Anda di halaman 1dari 3

BUMI MANUSIA

Pada bagian awal BM, diceritakan bahwa Minke adalah seorang pribumi muda yang
berbakat dan bersekolah di sekolah H.B.S. Minke juga banyak bergaul dengan teman-temannya
yang kebanyakan adalah anak totok Belanda/Eropa dan campuran totok dengan Pribumi (Indo).
Sahabat pribadinya sendiri, Jean Marais, adalah seorang totok berkebangsaan Prancis yang
pernah menjadi serdadu kumpeni dan kehilangan salah satu kakinya. Jean yang sebetulnya
humanis itu terpaksa menjadi serdadu karena kemiskinannya. Di medan perang, ia kemudian
justru menikahi seorang wanita Aceh dan memiliki putri cantik bernama Maysaroh. Sayangnya,
istrinya meninggal dunia. Jean pun hanya bisa bertahan hidup sebagai pelukis pesanan di Hindia
Belanda. Minke kerap membantunya mencarikan pesanan untuk sahabatnya itu.
Hidup di antara kalangan Indo, Minke merasa tak ada masalah dengan hal tersebut. Ia
dibesarkan dari keluarga priyayi Jawa dan bisa menggunakan bahasa Belanda dengan fasih.
Meski demikian, ia sadar ia hanya seorang inlander. Bagaimanapun juga, ia tidak “sekeren” para
Indo dan totok.
Minke adalah seorang pengagum kecantikan. Di bagian awal novel ini, kita akan mudah
menangkap karakter Minke ini. Pram membuatnya tampak seperti remaja lelaki galau yang
tengah di mabuk cinta. Tak tanggung-tanggung, ia jatuh hati pada Ratu Wihelmina, ratu
Belanda! Hahaha.

Sifat Minke yang mudah jatuh hati pada wanita ini diketahui teman-temannya, tak terkecuali
Suurof. Suurof adalah indo yang sangat rasis. Ia sangat membanggakan dirinya yang punya
darah Eropa. Suatu hari, ia ditantang Suurof menaklukkan hati wanita yang konon lebih cantik
dari Sri Ratu Belanda! Tantangan pun bersambut. Minke mau diajak ke rumah seorang pribumi
simpanan Belanda bernama Nyai Ontosoroh. Di rumah tersebutlah Minke bertemu dengan
wanita yang konon luar biasa cantik itu. Ia adalah Annelies, bungsu dari Nyai Ontosoroh dan
adik dari Robert Mellema.

Begitu melihat Annelis pada pandangan pertama, Minke sudah tak bisa berkata apa-apa. Tapi
Minke tak hanya terperdaya oleh kecantikan Annelies. Menurutnya, keluarga Nyai Ontosoroh
alias Sanikem sangatlah unik. Nyai Ontosoroh tampil sebagai wanita super cerdas. Dia tak
seperti nyai-nyai atau simpanan Belanda kebanyakan. Anaknya, Annelies juga unik. Meski luar
biasa cantik, ia tak punya teman Indo dan totok karena berhenti sekolah. Mentalnya pun seperti
bocah karena sejak kecil harus membantu ibunya di perusahaan tanpa pergaulan dengan kawan-
kawan seumurnya. Abangnya, Robert Mellema sangat “mengesankan”. Meski yang ini kesannya
negatif. Tapi setidaknya, Robert tak semengerikan Herman Mellema (sang kepala keluarga) yang
begitu jijik ada pribumi seperti Minke yang masuk ke dalam rumahnya. Herman Mellema
bahkan mengumpati Minke dengan sebutan monyet. Untungnya, Nyai Ontosoroh memberanikan
diri membela Minke. Ini adalah tindakan luar biasa mengingat biasanya seroang nyai pribumi
tunduk di bawah totok Belanda.
Seiring berjalannya waktu, Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Tapi Minke tak
menyangka bahwa Annelies menjadi sangat bergantung padanya. Ia terus disurati agar kembali
ke rumah Nyai untuk tinggal bersama. Pernah juga Annelies sakit parah setelah lama tak melihat
Minke yang dipaksa berkunjung ke rumah orangtuanya. Minke mau saja sebetulnya tinggal
bersama Annelies. Tapi tinggal di rumah seorang Nyai membuatnya kena stigma buruk di
masyarakat. Seorang Nyai atau simpanan Belanda dianggap sebagai wanita perayu yang mesum.
Minke pun pernah berpandangan demikian. Untungnya ia ditegur oleh sahabatnya, Jean Marais.
Berlakulah adil sejak dalam pikiran! Begitu pesan Jean pada Minke. Jangan menghakimi Nyai
Ontosoroh sebagai tuna susila seperti yang dilakukan orang lain.
Minke pun kembali menginap di Wonokromo (rumah Annelies) sambil terus bersekolah
di H.B.S. Ia sendiri sudah mulai menulis untuk koran-koran. Sebagai pribumi, Minke banyak
dipuji karena mampu menulis belanda dengan sangat baik. Tapi sayangnya, banyak temannya
yang berdarah Eropa sinis padanya. Mereka merasa keeropaan mereka tersakiti karena ada
pribumi yang prestasinya lebih baik. Pelan-pelan, Minke juga mulai paham kenapa Annelies
begitu tergantung dan “ringkih.” Annelies pernah diperkosa abangnya sendiri. Traumanya
membekas terus bertahun-tahun kemudian. Apalagi Annelis tak pernah menceritakan kejadian
itu kecuali pada Minke seorang.

