Anda di halaman 1dari 10

BAB III

IKHTISAR NOVEL

Annelies Mellema, istri Minke telah berlayar ke Netherland, sedangkan di Wonokromo


seorang sekaut (kepala kepolisian distrik) datang berkuda ke rumah Nyai Ontosoroh ( ibu dari
Annelies dan mertua dari Minke) untuk memberikan surat pemberitahuan bahwa Nyai Ontosoroh
dan Minke sudah tidak ditahan dan bebas keluar masuk rumah, tanpa ada bukti-bukti bahwa
mereka melakukan kesalahan. Suasana di rumah masih belum menyenangkan dikarenakan Ibu
(Nyai Ontosoroh) masih kesal atas tindakan Belanda. Tidak lama kemudian Minke beranjak
pergi ke kamarnya dan membuka  lemari Annelies, Minke menemukan cincin emas bermata
berlian yang berasal dari Robert Surhoof dan menemukan beberapa surta cinta yang dikirim oleh
Robert, kekesalan Minke memuncak, Minke bergegas keluar rumah untuk bertemu dengan
Robert untuk mengembalikan cincin yang diberikannya kepada Annelies, saat di perjalanan
bersama Juki, Minke bertemu dengan Victor Roomers kawannya sewaktu bersekolah di H.B.S,
setelah Minke bercerita mengenai Robert, Victor pun merasakan kekesalan yang dialami Minke,
Setelah itu mereka  singgah di kedai minuman untuk membicarakan Robert yang ternyata
sudah kabur dan tidak ada seorang pun yang tahu keberadaannya, ternyata Robert juga diketahui
telah melakukan kejahatan yaitu mencuri cincin dari toko Ezekiel. Semakin marahnya Minke
bahwa cincin yang diberikan kepada Annelies adalah hasil curian. Minke tetap ingin
mengunjungi keluarga Robert untuk mengembalikan cincinnya, padahal Victor telah
mengingatkan bahwa keluarga (ibu,ayah) Robert sekarang melarat dan tidak tahu menau
keberadaan serta masalah Robert Suurhof. Minke bergegas meninggalkan kedai dan sampai di
depan rumah keluarga Suurhof, seketika Minke terenyuh karena keadaan keluarga Robert yang
sangat melarat, niat Minke untuk mengembalikan cincin kepada keluarga Robert pun
diurungkannya, sekarang cincin hasil curian Robbert berada di tangan polisi.
Minke dan Ibunya mengkhawatirkan Annelies yang dikirim ke Belanda, Nyai Ontosoroh
menyuruh Panji Darman ( Robert Jan Daperste ) untuk  mengikuti jejak Annelies dan memantau
kedaanya Annelies saat perjalanan ke Netherland, Panji terus mengirimi surat kepada Nyai
Ontosoroh dan Minke selama perjalanan. Dia menulis bahwa selama perjalanan menuju kapal di
pelabuhan banyak yang bersimpati pada keluaarga Mellema. Prajurit pengawal rombongan
Annelies menjadi sasaran makian, hinaan, hingga melempar batu kepada pengawal. Saat kapal
berlayar Panji belum bisa melihat keadaan Annelies karena ditempatkan di kabin khusus dan
penjagaan ketat, serta tidak pernah keluar. Baru setelah sampai pelabuhan Singapura, dia bisa
melihat Annelies, namun Annelies terlihat seperti mayat hidup, begitu rapuh dan seolah tidak ada
kehidupan di dalamnya. Panji berusaha memberitahu Annelies bahwa dia tidak sendiri, namun
usaha itu ternyata diketahui perawat yang merawat Annelies. Panji pun meminta izin kepada
pegawai kapal untuk menemui Annelies, pegawai kapal mengizinkan Panji menemani Annelies.
Annelies terlihat tetap seperti mayat hidup. Sedikit demi sedikit Panji mulai menggantikan tugas
perawat mengurus Annelies. Akhirnya, Panji Darman sepenuhnya menjadi perawat Annelies.
Sampai di Netherland, Panji tetap menemani Annelies dan merawatnya, padahal Annelies telah
mendapatkan perwalian. Annelies sendiri sudah tidak menyadari sesuatu, hanya Tuhan yang tahu
keadaannya. Telegram terakhir Panji Darman, mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya
Annelies ketika dia sampai di Netherland.
Kehidupan terus berjalan tanpa Annelies, kejadian ini meninggalkan duka pada Nyai
Ontosoroh dan Minke, lalu seketika Hindia di gemparkan dengan berita bahwa kedudukan
Jepang sama dengan kedudukan Eropa, protes dimana-mana merasa terhina bahwa Eropa
disamakan dengan salah satu bangsa Asia (Jepang) meskipun pada saat itu Jepang sudah maju
ilmu dan pengetahuan serta memiliki kapal perang yang kuat. Hal ini memicu beberapa
kelompok orang di beberapa bangsa Asia lain untuk berusaha bangkit. Kebangkitan itu dimulai
dengan mengenal bangsa sendiri, berbuat sesuatu untuk bangsa, salah satunya seperti yang
