Anda di halaman 1dari 8

A. Kerjakanlah kegiatan berikut!

1. Datalah identitas karya yang akan Anda kritik!


Jawab :
Judul Buku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Pengarang : Hamka
Penerbit : Bulan Bintang
Tahun terbit : Rabius Sani, April 2008
Cetakan 1 : Tahun (1939)
Tebal : 236 halaman
Kategori : Novel Sastra
Kota terbit : Jakarta
Tokoh : - Zainuddin
- Hayati
- Mak Base
- Khadijah
- Azis
- Muluk
- Mande Jamilah
- Akhmad
- Mak tengah Limah
- Datuk Garang
- Ibunya Muluk
- Sutan Mudo
- Pendekar Sutan
- Datuk Mantari
2. Buatlah bagian pernyataan umum atau tesis berdasarkan karya yang Anda pilih!
Jawab :
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah sebuah karya sastra roman yang
ditulis oleh Haji Abdul Malik Ka rim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama
Hamka. Roman yang dikarang oleh Prof. Dr. Hamka ini diterbitkan tahun 1939.
Roman ini mengisahkan tentang perbedaan adat istiadat dan latar belakang
sosial yang terjadi di minangkabau. Perbedaan tersebut menghalangi hubungan
percintaan antara Zainuddin dan Hayati sehingga berakhir dengan kematian. Kapal
Van Der Wijck menjadi salah satu latar belakang kisah ini.
Zainudin adalah seorang keturuan Minang-Makassar. Darah minang ia dapat
dari ayahnya, sedangkan ibunya adalah seorang bugis. Setelah kedua orang tuanya
meninggal, Zainudin berniat mengunjungi bako–nya. Melihat keinginan yang kuat,
tak ada alasan bagi pengasuhnya, Mak Base, untuk tidak memberi izin.
Batipuh, disanalah zainudin menuju. Disana ia tinggal dengan Mak Tuo -nya.
Sehari-hari ia belajar ilmu agama dan adat dari para tetua. Hingga suatu hari ia
bertemu dengan Hayati, cinta pada pandangan pertama.
Zainudin bukan orang minang, ia tidak bersuku dan berbangsa. Meskipun
ayahnya orang pribumi asli, tapi suku tidak diwariskan oleh ayah. Sehingga ia
sifatkanya hanya menumpang, tidak ada mamak dan penghulu yang mengakuinya
sebagai kemenakan. Ini menjadi alasan cintanya kandas dan tidak direstui keluarga
Hayati.
Dukanya semakin dalam menlihat Hayati telah ikhlas dinikahkan dengan
orang lain, minangkabau asli. Menjadi-jadilah sakitnya bagai orang senewen. Hingga
setelah dua bulan, ia bertekad melupakan cintanya dan merantau ke tanah Jawa,
tempat dimana ia menjadi orang besar dan dihargai, Tidak ada lagi Zainudin, ia telah
terlahir kembali menjadi Sabir, artinya orang yang bersabar.
3. Buatlah bagian isi atau argumen berupa kelebihan dan kekurangan karya tersebut!
Jawab :
 Kelebihan : Novel ini berhasil melambungkan nama penulisnya ini berusaha
mengajak pembacanya untuk sekuat Zaiuddin. Novel ini mengembangkan jiwa,
menjadikan pembaca merasa berada langsung pada periode dan tempat yang ada
dalam novel. Buya Hamka membawa pembaca pada periode saat Indonesia masih
berada dalam dunia penjajahan. Dibalut dengan kisah cinta suci yang
mengharukan dan membuat jiwa bergejolak, Buya Hamka menggambarkan
Negeri Padang dengan begitu indah dan menawan. Yang paling diminati dari
buku ini adalah cara penyampaian Hamka pada saat itu yang dinilai tidak terlalu
kaku namun tetap detail dan romatis ala tahun 1930an. Penyampaian kata
romantis disini terlihat dalam surat-surat yang dikirim oleh Zainuddin kepada
Hayati, begitu juga sebaliknya.
 Kekurangan : Kultur budaya melayu yang menjadi roh dari karya sastra ini
sangat berpengaruh besar terhadap berbagai aspek di dalam proses pembuatannya.
Banyak ditemukan istilah-istilah melayu yang mungkin tidak dimengerti oleh
pembaca yang buta dengan budaya melayu dan bahasanya. Istilah-istilah tersebut
seperti uang ditulis wang, dan surat kabar juga disebut dengan Perkabaran. Hal ini
sangat disayangkan karena kualitas bahasa maupun ejaan tidak sebanding dengan
banyaknya jumlah buku yang dicetak. Hal kecil seperti ini memang tidak begitu
penting, tapi cukup mengganggu pembaca untuk memahami kata demi kata yang
menyusun alur cerita dari novel ini.
