jugayang pada akhirnya
menjadi pelabuhan terkahir kala badai menerjang sang kapal.Kemanusian yang menurut penulis
merupakan pondasi idiil dari tema novel inibegitu banyak tersebar dan tersirat di tiap penggalan
narasi ataupun dialog yang diusungoleh Pram. Jika ditilik lebih dalam lagi dan dilihat dari
pandangan filosofis, novel ini jelas mengangkat nilai kemanusian dari berbagai sisi kehidupan
manusia itu sendiri
Tokoh dan Penokohan 
Minke Tokoh utama dalam novel ini, cerdas, berjiwa pribumi, keturunan priyayi, siswa HBS,
baik, penyayang. Mengulik dari sisi priyayi yang dimiliki pemuda Jawa yangdidapati dari sang
ayah, Minke memang memiliki budi pekerti yang halus.Meskipun tanpa disadari ia tengah
mengalami masa transisi untuk keluar darikejawaannya, sesungguhnya tokoh Minke ini hanya
ingin membebaskan jiwa dibumi ini. Dilihat dari pembagian peran, tokoh Minke masuk ke dalam
tokohprotagonis. Sikap-sikap yang diterjemahkan Pram ke dalam tulisan-tulisan epikyang
menghidupkan Minke seolah sesuai dengan harapan kita sebagai pembaca.Minke dikisahkan
sebagai seorang siswa yang cerdas dan berbudi luhur. Mengikutirajutan peristiwa dalam
kehidupannya, Minke mendewasakan diri dengan caranyasendiri melalui stori yang dibagikan
oleh Jean, Annelies, bahkan Nyai Ontosoroh.Melalui seorang Jean Marais, Minke memahami
keluhuran dari cinta yang dianggap irasional. Seperti penggalan dialog Jean kepada Minke
berikut,
“….Cintaitu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membuntutinya. Orang
harus berani menghadapi akibatnya.”— 
 “Tentang diriku, Jean,
belum tentu aku mencintai
gadis Wonokromo itu. Bagaimana kau tahu kau mencintai ibu May?” (Bumi Manusia,
2015: 81). 
Annelies Mellema Putri dari orang belanda (Herman Mellema) dan pribumi (Nyai
Ontosoroh),pendiam, manja, labil. Putri bungsu Nyai Ontosoroh yang digambarkan
secantikbidadari kahyangan. Memiliki sifat kekanakan yang mengharuskannya untuk
selaludibimbing. Seorang yang manja dan manis namun karena satu dua hal, sosokAnnelies ialah
gadis cilik yang rapuh. Sekiranya hal-hal tersebut bisa dibuktikan
dengan beberapa kutipan berikut, “….
Suasana baru menggantikan: di depan kami berdiri seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah
Eropa, berambut dan bermataPribumi. Dan mata itu, mata berkilauan itu seperti sepasang kejora;
dan bibirnyatersenyum meruntuhkan iman….” (Bumi Manusia, 2015: 26).
“….Lihat, Ann, Sinyo sudah mau berangkat pulang saja. Beruntung dapat dicegah.Kalau tidak,
dia akan merugi tidak melihat kau seperti ini!”— 
 “Ah, Mama ini!”
sekali lagi Annelies bermanja dan memukul ibunya. Juga matanya melirik padaku….”(Bumi
Manusia, 2015: 61)
Nyai Ontosoroh (Sanikem)Istri simpanan dari Herman Mellema, mandiri, tegas, bijaksana,
pandai, dan tegar.Terlahir dengan nama Sanikem, wanita yang menjadi ibu Annelies
inimerupakan gundik seorang Belanda. Nyai Ontosoroh merupakan sosok perempuanluar biasa
yang bisa berdiri di atas kaki sendiri. Terlepas dari segala duka yangmenerjang sejak dini, nasib
membawa Nyai bertemu dengan Herman Mellema.Yang manapula nasib itu diatur oleh ayah
kandungnya sendiri, Sastrotomo. Danmelalui kejadian itu pula, Nyai Ontosoroh membenci
orangtuanya. Ia memilihuntuk mengikuti Tuan Mellema. Dan hasilnya pun ia menjadi Nyai
Ontosoroh.Pribadi Nyai Ontosoroh terkenal lugas dan cerdas. Hal ini pun jelas disuarakan
olehTuan Mellema sendiri dalam kutipan berikut,
“….Tuan Mellema tidak pernahmenegur kelakuanku. Sebaliknya ia sangat puas dengan segala
yng kulakukan.Nampaknya ia juga senang pada kelakuanku yang suka belajar. Ann, papamu
sagatmenyayangi aku….” (Bumi Manusia, 2015: 129).
