Anda di halaman 1dari 9

Unsur Intrinsik Novel Bumi Manusia

Karya Pramoedya Ananta Toer

1. Tema :
Kisah percintaan seorang pemuda keturunan priyayi Jawa dengan seorang gadis
keturunan Belanda dan perjuangannya di tengah pergerakan Indonesia di awal abad
ke-20

2. Tokoh dan penokohan :


a) Minke
Watak :
Di lihat dari pembagian peran, tokoh Minke masuk ke dalam tokoh protagonis,
cerdas dan berbudi luhur. Minke memang memiliki budi pekerti yang halus.
Bukti kutipan :
”Bukan hanya Mevrouw Telinga atau aku, rasanya siap pun tahu, begitulah
tingkat susila keluarga nyai-nyai; rendah, jorok, tanpa kebudayaan,
perhatiannya hanya pasal soal-soal berahi semata. Mereka hanya keluarga
pelacur, manusia tanpa pribadi, dikodratkan akan tenggelam dalam ketiadaan
tanpa bekas. Tapi Nyai Ontosoroh ini, dapatkah dia dikenakan pada anggapan
umum ini?” (BM: 75)

b) Nyai Ontosoroh
Watak : tegar, lugas, cerdas
Bukti kutipan :
… “Tak mungkin kau seperti wanita Belanda. Juga tidak perlu. Kau cukup
seperti yang sekarang. Biar begitu kau lebih cerdas dan lebih baik daripada
mereka semua. Semua!” Ia tertawa mengakak lagi. (BM: 136)

c) Annelies Mellema
Watak : kekanak-kanakan, manja
Bukti :
“Ah, Mama ini!” sekali lagi Annelies bermanja dan memukul ibunya. Juga
matanya melirik padaku. (BM: 61)
“Nah, Ann, Sinyo Minke sudah ada di dekatmu. Lihat baik-baik. Dia sudah ada
di dekatmu. Sekarang kau mau apa?”
“Ah, Mama,” desau Annelies dan melirik padaku.
“Ah-Mama, ah-Mama saja kalau ditanyai. Ayoh, bicara sekarang, biar aku ikut
dengarkan.

d) Herman Mellema
Watak : Kaku dan kasar
Bukti : “siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!”. Dengusnya dalam
melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya.” (hal 64)
e) Robert Mellema
Watak : egois, tidak bermoral

f) Ayah Minke
Watak : masih berpatokan dengan adat istiadat Jawa, pemarah, keras dalam
mendidik Minke.

g) Ibu Minke
Watak: bijaksana, penyayang

h) Robert Surhorf
Watak : pengecut

i) Jean Marais
Watak : penyayang (ayah may marais)

j) May Marais
Watak: manja

k) Darsam
Watak : seorang Madura yang berwatak keras, patuh kepada tuannya.