4. Buatlah bagian simpulan berdasarkan tesis dan argumen yang telah Anda buat!
Jawab :
Terlepas dari kekurangan dan kelemahannya, novel besutan Hamka,
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck sangat layak untuk diapresiasi. Kritik sosial
yang begitu dalam mengenai tradisi yang telah mengakar kuat patut dijadikan
renungan agar di masa depan tidak ada lagi sosok seperti Zainuddin dan Hayati lagi.
5. Susunlah bagian-bagian tersebut menjadi teks kritik dengan memperhatikan
sistematika dan unsur kebahasaan teks kritik!
Jawab :
Bahasa bisa diartikan sekadar simbol untuk mengungkapkan bentuk bendawi
semata. Namun, kadang, bahasa bisa hadir dalam bentuk dan fungsi lain. Bambang
Sugiharto, guru besar estetika, pernah menyampaikan bahwa bahasa membawa
banyak kemungkinan. Bahasa bisa menjadi kuda tunggangan dengan aneka muatan,
mata bor yang bisa menembus celah tersembunyi, atau bahkan cermin yang bisa
menangkap aneka fenomena.
Bahasa menjadi bagian penting dalam sebuah karya sastra serta alat utama
dalam menyampaikan maksud penulis. Hal demikian yang sepertinya menjadi
kesadaran setiap penulis, termasuk Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah,
pemilik nama pena Hamka. Seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia ini
menuangkan aneka buah pemikirannya melalui banyak karya sastra.
Sebagai seorang ulama, Hamka mempergunakan tulisannya sebagai media
untuk menyampaikan nilai-nilai agama dengan begitu halus dan tidak terkesan sedang
berdiri di mimbar dakwah. Melalui karyanya yang awalnya berupa cerita bersambung
dan kemudian dinovelkan, Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, seorang
ulama kharismatik asal tanah minang inijuga berusaha menyampaikan kritik sosialnya
terhadap tradisi yang telah mengakar kuat di kehidupan masyarakat.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck seperti kebanyakan Novel
Melayu lainnya berkisah tentang romansa percintaan berlatar budaya lokal. Kisah
yang berlatar peristiwa 1930-an tersebut menceritakan seorang tokoh bernama
Zainuddin yang berdarah Bugis-Minang menaruh hati pada seorang gadis jelita
bernama Hayati, namun kuatnya adat istiadat tanah Minang menjadi aral yang
menyebabkan Zainuddin harus merelakan Hayati dipersunting lelaki lain yang
memiliki strata sosial sepadan menurut adat setempat. Zainuddin hanyalah lelaki
berdarah Minang dari garis keturunan ibunya dan Bugis dari keturunan ayahnya,
sedang dalam tradisi adat Minang sistem nasab dari jalur ibu tidak diakui, sehingga ia
dipandang tidak memiliki strata sosial yang selayaknya dalam masyarakat
Minangkabau. Arus kuat tradisi dan adat yang menghalangi keinginan Zainuddin
akhirnya menjadi titik balik kehidupan dalam cerita ini.
Dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, struktur sosial masih sangat
dipengaruhi oleh sistem adat istiadat, umumnya adat istiadat yang dijadikan patokan
bukan sebagai tembok sosial yang membatasi relasi antar kelompok masyarakat,
melainkan untuk menjaga nilai-nilai dalam masyarakat adat. Aturan-aturan adat yang
sangat ketat umumnya berlaku dalam hal pernikahan, karena menyangkut silsilah
keturunan yang akan mempengaruhi struktur sosial masyarakat, sehingga adat
bertujuan memproteksi adanya pergeseran tatanan nilai dalam masyarakat. Berbeda
dalam kasus Zainuddin, adat justru digunakan sebagai alat untuk meneguhkan
paradigma materialistik, dimana stratifikasi sosial dipandang melalui kacamata harta
dan strata kebangsawanan, bukanlagi pada hal yang lebih subtansi, yakni pada
keteguhan, visi hidup, sikap beragama dan moralitas. Bagaimanapun tak ada adat
istiadat yang bertujuan merendahkan martabat kemanusiaan, oleh sebabnya ia dibuat
sebagai sebuah tatanan nilai yang akan menciptakan sikap saling menghargai,
melindungi, dan memanusiakan. Seringkali adat berusaha dibenturkan dengan
keyakinan agama, padahal keduanya bisa berjalan harmonis jika kita melihatnya
sebagai sebuah suprastuktur sosial yang akan menjadi sumber spirit, moralitas serta
laku hidup dalam sebuah tatanan masyarakat.