disarankan Jean Marrais terhadap Minke, dikarenakan Minke selama ini selalu membuat karya
atas bangsa Eropa dan sungguh mengagungkan Eropa, Jean menyarankan Minke untuk belajar
bahasa melayu karena itu bahasa yang dapat dimengerti oleh seluruh bangsa di Hindia. Jean
menilai Minke pandai menulis bahasa  Belanda tapi tidak mau menulis Melayu dan sempat
terjadi percekcokan diantara mereka dan mampu dilerai oleh anaknya Jean yaitu Maysaroh, agar
tidak marah kepada papanya (Jean Marrais). Akhirnya mereka pun bisa saling menerima
pendapat masing-masing dengan lapang dada.
Khoe Ah Soe, seorang aktivis dari Tionghoa yang berjiwa nasionalisme tinggi datang ke
Wonokromo, dan Minke diminta oleh atasannya, Martin Nijman, untuk mewawancarai Khoe Ah
Soe dalam bahasa Inggris. Namun tulisannya lantas dibelokkan oleh Nijman, sang  Eropa licik
yang menghalalkan segala cara. Nijman menerbitkan tulisan yang bertolak belakang dengan
hasil wawancara Minke kepada Khoe Ah Soe, terbitan tersebut menyebutkan bahwa Khoe Ah
Soe adalah pelarian dan datang secara Ilegal di Hindia ini. Tak lama kemudian Khoe Ah Soe
dikabarkan menjadi buronan. Nyai Ontosoroh dam Minke kemudian melindungi Khoe Ah Soe di
rumahnya, dengan bantuan Darsam, penjaga keamanan Nyai Ontosoroh selama ini, Khoe Ah Soe
dalam pengawasan dan perlindungannya. Minke kaget dengan pemberitaan yang dirilis oleh
Nijman tersebut, dari hal ini Minke belajar menerima kenyataan atas nasehat dari Nyai
Ontosoroh, bahwa begitulah Eropa, licik !
Atas pemburuan Khow Ah Soe, tidak berapa lama kemudian Khow Ah Soe meningal
dunia di danau jembatan merah dengan beberapa tusukan.
Keburukan Belanda tidak hanya itu saja, ada administratur pabrik gula yang bernama
Frits Homerus Vlekkenbaaij yang bertindak semena-mena, orang jawa selalu memanggil Frits
dengan sebutan Plikemboh. Dia pemabok, pemarah, kejam dan pengganggu wanita. Ketika
melihat Surati, anak perempuan Sastro, timbulah niat jahatnya. Plikemboh menyiapkan jebakan
untuk Sastro. Suatu hari uang kas pabrik yang jadi tanggung jawab Sastro hilang. Plikemboh
mau memberi hutang dengan syarat Surati diserahkan kepadanya. Semula Surati dan ibunya
menolak tapi tanpa daya.
Akhirnya Surati menerima dengan sebuah rencana balas dendam. Suatu malam dia pergi
ke sebuah desa yang terkena wabah Pes. Dia mampu masuk walaupun desa itu dijaga ketat agar
orang luar tidak bisa masuk dan orang desa tidak bisa keluar sampai semua mati bersama
penyakitnya. Surati menemukan  seorang bayi yang sedang sekarat dan akhirnya mati dalam
pelukannya, sedangkan orang tuanya sudah mati di dekatnya. Esoknya Surati datang
menyerahkan diri ke Plikemboh, dengan cepat Plikemboh tertular penyakit Pes. Beberapa hari
kemudian mereka mati bersama terkena sakit Pes. Minke bertemu denagn Trunodongso, seorang
petani yang sedang diteror untuk memberikan tanahnya kepada pabrik gula. Trunodongso punya
tanah lima bau. Tiga bau sudah disewakan kepada pabrik gula dengan paksa selama delapan
belas bulan tapi nyatanya sampai dua tahun,  kecuali dia mau dikontrak lagi untuk musim
berikut. Uang kontrak 11 picis tapi dia hanya menerima 3 talen jadi masih kurang 35 sen. Minke
berjanji akan  menulis kasus ini di Koran, tapi Nijman menolak. Kommer mengungkapkan
bahwa Herman Mellema pernah konflik dengan patih Sisoarjo sehingga si patih dipindah ke
Bondowoso.
Selanjutnya pemerintahan kolonial bertindak sewenang-wenang terhadap pribumi, dalam
hal ini diwakili oleh pabrik gula kolonial, mereka memaksa para petani agar menyerahkan
tanahnya kepada pabrik gula dengan sewa yang sangat tidak adil, pribumi hanya bisa terdiam
tidak melakukan apapun. Gula yang ketika itu menjadi primadona perdagangan Eropa menjadi
prioritas utama pemerintahan kolonial. Rakyat dipaksa menanam tebu dan  menyetorkan
hasilnya kepada pabrik gula kolonial secara tidak adil. Dampaknya adalah rakyat menjadi
semakin miskin dan melarat juga kelaparan. Penderitaan rakyat semakin lengkap dengan
sewenang-wenangnya para pejabat baik Eropa maupun pribumi, mereka merampas apa yang
mereka mau dari rakyat, istri, anak, tanah, harta, benda, dan kemerdekaan. Pengembaraan Minke
