Anda di halaman 1dari 17

I.

Judul : Penentuan Jumlah Eritrosit dan Leukosit Pada Mencit (Mus


musculus).
II. Tujuan :
1. Dapat mempelajari dan memahami prinsip kerja bilik hitung improved Neubauer
yang digunakan dalam perhitungan jumlah eritrosit/leukosit.
2. Dapat mengetahui hubungan jenis kelamin, berat badan, dan volume darah
terhadap jumlah eritrosit dan leukosit pada mencit (Mus musculus).
III. Dasar Teori :
A. Mencit
Mencit atau Mus musculus merupakan Rodentia terkecil. Ukuran tubuh
sekitar 5 cm hingga 10 cm, memiliki ekor yang panjang yang tidak ditumbuhi
rambut, memiliki mata yang merah, dan gigi seri yang panjang seperti pahat.
Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui proses
seleksi. Mayoritas mencit laboraturium adalah strain albino yang mempunyai
warna bulu putih dan mata merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998).
Mencit mencapai umur dewasa sangat cepat (42 hari), masa
kebuntingannya sangat pendek (19-21 hari) dan berulang-ulang dengan jumlah
anak yang banyak pada setiap kebuntingan. Mencit termasuk Rodentia pemanjat,
kadang-kadang menggali lobang, menggigit benda hidup di dalam dan di luar
rumah. Binatang nokturnal, keluar sarangnya dan aktif pada malam hari untuk
mencari makan. Sehingga memiliki kemampuan yang khusus untuk mencari
makanan dan menyelamatkan diri dari predator (pemangsa) pada suasana gelap
(Hrapkiewicz et al, 1998).
B. Darah
Darah adalah matrik cairan dan merupakan jaringan pengikat
terspesialisasi yang dibentuk dari sel-sel bebas. Serum darah susunannya sama
seperti plasma kecuali bahwa ia tidak mempunyai fibrinogen dan beberapa faktor-
faktor protein yang diperlukan untuk pembentukan bekuan dan mengandung
serotonin yang jumlahnya bertambah.
Darah mengandung sekitar 80% air dan 20% bahan organik, sedangkan
bahan anorganik kurang dari 1%. Viskositas darah adalah 3 sampai 5 kali
viskositas air, derajat keasaman (pH) berkisar antara 7 – 7,8, mempunyai sistem
buffer, kemampuan mempertahankan pH darah di dalam batas-batas yang relatif
sempit karena adanya buffer kimia terutama natrium bikarbonat (Swenson, 1984).

1
Darah dibentuk dari 2 bagian yaitu: elemen atau sel-sel darah, dan plasma.
Elemen tersusun atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
trombosit (Dep Kes RI, 1989).
Seluruh sel darah yaitu eritrosit, leukosit dan keping darah berasal dari
stem cells (sel batang). Stem cells ini bersifat multipoten karena dapat
berdeferensiasi dan kemudian terbagi menjadi komponen yang terpisah (dalam hal
ini adalah lymphoid stem cells dan myeloid stem cells ). Lymphoid stem cells
selanjutnya akan berdeferensiasi menjadi sel B dan sel T yang berfungsi dalam
sistem imunitas tubuh. Sedangkan myeloid stem cells akan berdeferensiasi
menjadi sel–sel darah seperti eritrosit, leukosit dan keping darah. (Campbell. et al,
2008).