“….Pernah aku tanyakan padanya, apa wanita Eropa diajar sebagaimana aku diajarsekarang?
Tahu kau jawabannya? – 
 “Kau lebih mampu daripada rata-rata mereka,apalagi yang peranakan….” (Bumi Manusia, 2015:
134)
Herman Mellema] Kaku dan kasar, seperti dalam kutipan “…. Siapa kasih kowe ijin datang
kemari,
monyet!”. Dengusnya dalam melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya….” (BumiManusia,
2015: 64).
Robert Mellema berwatak egois, tidak bermoralf.
Ayah Minke berwatak masih berpatokan dengan adat istiadat Jawa, pemarah, kerasdalam
mendidik Minke.
Ibu Minke berwatak bijaksana, penyayang
Robert Surhorf berwatak pengecuti.
 Jean Marais berwatak penyayang (ayah may marais)
May Marais berwatak manjak.
Darsam, seorang Madura yang berwatak keras, patuh kepada tuannya.l.
 Ah Tjong berwatak licikm.
 Maiko, seorang pelacur dari Jepang, egois dan tidak jujurn.
 Amelia Hammers Mellema, istri sah Herman Mellema, ambisiuso.
 Insinyur Maurits Mellema berwatak ambisius,p.
 Magda Petters berwatak baikq.
 Mevrow Teling, seorang yang penyayang.r.
 Miriam de la Croix, senior Minke di HBSs.
 Sarah de la Croix, senior Minke di HBSt.
 Herbert de la Croix, ayah Sarah dan Miriam

Alur
Pram dalam Bumi Manusia menggunakan teknik alur ingatan atau flashback.Teknik ini
menempatkan peristiwa yang mana berisi peralihan dari keadaan satu kepadakeadaan yang lain
yang terjadi di masa lalu ditampilakn dalam suatu rangkaianperisitiwa. Di mana dalam rangkaian
tersebut juga memuat alur maju dan mundur yangmana tergantung oleh kondisi si tokoh dalam
cerita.
Seperti dalam kutipan berikut, “….
Tigabelas tahun kemudian catatan pendek ini kubacai dan kupelajari kembali, kupadudengan
impian, khayal. Memang menjadi lain dari aslinya. Tak kepalang tanggung. Dan
 begini kemudian jadinya….” (Bumi Manusia, 2015: 10)
Latar
Dalam novel karangan Pram ini, latar tempat mengambil pulau Jawa. Lebihtepatnya di kota
Surabaya dan Wonokromo. Dan beberapa tempat pula seperti RumahNyai Ontosoroh, kota B,
Rumah Jean Marais, Pondokan Mevrouw Telinga, RumahPlesiran Baba Ah Tjong, dan gedung
pengadilan.Selain itu, terdapat pula latar yang melandasi suasana yang membawa unsur-
unsurpendukung untuk menguatkan cerita. Yakni diantaranya waktu berlalunya kejadian,musim
terjadinya, lingkungan agama, sosial, emosional, budaya serta latar fisikal. Yangdimaksud
dengan latar fisikal adalah tempat, waktu, dan alam fisik di sekitar tokohcerita, sedangkan latar
sosial adalah penggambaran keadaan massyarakat tertentu,kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
pada suatu tempat tertentu, pandangan hidup, sikaphidup, adat istiadat, dan sebagainya yang
melatari sbeuah peristiwa. Seperti padapenggalan berikut,
“….Petir pun takkan begitu mengagetkan. Kegelisahan merambat-rambat ke seluruhtubuh,
sampai pada kaki, dan kaki pun jadi salah tingkah….” (Bumi Manusia, 2015: 69)
“….Aku akui: badanku gemetar, walau hanya sedikit. Dalam keadaan seperti ini akuhanya dapat
menunggu kata-kata Nyai. Tak ada orang lain bisa diharapkan. Celakalahaku kalau dia dam saja.
Dan memang dia diam saja….” (Bumi Manusia: 64).
“….Darahku naik ke kepala mendengar itu. Bibirku menggeletar kering. Gigikumengkertak. Aku
melangkah perlahan mendekatinya dan sudah siap hendak mencakarmukanya. Dia telah hinakan
semua yang telah aku selamatkan, pelihara dan usdahakan,dan aku sayangi selama ini….”(Bumi
Manusia,2015:145).