semakin luas ketika dia bertemu dengan Ter Haar, seorang jurnalis berkebangsaan Belanda. Haar
memaparkan semua kebusukan kolonial melalui pabrik gula, perkebunan, pertanian, dan
pertambangan yang mengeksploitasi bangsa dan tanah jajahan demi kepentingan golongan
penjajah kepada Minke. Sementara hidup Nyai Ontosoroh terkalahkan oleh keputusan
pengadilan putih kolonial yang menyatakan bahwa Boerderij Buitenzorg beserta semua asetnya
yang sekian lama dibangun Herman Melema dan istrinya (Nyai Ontosoroh), jatuh ke tangan
Mauritz Melema putra Herman Melema dari perkawinanya di Belanda dengan seorang wanita
Eropa.
Setelah kejadian ini tiba-tiba datang surat dari Robert Mellema anak dari Nyai Ontosoroh
dan kakak Annelies memberi berita segala yang telah ia alami dan lakukan, terutama tentang
pembunuhan ayahnya. Robbert Mellema bercerita bahwa ia telah menghamili pembantunya
sehingga lahirlah bayi laki laki bernama Rono Mellema. Robert mengirimkan surat bhawa ia
menitipkan Minem dan anknya di rumah Nyai Ontosoroh, karena keadaan sudah semakin buruk
ditambah Robert Mellema telah tiada karena penyakitnya, maka dengan keibaan Nyai
Ontosoroh, dia mau menampung Minem, ibu Minem dan cucunya ( Rono Mellema). Saat itu
datang Akuntan De Visch yang mengajak Minem untuk bertemu dengan Ramond Debree, lalu
seketika Minem menyetujuinya dan dengan ringan hati menyerahkan anaknya “Rono Mellema”
di asuh oleh Nyai Ontosoroh, dan Nyai Ontorsoh pun membuat perjanjian bahwa anak ini tidak
akan Minem ambil kembali karena dia memutuskan untuk pergi meninggalkan anaknnya. Lalu
Letnan Kolonel Ir. Maurits Mellema saudara tiri Annelies sekaligus pemegang perwaliannya,
datang juga ke Wonokromo mengantar bungkusan berisi koper kaleng tua yang sudah cembung
cekung sana sini dan baju bekas Annelies sekaligus mengambil alih harta dan sebagiannya yang
ada di Wonokromo yang dibangun oleh Herman Mellema. Nyai Ontosoroh dan Minke
menyambut Maurits dengan pandangan pembunuh atas meninggalnnya Annelies. Sebelumnya
warga tidak tahu dengan kejadian meninggalnnya Annelies apalagi Maysaroh anak dari Jean
mengetahuinya sangat histeris marah terhadap laki laki itu. Seluruh penduduk di Wonokromo
berduka cita mengetahui Annelies telah meninggal dunia dibunuh saudara tirinya, beberapa
cercaan yang dilakukan oleh Kommar, Jean, Nyai Ontosoroh, Minke dan semua warga. Namun
Maurits tak menggubris cercaan itu dan mulai meninggalkan kediaman Nyai Ontosoroh dan
Minke tanpa kejelasan.
BAB II
IDENTIFIKASI NOVEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
            Dalam sebuah novel yang telah dihasilkan perlu adanya penilaian terkait dengan
karya tersebut. Identifikasi novel merupakan sebuah tulisan yang berisi tentang penilaian
novel.Dalam kegiatan resensi, juga perlu adanya penelitian yang seimbang. Penilaian
yang seimbang akan memberikan makna tersendiri bagi penulis, penerbit, dan pembaca.
            Resesi diperlukan untuk mengetahui informasi dari sebuah buku. Melalui resensi,
masyarakat pembaca dapat memperoleh informasi tentang penting tidaknya buku itu
untuk dibaca dengan berbagai keunggulan dan kelemahan yang terdapat pada buku
tersebut.
Menulis resensi berarti menyampaikan informasi mengenai ketetapan buku bagi
pembaca. Didalamnya disajikan  berbagai ulasan  mengenai buku  tersebut dari berbagai
segi. Ulasan ini dikaitkan dengan selera pembaca dalam upaya memenuhi kebutuhan
akan bacaan yang dapat dijadikan acuan bagi kepentingannya. Dalam makalah ini akan
dibahas segala sesuatu tentang identifikasi novel yaitu mulai dari unsur – unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik, ciri – ciri kebahasaan, nilai – nilai yang terkandung didalam novel
ini sampai dengan kelebihan dan kekurangan novel “Anak Semua Bangsa” ini.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kesehatan, kesempatan, rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan identifikasi novel yang berjudul “ Anak Semua Bangsa” ini dengan baik tanpa
ada halangan.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan menjadi referensi untuk
menambah pengetahuan tentang novel.

