Anda di halaman 1dari 7

Kosakataku

Tempatku belajar dan berbagi.


Jumat, 07 April 2017

Analisis Novel Van Der Wijck

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan budaya tidak dapat dipungkiri ikut mempengaruhi penulisan karya sastra
di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang dahulu sangat patuh akan tradisi kini sudah mulai
terbuka akan hal-hal baru. Hal ini ditandai dengan banyaknya karya sastra yang menceritakan
gaya hidup modern, bahkan tak sedikit karya sastra bahasa asing yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
Maraknya karya sastra yang menceritakan gaya hidup kebarat-baratan, berseting di luar
negeri, atau merupakan terjemahan dari karya sastra luar negeri lama kelamaan dapat mel
rasa cinta dan pengetahuan bangsa Indonesia akan budayanya sendiri.
Karya-karya sastra Indonesia pada zaman dulu sebenarnya merupakan karya yang sangat
indah dan mengandung nilai-nilai budaya dan kehidupan yang bisa kita pelajari. Salah
satunya adalah Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka. Novel ini
merupakan novel terbitan tahun 1939 yang kisahnya tak lekang dimakan zaman.

1.2.Ruang Lingkup Analisis


Dalam tulisan ini mencakup identitas novel, unsur intrinsik, unsur ekstrinsik, serta
kelemahan dan kelebihan dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

1.3.Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :
 Memenuhi penugasan yang diberikan dalam pelajaran Bahasa Indonesia
 Melaporkan tanggapan dan analisis terhadap karya sastra.
 Memberikan Informasi seputar Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck pada pembaca.
Sedangkan manfaat laporan ini diantaranya :
 Meningkatkan rasa cinta terhadap karya sastra lama
 Memperkenalkan kembali karya sastra lama agar tak mudah dilupakan
 Mengetahui kehidupan dan budaya bangsa Indonesia pada zaman dulu.

BAB II Isi
A. Identitas Buku

Judul : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Penulis : Haji Abdul Malik Karim Amrullah ( HAMKA )

Penerbit : Balai Pustaka

Genre : Romance

Tahun terbit : Jakarta, 1939

Jumlah halaman : 236 Halaman

ISBN : 979-418-055-6

B. Sinopsis

Zainuddin, seorang pemuda yang tinggal di Makasar pergi berkelana ke kampung


halaman ayahnya di Padang . Di sana ia tak diakui sebagai orang Padang karana menurut
hukum adat, garis keturunan yang kuat berasal dari pihak ibu, sedangkan ibu Zainuddin
adalah orang Makasar. Zainuddin jatuh cinta pada Hayati, seorang gadis desa yang cantik dan
berasal dari keluarga yang taat adat. Sayangnya, cinta Zainuddin harus terhalang karena
keluarga dan ketua adat tidak setuju Hayati menikah dengan Zainuddin yang dianggap tidak
sederajat. Hayati pun menikah dengan kakak dari teman nya yang bernama Azis.
Zainuddin yang patah hati merantau ke pulau Jawa dan menjadi seorang penulis yang
terkenal di sana. Azis yang ditugaskan bekerja di pulau Jawa pun membawa Hayati dan
tinggal di sana. Siapa sangka, ternyata Azis adalah seorang pemuda yang suka mabuk-
mabukan, berjudi dan main perempuan, hingga akhirnya ia jatuh bangkrut dan di tolong oleh
Zainuddin. Azis pun menitipkan Hayati pada Zainuddin lalu bunuh diri. Namun, Zainuddin
yang pernah sakit hati oleh Hayati tak mau menerima Hayati dan memulangkannya ke
Padang. Kapal Van der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam, Hayati pun meninggal
setelah dibawa ke rumah sakit. Setelah kepergian Hayati, Zainuddin selalu bersedih dan
meninggal dunia menyusul kekasihnya.
C. Nilai dalam Novel

 Nilai Moral

Nilai moral yang terdapat dalam novel ini adalah pentingnya kebiasaan untuk memaafkan.
Hal ini terlihat dari penyesalan Zainuddin setelah Hayati meninggal. Andai Zainuddin
memaafkan Hayati dan menerimanya, maka mereka akan hidup bahagia.
 Nilai Sosial

Nilai Sosial terlihat dari kebaikan ibu Muluk yang mau menampung dan membantu
Zainuddin saat ia terpuruk, juga pada saat Zainuddin membantu Azis dan Hayati yang jatuh
bangkrut.

 Nilai adat Istiadat

Nilai adat sangat terlihat dari kehidupan penduduk zaman dulu di kota Padang yang sangat
patuh pada tradisi. Contoh nya saat Zainuddin ingin menikahi Hayati, para ketua adat tidak
menerimanya karena Zainuddin dianggap tidak sesuku dengan mereka.

 Nilai Agama

Zainuddin adalah seorang yang taat beribadah, ia bahkan tak suka melihat Hayati yang
memakai pakaian terbuka saat bertemu dengannya di Padang Panjang.