“…Pagi hari itu langit tak bermendung. Minggu cerah. Hatiku sendiri yang tidak ikutcerah.
Mega-mendung yang melintasi antariksa dalam dada, memberitahukan akandatangnya
badai….” (Bumi Manusia, 2015: 393).
“….Aku lari menjemput di tangga rumah. Mama turun lebih dulu. mukanyamerahpadam. Ia
mengulurkan tangan pada Annelies yang masih di dalam. Dankeluarlah istriku, pucatpasi
bermandi airmata, membisu. Begitu turun ia terus menubrukdan merangkul aku… (Bumi
Manusia, 2015: 482).
Selanjutnya, latar belakang kolonialisme Belanda kental sekali dalamnovel ini.Penindasan
terhadap Pribumi yang dialami oleh Nyai Ontosoroh ketika dihadapkandengan Gedung Putih dan
segala macam hukumnya yang cacat. Hak kekayaan darimendiang Herman Mellema dibawa ke
meja hijau oleh anak kandungnya di Belanda,Maurits Mellema yang menyebabkan petaka bagi
Nyai Ontosoroh dan Minke. Dalamhal ini, jelas sekali bahwa Pribumi tidak akan mampu
melawan kolonialisme yang saatitu berkuasa. Dan hal ini dapat dibuktikan dari penggalan
berikut,
“….
Kemudian menyusul salinan surat-surat resmi keputusan pengadilan Amsterdam.Isi:
memutasikan keputusannya pada Pengadilan Surabaya. Secara ringkas berbunyi:Berdasarkan
permohonan dari Ir.Maurits Mellema, dan ibunya, Mevrouw AmeliaMellema Hammers, anak
dan janda mendiang Tuan Herman Mellema, melaluadvokatnya Tuan Mr Hans Graeg,
berkedudukan di Amsterdam, PengadilanAmsterdam, berdasarkan surat-surat resmi dari
Surabaya yang tidak dapat diragukankebenarannya, memutuskan menguasai seluruh harta-benda
mendiang Tuan HermanMellema untuk kemudian karena tidak ada tali perkawinan syah antara
Tuan hermanMellema dengan Sanikem membagi menjadi: Tuan Ir.Maurits Mellema sebagai
anaksyah mendapat bagian 4/6 x 1/2harta peninggalan; Annelies dan Robert Mellema
sebagai anak yang diaku masing-masing mendapat 1/6 x 1/12 harta peninggalan.Berhubung
Robert Mellema dinyatakan belum ditemukan baik untuk sementara ataupununtuk selama-
lamanya, warisan yang jadi haknya akan dikelola oleh Ir. MauritsMellema. Pengadilan
Amsterdam telah juga menunjuk Ir.Maurits Mellema menjadi walibagi Annelies Mellema,
karena yang belakangan ini dianggap masih berada di bawahumur, sedang haknya atas warisan,
sementara ia dianggap belum dewasa, juga dikelolaoleh Ir.Maurits Mellema….” (Bumi Manusia,
2015: 485-486).
Kemudian nilai budaya juga menjadi garis besar dari roman karangan Pram ini.
Sebagaicontoh kecil adalah ketika Pram mencoba mengangkat nilai moral bangsa Eropa
yangterkesan angkuh dan meremehkan. Dan ini terbukti pada penggalan berikut:
“….
Sebuah tulisan, jelas dari Robert Suurhorf, telah menggugat keadaanku di tengah-tengahkeluarga
Mellema sebagai benalu tak tahu malu, ikut menyedot harta orang lain danmenampilkan diri di
depan umum sebagai burung-gereja-tanpa-dosa, orang tanpa namakeluarga, tanpa sesuatu,
dengan satu-satunya modal keberanian: jadi buaya darat….” (Bumi Manusia: 414).
“….Akhir-akhirnya,” katanya kemudian dengan suara rendah “persoalannya tetap
Eropa terhadap Pribumi, Minke, terhadap diriku. Ingat-ingat ini: Eropa yang menelanPribumi
sambil menyakiti secara sadis. E-ro pa … hanya kulitnya yang putih,” iamengumpat, “hatinya
bulu semata
….” (Bumi Manusia, 2015: 490).Selain itu, latar belakang religi dan kebudayaan juga sarat
dalam novel setebal 552 halaman ini.
Hal itu bisa dilukiskan dalam adat sebelum acara perkawinan yangdilakukan oleh Minke sebagai
seorang pemuda Jawa tulen. Dan itu bisa ditemukandalam penggalan dialog Bunda kepada Jan
Dapperste berikut,
“….
Beribu terimakasih,Nak, jangan. Ini pekerjaan ibu yang terakhir untuk anaknya. Harus sahaya
lakukansendiri. Sudi kiranya Anak pindah
ke tempat lain?”(Bumi Manusia, 2015: 457).Dan beberapa kutipan yang mendukung latar
budaya seperti,“….Atau memang begitumacam latihan bagi calon ambtenar? Menggerayangi
urusan orang lain dan melanggarhak siapa saja? Apa kau tidak diajar peradaban baru? Peradaban
modern? Mau jadi rajayang bisa bikin semau sendiri, raja-raja nenek moyangmu?” (Bumi
Manusia, 2015: 192)
“Itu tanda kau bukan Jawa lagi, tak mengindahkan siapa lebih tua, lebih berhak akankehormatan,
siapa yang lebih berkuasa.”
  –“Ah, Bunda jangan hukum sahaya. Sahaya hormati yang lebih benar.”
 – “Orang Jawa sujud berbakti pada yang lebih tua, lebih
berkuasa, satu jalan pada penghujung keluhuran. Orang harus berani mengalah, Gus.  Nyanyian
itu pun mungkin kau sudah tak tahu lagi barangkali….” (Bumi Manusia,2015:193).

Konflik

Marginalisasi Perempuan
Takdir sebagai seorang anak jurutulis yang tidak puas dengan jabatannya danmenginginkan
jabatan yang lebih tinggi, berakibat pada anaknya yaitu Nyai Ontosoroh.Untuk menjadi seorang
Pribumi yang paling terhormat ia menjual anaknya kepadaseorang Tuan Besar Kuasa. Nyai
Ontosoroh menjadi korban dari keinginan orangtuanya. Di sini ia mengalami marginalisasi. Hal
ini dapat dibuktikan dengan kutipanberikut,
“….Untuk pertama kali dalam hidupku, karena silaan Tuan Besar Kuasa, akududuk di kursi sama
tinggi dengan Ayah. Di hadapan kami bertiga: Tuan Besar Kuasa.Ia bicara Melayu. Hanya
sedikit kata dapat kutangkap. Selama pembicaraan semuaterasa timbul-tenggelam dalam lautan.
Tak ada senoktah pun tempat teguh. Dari kantongnya Tuan Besar Kuasa mengeluarkan sampul
kertas dan menyerahkannya padaAyah. Dari saku itu pula ia keluarkan selembar kertas berisi
tulisan dan Ayahmembubuhkan tandatangan di situ. Di kemudian hari kuketahui, sampul itu
berisikanuang duapuluhlima gulden, penyerahan diriku kepadanya, dan janji Ayah akan
diangkat jadi kassier setelah lulus dalam pemagangan selama dua tahun….”
(Bumi Manusia,2015:122-23).
Subordinasi Perempuan
Nyai Ontosoroh juga mengalami subordinasi atau dianggap rendah posisinya olehTuannya
Herman Mellema sendiri saat ia menjadi seorang gundik, Tuan HermanMellema
menganggapnya sebuah boneka. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
 berikut, “….
Sayang, sayangku, bonenakaku, sayang, sayang
….” (Bumi Manusia,2015:125).
Juga terdapat dalam kutipan sebagai berikut, “….
Layani Nyaiku ini baik- baik!” (Bumi Manusia, 2015:126)
Stereotipe Perempuan
Tokoh Nyai Ontosoroh juga mengalami stereotipe saat ia menyandang statussebagai seorang
Nyai atau seorang budak belian. Hal tersebut menimbulkan penilaiannegatif dari orang-orang di
sekitarnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada kutipanberikut,
“… Dia dalam surat-surat itu disebutkan perempuan Sanikem alias Nyai Ontosoroh, tapi….
Akulah Sanikem. Baik, katanya, tapi Sanikem bukan Mevrouw
Mellema. Aku bisa ajukan saksi, kataku, akulah yang telah melahirkan dia. Dia bilang:Annelies
Mellema berada di bawah hukum Eropa, Nyai tidak. Nyai hanya Pribumi….”(Bumi Manusia,
2015:488).
Juga terdapat dalam kutipan sebagai berikut,
“…. “Buaya!