l) Ah Tjong
Watak : licik

m) Maiko
Watak : seorang pelacur dari Jepang, egois dan tidak jujur

3. Alur
Pram dalam Bumi Manusia menggunakan teknik alur ingatan atau flashback.
Bukti : Dan kupelajari kembali, kupadu dengan impian, khayal. Memang menjadi
lain dari aslinya. Tak kepalang tanggung. Dan begini kemudian jadinya: (BM: 10)
a) Tahap Perkenalan
Perkenalan dimulai ketika Minke memperkenalkan dirinya di awal BAB 1 yang
dirinya merupakan anak dari seorang pribumi keturunan Priyayi di Jawa yang
sekolah di HBS. Salah satu ilmu pendidikan yang dikaguminya adalah
percetakan, terutama Zincrografi. Robert surhorf adalah teman Minke di Sekolah,
mereka pergi ke Buerderij Buitenzorg (perusahaan pertanian). Ada gadis cantik
berkulit putih, berwajah eropa, berambut dan bermata Pribumi bernama Annelies
Mellema. Minke Jatuh cinta pada Annelies. Ketika Minke dan Annelies melihat
perabot yang cantik dirumah itu, datangalah wanita berkebaya putih yan tak lain
adalah ibunya Annelies Mellema yang kerap disapa Nyai Ontosoroh. Nyai
Ontosoroh adalah anak yang dijual oleh ayahnya kepada Pembesar Belanda
ketika umurnya 13 tahun untuk dijadikan Nyai. Nyai dalam masa colonial yang
berarti Gundik. Tidak dinikahi secara resmi, tetapi tinggal serumah, bahkan
mempunyai anak keturuanan Pribumi.
b) Tahap Konflik
Konflik baru muncul ketika Minke mempunyai banyak Pertentangan dalam
kehidupannya, terlebih saat ia makin sering berkunjung bahkan menginap di
rumah Nyai Ontosoroh. Ada masa ia dihadapkan pada pertentangan: ingin
mengikuti kata hati atau tradisi. Ia ingin selalu berada dekat dengan keluarga
Mellema sebab ia memang begitu mencintai Annelies.
c) Tahap Klimaks
Kultur dan paradigma masyarakat pada saat itu tidak berpihak pada nyai-nyai.
Para nyai dianggap memiliki citra buruk karena berstatus perempuan simpanan.
Tinggal bersama seorang nyai akhirnya memang memicu kekhawatiran bagi ayah
Minke. Minke selalu berusaha mengikuti kata hatinya dengan melawan tradisi
yang tidak sesuai dengan nuraninya. Tentu butuh keberanian yang besar untuk
dapat melawan kerasnya tradisi. Minke dikeluarkan dari sekolahnya karena alas
an moral
d) Tahap Antiklimaks
Minke memiliki nyali besar yang ditopang dengan keteguhan hatinya, sehimgga
ia mampu melawan tradisi dan bertahan. Ia tetap tinggal di rumah Nyai
Ontosoroh dan mencintai Annelies seperti Annelies mencintainya. Akhirnya
Minke menikahi Annelies secara Islam.
e) Tahap penyelesaian
Akhirnya Minke bersekolah kembali dan lulus. Perusahaan telah bangkrut.
Maresose telah melarang siapa saja yang memasuki perusahaan. Annelies dikirim
kembali ke Belanda.

4. Latar
Latar waktu: Pagi
Latar tempat: Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, Rumah Nyai Ontosoroh, kota B,
Rumah Jean Marais, Pondokan Mevrouw Telinga, Rumah Plesiran Baba Ah Tjong,
dan gedung pengadilan.
Latar suasana : tegang dan genting

5. Sudut pandang : orang pertama


Bukti “Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian”.

6. Amanat
Agar pemuda-pemudi sekarang ini tetap mempunyai semangat itu meskipun
sekarang sudah tidak ada penjajahan kolonial. “Seorang terpelajar harus juga berlaku
adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan” –Pramoedya Ananta Toer
Unsur Ekstrinsik Novel Bumi Manusia
Karya Pramoedya Ananta Toer

I. Biografi
Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia.
Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara. Penjara tak membuatnya
berhenti sejangkalpun menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional.
Dan konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya
dilarang dan dibakar.
Dari tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan
ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya di gelanggang sastra dan
kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer dianugerahi pelbagai penghargaan
Internasional.

II. Nilai-Nilai
a) Nilai Sosial
“ Memang patut aku minta maaf sebesar-besarnya tak dapat berbuat sesuatu
untuk meringankan penderitaan Nyai. Tak ada padaku teman-teman dekat orang
besar, karena memang tidak pernah punya keanggotaan sesuatu kamarbola”
“ Tapi Tuan merasa perlakuan terhadap kami ini tak adil, bukan ?” tanya Mama.
“Bukan hanya tak adil. Biadap!”
“ Itupun mencukupi, Tuan Dokter, kalau keluar dari hati tulus”
“ Maafkan, aku tak ada kemampuan…”
b) Nilai budaya
Pintu kuketuk pelan. Aku tak tahu kamar siapa, membukanya dan masuk. Bunda
sedang duduk bersisir di depan cermin. Sebuah lampu minyak berkaki tinggi
berdiri di atas sebuah kenap di sampingnya.
“Bunda, ampuni sahaya,” kataku mengembik, bersujud dihadapannya dan
mencium lututnya. Tak tahulah aku mengapa tiba-tiba hati diserang rindu begini
pada Bunda
c) Nilai Moral
“Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau
harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka,
dengan bahasa yang mereka tahu. Kau tak kenal bangsamu sendiri,” kata Jean
Marais.
d) Nilai Estetika
“Yang berasa amat kuat adalah pelukisan karakter tokoh-tokohnya. Jarang novel
Indonesia menyuguhkan watak yang begitu tajam, terpahami dan begitu beragam.
Masing-masing tokoh yang dikisahkan benar-benar hidup dengan pikiran pribadi
dan latar belakang kehidupan yang utuh, nasib yang menimpa tokoh adalah
akibat logis dari perwatakan mereka sendiri. (Adhi Asmara, 1980; 40)

