Anda di halaman 1dari 7

Analisis Novel

“Bumi Manusia “ Karya : Pramoedya Ananta Toer


Oleh : M Rif’at Sulthon

SINOPSIS

Penjajahan cenderung membahas tentang perampasan kekayaan oleh suatu


bangsa terhadap bangsa lain. Penjajahan di Nusantara dilakukan oleh Belanda,
dengan tujuan agar negeranya semakin berjaya.Perampasan yang dilakukan oleh
penjajah itu bukan hanya dalam hal kekayaan alam atau kekayaan lainnya,
melainkan juga perampasan sosial dan budaya.Oleh mereka, penduduk Indonesia
dibagi-bagi ke dalam berbagai kelas sosial.Dan kelas yang tertindas dalam cerita
ini adalah kelas pribumi.Inilah
pribumi.Inilah yang ingin diperjuangka
diperjuangkan
n oleh Pramoedya Ananta
Toer dalam novel Bumi Manusia ini.

Tokoh utama dalam novel ini adalah Minke,seorang pribumi asli, namun karena
keturunan ningrat Jawa diperbolehkan bersekolah di HBS Surabaya. Hanya dia
pribumi totok yang bersekolah disana. Selebihnya adalah warga negara kelas 1,
orang Eropa, kelas 2 : Indo dan Tionghoa. Karena ajakan Robert Surhorf (teman
Minke di HBS), dia berkesempatan berjunjung ke sebuah rumah Tuan Belanda,
Herman Mellema. Sebuah kunjungan yang merubah hidup Minke selamanya.

Tidak disangka, Annelies Mellema, putri sang tuan rumah jatuh cinta pada
Minke. Cinta sang putri mendapat dukungan dari sang bunda, Nyai Ontosoroh.
Minke memasuki kehidupan keluarga itu, bahkan dipersilahkan untuk tinggal
serumah dengan mereka. Sejak itulah, banyak pertentan
pertentangan
gan dan rintangan yang
menghampiri
menghampiri hidupnya.

Tentangan pertama datang dari keluarganya sendiri yang tak sudi Minke tinggal
dalam rumah seorang Nyai. Oleh sebab itu, ayahnya tak mau mengakuinya
mengakuinya
sebagai anak lagi. Bencana kedua datang dari pihak sekolah yang karena alasan
moral memberhentikannya sebagai siswa. Tetapi bencana sesungguhnya datang
dari sepucuk surat dari pengadilan
pengadilan Belanda. Seusai kematian Herman Mellema
yang misterius di rumah pelesiran Ah Tjong. Anak Mellema dari istri Belandanya
menggugat harta kekayaan yang dengan susah payah dipelihara dan
dikembangkan
dikembangka n Nyai Ontosoroh.

Bukan itu saja. Annelies yang telah dinikahi Minke secara syah, harus
memenuhii panggilan pengadilan untuk 'kembali' ke tanah leluhurnya, Belanda.
memenuh
Sebuah tindakan yang jauh dari rasa keadilan.Itulah yang disebabkan oleh para
penjajah; perampasan kekayaan, pertentangan kelas dan penindasan.

Etika dan estetika yang terkandung dalam novel sastra, dapat diperoleh dari
bahasa-bahasa yang tersirat dari sana dapat diperoleh keindahan. Untuk
mengetahuii etika serta estetika dalam suatu novel akan lebih mudah jika diruntut
mengetahu
melalui unsur intrinsik maupun ekstrinsik di dalam novel, disini akan dijelaskan
seperti berikut :

Analisis Unsur Intrinsik


1.Tema
Tema novel ini adalah tentang kisah percintaan seorang pemuda keturunan
priyayi Jawa dengan seorang gadis keturunan Belanda dan perjuangannya di
tengah pergerakan Indonesia di awal abad ke-20.

2. Tokoh dan Penokohan

Minke : merupakan tokoh utama dalam novel ini,


cerdas, berjiwa pribumi, keturunan priyayi, siswa HBS, baik, penyayang.(hlm 33)

Annelies : putri dari orang belanda (Herman Mellema) dan


pribumi (Nyai Ontosoroh), pendiam, manja, labil.

Nyai Ontosoroh (Sanikem)


(Sanikem) : istri simpanan dari Herman Mellema, mandiri,
tegas, bijaksana, pandai, dan tegar.

Herman Mellema
Mellema : kaku dan kasar {“siapa kasih kowe ijin datang
kemari, monyet!”. Dengusnya dalam melayu-
melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya.”}
(hal 64)
Robert Mellema : egois, tidak bermoral

Ayah Minke : masih berpatokan dengan adat istiadat Jawa,


pemarah, keras dalam mendidik Minke.

Ibu Minke : bijaksana, penyayang

Robert Surhorf : pengecut


Jean Marais : penyayang (ayah may marais)

May Marais : manja

Darsam : seorang Madura yang berwatak keras, patuh


kepada tuannya.