”desisnya geram. “
Kukeluarkan kau dari E.L.S di T. dulu juga karena perkara yang sama.Semuda itu! Makin tinggi
sekolah makin jadi buaya bangkong! Bosan main-maindengan gadis-gadis sebaya sekarang
mengeram di sarang Nyai. Mau jadi apa kau ini?”(Bumi Manusia, 2015:184)

Kekerasan terdahap Perempuan


Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalammasyarakat.
Annelies, Maiko, Min Hwa, dan Sie-sie merupakan tokoh yang mengalami kekerasan dalam
novel ini. Annelies mengalami kekerasan saat ia diperkosa olehsaudaranya sendiri yaitu Robert
Mellema. Robert melakukan hal tersebut tanpa kerelaandari Annelies. Padahal Annelies adalah
adiknya sendiri. Namun, Robert tidak pedulidengan perasaan dan sakit yang dirasakan Annelies.
Hal ini dapat dibuktikan dengankutipan berikut ini
, “….Kemudian ternyata olehku dia hendak perkosa aku, sebelummembunuh. Ia sobeki
pakaianku. Mulutku tetap tersumbat. Dan kudaku meringkik-ringkik keras. Betapa sekarang
kupinta pada kudaku untuk menolong. Kubelitkan keduabelah kakiku seperti tambang, tapi ia
urai dengan lututnya yang perkasa. Kecelakaan itutak dapat dihindarkan….” (Bumi Manusia,
2015:362-363).
Beban Kerja Ganda terhadap Perempuan
Nyai Ontosoroh mengalami beban kerja ganda saat ia mengurus segala keperluanrumah
tangganya, mulai dari bekerja, mengasuh anak, juga melayani segala keperluansuaminya,
Herman Mellema. Dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
“….Kalaukau pergi, bagaimana aku? Bagaimana sapi-sapi itu? Tak ada yang bisa
mengurusnya….” (Bumi Manusia, 2015:131)

KESIMPULAN
Berdasarkan temuan penelitian dan analisis data suatu pembahasan yang telah dilakukan,dapat
disimpulkan bahwa ketidakadilan gender meliputi: (1) Marginalisasi, Nyai Ontosorohmenjadi
seorang budak belian atau Nyai seorang Tuan Besar Kuasa, hal tersebut terjadi setalah iadijual
oleh orang tuanya. Ia juga tidak menerima hak-haknya atas harta dan hak asuh
Annelies.Sedangkan Annelies mengalami marginalisasi saat
Pengadilan memutuskan hak atas ahliwarisnya yang tidak adil. (2) Subordinasi, kedudukan Nyai
Ontosoroh sebagai seorang Nyai ataubudak belian dianggap rendah dan hina dimata masyarakat,
ia juga tidak pernah mengecamidunia pendidikan sedikitpun. Begitu juga dengan Annelies,
Maiko, Min Hwa dan Sie-sie,sebagai tokoh pendamping ia juga mengalami subordinasi terhadap
dirinya. Annelies harusberhenti sekolah pada kelas empat di E.L.S. dan tidak dilanjutkan lagi.
Sedangkan Maiko, MinHwa, dan Sie-sie sebagai perempuan penghibur dianggap sangat rendah
oleh masyarakatterutama oleh kaum laki-laki. (3) Stereotipe, Penandaan atau pelabelan negatif
yang tidakmenyenangkan kerap diterima Nyai Ontosoroh, hal tersebut diterimanya karena
statusnyasebagai seorang Nyai atau gundik dari Tuannya. (4) Kekerasan, Annelies, Maiko, Min
Hwa, danSie-sie mengalami kekerasan dari masyarakat yang berupa hinaan dan kata-kata kasar
kepadadirinya. Annelies mengalami kekerasan (fisik dan spikis) dari saudara kandungnya, hal
tersebutterjadi karena Annelies diperkosa oleh Robert Mellema. Sedangkan Maiko, Min Hwa,
dan Sie-sie sebagai seorang pelacur mengalami kekerasan spikis, mereka mengalami kekerasan
saatkehilangan langganannya sehingga majikannya jadi marah, dan melakukan kekerasan
terhadapdirinya. (5) Beban Kerja Ganda, Nyai Ontosoroh dan Annelies dibebani tanggungjawab
yangbegitu berat. Nyai Ontosoroh bekerja melayani Tuannya juga bertanggung jawab atas
pabrik.Setelah ayahnya Tuan Herman Mellema tidak menentu lagi, Annelies harus membantu
NyaiOntosoroh dalam segala pekerjaan kecuali pekerjaan kantor

Anda mungkin juga menyukai