NIM : 02021005
Novel ini berlatar belakang jaman penjajahan Belanda di awal abad ke 20. Di desa
Wonokromo, Surabaya, di mana Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Novel ini
mengisahkan tentang dua manusia yang meramu cinta. Namun mereka harus menghadapi tatanan
sosial yang berlaku di masa itu. Tatanan sosial berdasarkan golongan, di mana para penjajah
dapat menempati kelas sosial yang paling tinggi sedangkan warga pribumi hanya dipandang
sebagai kelas rendahan. Singkat cerita seorang pemuda Jawa yang memiliki rasa kebebasan yang
tinggi Yaitu Minke adalah pemuda pribumi yang diperbolehkan bersekolah di HBS.
Selama menuntut ilmu, Minke bertemu dengan banyak orang yang mempengaruhi hidupnya
antara lain Robert Suurhof, Robert Mellema, Annelies Mellema, Nyai Ontosaroh, Magda Peters,
Panji Darman, dan Darsam.
Minke sangat pandai menulis. Tulisannya bisa membuat orang sampai terkagum-kagum dan
dimuat di berbagai Koran Belanda pada saat itu. Sebagai seorang pribumi, ia kurang disukai oleh
siswa-siswi Eropa lainnya. Minke digambarkan sebagai seorang revolusioner di buku ini. Ia
berani melawan ketidakadilan yang terjadi pada bangsanya.
Sifat Minke yang mudah jatuh hati pada wanita ini diketahui teman-temannya, tak terkecuali
Robert Suurof. Suatu hari, ia ditantang Suurof menaklukkan hati wanita yang konon lebih cantik
dari Sri Ratu Belanda.
Robert Suurhof adalah teman kelas Minke. Dialah yang mengenalkan Minke kepada Annelies.
Awalnya Minke gugup saat berkunjung ke rumah Anelis karena dia hanya seorang Jawa
sedangkan Annelies adalah gadis peranakan Eropa. Dia juga ketakutan saat bertemu dengan ibu
dari Annelies, Nyai Ontosaroh atau biasa dipanggil Mama. Ketakutan tersebut berangsur-angsur
menghilang karena seringnya Minke berkunjung ke rumah Annelies. Rasa takut Minke kepada
Mama berubah menjadi kagum karena kemandirian yang dimiliki oleh Mama.
Seiring berjalannya waktu, Minke dan Annelies saling jatuh cinta. Tapi Minke tak menyangka
bahwa Annelies menjadi sangat bergantung padanya. Ia terus disurati agar kembali ke rumah
Nyai untuk tinggal bersama. Pernah juga Annelies sakit parah setelah lama tak melihat Minke
yang dipaksa berkunjung ke rumah orangtuanya. Minke mau saja sebetulnya tinggal bersama
Annelies. Tapi tinggal di rumah seorang Nyai membuatnya kena stigma buruk di masyarakat.
Seorang Nyai atau simpanan Belanda dianggap rendah. Minke pun pernah berpandangan
demikian.
Namun, kunjungan Minke ke rumah Annelies mendatangkan masalah. Ayah dan kakak Annelies,
Herman dan Robert Mellema menolak kehadiran Minke karena dia seorang pribumi. Mereka
berdua memilih untuk pergi dan meninggalkan Annelies dan Mama sendiri. Selain mendapat
pertentangan dari ayah dan kakak Annelies, Minke juga mendapat masalah dari Robert Suurhof.
Robert Suurhof ternyata juga mencintai Annelies. Dia berusaha dengan berbagai macam cara
supaya menyingkirkan Minke. Bahkan Minke terpaksa harus keluar dari sekolah karena isu
mengenai hubungannya dengan Mama yang digulirkan oleh Robert Suurhof. Sesungguhnya,
Minke sedang menjalin hubungan dengan Annelies, bukan Mama. Hubungan itu pun mereka
resmikan dalam ikatas pernikahan.
Dari Wonokromo, sebuah kabar mengejutkan tiba-tiba terdengar. Tuan Herman Mellema (ayah
Annelies) meninggal dunia.
Permasalahan datang kembali ketika Kematian Herman Mellema yang janggal membuat polisi
melakukan penyelidikan kasus tersebut. Mama dan Minke tersangkut kasus tersebut. Selepas itu,
datang lagi sebuah kabar menggemparkan. Nyai mendapat surat dari anak kandung Mellema di
Belanda bernama Ir. Maurits Mellema. Maurits adalah anak sah Herman Mellema dengan
Amelia Mellema-Hammers. Maurits menuntut seluruh kekayaan perusahaan yang dimiliki
Herman Mellema yang selama ini dibesarkan Nyai Ontosoroh. Bukan itu saja, ia minta hak asuh
atas Annelies untuk dibawa ke Belanda.
Sayangnya, Minke harus kembali menelan pil pahit. Pengadilan bersikeras segera membawa
Annelies ke Belanda. Nyai Ontosoroh dan Minke mencari berbagai cara untuk mencegah hal ini.
Bahkan teman-teman Darsam sudah berjaga-jaga di depan rumah Nyai dengan membawa celurit.
Tapi aparat kolonial tetap memaksa membawa Annelies. Kerusuhan pun pecah dengan iringan
takbir dari pasukan Madura. Pihak Belanda memenangkan kerusuhan dan Annelies pun dipaksa
pergi dari rumahnya. Mereka kalah. Tak bisa dipungkiri bahwa Nyai maupun Minke kalah.
Mama dan Minke suaminya hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut.
Kelebihan
Novel ini banyak memberi beberapa gambaran yang sangat jelas tentang masalah-
masalah yang timbul dalam kehidupan manusia di jaman kolonialisme. Alur ceritanya
sangat menarik , permasalahan ditulis jelas, hampir tidak ada celah. begitu pula dengan
gambaran keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Hindia Belanda, digambarkan
dengan jelas.Penulis juga menekankan arti penting belajar dan memberikan pesan-pesan
yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat.
Ketegangan dari konflik yang dihadapi oleh Minke yang membuat pembaca penasaran
akan kisah yang terjadi berikutnya. Latar belakang jaman penjajahan Belanda juga
membuat pembaca diajak untuk membayangkan keadaan pada saat itu yang membuat
cerita novel ini semakin menarik.
Kelemahan
Pemilihan diksi yang terkadang asing bagi pembaca. Selain itu ada juga diksi yang
berasal dari bahasa Belanda sehingga agak susah untuk memahami detail ceritanya.