Gambar 3.1. Pembentukan sel darah


1. Plasma darah

2
Plasma adalah suatu larutan aqueous yang mengandung zat-zat dengan
berat molekul besar dan kecil yang merupakan 10% volumenya.
a) Protein-protein plasma merupakan 7%
b) Garam-garam anorganik 0,9%
c) Sisanya yang 10% terdiri atas beberapa senyawa organik dari berbagai asam-
asam amino, vitamin, hormon, lipid, dan sebagainya (Raven and Johnson,
1986).
Protein-protein plasma dapat dipisahkan pada ultrasentrifuge atau dengan
elektroforesis menjadi albumin; alfa, beta dan gama globulin; dan
fibrinogen. Albumin adalah komponen utama dan mempunyai peranan utama
mempertahankan tekanan ostomotik darah. Gama globulin adalah antibodi dan
dinamakan imunoglobulin. Fibrinogen diperlukan untuk pembentukan fibrin
dalam langkah terakhir pembekuan (Raven and Johnson, 1986).
Beberapa zat yang tidak larut, atau hanya sedikit larut dalam air
dapat ditransport oleh plasma karena mereka berikatan dengan albumin atau
dengan alfa dan beta globulin. Misalnya, lipid tidak larut dalam plasma, tetapi
berikatan dengan bagian hidrofobik molekul protein. Karena molekul ini juga
mempunyai bagian hidrofilik, kompleks lipid-protein larut dalam air (Raven and
Johnson, 1986).
2. Eritrosit
Eritrosit mengandung hemaglobin dan berfungsi sebagai transpor oksigen.
Eritrosit berbentuk bikonkaf dengan lingkaran tepi tipis dan tebal ditengah,
eritrosit kehilangan intinya sebelum masuk sirkulasi. Eritrosit berbentuk cakram
bikonkaf, berdiameter 7,5 m tak memiliki nukleus dan organel. Rentang hidup
eritrosit adalah 120 hari. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan
oksigen (Heumann et al., 1983). Menurut de Jong, et all (2001) jumlah normal sel
eritrosit pada darah mencit adalah 4,2 – 6,6 juta sel/mm3.
Pembentukan sel darah merah (“erithropoiesis”) terjadi di sumsum tulang.
Pada fetus eritrosit dibentuk juga di dalam hati dan limpa. Eritrhopoiesis
merupakan suatu proses yang kontinu dan sebanding dengan tingkat pengrusakan
sel darah merah. Erithtopoiesis diatur oleh mekanisme umpan balik dimana
prosesnya dihambat oleh peningkatan level sel darah merah yang bersirkulasi dan
dirangsang oleh anemia (Swenson, 1984).

3
Eritrosit bersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh
darah, eritrosit berfungsi mengangkut oksigen dengan cara hemoglobin eritrosit
mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin (Hb-O2). Dalam paru, masing-
masing dari 4 atom Fe hemoglobin mengikat satu molekul oksigen hasil inspirasi,
lalu diangkut melalui pembuluh darah. Setelah sampai di jaringan, molekul
oksigen dilepaskan ke cairan interstitial. Selain itu juga berfungsi mengangkut
karbondioksida dengan cara hemoglobin eritrosit mengikat karbondioksida
membentuk karbaminohemoglobin (Hb-CO2). Setelah hemoglobin melepaskan
oksigen ke jaringan, selanjutnya bagian globin dari hemoglobin mengikat
karbondioksida untuk diangkut lewat pembuluh darah menuju paru, untuk dibuang
melalui ekspirasi (Swenson, 1984).
3. Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula
spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair,
dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak
mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk
ginjal. Granula dianggap spesifik bila secara tetap terdapat dalam jenis leukosit
tertentu dan pada sebagian besar prekursor (prazatnya) (Effendi, 2003).
Leukosit memiliki nukleus namun tidak memiliki hemoglobin. Rentang
hidup leukosit adalah beberapa jam hingga beberapa hari. Leukosit bersifat
amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit
menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit
menderita penyakit leukopenia. Jumlah leukosit normal berkisar antara 4.000-
11.000 sel/µl (Guyton, 1983).
Leukosit digolongkan menjadi 2 yaitu granulosit dan agranulosit. Ciri dari
granulosit atau lekosit granuler adalah memiliki granula pada sitoplasma. Ada 3
macam granulosit, yaitu netrofil atau polimorf (10-12 m), eosinofil (10-12 m)
dan basofil (8-10 m). Ciri dari agranulosit adalah tidak memiliki granula pada
sitoplasma. Ada 2 macam agranulosit yaitu limfosit (7-15 m) dan monosit (14-19
m) (Effendi, 2003).
Leukosit memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel,
semuanya bersifat mampu bergerak pada keadaan tertentu. Leukosit mampu

4
keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam menjalankan fungsinya.
Jumlah seluruh leukosit jauh di bawah eritrosit, dan bervariasi tergantung jenis
hewannya. Masa hidup sel darah putih pada hewan domestik sangat bervariasi
mulai dari beberapa jam untuk granulosit, bulanan untuk monosit bahkan tahunan
untuk limfosit (Frandson, 1992).
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.
Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit
limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah
dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk
digunakan Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang
terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Frandson, 1992).
Terkait fungsinya dalam sistem kekebalan tubuh, leukosit kemudian dapat
mengalami kematangan (diferensiasi) sebagai respon tubuh terhadap adanya
gangguan “benda asing” atau infeksi. Hal tersebut menyebabkan adanya
peningkatan dan penurunan jumlah salah satu atau beberapa jenis sel leukosit.
Peristiwa diferensiasi leukosit inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk
mendiagnosa penyakit tertentu, dengan cara menghitung jenis leukosit yang ada
dalam darah. Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah relatif dari
masing-masing jenis sel leukosit. Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan
secara spesifik kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit
infeksi (Indriasari, 2010).
4. Trombosit
Kepingan darah (trombosit) adalah sel tak berinti, berbentuk cakram
dengan garis tengah 2-5 µm. Keping darah berasal dari pertunasan sel
raksasa berinti banyak megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang. Jumlah
normal berkisar antara 150.000-300.000 µL darah. Umur trombosit normal 7-10
hari. Trombosit mempunyai fungsi berhubungan dengan hemostasis (proses
berhentinya darah mengalir dari suatu luka) (Dep Kes RI, 1989).
C. Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Eritrosit dan Leukosit
Fluktuasi dalam jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada
kondisi tertentu, jumlah total sel darah putih beserta masing-masing jenisnya
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jumlah sel darah putih pada hewan
mempunyai variasi yang berbeda dari pada manusia yaitu tergantung antara lain

