Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol

Nama kimia parasetamol adalah 4’-Hidroksiasetanilida, dengan rumus

molekul C 8 H 9 NO 2 serta berat molekulnya 151,16. Parasetamol mengandung tidak

kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 9 NO 2 dihitung terhadap zat

anhidrat (Depkse RI, 1995). Struktur Parasetamol dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur parasetamol (Depkes RI, 1995)

Pemerian parasetamol adalah serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa

sedikit pahit. Larut dalam air mendidih, dalam natrium hidroksida 1 N, mudah

larut dalam etanol. Parasetamol adalah senyawa dimana kelarutannya cenderung

tetap dengan perubahan pH (1-8) yaitu sekitar 20,3 mg/mL (Shaw, et al., 2005).

Penetapan kadar parasetamol dalam tablet menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT), dimana fase gerak yang digunakan adalah campuran air-

metanol (3:1) sedangkan fase diam yang digunakan adalah oktadesil silana dengan

diameter 5µm atau 10µm (L1) (Depkes RI, 1995).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Ibuprofen

Nama kimia ibuprofen adalah (±)-2-(p-isobutilfenil) asam propionat,

dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 serta berat molekul 206,28. Struktur ibuprofen

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur ibuprofen (Depkes RI, 1995)

Pemerian ibuprofen adalah serbuk hablur; putih hingga hampir putih;

berbau khas lemah. Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol,

dalam metanol, dalam aseton dan dalam klorofom; sukar larut dalam etil asetat.

Kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH, dimana kelarutannya akan bertambah

saat pH diatas 6,5 (Gruber, 2009). Penetapan kadar ibuprofen menggunakan

KCKT, dimana fase gerak yang digunakan adalah 4,0 g asam kloroasetat P dalam

400 mL air, atur PH 3,0 dengan amonium hidroksida P, kemudian ditambahkan

600 mL asetonitril P. Fase diam yang digunakan adalah oktadesil silana (Depkes

RI, 1995).

2.3. Kofein

Nama kimia kofein adalah 1,3,7-trimetil xantin, dengan rumus molekul

C 9 H 10 N 4 O 2 serta berat molekul 194,19. Kofein berbentuk anhidrat atau hidrat

yang mengandung satu molekul air. Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan

Universitas Sumatera Utara


tidak lebih dari 101,0% C 9 H 10 N 4 O 2 , dihitung terhadap zat anhidrat (Depkes RI,

1995). Struktur kofein dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur kofein (Depkes RI, 1995)

Pemerian kofein adalah serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih;

biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit; larutan bersifat netral terhadap

kertas lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara. Kelarutan kofein adalah agak

sukar larut dalam air, dalam etanol; mudah larut dalam kloroform; sukar larut

dalam eter. Penetapan kadar dilakukan dengan mentitrasi dengan asam perklorat

0,1 N LV, dimana titik akhir titrasi ditetapkan secara potensiometrik (Depkes RI,

1995).

2.4 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

Dasar analisis kuantitatif senyawa obat dengan spektrofotometri UV-Vis

adalah Hukum Lambert-Beer (Gandjar dan Abdul, 2012). Menurut Hukum

Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari,

sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua

pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga

diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel,

yang dapat ditulis dengan persamaan :

Universitas Sumatera Utara


A = A (1%,1cm).b.c (g/100 mL)

A adalah serapan pada panjang gelombang; A (1%,1cm) adalah serapan

jenis pada panjang gelombang; d adalah ketebalan lapisan yang menyerap dalam

cm; c adalah kadar zar terlarut yang menyerap, dinyatakan dalam persen b/v

(Depkes RI, 1995). Umumnya zat yang akan dianalisis dibuat absorbansinya

mendekati 0,4343, atau dibuat absorbansi berada pada rentang 0,2-0,8. Hal ini

dikarenakan jika analit diukur pada rentang tersebut nilai kesalahan fotometriknya

kecil atau lebih kecil jika absorbansi analit diukur diluar rentang 0,2-0,8 (Gandjar

dan Abdul, 2012). Plot error (kesalahan) pembacaan terhadap % T dapat dilihat

pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Error (kesalahan) pembacaan terhadap % T (% transmitan)

Rumus kesalahan fotometrik

dc 0,4343
= dt
c T (log T)

Dimana :

dc
= kesalahan fotometrik
c

Universitas Sumatera Utara


dt = kesalahan pembacaan (1%)

Absorbansi = 2- log %T

%T = antilog (2-A)