1.Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel "Anak Semua Bangsa" yaitu :

Unsur intrinsik

a) Tema : secara keseluruhan novel ini mengandung tema sosial dan sejarah yaitu tentang
bergulat, berjalan, mengenal bangsa sendiri dan mencari serangkaian semangat di
kehidupan arus bawah pribumi yang tak berdaya melawan kekuatan Eropa.
b) Alur/Plot
Pengenalan cerita : Annelies telah berlayar ke Netherland, sedangkan Minke dan Nyai
Ontosoroh baru saja dibebaskan dari menjadi tahanan dirumahya sendiri.
Awal konflik : minke menemukan surat dari Robert suurhof untuk istrinya dan mulai
banyak terlibat dalam dunia luar ( tadinya ia hanya konsentrasi pada hidupnya
sendiri ).dan tilgram dari Robert Mellema menyatakan bahwa Annelies sudah meninggal
dunia di Netherland.
Menuju konflik : Minke mulai sadar akan masalah yang terjadi karena kolonialisasi.
Orang - orang disekitar Minke mulai ingin bangkit setelah mendenvar Jepang memiliki
kedudukan yang sama dengan Eropa.
Puncak konflik : Orang Belanda maupun pribumi disekitar Minke memberlakukan tanah
kolonial dan orang - orang pribumi yang hanya rakyat jelata diperlakukan dengan semena
- mena.
Penyelesaian : Minke akhirnya telah sadar bahwa tak pantas ia mengagungkan orang
Eropa yang terkenal dengan pengetahuannya ternyata mereka dapat berlaku keji dan
orang Asia pun memiliki keunggulan tersendiri.
c) Latar/setting
Waktu : masa kolonial Belanda

Tempat : di Wonokromo (Surabaya)

Suasana : sedih, tegang dan berkonflik

d) penokohan dan perwatakan

1. Minke : naif, pintar, baik, dan mudah tersinggung

2. Mama (Nyai Ontosoroh) : adil, bijaksan, sabar, dan ulet

3. Robert Suurhof : nakal, jahat

4. Victor Roomers : pintar

5. Panji Darman (Robert Jan Dapperste) : baik, perhatian

6. Jean Marais : licik

7. Marten Nijman : pintar, baik

8. Marjuki : rendah hati

9. Maysaroh Marais : periang, manja

10. Khouw Ah Soe : sopan, cerdas, rendah hati

11. Darsam : pencuriga, pemarah, perhatian

12. Rober Melleama : penakut, nakal

13. Kommer : baik hati

14. Maurits : keras, keji

15. Sastro kassier : gelisah, penakut

16. Surati : mudah menyerah, pemberani, sopan, penyayang

17. Djumilah : teguh pendirian

18. Plikemboh : peminum, pemabuk

E) Sudut pandang : menggunakan sudut pandang orang ketiga karena didalam penyampaian
cerita ini dilakukan bukan oleh seorang tokoh yang berada diluar cerita dengan mempergunakan
kata (dia/ia) atau nama orang seperti Minke.