III. Gaya Bahasa

1) Gaya Bahasa Perbandingan


a) Perumpamaan
 Kompeni memilih mereka untuk menghadapi bangsa Aceh yang
bukan saja pandai menggertak, juga ulet dan keras seperti baja,
bangsa perbuatan. (hlm 86)
 Di negeri itu ada putri cantik tiada bandingan. Kulitnya laksana beledu
putih-gading (hlm 353)

b) Metafora
 Ahoi, si philogynik, mata keranjang kita, buaya kita! Bulan mana
pula sedang kau rindukan?” (hlm 16)
 Ia diam sebentar, mengawasi aku dengan mata coklat kelereng. (hlm
155)

c) Personifikasi
 Ilmu pengetahuan telah memberikan padaku suatu restu yang tiada
terhingga indahnya. (hlm 11)
 Di kejauahan sana samar-samar nampak gunung-gunung berdiri tenang
dalam keangkuhan. (hlm 22)
 Dan sekarang seluruh Jawa berpesta pora, Mungkin juga seluruh Hinda Belanda.
Triwarna berkibar riang di mana-mana. (hlm 18)

2) Gaya Bahasa Pertentangan


a) Hiperbola
 Seorang dara,cantik, kaya,berkuasa gilang gemilang, seorang pribadi yang
memiliki segala, kekasih para dewa pribadi yang memiliki segala, kekasih
para dewa (hlm 14)
 Kalau dia mengadu pada Darsam boleh jadi kau akan dipukulnya tanpa kau bisa
menggonggong. (hlm 56)

b) Litotes
 Memang bukan nyai sembarang nyai. (hlm 102)
 Tahulah mereka sekarang: dunia ini telah menjadi kerajaanku,kurebut bukan
tanpa perang tanding. (hlm 445)

c) Paradoks
 Ia terpencil di tengah lingkungan sendiri. (hlm 116)
 Dan aku rasai adanya kekosongan dalam kebesaran dalam
keriangan ini. (hlm 445)

d) Klimaks
 Ia selalu mengindahkan aku, menanyakan pendapatku, mengajak aku
memperbincangkan semua hal. (hlm 130)
 Hati gadis itu terlalu lunak, terlalu lembut, tidak mampu menahan
singgungan, harus selalu diemong, dijaga, dibelai, dilindungi.” (hlm
302)

e) Antiklimaks
 Seakan hanya kami, agen, aku, kusir, dan kuda yang hidup di atas jalanan ini.
(hlm 175)
 Jadi ditempuhnya segala jalan: dukun, jampi, mantra,bertirakat memutih,
berpuasa senin kamis. (hlm 115)

f) Sinisme
 Jadi untuk dapat menipu kau disekolahkan sampai setinggi pohon
kelapa itu?” (hlm 184)
 Dulu Maurits membangkit-bangkit soal dosa darah. Sekarang dia
tuntut hasil dosa darah ini. Dulu kukira dia seorang nabi yang suci.”
(hlm 521)

g) Sarkasme
 Dia hanya seorang nyai-nyai, tidak mengenal perkawinan syah,
melahirkan anak-anak tidak syah,sejenis manusia dengan kadar
kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan senang dan
mewah. (hlm 38)
 Tuan sudah menyebabkan lahirnya dua orang anak haram- jadah!” (hlm
145)

Anda mungkin juga menyukai