Masyarakat Minang dikenal sebagai masyarakat yang taat pada ajaran agama
Islam, sehingga arus Islamisasi tidak serta merta menggusur tradisi yang telah
berabad-abad dipelihara oleh masyarakat, justru Islam begitu ramah dengan lokalitas
tradisi dan budaya masyarakat setempat, sehingga ajaran Islam justru semakin
memperkuat adat istiadat masyarakat dan sebaliknya tradisi masyarakat semakin
menegaskan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Agama dan adat tersebut
berkolaborasi untuk menciptakan sebuah masyarakat yang humanis yang jauh dari
sifat-sifat individualis dan materialistis.
Berbeda dengan kisah roman pada umumnya yang lebih menonjolkan kisah
percintaan yang mengumbar asmara minim estetika, Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck tidak sekedar menceritakan tentang pertautan hati dua insan yang sedang
dilanda cinta, tetapi juga tentang bagaimana sikap menghadapi kondisi yang tak
berpihak, dimana keinginan hati harus diurungkan atas nama adat, sekaligus berusaha
mencibir mereka yang seringkali menggunakan dalih adat dan agama untuk
kepentingan-kepentingan materi.
Kasus yang menimpa Zainuddin masih seringkali dijumpai dalam masyarakat
kita, strata sosial seringkali diukur dari harta dan jabatan, si miskin dan si kaya tak
sepantasnya menjalin sebuah ikatan, akhir cerita dari Nurhayati dan suaminya
menjadi bukti bahwa kebahagiaan yang diukur melalui perspektif materi tidak akan
berumur lama.
Novel yang berhasil melambungkan nama penulisnya ini berusaha mengajak
pembacanya untuk sekuat Zaiuddin.Ditengah puing-puing kehancuran hati, Zainuddin
bangkit dengan dengan penuh keteguhan sambil melanjutkan hidup dengan semangat
untuk berkarya dan berbagi kepada sesama di sela-sela kesuksesan yang akhirnya
berhasil ia raih. Itu karena darah Bugis-Minang masih mengalir dalam tubuhnya,
sehingga ia senantiasa menegakkan nilai-nilai yang diwarisi kedua orang tuanya,
apalagi ajaran Islam adalah ruh yang menggerakkan kesadarannya untuk tidak
berputus asa. Inilah jejak kehidupan seorang manusia yang tak pernah lepas dari
organ spiritual, kultural dan sosialnya.
Novel ini mengembangkan jiwa, menjadikan pembaca merasa berada
langsung pada periode dan tempat yang ada dalam novel. Buya Hamka membawa
pembaca pada periode saat Indonesia masih berada dalam dunia penjajahan. Dibalut
dengan kisah cinta suci yang mengharukan dan membuat jiwa bergejolak, Buya
Hamka menggambarkan Negeri Padang dengan begitu indah dan menawan. Yang
paling diminati dari buku ini adalah cara penyampaian Hamka pada saat itu yang
dinilai tidak terlalu kaku namun tetap detail dan romatis ala tahun 1930an.
Penyampaian kata romantis disini terlihat dalam surat-surat yang dikirim oleh
Zainuddin kepada Hayati, begitu juga sebaliknya.
Setelah mendapat sambutan yang hangat itu, Hamka memutuskan untuk
menerbitkan Van der Wijck sebagai novel dengan usaha penerbitan milik temannya,
M. Syarkawi; dengan menggunakan penerbit swasta Hamka tidak dikenakan sensor
seperti yang berlaku di Balai Pustaka. Cetakan kedua juga dengan penerbit Syarkawi.
Lima cetakan berikutnya, mulai pada tahun 1951, dengan Balai Pustaka. Cetakan
kedelapan pada tahun 1961, diterbitkan oleh Penerbit Nusantara di Jakarta; hingga
tahun 1962, novel ini telah dicetak lebih dari 80 ribu eksemplar. Cetakan setelah itu
kemudian diterbitkan oleh Bulan Bintang. Novel Hamka ini juga pernah diterbitkan di
Malaysia beberapa kali.
Van der Wijck pertama kali diterbitkan sebagai cerita bersambung dalam
majalah Islam mingguan Hamka di Medan, Pedoman Masjarakat pada tahun 1938.
Setelah mendapat sambutan yang hangat dari pembacanya, karya legendaris Hamka
akhirnya diterbitkan sebagai sebuah novel pada tahun 1939 oleh usaha penerbitan
milik temannya, M. Syarkawi. Cetakan kedua juga dengan penerbit Syarkawi. Lima
cetakan berikutnya, mulai pada tahun 1951, dengan Balai Pustaka. Cetakan kedelapan
pada tahun 1961, diterbitkan oleh Penerbit Nusantara di Jakarta; hingga tahun 1962,
novel ini telah dicetak lebih dari 80 ribu eksemplar. Cetakan setelah itu kemudian
diterbitkan oleh Bulan Bintang. Novel Hamka ini juga pernah diterbitkan di Malaysia
beberapa kali.Novel ini juga diterbitkan dalam bahasa Melayu sejak tahun 1963.