5
kepada jenis hewan, bangsa (breed), umur, jenis kelamin dan kondisi hewan
tersebut. Jumlah leukosit yang menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti
klinik penting untuk evaluasi proses penyakit (Swenson, 1984). Selain itu, tinggi
dan rendahnya jumlah sel leukosit pada suatu organisme dipengaruhi oleh faktor
patologis dan fisiologis (Saputri, 2011). Faktor fisiologi yang mempengaruhi
diantaranya adalah aktivitas otot, rangsangan ketakutan dan gangguan emosional.
Sedangkan faktor patologis yang dapat meningkatkan jumlah leukosit adalah
infeksi, leukemia, beberapa gangguan mieloproliferatif, beberapa jenis kanker dan
kerusakan pada jaringan (Estridge et al, 2000). Sedangkan jumlah eritrosit
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi harian, dan keadaan
stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga disebabkan oleh ukuran sel darah itu
sendiri (Schmidt dan Nelson, 1990). Jumlah eritrosit dalam darah sangat
bergantung pada ketersediaan mineral seperti zat besi (Fe) dan vitamin seperti B 12.
Keberadaan jumlah mineral dan vitamin tersebut dalam jumlah yang kurang akan
menyebabkan jumlah eritrosit yang rendah (Estridge et al, 2000). Menurut CCS,
beberapa faktor patologi yang menyebabkan tingginya eritrosit dalam darah
adalah dehidrasi, penyakit ginjal, beberapa penyakit paru-paru, polisitemia vera
(gangguan mieloproliferatif). Sedangkan yang menurunkan jumlah eritrosit adalah
penyakit seperti anemia.
IV. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Dissecting set and plate
b. Botol vial (botol penampung darah)
c. Botol larutan Hayem dan Turk
d. Bilik hitung Improved Neubaruer
e. Pipet pencampur 1-101 (pengenceran 100 kali, untuk eritrosit)
f. Pipet pencampur 1-11 (pengenceran 10 kali, untuk leukosit)
g. Mikroskop cahaya
h. Hand counter
i. Jarum suntik ukuran 1 ml
j. Jarum 27G x 1/2
2. Bahan
a. Mencit jantan dan betina
b. EDTA
c. Kertas tisu
d. Chloroform/Ether Absolute
e. Larutan Hayem (mengandung HgCl2 = 0,25 g; NaCl = 0,5 g; Na2SO4 = 2,5 g;
akuades = 100 ml)

6
f. Larutan Turk (mengandung asam asetat glacial = 3 ml; Gentian violet 1% = 1
ml; akuades = 100 ml), larutan turk dapat digantikan dengan asam asetat 3 %
g. Alkohol 70% dan kapas

V. Langkah Kerja
Mengeluarkan darah melalui intra cardiac ± 1,0 ml dari hewan coba tikus atau
mencit, kemudian meletakkan darah dalam botol penampung yang sudah diberi
EDTA.
a) Penentuan Jumlah Leukosit
1. Menghisap darah sampai angka menunjukkan 1,0 pada mikropipet dan ujungnya
dibersihkan dengan kertas hisap.
2. Menghisap larutan Turk (yang dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)
sampai menunjukkan angka 11.
3. Melepaskan pipet karet dari mikropipet, menutup kedua ujung mikropipet
dengan jari dan mengocok selama 2 menit.
4. Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, selanjutnya meletakkan
ujung mikropipet ke Improved Neubauer dan menuangkan cairan darah yang
ada. Meletakkan di bawah permukaan mikroskop (dengan pembesaran lemah,
carilah bilik hitung Improved Neubauer, kemudian dengan pembesaran kuat)
dan menghitung semua jumlah leukosit yang terdapat di dalam bujur sangkar
pojok.
5. Jadi, jumlah bujur sangkar yang dihitung sebanyak 4 x 16 = 64 kotak dengan
volume 1/160 mm3.
6. Cara perhitungan (diamati pada pembesaran mikroskop 10 x 10):
Jumlah bujur sangkar yang dihitung = 64 kali
Volume setiap bujur sangkar = 1/160 mm3
Darah yang diencerkan = 10 kali
Jumlah leukosit yang terhitung =L
3
Maka jumlah leukosit per mm = L/64 x 160 x 10
b) Penentuan Jumlah Eritrosit
Untuk menghitung jumlah eritrosit, pada prinsipnya sama seperti perhitunngan
jumlah leukosit, hanya terdapat perbedaan sebagai berikut:
1. Menghisap darah sampai menunjukkan angka 1,0 pada mikropipet dan
membersihkan ujungnya dengan kertas hisap.
2. Menghisap larutan Hayem (yang dituangkan terlebih dahulu ke dalam tabung)
sampai menunjukkan angka 100.
3. Melepaaskan karet dari mikropipet, menutup kedua ujung dengan jari dan
mengocok selama 2 menit.
4. Membuang 2-3 tetes cairan pada ujung mikropipet, selanjutnya meletakkan
ujung mikropipet ke Improved Neubauer dan menuangkan cairan darah yang
ada. Meletakkan di bawah permukaan mikroskop (dengan pembesaran lemah,
7
carilah bilik hitung Improved Neubauer, kemudian dengan pembesaran kuat)
dan menghitung semua jumlah leukosit yang terdapat di dalam bujur sangkar
pojok.
5. Eritrosit yang dihitung adala sel yang terdapat di dalam bujur sasngkar kecil
sebanyak 5 x 16 = 180 kotak dengan sisi 1/20 mm atau volume setiap bujur
sangkar 1/4000 mm3.
6. Cara perhitungan (diamati pada pembesaran mikroskop 10 x 40):
Jumlah bujur sangkar yang dihitung = 80 kali
Volume setiap bujur sangkar = 1/4000 mm3
Darah yang diencerkan = 100 kali
Jumlah leukosit yang terhitung =E
Maka jumlah eritrosit per mm3 = E/80 x 4000 x 100

Catatan :
 Membandingkan jumlah leukosit dan eritrosit antar hewan coba
 Sel leukosit/eritrosit yang dihitung adalah sesuai dengan perjanjian yang telah
ditetapkan semula, misalnya sel yang terletak pada garis batas sebelah kiri dan
atas dari setia bujur sangkar masih ikut dihitung
 Menghitung sel darah dengan memakai alat penghitung/hand counter
 Bilik hitung Improved Neubauer, membentuk bujur sangkar dengan sisi 3 mm.
bilik ini terbagi menjadi 9 bujur sangkar kecil dengan sisi masing-masing 1 mm.
bujur sangkar yang tenga dibagi lagi menjadi 25 kotak dengan sisi 115 mm,
sedangkan yang pojokdibagi lagi menjadi 16 kotak dengan setisp sisi ¼ mm.

8
VI. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama praktikum,
diperoleh jumlah rata-rata sel leukosit dan sel eritrosit pada darah mencit sebagai
berikut:
Tabel 1. Jumlah sel leukosit pada mencit (Mus musculus) jantan dan betina
Pengulangan Ke- Berat
Rata-rata Volume
Hewan Coba 1 2 3 Badan
(sel/mm3) (ml)
(sel/mm ) (sel/mm ) (sel/mm3)
3 3
(gram)
Mencit jantan 6.700 6.650 7.350 6.900 0,4 17,5
Mencit betina 4.125 4.500 5.850 4.825 0,6 21

Tabel 2. Jumlah sel eritrosit pada mencit (Mus musculus) jantan dan betina
Pengulangan Ke- Berat
Rata-rata Volume
Hewan Coba 1 2 3 Badan
(sel/mm3) (ml)
(sel/mm ) (sel/mm ) (sel/mm3)
3 3
(gram)
Mencit jantan 4.300.000 4.425.000 4.250.000 4.325.000 0,4 17,5
Mencit betina 4.750.000 4.750.000 4.850.000 4.783.333 0,6 21

B. Analisis Hasil
Pada pengamatan yang dilakukan pada darah mencit jantan dan betina
diperoleh jumlah rata-rata sel leukosit dan sel eritrosit yang terkandung pada
darah mencit jantan dan betina. Untuk menentukan jumlah rata-rata sel leukosit
dan eritrosit pada mencit, pengamatan dilakukan dengan tiga kali pengulangan.
Berdasarkan hasil pada Tabel 1, rata-rata jumlah sel leukosit pada mencit
jantan adalah 6.900 sel/mm3. Sedangkan rata-rata jumlah sel leukosit pada mencit
betina adalah 4.825 sel/mm3. Pada Tabel 2, rata-rata jumlah sel eritrosit mencit
jantan adalah 4.325.000 sel/mm3 dan jumlah sel eritrosit mencit betina adalah
4.783.333 sel/mm3 . Pada mencit jantan mempunyai berat badan 17,2 gram dan
volume darahnya 0,4 ml sedangkan pada mencit betina mempunyai berat badan 21
gram dan volume darahnya 0,6 ml. Dari kedua hasil tersebut rata-rata jumlah sel

9
leukosit dan rata-rata jumlah sel eritrosit, terlihat bahwa pada mencit jantan
mempunyai jumlah sel leukosit lebih banyak dari pada mencit betina sedangkan
pada mencit betina mempunyai jumlah sel eritrosit lebih banyak dari pada mencit
jantan. Selain itu, terlihat bahwa berat badan dan volume darah mencit betina
lebih besar dari pada berat badan dan volume darah mencit jantan.

C. Pembahasan
Praktikum penentuan jumlah sel leukosit dan eritrosit pada mencit ini
dilakukan dengan metode perhitungan manual dengan menggunakan alat
hemositometer. Hemositometer merupakan suatu alat yang biasa digunakan untuk
perhitungan jumlah sel secara manual. Alat ini terdiri atas kamar hitung, kaca
penutup dan pipet. Pipet yang digunakan adalah pipet Thoma untuk
mengencerkan eritrosit, terdiri atas pipa kapiler yang bergaris bagi dan membesar
pada salah satu ujung membentuk bola. Di dalam bola terdapat sebutir kaca
merah. Pipet Thoma untuk mengencerkan lekosit sama dengan pipet eritrosit,
namun di dalam bola terdapat sebutir kaca putih (Nugroho, 2011).
Darah yang telah diambil dari mencit jantan dan betina kemudian disimpan
pada botol terpisah yang telah diberi EDTA. EDTA (asam
ethylenediaminetetraacetic) adalah antikoagulan yang paling umum digunakan
dalam suatu uji darah. Cara kerja EDTA adalah menghambat proses
penggumpalan dengan menghilangkan kalsium dari darah. Jumlah penggunaan
EDTA yang cukup akan mencegah koagulasi darah, apabila terlalu berlebihan
akan merusak morfologi sel-sel darah yang akan diamati (Patel, 2009).
Pada perhitungan jumlah sel leukosit darah mencit, darah diambil dari
botol menggunakan pipet thoma dengan bola putih hingga skala 1, kemudian
ditambahkan larutan Turk hingga skala 11. Larutan Turk yang digunakan dalam
praktikum ini terdiri atas asam asetat glasial dan methylene blue. Methylene blue
pada larutan Turk berfungsi sebagai pemberi warna pada inti sel darah putih,
sehingga memudahkan pengamatan di bawah mikroskop. Menurut Rodak, dkk.
(2012) larutan Turk mempunyai dua fungsi utama dalam perhitungan jumlah sel
leukosit, yang pertama adalah sebagai larutan pengencer dan yang kedua adalah
sebagai pelisis sel darah merah (eritrosit) sehingga memudahkan dalam
perhitumgan leukosit.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil rata-rata
jumlah sel leukosit pada mencit jantan 6.900 sel/mm 3. Sedangkan rata-rata jumlah

10
sel leukosit pada mencit betina adalah 4.825 sel/mm 3. Kedua hasil ini diperoleh
berdasarkan perhitungan dengan tiga kali pengulangan. Menurut Guyton (1983),
kisaran normal jumlah sel leukosit adalah 4.000-11.000 sel/ µL, sehingga jumlah
sel leukosit yang dihitung dari mencit jantan dan betina masih dalam kisaran
normal.
Jumlah sel darah putih pada hewan mempunyai variasi yang berbeda dari
pada manusia yaitu tergantung antara lain kepada jenis hewan, bangsa (breed),
umur, jenis kelamin dan kondisi hewan tersebut. Jumlah leukosit yang
menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti klinik penting untuk evaluasi
proses penyakit (Swenson, 1984). Selain itu, tinggi dan rendahnya jumlah sel
leukosit pada suatu organisme dipengaruhi oleh faktor patologis dan fisiologis
(Saputri, 2011). Faktor fisiologi yang mempengaruhi diantaranya adalah aktivitas
otot, rangsangan ketakutan dan gangguan emosional. Sedangkan faktor patologis
yang dapat meningkatkan jumlah leukosit adalah infeksi, leukemia, beberapa
gangguan mieloproliferatif, beberapa jenis kanker dan kerusakan pada jaringan
(Estridge et al, 2000).
Pada perhitungan jumlah sel eritrosit darah mencit, darah diambil dari
botol menggunakan pipet thoma dengan bola merah hingga skala 1, kemudian
ditambahkan larutan Hayem hingga skala 101. Menurut Rodak, dkk. (2012)
larutan Hayem mempunyai dua fungsi utama dalam perhitungan jumlah sel
eritrosit, yang pertama adalah sebagai larutan pengencer dan yang kedua adalah
sebagai pelisis sel darah putih (leukosit) sehingga memudahkan dalam
perhitumgan eritrosit.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, diperoleh hasil rata-rata
jumlah sel eritrosit pada mencit jantan adalah 4.325.000 sel/mm 3 dan rata-rata
jumlah sel eritrosit pada mencit betina adalah 4.783.333 sel/mm 3. Menurut De
Jong, et all (2001) jumlah normal sel eritrosit pada darah mencit adalah 4,2 – 6,6
juta sel/mm3, sehingga jumlah sel eritrosit yang dihitung dari mencit jantan dan
betina masih dalam kisaran normal.
Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh,
variasi harian, dan keadaan stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga disebabkan
oleh ukuran sel darah itu sendiri (Schmidt dan Nelson, 1990). Jumlah eritrosit
dalam darah sangat bergantung pada ketersediaan mineral seperti zat besi (Fe) dan
vitamin seperti B12. Keberadaan jumlah mineral dan vitamin tersebut dalam

11
jumlah yang kurang akan menyebabkan jumlah eritrosit yang rendah (Estridge et
al, 2000). Menurut CCS, beberapa faktor patologi yang menyebabkan tingginya
eritrosit dalam darah adalah dehidrasi, penyakit ginjal, beberapa penyakit paru-
paru, polisitemia vera (gangguan mieloproliferatif). Sedangkan yang menurunkan
jumlah eritrosit adalah penyakit seperti anemia.

VII. Diskusi
1. Berapa rata-rata leukosit mencit jantan dan betina? Berapa kisaran normalnya?
Jawab:
Rata-rata leukosit mencit jantan = 6.900 sel/mm3
Rata-rata leukosit mencit betina = 4.825 sel/mm3
Jumlah leukosit normal berkisar antara 4.000-11.000 sel/µL (Guyton, 1983).

2. Berapa rata-rata eritrosit mencit jantan dan betina? Berapa kisaran normalnya?
Jawab:
Rata- rata eritrosit mencit jantan = 4.325.000 sel/mm3
Rata-rata eritrosit mencit betina = 4.783.333 sel/mm3
Menurut de Jong, et all (2001) jumlah normal sel eritrosit pada darah mencit
adalah 4,2 – 6,6 juta sel/mm3.

3. Apakah fungsi dari larutan Hayem dan Turk?


Jawab:
Menurut Rodak, dkk. (2012) larutan Hayem mempunyai dua fungsi utama dalam
perhitungan jumlah sel eritrosit, yang pertama adalah sebagai larutan pengencer
dan yang kedua adalah sebagai pelisis sel darah putih (leukosit) sehingga
memudahkan dalam perhitumgan eritrosit. Sedangkan larutan Turk juga
mempunyai dua fungsi utama dalam perhitungan jumlah sel leukosit, yang
pertama adalah sebagai larutan pengencer dan yang kedua adalah sebagai pelisis
sel darah merah (eritrosit) sehingga memudahkan dalam perhitumgan leukosit.

4. Mengapa eritosit diencerkan sebanyak 100 kali dan leukosit diencerkan sebanyak
10 kali ?
Jawab:
Eritrosit diencerkan sebanyak 100 kali sedangkan leukosit hanya 10 kali karena
jumlah eritrosit di dalam darah lebih banyak daripada jumlah leukosit.

12
5. Bagaimana jumlah eritrosit dan leukosit pada mencit jantan dan betina berbeda?
Jelaskan berdasarkan konsep fisiologi!
Jawab:
Jumlah eritrosit dan leukosit mencit jantan dan betina berbeda karena dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas, dan umur.
Secara fisiologis, yang mempengaruhi perbedaan jumlah eritrosit dan leukosit
mencit jantan dan betina adalah aktivitas otot, rangsangan ketakutan dan gangguan
emosional (Estridge et al, 2000).