Dari Wonokromi, sebuah kabar mengejutkan tiba-tiba terdengar. Tuan Herman Mellema
meninggal dunia. Selepas itu, datang lagi sebuah kabar menggemparkan. Nyai mendapat surat
dari anak kandung Mellema di Belanda bernama Ir. Maurits Mellema. Maurits adalah anak sah
Herman Mellema dengan Amelia Mellema-Hammers. Maurits menuntut seluruh kekayaan
perusahaan yang dimiliki Herman Mellema yang selama ini dibesarkan Nyai Ontosoroh. Bukan
itu saja, ia minta hak asuh atas Annelies untuk dibawa ke Belanda.

Tuntutan Maurits diajukanke pengadilan. Nyai bersikukuh melawan meski mereka tahu
bahwa mereka akan kalah. Pasalnya sederhana, tak ada pribumi yang bisa melawan Belanda,
apalagi yang totok! Meski perusahaan Mellema tersebut dibesarkan oleh Nyai Ontosoroh, tapi
akhirnya pengadilan memutuskan untuk menyerahkannya pada Maurits. Annelies dan Robert
diberi bagian. Tapi Robert telah pergi dan hak asuh Ann diminta Maurits. Alasannya? Jelas
supaya seluruh harta Herman Mellema jatuh ke tangan Maurits.

Di tengah kasus ini, Minke dengan setia berada dan membantu Nyai maupun Annelies. Ia pun
banyak diterpa gossip memalukan. Misalnya, ia mendapat stigma buruk akibat serumah dengan
simpanan Belanda. Ia pun rajin membalas dengan artikel-artikel buatan sendiri yang dikirim ke
surat kabar langganannya dan surat kabar Melayu milik Kommer. Tapi akhirnya ia dikeluarkan
dari sekolah atas tuduhan membahayakan gadis-gadis sekolah (sebab Minke dianggap mesum
dengan Nyai Ontosoroh!). Temannya, Robert Suurof adalah salah satu orang di balik gossip
murahan ini.

Meski gejolak demi gejolak dialami, Minke akhirnya memutuskan menikah dengan
Annelies. Ia ingin membuktikan bahwa stigma yang menempel padanya tidak benar. Ia juga
ingin menahan Ann supaya tidak dibawa ke Belanda dengan menikahinya. Sayangnya, Minke
harus kembali menelan pil pahit. Pengadilan bersikukuh membawa segera membawa Ann ke
Belanda. Nyai Ontosoroh dan Minke mencari berbagai cara untuk mencegah hal ini. Bahkan
teman-teman Darsam sudah berjaga-jaga di depan rumah Nyai dengan membawa clurit. Tapi
aparat kolonial tetap memaksa membawa Ann. Kerusuhan pun pecah dengan iringan takbir dari
pasukan Madura. Pihak Belanda memenangkan kerusuhan dan Annelies pun dipaksa pergi dari
rumahnya. Mereka kalah. Tak bisa dipungkiri bahwa Nyai maupun Minke kalah. Tapi Nyai
menghibur Minke bahwa mereka sudah mencoba melawan.

“Kita sudah melawan, sehormat-hormatnya.

Anda mungkin juga menyukai