Kultur budaya melayu yang menjadi roh dari karya sastra ini sangat
berpengaruh besar terhadap berbagai aspek di dalam proses pembuatannya. Banyak
ditemukan istilah-istilah melayu yang mungkin tidak dimengerti oleh pembaca yang
buta dengan budaya melayu dan bahasanya. Istilah-istilah tersebut seperti uang ditulis
wang, dan surat kabar juga disebut dengan Perkabaran. Hal ini sangat disayangkan
karena kualitas bahasa maupun ejaan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah buku
yang dicetak. Hal kecil seperti ini memang tidak begitu penting, tapi cukup
mengganggu pembaca untuk memahami kata demi kata yang menyusun alur cerita
dari novel ini.
Terlepas dari kekurangan dan kelemahannya, novel besutan Hamka,
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck sangat layak untuk diapresiasi. Kritik sosial
yang begitu dalam mengenai tradisi yang telah mengakar kuat patut dijadikan
renungan agar di masa depan tidak ada lagi sosok seperti Zainuddin dan Hayati lagi.
B. Kerjakanlah soal-soal berikut!
1. Buatlah sebuah bagian pernyataan umum teks kritik sesuai dengan kutipan tersebut!
Jawab :
Novel merupakan karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dan menonjolkan watak dan sifat
setiap pelaku. Novel disajikan dalam bab dan subbab tertentu sesuai dengan kisah
ceritanya. Penulisan novel tidak terlepas dari pesan-pesan yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembacanya. Seperti dalam novel Sirkus Pohon tersebut, novel
tersebut berisi pesanpesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
melalui sifat tokoh Tegar.
2. Buatlah sebuah bagian pernyataan argumen teks kritik berdasarkan kutipan novel
tersebut!
Jawab :
Kutipan novel tersebut memiliki pesan positif yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca. Kutipan novel Sirkus Pohon tersebut menceritakan tokoh
Tegar yang memiliki sifat bertanggung jawab. Sifat dan perbuatan tokoh Tegar dapat
dijadikan contoh pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak yang masih
sekolah dengan sepenuh hati merawat ibu dan adik-adiknya. Bahkan, dia tidak
bermain dengan anak-anak seusianya karena memiliki tanggung jawab sepeninggal
ayahnya. Alur cerita yang digunakan pengarang dalam novel tersebut sangat jelas dan
bahasa penyampaiannya sederhana sehingga mudah dipahami pembaca.
3. Buatlah sebuah bagian pernyataan penutup teks kritik berdasarkan kutipan novel
tersebut!
Jawab :
Novel Sirkus Pohon sangat baik untuk dibaca oleh semua usia. Penyampaian
cerita dalam novel tersebut sangat sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, banyak
pesan positif yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
tidak ada salahnya jika Anda menyempatkan diri membaca novel Sirkus Pohon.
4. Buatlah sebuah bagian pendahuluan teks esai berdasarkan fenomena eksploitasi alam
dalam puisi yang pernah Anda baca!
Jawab :
Alam, manusia, dan lingkungan menjadi sumber inspirasi proses kreatif
berpuisi, baik sebagai medium menciptakan estetika bentuk hingga menyampaikan
pesan ekologis. Puisi berbasis alam, secara estetik, misalnya terfleksikan dalam
bahasa majas, seperti metafora dan personifikasi yang menampilkan penanda-
penanda alam. Sementara itu, muatan ideologi ekologis dalam puisi tecermin pada
muatan tematik puisi yang menilai, mengkritik, dan memasukkan nilai-nilai yang
terkait dengan kondisi baik dan buruk alam sebagai akibat dari perilaku manusia.
5. Buatlah sebuah bagian isi teks esai berdasarkan fenomena berkaitan dengan sastra
yang pernah Anda baca!
Jawab :
Fenomena kerusakan alam tidak dapat dilepaskan dari perbuatan manusia.
Manusia sebagai penentu arah kebudayaan sering kali memandang alam semata
sebagai objek yang digunakan untuk memenuhi keinginan manusia. Ketika manusia
tidak lagi mempunyai budaya mencintai, menjaga, dan melestarikan alam, berbagai
krisis lingkungan bisa melanda. Di tengah kerusakan alam akibat eksploitasi alam
oleh para pemilik modal, puisi memberikan tanggapan melalui nilai-nilai kesadaran
alam dan pesan-pesan pelestarian lingkungan. Pada konteks Indonesia, puisi-puisi
Indonesia kontemporer memegang peranan penting tidak hanya dalam merekam
dinamika lingkungan, tetapi juga menyuarakan pelestariannya.

Anda mungkin juga menyukai