6. Buatlah skema dan jelaskan proses pembentukan eritrosit dan leukosit?


Jawab:

Hemositoblast (stem cells)

a b

a. Pembentukan eritrosit berasal dari sel hemositoblast (stem cells) yang secara
Eritrosit Leukosit
kontinyu dibentuk dari sel induk primordial (sel induk pluripotent) yang
terdapat di sumsum tulang. Hemositoblast akan segera membentuk
proeritroblast yang mempunyai sitoplasma berwarna biru tua, nukleus di
tengah dan nukleoli sedikit mengelompok tetapi sel ini belum mengandung
Hb. Sel proeritroblast kemudian berubah menjadi eritroblast yang
mengandung kromatin dalam nukleus dan Hb. Selanjutnya, sel berukuran
lebih kecil dengan sitoplasma kebiruan karena terdapat RNA dan kromatin
mengalami kondensasi, pada saat ini sel disebut basofilik eritroblast. Sel
berubah menjadi polikromatik eritroblast yang ditandai dengan sitoplasma
mengandung Hb, nukleus mengecil, dan RE direabsorbsi dan selanjutnya
berubah lagi menjadi eritroblast. Pada tahap ini, nukleus mengalami
fragmentasi dan autolisis, sitoplasma banyak mengandung Hb dan berwarna
merah. Pada tahap akhir akan terbentuk sel retikulosit sebab eritrosit sudah
tanpa inti, menghasilkan Hb terus-menerus dalam jumlah kecil selama 3 hari
dan akhirnya membentuk eritrosit matang setelah berada di luar sumsum
tulang, berbentuk bulat pipih dan bikonkaf.
b. Pembentukan leukosit berasal dari hemositoblast. Leukoporesis diawali dari
sel stem homopoietik pluripotein. Lalu membentuk suatu jalur diferensiasi
yang disebut commited stem cell. Sebelum berkembang menjadi berbagai

13
macam leukosit yang spesifik dibentuk terlebih dahulu suatu koloni
pembentuk yang disebut CPU-S (Colony Forming Unit-Specific). Kemudian
membentuk beberapa koloni yang diantaranya yaitu CFU-GM (Colony
Forming Unit-Granulosit Monosit) yang nantinya berdiferensiasi menjadi
netrofil, basophil, eosinophil, monosit serta CFU-M (Colony Forming Unit-
Megakoriosit) yang akan berdiferensiasi menjadi megakariosit. Sedangkan
limfosit tidak terbentuk dari CFU-S, melainkan dari LSC (Lymphoid Stem
Cell). LSC ini akan berkembang menjadi limfosit T dan limfosit B.

7. Bagaimana proses destruksi pada eritrosit dan leukosit ?


Jawab :
a. Proses destruksi pada eritrosit
Kemampuan hidup sel darah merah (eritrosit) rata-rata lamanya 120 hari.
Meskipun mereka menggunakan glukosa untuk menghasilkan energi yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka, mereka tidak dapat mensintesis
protein. Oleh karena itu untuk melakukan proses perbaikan adalah hal yang
tidak mungkin terjadi. Hilangnya beberapa protein, dan aktivitas beberapa
enzim penting berkurang. Reaksi kimia diperlukan untuk kelangsungan hidup
selsebagai akibat adanya gangguan. Sebagai hasilnya, air melewati ke dalam
sel darah merah dan terjadi penuaan, yang mengubah bentuknya yang semula
bentuk discoid menjadi sebuah bola (sphere). Sperocytes ini elastis, dan
ketika mereka bergerak melalui sirkulasi, mereka ditelan oleh fagosit.
Sel-sel fagositik membentuk bagian melalui pembuluh darah, khususnya di
limpa, hati dan sumsum tulang. Sel-sel ini disebut sel makrofag. Makrofag
adalah konstituen dari sistem reticuloendothelial dan ditemukan di kelejar
getah bening, di saluran pencernaan, dan sel-sel bebas berkeliaran dan
menetap. Mereka merupakan sebuah kelompok dan memiliki kemampuan
untuk menelan tidak hanya sel lainnya tetapi juga banyak mikroskopis partikel
lainnya, termasuk pewarna dan koloid tertentu.
Dalam reticuloendothelial, sel eritroit cepat dihancurkan. Protein, termasuk
hemoglobin, dimakan olehnya, dan komponen asam amino diangkut melalui
plasma untuk digunakan dalam sintesis protein baru. Zat besi yang hilang dari
hemoglobin kembali ke dalam plasma dan di angkut ke sumsum tulang,
dimana ia dapat digunakan dalam sintesis hemoglobin baru dan membentuk
sel darah merah.