D. Kaitan Nilai Dalam Kehidupan

Nilai-nilai dalam novel Tenggelamnya kapal Van Der Wijck dapat dijadikan sebagai
pelajaran dalam menjalani kehidupan. Seperti nilai moral yang mengajarkan kita untuk saling
memaafkan, nilai sosial untuk saling membantu, nilai adat agar kita selalu menjadi orang
yang memiliki adat istiadat dan nilai agama yang mengajarkan kita untuk senantiasa taat
kepada Tuhan yang Maha Esa.

E. Amanat Dalam Novel

Novel ini memberi banyak pelajaran dan amanat bagi pembacanya. Diantaranya, jangan
menilai segala sesuatu dengan materi karena materi tidak menjanjikan kebahagiaan, seperti
saat Hayati menikahi Azis yang berasal dari keluarga kaya, ia tak merasa bahagia karena Azis
ternyata seorang pemuda yang tak bertanggung jawab.

F. Pandangan Pengarang Terhadap Karyanya Dan Tanggapan Penganalisis

Di dalam usia 31 tahun (1938), masa darah muda masih cepat aliranya dalam diri, dan
khayal serta sentimen masih memenuhi jiwa, di waktu itulah "ilham" "Tenggelamnya Kapal
Van der Wijck" ini mulai kususun dan dimuat berturut-turut dalam majalah yang ku pimpin
"Pedoman Masyarakat."
Setelah itu dia diterbitkan menjadi buku oleh saudara M. Syarkawi (cetakan kedua)
seorang pemuda yang giat menerbitkan buku-buku yang berharga. Belum berapa lam tersiar,
dia pun habis. Banyak pemuda yang berkata: "Seakan-akan tuan menceriteraka nasibku
sendiri." Ada pula yang berkata: "Barangkali tuan sendiri yang tuan ceriterakan!"
Sesungguhnya bagi seorang golongan agama, mengarang sebuah buku roman, adalah
menyalahi kebiasaan yang umum dan lazim pada waktu itu. Dari kalangan agama pada
mulanya, saya mendapat tantangan keras. Tetapi setelah 10 tahun berlalu, dengan sendirinya
heninglah serangan dan tantangan itu, dan kian lama kian mengertilah orang apa perlunya
kesenian dan keindahan dalam hidup manusia.

G. Unsur Intrinsik Dan Unsur Ekstrinsik

1) Unsur Intrinsik

1. Tema

Percintaan dan Persahabatan


2. Penokohan dan Watak

Zainuddin : Baik Hati, Tulus, Taat beribadah, sedikit pendendam.


Hayati : cantik, Lemah lembut, Mudah dipengaruhi.
Azis : Kasar, tidak bertanggung jawab, mudah putus asa.
Muluk : Baik hati, setia kawan, humoris.
Mak Base : Keibuan, Baik hati, Penyayang, tanpa pamrih.
Khadijah : Modern, centil, suka mempengaruhi.
Mamak Datuk : Tegas, berkuasa, taat pada tradisi.
Mande Jamillah : Baik hati, sollehah, suka menolong.
Pendekar Sutan : Baik hati, bertanggung jawab.
3. Latar :

Tempat : Makasar, Padang Panjang, rumah Khadijah, Pacuan kuda, Di atas kapal, Area pesawahan,
pasar, Jawa, rumah Khadijah, rumah sakit.
Waktu : pagi, siang hari, Subuh, sore, Malam.
Suasana : Bahagia, Sedih, tegang, romantis.

4. Alur/plot

Alur yang di gunakan dalam novel ini adalah alur campuran antara alur maju da alur
mundur. Alur Maju menceritakan kisah hidup Zainuddin dan kisah cintanya pada Hayati
hingga ia meninggal, sedangkan alur mundur terlihat saat Zainuddin menceritakan kisah
ayahnya saat masih tinggal di Kota Padang.

5. Sudut pandang

Sudut pandang menggunakan sudut pandang orang ketiga seba tahu. Penulis menceritakan
setiap tokohnya dari luar cerita dan mengetahui situasi dan kondisi serta detai setiap bagian.

6. Amanat

Jangan mudah berputus asa jika mengalami kesulitan dalam hidup. Tokoh Zainuddin
yang awalnya hampir gila karena ditinggal Hayati akhirnya menjadi seorang penulis yang
sukses karena mampu bangkit dari keterpurukan. Lalu saling tolong menolong sesama
manusia, contohnya kebaikan Muluk dan Ibunya yang mau membantu Zainuddin saat ia
terpuruk.

7. Gaya bahasa

Bahasa yang digunakan dalam novel ini adalah gaya bahasa Indonesia zaman dulu dan masih
kental dengan bahasa melayu, terdapat banyak perumpamaan dan majas serta syair yang
menjadi ciri khas sastra melayu.