Ah Tjong : licik

Maiko : seorang pelacur dari Jepang, egois dan tidak

jujur
Amelia Hammers Mellema : istri sah Herman Mellema, ambisius

Insinyur Maurits Mellema : ambisius,

Magda Petters : baik,

Mevrow Telinga : seorang yang penyayang (hal 268) {“memvrom telinga telah
beberapa kali mengomopres kepala ku dengan cuka-bawang
cuka-bawang merah”}

Miriam de la Croix :senior Minke di HBS

Sarah de la Croix :senior Minke di HBS


Herbert de la Croix : ayah Sarah dan Miriam

3. Latar
a. Latar tempat: Wonokromo dekat Surabaya di Jawa Timur (hal 24, dan setiap

penduduk Surabaya dan Wonokromo)

b. Latar waktu: Pagi

c. latar suasana: tegang dan genting


4. Sudut Pandang
Dalam novel Bumi Manusia pengarang menggunakan sudut pandang orang
pertama pelaku utama, seperti pada kutipan novel di bawah ini.

“Aku tunggu-tunggu
tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian”.
puji-pujian”.

5. Alur dan Pengaluran


Alur cerita ini menggunakan alur keras, yaitu akhir cerita tidak dapat ditebak.
Pada awal dan tengah cerita, mungkin pembaca akan berpikir cerita akan berakhir
bahagia dengan pernikahan Minke dan Annelies, tetapi cerita ini diakhiri dengan
perpisahan Annelies dan Minke. Annelies harus pergi ke negaranya, Belanda,
sedangkan Minke tetap di Hindia sebagai seorang Pribumi.

Secara keseluruhan novel ini menggunakan alur maju, tetapi ditengah cerita
terdapat kilas balik.

6. Unsur Ekstrinsik
Nilai Etika yang Terkandung dalam Novel “Bumi Manusia Dalam novel “Bumi
Manusia” terlihat
terlihat

- Contoh etika dalam novel ini adalah di saat Minke sungkem kepada ayahnya.

Berikut kutipan dalam teks

“... kata mulutku, dan seperti mesin tanganku mengangkat sembah yang kesekian
kali....”

Tidak banyak etiket yang terkandun


terkandung
g dalam novel ini, karena kebanyakan budaya
yang muncul merupakan penggambaran dari beberapa budaya yang ditonjolkan.
7. Amanat
Novel yang dilatarbelakangi pergerakan Indonesia di awal abad 20 ini,
menceritakan pergerakan, perjuangan, dan semangat pemuda Indonesia di masa
itu. Pengarang menyerukan agar pemuda-pemudi sekarang ini tetap mempunyai
semangat itu meskipun sekarang sudah tidak ada penjajahan kolonial. “Seorang
terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam
perbuatan”.

KESIMPULAN
Tokoh utama dalam novel ini adalah Minke,seorang pribumi asli, namun karena
keturunan ningrat Jawa diperbolehkan bersekolah di HBS Surabaya. Hanya dia
pribumi totok yang bersekolah disana. Selebihnya adalah warga negara kelas 1,
orang Eropa, kelas 2 : Indo dan Tionghoa. Karena ajakan Robert Surhorf (teman
Minke di HBS), dia berkesempatan berjunjung ke sebuah rumah Tuan Belanda,
Herman Mellema. Sebuah kunjungan yang merubah hidup Minke selamanya.

Tidak disangka, Annelies Mellema, putri sang tuan rumah jatuh cinta pada
Minke. Cinta sang putri mendapat dukungan dari sang bunda, Nyai Ontosoroh.
Minke memasuki kehidupan keluarga itu, bahkan dipersilahkan untuk tinggal
serumah dengan mereka. Sejak itulah, banyak pertentan
pertentangan
gan dan rintangan yang
menghampiri
menghamp iri hidupnya.
UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK

I. Biografi

Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia.
Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara. Penjara tak membuatnya
berhenti sejangkalpun menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional.
Dan konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dilarang
dan dibakar.

Dari tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke
dalam lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya di gelanggang sastra dan
kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer dianugerahi pelbagai penghargaan

Internasional.

II. Nilai-Nilai

a.Nilai Sosial

“ Memang patut aku minta maaf sebesar-besarnya tak dapat berbuat sesuatu
untuk meringankan penderitaan Nyai. Tak ada padaku teman-teman dekat orang
besar, karena memang tidak pernah punya keanggotaan sesuatu kamarbola” “ Tapi
Tuan merasa perlakuan terhadap kami ini tak adil, bukan ?” tanya Mama.

“Bukan hanya tak adil. Biadap!”

“ Itupun mencukupi, Tuan Dokter, kalau keluar dari hati tulus”

“ Maafkan, aku tak ada kemampuan…”

b) Nilai budaya

Pintu kuketuk pelan. Aku tak tahu kamar siapa, membukanya dan masuk.
Bunda sedang duduk bersisir di depan cermin. Sebuah lampu minyak berkaki tinggi
berdiri di atas sebuah kenap di sampingnya.

“Bunda, ampuni sahaya,” kataku mengembik, bersujud dihadapannya dan mencium


lututnya. Tak tahulah aku mengapa tiba-tiba hati diserang rindu begini pada Bunda

c) Nilai Moral

“Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau
harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka,
dengan bahasa yang mereka tahu. Kau tak kenal bangsamu sendiri,” kata Jean
Marais.

d) Nilai Estetika

“Yang berasa amat kuat adalah pelukisan karakter tokoh-tokohnya. Jarang


novel Indonesia menyuguhkan watak yang begitu tajam, terpahami dan begitu
beragam. Masing-masing tokoh yang dikisahkan benar-benar hidup dengan pikiran
pribadi dan latar belakang kehidupan yang utuh, nasib yang menimpa tokoh adalah
akibat logis dari perwatakan mereka sendiri. (Adhi Asmara, 1980; 40)

Anda mungkin juga menyukai