14
Zat besi tidak disimpan di dalam sel-sel reticuloendhotelial tapi tersedia untuk
pengunaan kembali setiap kali diperlukan. Apabila terjadi kerusakan sel-sel
darah merah, tidak ada kerugian bagi protein atau zat besi dalam tubuh,
hampir semuanya dapat digunakan kembali. sebaliknya, struktur cincin
porfirin hemoglobin, dimana zat besi diikat, mengalami perubahan kimiawi
yang memungkinkan terjadinya ekskresi dari tubuh. Reaksi ini mengubah
porfirin yang berpigmen merah, menjadi bilirubin dengan pigmen kuning.
Bilirubin dibebaskan dari sel-sel reiticuloendhothelial setelah penghancuran
eritrosit disampaikan melalui plasma ke hati, dimana selanjutnya mengalami
perubahan yang dipersiapkan untuk sekresi ke empedu. Jumlah bilirubin
diproduksi dan dikeluarkan ke empedu ditentukan oleh jumlah hemoglobin
dihancurkan.
b. Proses destruksi pada leukosit
1. Autolisis adalah kehancuran leukosit dikarenakan sudah terlalu banyak
melawan antigen dan akhirnya secara automatis leukosit menghancurkan
dirinya sendiri dibantu dengan enzim lisozim.
2. Apoptotis adalah kehancuran leukosit dikarenkan sudah mencapai usia tua,
leukosit tua akan hancur dengan menggunakan enzim endonucleolitik.
3. Leukosit yang secara alami hancur ketika melawan antigen. Seluruh sel-sel
darah putih yang hancur/mati kemudian akan dibawa makrofag untuk
kemudian difagositosis.

VIII. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata leukosit mencit jantan = 6.900 sel/mm3
Rata-rata leukosit mencit betina = 4.825 sel/mm3
2. Rata-rata eritrosit mencit jantan = 4.325.000 sel/mm3
Rata-rata eritrosit mencit betina = 4.783.333 sel/mm3
3. Rata-rata jumlah leukosit mencit jantan lebih banyak dibandingkan dengan
mencit betina. Sedangkan rata-rata jumlah eritrosit mencit betina lebih banyak
dibandingkan dengan mencit jantan. Jumlah eritrosit dan leukosit mencit jantan
dan betina berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis
kelamin, ukuran tubuh, berat badan, volume darah, aktivitas, dan umur. Secara
fisiologis, yang mempengaruhi perbedaan jumlah eritrosit dan leukosit mencit
jantan dan betina adalah aktivitas otot, rangsangan ketakutan dan gangguan
emosional. Jadi, jumlah leukosit mencit dipengaruhi jenis kelamin. Sedangkan
jumlah eritrosit dipengaruhi berat badan dan volume darah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Campbell Neil A, Jane B. Reece.2008. Biology 8th Edition. San Fransisco: Benjamin
Cummings.
Canadian Cancer Society. 2014. Complete Blood Count. (online)
http://www.cancer.ca/en/cancer-information/diagnosis-and-treatment/tests-and-
procedures/complete-blood-count-cbc/?region=on diakses tanggal 8 April 2017.
De Jong K, Emerson RK, Butler J, Bastacky J, Mohandas N, Kuypers FA. 2001. Short
Survival of Phosphatidylserine-Exposing Red Blood Cells in Murine Sickle Cell
Anemia. US National Library of Medicine National Institutes of Health.
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat Dan Makanan.
Effendi, Zukesti. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Estridge H. Barbara, Anna P. Reynolds, Norma J. Walters. 2000. Basic Medical Laboratory
Techniques Fourth Edition. Delmar USA.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Guyton, Arthur C. 1983. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit. Jakarta:
EGC.
Heumann D. 1983. Human Large Granular Lymphocytes contain an Esterase Activity
usually Considered as Specific for The Myeloid Series. Eur J Immunol.
Hrapkiewicz, K., Medina, L. and Holmes, D.D. (1998). Clinical Medicine of Small Mammals
and Primates. lowa State University Press.
Indriasari, P. 2010. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies (Di P.P. Salafiyah Al
Badri dan P.P. Modern Darus Sholah Kabupaten Jember)
http://puguh_fkm@unair.ac.id. Diakses 8 April 2017.
Nugroho, W. S. H. 2011. Laboratorium Klinik 1 : Pemeriksaan Hematologi. Disajikan
sebagai Bahan Kuliah Biokimia bagi Mahasiswa D III Kebidanan.
Patel, Nayana. 2009. Why is EDTA the anticoagulant of choice for hematology use?. Tech
Talk Volume 7 No 1.
Raven, P.H., and Johnson, G.B. 1986. Biology. Times Mirror/ Mosby College Publishing.
Rodak, F. Benadette, George A. Fritsma, Elaine M. Keohane. 2012. Hematology: Clinical
Principles and Applications. Elsevier Saunders.

16
Saputri, D. 2011. Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit Mencit (Mus musculus) pada
Evaluasi in Vivo Antikanker Ekstrak Spons Laut (Aaptos Suberitoides). Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Schmidt, W. and Nelson, B. 1990. Animal Physiology. New York: Harper Collins Publisher.
Swenson, M.J. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. 10th Ed. Ithaca and London:
Publishing Associattes a Division of Cornell University.

17

Anda mungkin juga menyukai