2) Unsur Ekstrinsik
1. Sejarah/ Biografi Pengarang

Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka (lahir di Nagari
Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 –
meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama dan sastrawan
Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam
politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyahsampai akhir hayatnya.
Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysiamenganugerahkannya gelar
doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai
guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk
dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan
Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai
sastrawan.
2. Situasi dan Kondisi

Meskipun Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diterbitkan tahun 1939, tapi situasi
yang diceritakan masih relevan dengan zaman sekarang. Contohnya Zainuddin yang ditinggal
menikah oleh kekasih hatinya, kisah seperti ini bisa kita temukan di kehidupan nyata. Lalu
kisah Zainuddin yang menjadi sukses setelah bangkit dari keterpurukan juga banyak kita
temui dari kisah tokon-tokoh terkenal pada zaman sekarang.

Namun kondisi masyarakat dalam novel ini cukup berbeda dengan kondisi masyarakat
zaman sekarang. Kondisi masyarakat yang diceritkan dalam novel ini masih sangat taat akan
tradisi sedangkan masyarakat zaman sekarang sudah lebih modern dan lebih terbuka pada
hal-hal baru.

3. .Unsur Kebahasaan

a) Kalimat Simpleks :
 Matahari telah hampir masuk ke dalam peraduannya.
 Di waktu senja demikian kota Mengkasar kelihatan hidup.
 Dia dinamai ayahnya Zainuddin.
 Darah muda masih mengalir dalam badannya.
 Dari pembuangan Cilacap dia dibawa orang ke tanah Bugis.

b) Kalimat Kompleks :
 Orang serumah itu ribut, pekik yang perempuan lebih-lebih lagi.
 Ketika Landraad bersidang di Padang Panjang, Pendekar Sutan mengaku terus terang atas
kesalahannya, dia dibuang 15 tahun.
 Setelah dipotong 3 tahun, habislah hukuman dijalankannya seketika dia berada di
Mengkasar.
 Kalau dia mau tentu dia akan dikirim ke Minangkabau, tanah tumpah darahnya.
 Meskipun hatinya amat ingin dan telah teragak hendak pulang, ditahannya, dilulurnya air
matanya, biarlah negeri Padang "dihitamkan" buat selama-lamanya.

c) Kata Penghubung
Kata penghubung/konjungsi yang terdapat dalam novel ini diantaranya :
 Dan : Ayahnya berkata, jika Mengkasar ada Gunung Lompo Batang dan Bawa Kara...
 Tetapi : Ia tak tahu benar apakah isi lagu itu, tetapirayuannya sangat melekat dalam hatinya.
 Sejak : Sejak kecilnya telah dirundung oleh kemalangan'... Untuk mengetahui siapa dia...
 Ketika : Ketika Landraad bersidang di Padang Panjang, Pandekar Sutan mengaku terus
terang atas kesalahannya, dia dibuang 15 tahun

d) Kata Rujukan
 Sang : Hilang kebesaran Sang Surya, maka dari balik puncak Lompo Batang yang antara ada
dengan tidak itu terbitlah bulan 15 hari menerangi seluruh alam.
 Beliau : Ia teringat pesan ayahnya tatkala beliau akan menutup mata, ia teringat itu,
meskipun dia masih lupa-lupa ingat.
 Si : "Pertama membaca Al-Qur-an tengah malam, kedua membuaikan si Udin dengan
nyanyian negeri sendiri, negeri Padang yang ku cinta.

H. Kekurangan dan Kelebihan

Kekurangan :
 Penggunaan bahasa yang masih kental dengan bahasa melayu sehingga tidak mudah
dipahami.
 Banyak terdapat kata-kata yang tidak dimengerti.
 Akhir yang tragis dan tidak bahagia.
 Ada beberapa tokoh yang tidak diceritakan akhirnya.
 Latar waktu yang tidak terlalu jelas
Kelebihan :
 Sangat kental akan budaya yang mungkin hampir dilupakan.
 Menceritakan kisah yang masih segar di zamannya.
 Berisi motivasi untuk bangkir dari keterpurukan.
 Kisah yang sangat menarik dan mendidik.
 Mengandung banyak pembelajaran.

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Novel Tenggelamnya kapal Van Der Wijck merupakan novel karya sastrawan
Indonesia pada zaman dulu yang kisahnya tak lekang dimakan waktu. Novel ini diterbitkan
pada tahun 1939 dan Di tulis oleh seorang tokoh agama sehingga Banyak amanat dan
pelajaran yang dapat dipetik dari novel ini. Walaupun merupakan novel terbitan zaman dulu,
namun situasi dan ceritanya masih relevan dengan zaman sekarang. Kisahnya yang romantis,
sedih, sekaligus menyentuh dapat membuat pembaca terhibur dan terbawa perasaan.

B. Saran

Penulis menyarankan agar kita sebagai bangsa Indonesia lebih mencintai dan
merasa bangga akan budaya Indonesia, terutama karya sastra. Jangan lupakan karya-karya
satra lama karena sejatinya karya sastra klasik mengandung nilai-nilai luhur yang bisa kita
pelajari dan kita terapkan bahkan hingga zaman sekarang. Membaca karya terjemahan
memang perlu sebagai bekal untuk menambah pengetahuan, tapi jangan sampai kita enggan
bahkan melupakan karya anak bangsa kita sendiri, Bangsa Indonesia.
Diposting oleh Unknown di 01.45.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Aksara_36. Tema Sederhana. Gambar tema oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai