Anda di halaman 1dari 3

RESENSI BUKU BUMI MANUSIA

Judul: bumi manusia


Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Cetakan : 17 Januari 2011
Isi : 535 hlm
Harga : 30.000
Bumi Manusia adalah buku pertama dari Tetralogi buru karya
Pramoedya Ananta Toer. Buku ini ditulis Pramoedya ketika masih
mendekam di Pulau Buru. Buku ini melingkupi masa kejadian antara
tahun 1898 hingga tahun 1918, masa ini adalah masa munculnya
pemikiran politik etis dan masa awal periode Kebangakitan Nasional .
masa ini juga menjadi awal masuknya pemikiran rasional ke Hindia
Belanda masa awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern yang
juga merupakan awal kelahiran demokrasi pola Revolusi Perancis.
Buku yang pernah saya baca memang tidaklah banyak, tapi sepanjang
pengalaman saya dalam membaca buku, baru kali ini saya merasa
benar-benar takjub pada buku ini. Kisah yang disajikan berlatar pada
akhir abad 19 menjelang abad 20, memuat tentang keadaan social
pada saat itu dengan segala permasalahan yang ada. Alur ceritanya
begitu menarik untuk di ikuti, keadaan masyarakat pada masa
pemerintahan Hindia Belanda ia gambarkan dengan begitu jelas.
Berbagai permasalahan ia tuliskan dengan jelas hampir tanpa celah.
Dalam tulisannya sendiri ia mengisahkan tentang kisah cinta antara
seorang pribumi dengan gadis Indo keturunan Belanda.
Minke, seorang pribumi yang mempunyai pola pikir layaknya seorang
Eropa, dalam darahnya masih mengalir darah para raja jawa, tetapi
dirinya sendiri sudah hampir bukan seorang jawa, hanya tubuhnya saja
yang jawa tetapi semua pandangannya tentang hidup sudah benar-
benar seperti pandangan seorang Eropa. Suatu hal yang tidak biasa
pada zamannya. Ia adalah seorang pemuda yang cerdas, penyuka
sastra, berbeda dengan pemuda lain. Annelis Mellema, gadis yang
begitu cantik, bahkan dalam buku ini kecantikannya melebihi
kecantikan dari Ratu Nederland pada saat itu, Ratu Wihelmina. Ia
merupakan putri dari seorang Nyai, bukan seorang Nyai biasa, bukan
hanya seorang gundik yang seringkali dianggap menjijikkan. Ia
merupakan putri dari seorang ibu yang luar biasa, seorang ibu yang
begitu mampu mengurusi banyak pekerjaan setelah Tuan Mellema,
suami tidak sahnya, berubah menjadi orang gila orang yang sudah
tidak peduli pada apapun disekelilingnya. Annelis lebih memilih untuk
menjadi seorang pribumi seperti ibunya, walaupun ayahnya
merupakan seorang belanda. Gadis ini begitu manja pada mamanya,
sikapnya begitu manis. Sangat bertolak belakang dengan sikap Annelis,
abangnya, Robert Mellema merasa bahwa dirinya seorang belanda
tulen dan ia pun tidak menganggap Nyai sebagai ibunya. Ia sangat
mengagumi ayahnya walaupun ayahnya sendiri sudah tidak perduli
lagi termasuk dirinya.
Dalam buku ini Pramoedya menunjukkan betapa pentingnya belajar,
dengan belajar, dapat mengubah nasib, seperti dalam buku ini, Nyai
yang tidak bersekolah, dapat menjadi seorang guru yang hebat bagi
siswa H.B.S Minke. Bahkan pengetahuan si Nyai yang didapat dari
pengalaman, dari buku-buku dan dari kehidupan sehari-hari, ternyata
lebih luas dari guru-guru sekolah H.B.S.
Pramoedya menuliskan kisah ini dengan sangat indah, kata-kata puitis
bertebaran disana-sini. Berbagai konflik terjadi, permasalahn disana-
sini. Semua ia gambarkan dengan nyata. Kisah dimulai dengan
keseharian Minke, seorang Siswa H.B.S dengan berbagai kegiatannya,
kemudian digambarkan berbagai situasi pada masa itu. Keseharian
masyarakat pada masa itu. Semua diceritakan oleh Pramoedya dengan
begitu cerdas. Pada suatu waktu, Minke diajak oleh temannya Robert
Surhof untuk datang ke rumah temannya Wonokromo. Minke sudah
sering mendengar desas-desus tentang keberadaan satu keluarga yang
mempunyai perusahaan besar di Wonokromo itu. Nyai Ontosoroh,
begitulah orang kampong menyebutnya. Pemilik dari perusahan
bernama Boerderij Boeitenzorg, disukai Nyai memiliki kekuatan yang
membuat tuannya sendiri bertekuk lutut padanya. Selain itu Nyai juga
mempunyai pengawal yang begitu menyeramkan yang bernama
Darsam. Saat itu Mike ketakutan memikirkan hal itu, tetapi tiba-tiba
kereta kuda merak berhenti di depan gerbang sebuah rumah megah,
lalu Robert Surhof mengajak turun. Dalam pikiran Minke berkecamuk,
inikah rumah Nyai Ontosoroh ???, Robert Surhof tidak peduli pada
berita itu karena ia seorang totok, belanda tulen dan tidak pernah
peduli dengan apa yang dibicarakan oleh para pribumi. Mereka berdua
masuk, dan disinilah kisah cinta ini dimulai dengan berbagai konflik
yang rumit dan menegangkan.
Walaupun buku ini memuat kisah cinta, tetapi buku ini tidak
mengajarkan kita untuk menjadi cengeng karena sesuatu yang
bernama “Cinta”. Buku ini membuat seolah-olah berada pada masa itu,
menyaksikan langsung berbagai peristiwa yang terjadi, membuka
pikiran kita tentang kehidupan dalam masa pemerintahan Hindia
Belanda. Buku ini sesungguhnya memuat semua hal yang sering
terjadi pada akhir abad 19 dan menjelang abad 20. Pemikiran-
pemikiran untuk keadilan para pribumi, sikap masyarakat yang ada
pada saat itu, strata sosial yang ada pada saat itu, semuanya terbalut
dengan indah dalam kisah cinta yang terjalin antara Minke dan Annelis.
Walaupun pada akhir kisah buku ini agak menyedihkan.
Buku ini cocok untuk dibaca semua kalangan remaja, mahasiswa, tapi
sangat tidak cocok dibaca bagi anak-anak, karena di dalam buku ini

2
bahasa yang digunakan lumayan tinggi dan butuh cukup berfikir saat
membaca tiap paragrafnya. Itulah kekurangan dari buku ini. Tapi isinya
sangat bagus sekali.

Anda mungkin juga menyukai