F) Majas/Gaya Bahasa

Secara keseluruhan novel ini banyak menggunakan gaya bahasa, beberapa


diantaranya :

1. Majas Simile/Asosiasi
"Annelies telah berlayar, kepergiannya laksana cangkokan muda direnggut dari batang induk "

2. Majas Sarkasme

"Anak gila, anak keparat! persetan! jalan terus juki "

3. Majas Antitesis

"Olehya yang tajam ditumpulkan, yang tumpul ditajamkan, yang kecil dibesarkan, yang besar
dikecilkan"

4. Majas Metafora

"Orang Jepang tertentu dengan rendah hati mengakui memang dirinya bayi yang baru belajar
merangkak"

5. Majas Personifikasi

"Belakangan ini matahari bergerak begitu lambat, merangkaki angkasa inchi demi inchi seperti
keong"

Majas Hiperbola

"Tanpa angin dunia serasa berhenti bernapas"

G) Amanat : pedulilah terhadap kondisi bangsamu sendiri dan tanamkan rasa Nasionalisme
dan cinta terhadap tanah air didalam jiwa serta janganlah menilai sesuatu hal dari satu sudut
pandang kita saja, lihatlah sesuatu dari berbagai sudut pandang orang lain juga.

2. Ciri - iri kebahasaan novel "Anak Semua Bangsa" :

a. Menggunakan konjungsi kronologis dan temporal seperti : sejak saat itu, setelah itu, mula -
mula, kemudian.

".......Mama yang menemuinya, sebentar, kemudian terjadi pertengkaran mulut dalam melayu."

b. Menunjukkan kata kerja yang menggunakan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan
tuturan seorang tokoh oleh pengarang misalnya : mengatakan bahwa, menyatakan, menurut,
mengungkapkan.

"Menurut Mama barang itu sangat mahal sebagai hadiah kawin seorang teman...."

C. Menggunakan dialog yang ditunjukkan oleh tanda petik ganda ("......")

"Terima kasih, Vic."

"Kau mau kemana? Kau nampak begitu pucat."

"Ada sedikit urusan Vic,........."

D. Menggunakan kata - kata sifat untuk menggambarkan tokoh, tempat, suasana.


"........seluruh keluarga ini kurus. Apabila arti protes karena surat - surat Robert? Dongkol,
geram, panas, dan cemburu dihati lambat - lambat mereda didesak oleh iba kasihan

E. Menggunakan kalimat bermakna lampau

".......Jepang? Kan mereka sudah banyak berjasa pada kita? Belanda dalam pertempuran dan
perang menundukkan Hindia kan sudah sejak mempertahankan Batavia terhadap serangan
Mataram? Masih tetap belum enak rasanya......"

4. Nilai - nilai yang terkandung dalam novel "Anak Semua Bangsa"

A. Nilai Moral/Etik :

1. Novel ini mengajarkan bahwa seorang anak harus menghormati orangtuannya

2. Novel ini mengajarkan untu jangan menilai orang dari penampilannya saja

3. Novel ini mengajarkan bahwa keadilan dan sesuatu yang benar harus dibela dan
diperjuangkan

B. Nilai Agama :

1. Novel ini mengajarkan nilai toleransi dalam beragama dikehidupan masyarakat

2. Novel ini mengajarkan beberapa nilai - nilai agama Kristen tentang sifat baik manusia yang
disebutkan langsung oleh pengarang

C. Nilai budaya :

1. Novel ini mengandung kebudayaan Ningrat Jawa yaitu suka memilih nama yang indah -
indah untuk anakanya sebagai hiasan

2. Novel ini mengandung nilai kebudayaan leluhur budaya adat Cina bahwa tuan rumah adalah
mulia

3. Novel ini mengandung nilai kebudayaan adat Jepang yaitu membungkuk untuk menghormati
orang lain

D. Nilai Sosial :

Novel ini mengajarkan untuk jangan salah bergaul dalam memilih teman dilingkungan
masyarakat, bergaulah dengan orang yang berpengalaman dan jangan menjadi penguasa yang
bodoh dan korup.

Anda mungkin juga menyukai