Jika A = 0,4343, maka memberikan % T = 36,3078; dan kesalahan


dc
fotometrik atau = 2,7185
c

2.4.1 Spektrum Ultraviolet (UV) parasetamol, ibuprofen dan kofein

Spektrum parasetamol dan kofein pada berbagai pelarut menunjukkan

panjang gelombang yang berbeda-beda, sehingga dapat disimpulkan bahwa

pelarut yang digunakan saat analisis spektrum menggunakan spektrofotometrer

sangat berpengaruh pada panjang gelombang maksimum yang dihasilkan, hal ini

dapat dilihat pada spektrum parasetamol, ibuprofen dan kofein pada Gambar 2.5;

2.6 dan 2.7 secara berturut-turut. Spektrum UV dari ibuprofen dalam metanol

memiliki panjang gelombang maksimum pada 263,8 nm, dengan konsentrasi 1/1

v/v menghasilkan absorbansi 0,731.

Gambar 2.5 Spektrum parasetamol

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Spektrum ibuprofen

Gambar 2.7 Spektrum kofein

Gambar 2.8 Overlapping spektrum parasetamol, ibuprofen dan kofein dalam


pelarut metanol (Kumar, et al., 2012)

Universitas Sumatera Utara


Overlapping dari spektrum parasetamol, ibuprofen dan kofein dalam

pelarut metanol pada Gambar 2.8 memperlihatkan bahwa spektrum dari ketiga zat

diatas saling tumpang tindih, hal ini menyebabkan penetapan kadar ketiga zat

tersebut secara simultan membutuhkan persamaan matematika yang cukup rumit

jika hanya menggunakan spektrofotometri classic. Hal ini diperjelas ketika

parasetamol, ibuprofen dan kofein diformulasikan dalam satu campuran menjadi

ternary mixtures, dimana spektrumnya menjadi satu dan tidak dapat dipisahkan

satu sama lain. Spektrum ternary mixtures dari campuran parasetamol, ibuprofen

dan kofein dalam formulasi dapat dilihat pada Gambar 2.9 (Kumar, et al., 2012).

Gambar 2.9 Spektrum UV campuran parasetamol, ibuprofen dan kofein dalam


pelarut metanol (Kumar, et al., 2012).

2.5 Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif berkaitan dengan transformasi spektrum serapan

menjadi spektrum serapan pertama, kedua atau spektrum yang lebih tinggi.

Spektrum derivatif pertama merupakan sebuah alur dari gradien spektrum serapan

(laju perubahan serapan dengan panjang gelombang, dA/dλ) terhadap panjang

Universitas Sumatera Utara


gelombang. Spektrum derivatif kedua merupakan sebuah alur dari spektrum

spektrum serapan (d2A/d2λ) terhadap panjang gelombang. Jika serapan mengikuti

hukum Beer-Lambert, derivatif kedua pada suatu panjang gelombang tertentu, λ

terkait dengan kadar oleh persamaan berikut

𝑑𝑑2 𝐴𝐴 𝑑𝑑2 𝐴𝐴(1%, 1𝑐𝑐𝑐𝑐)


= 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑑𝑑λ2 𝑑𝑑λ2

Teknik ini dapat dijadikan sebagai alternatif untuk quality control selain

karena prosedurnya sederhana, cepat dan tidak membutuhkan pemisahan awal

atau perlakuan sampel, teknik ini juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

lebih baik jika dibandingkan dengan spektrofotometri classic dalam analisis

campuran. Teknik ini banyak digunakan oleh para peneliti untuk menetapkan

kadar parasetamol dalam sediaan kombinasi parasetamol dengan zat lain

contohnya dengan kodein, ibuprofen, kofein, prophyphenazone dll., (An dan

Hoang, 2009; Dinç, et al., 2001; Hoang, et al., 2014). Selain dibidang farmasi

teknik ini juga banyak diterapkan pada penentuan senyawa inorganik. Teknik ini

merupakan salah teknik spektrofotometri modern tingkat lanjut, yang dapat

memberikan informasi baik kualitatif maupun kuantitatif dari spektrum bahan

penyusun yang saling overlapping. Hal ini didasarkan pada penggunaan derivat

pertama, kedua atau derivat yang lebih tinggi pada spektrum normal, contoh

spektrum serapan normal (derivat ke-nol) sampai derivat ke-empat dapat dilihat

pada Gambar 2.10. (Ojeda dan Rojas, 2013).

Kekurangan utama dari teknik ini adalah ketergantungannya pada

parameter instrumentasi, seperti kecepatan pemindaian dan slit width. Kondisi

instrumen saat pengukuran spektrum serapan normal memiliki banyak pengaruh

pada bentuk dan intensitas dari spektrum derivatifnya (Ojeda dan Rojas, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 Spektrum serapan normal (derivat ke-nol) sampai derivat ke-
empat (Talsky, 1994). Gambar (a) menunjukkan spektrum
serapan normal (satu peak) yang diderivatisasi sampai spektrum
derivat ke-empatnya, sedangkan Gambar (b) menunjukkan
spektrum yang saling overlapping yang diderivatisasi mulai dari
spektrum serapan normal hingga spektrum derivat ke empat
(Talsky, 1994).

Metode yang biasa digunakan pada teknik spektrofotometri derivatif untuk

menetapkan kadar binary mixtures ataupun ternary mixtures adalah:

a. Metode zero-crossing

Penetapan panjang gelombang analisis pada titik dimana komponen lain dari

campuran melewati garis nol disebut dengan teknik zero-crossing, terkadang

metode ini membutuhkan analisis pada beberapa panjang gelombang. Metode

spektrofotometri derivatif zero-crossing merupakan prosedur yang paling umum

Universitas Sumatera Utara


yang digunakan untuk penetapan kadar analit secara simultan dari binary mixtures

yang spektrumnya saling tumpang tindih. Walaupun umumnya penggunaan

metode zero-crossing sulit untuk diterapkan pada analisis dalam ternary mixtures,

namun metode ini tetap dapat dilakukan dengan mengaplikasikannya pada derivat

yang lebih tinggi (Abdel-Hay, et al., 2008). Penerapan teknik zero-crossing,

dimana spektrum serapan normal yang saling overlapping diderivatkan sehingga

terjadi pemisahan spektrum pada derivat tertentu, serta terdapatnya titik zero-

crossing pada derivat tertentu pula. Penerapan teknik zero-crossing dapat dilihat

pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Penerapan teknik zero-crossing. a. (kiri) spektrum normal, dimana


spektrum normal zat X dan Y saling tumpang tindih b. (kanan)
spektrum derivatif pertama dari spektrum pada gambar a, dapat
dilihat bahwa terdapat pemisahan (meningkatkan resolusi spektrum
zat X dan Y) dan terdapat titik zero-crossing (Popović, et al.,
1999).

b. Metode ratio spectra zero-crossing

Metode ratio spectra zero-crossing merupakan salah satu metode dari

spektrofotometri derivatif dimana metodenya menggunakan salah satu spektrum

dari campuran untuk digunakan sebagai standar yang berfungsi sebagai pembagi

Universitas Sumatera Utara


(divisor). Dengan dibaginya spektrum dengan divisor, maka pengaruh spektrum

divisor pada campuran zat yang akan dianalisis dapat dihilangkan, sehingga

spektrum hasil pembagian dengan divisor hanya menggambarkan kadar dari zat

selain divisor yang ada didalam campuran. Penetapan kadar ternary mixtures

dengan metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan spektrum hasil ratio

dengan sebuah divisor, kemudian spektrum hasil ratio dioverlappingkan dengan

spektrum tunggal zat lain untuk menentukan titik zero-crossing zat lain tersebut.

Penetapan kadar zat yang ingin dianalisis dilakukan pada panjang gelombang

zero-crossing untuk zat lain (Abdel-Hay, et al., 2008).

2.5.1 Evaluasi spektrum derivatif

Metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi spektrum derivatif

untuk tujuan kuantitatif adalah metode peak-peak (p 1 ), metode peak-tangen (t),

metode peak-zero (z), metode rasio peak-peak (p 1 /p 2 ), gambar evaluasi

spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Talsky, 1994).

Gambar 2.12 Evaluasi spektrum derivatif (Popović, et al., 1999).

2.5.2 Aplikasi spektrofotometri derivatif dalam bidang farmasi

Belal et al. (2011) menggunakan metode zero-crossing untuk menganalisis

campuran gliburide dan metformin HCl dalam tablet. Nilainya diukur pada derivat

pertama pada panjang gelombang 314,7 nm dan 228,6 nm untuk gliburide dan

Universitas Sumatera Utara


metformin HCl secara berurutan. Selain metode zero-crossing peneliti juga

menerapkan metode derivative rasio. Kedua metode ini berhasil diterapkan untuk

menganalisis gliburide dan metformin HCl dalam sediaan tablet. Namun, jika

dibandingkan, metode zero-crossing memiliki kelebihan yaitu lebih cepat dan

lebih sederhana dibandingkan dengan metode derivative rasio, sedangkan metode

derivative rasio memiliki akurasi dan sensitifitas yang lebih baik. Peneliti

menyimpulkan bahwa kedua metode ini dapat digunakan untuk analisis rutin

untuk mendapatkan informasi kualitatif maupun kuantitatif secara simultan dan

cepat dengan instrumentasi yang tidak mahal.

Abdel-Hay, et al. (2008) menetapkan kadar ternary mixtures yang terdiri

dari amiloride hydrochloride (AMD), hydrochlorthiazide (HCT) dan timolol

maleat (TIM). Penelitian ini menggunakan dua metode, yang pertama adalah

derivatif spektrofotometri dengan metode zero-crossing dimana AMD dengan

mudah dapat diukur amplitudonya pada 0D dan 1D (Δλ 6) pada 365 nm dan 385

nm, sedangkan HCT dan TIM ditetapkan kadarnya dengan mengukur amplitudo

pada 265 nm 3D (Δλ 6) dan pada 315,4 nm 1D (Δλ 8) secara berurutan, sedangkan

yang kedua adalah spektrofotometri derivatif metode ratio spectra zero-crossing,

dimana HCT digunakan sebagai divisor untuk penentuan AMD, TIM digunakan

sebagai divisor untuk penetuan HCT dan untuk penentuan TIM, baik AMD

maupun HCT dapat digunakan sebagai divisor . Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa kedua metode ini dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk analisis

rutin dari sediaan tablet yang mengandung ketiga zat diatas, karena metode ini

akurat, memiliki presisi yang baik dan waktu analisisnya yang singkat.

Universitas Sumatera Utara


ÖZGÜR dan Ikbal (2002) menetapkan kadar vitamin (B 1 , B 6 dan B 12 )

dengan spektrofotometri derivatif menggunakan metode zero-crossing. Panjang

gelombang analisis yang digunakan untuk menetapkan kadar vitamin B 1 , vitamin

B 6 dan vitamin B 12 adalah 228,9 nm, 309,6 nm dan 361,7 nm secara berturut-

turut, semua vitamin diukur pada derivat kedua. Prosedur yang dihasilkan akurat,

tidak membutuhkan destruksi dan tidak membutuhkan tahap pemisahan atau

perhitungan yang rumit. Metode ini pun telah berhasil diaplikasikan untuk

menganalisis campuran buatan dan sediaan farmasi.

Dinç, et al. (2001) melakukan penetapan kadar parasetamol,

propyphenazone dan kofein dengan menggunakan spektrofotometri derivatif

metode ratio spectra zero-crossing yang didasarkan pada penggunaan derivat

pertama spektrum rasio yang sesuai dengan panjang gelombang zero-crossing.

Dengan menggunakan prophyphenazone sebagai divisor, jumlah parasetamol dan

kofein dalam ternary mixtures ditetapkan dengan mengukur rasio amplitudo

derivatif pertama pada 242,8 nm (titik zero-crossing kofein) dan 251,2 nm dan

273,8 nm (titik zero-crossing untuk parasetamol) secara berturut-turut. Begitu

juga dengan menggunakan parasetamol sebagai divisor, jumlah prophyphenazone

dan kofein dalam ternary mixtures yang sama ditetapkan dengan mengukur rasio

amplitudo derivatif pertama pada 244,8 nm dan 276,9 nm (titik zero-crossing

kofein) dan 250,6 nm dan 274 nm (titik zero-crossing prophyphenazone) secara

berturut-turut.

Universitas Sumatera Utara


2.6 Analisis Parasetamol, Ibuprofen dan Kofein dengan Menggunakan
Metode Spektrofotometri

Kumar, et al. (2012) melakukan penetapan kadar parasetamol, ibuprofen

dan kofein dalam sediaan farmasi dengan metode spektrofotometri yang

menggunakan persamaan multikomponen untuk menetapkan kadar masing-

masing zat diatas. Panjang gelombang untuk masing-masing zat dalam metanol

adalah 223 nm, 248 nm dan 272 nm untuk ibuprofen, parasetamol dan kofein

secara berturut-turut. Rendahnya Relative Standar Deviation (RSD) yang

dihasilkan mengindikasikan bahwa metode ini mempunyai presisi yang baik dan

akurasi yang baik.

Hajian dan Afshari (2012) menerapkan H-point standard addition method

(HPSAM) untuk menganalisis komponen ibuprofen dalam ternary mixtures

(parasetamol, ibuprofen dan kofein) sedangkan parasetamol dan kofein dianalisis

dengan menggunakan double divisor ratio spectrum derivative method. Metode

ini didasarkan pada penggunaan derivatif dari rasio spektrum yang didapatkan

dengan membagi spektrum absorbsi dari ternary mixtures dengan spektrum

standar dari campuran dua dari tiga zat yang ada didalam campuran ini. Metode

ini telah berhasil diaplikasikan untuk menganalisis kapsul novafen, tanpa adanya

gangguan dari bahan tambahan (diindikasikan dari uji perolehan kembali).

Metode yang didapatkan sederhana, cepat dan dapat dengan mudah digunakan

sebagai salah satu metode alternatif untuk quality control. Aplikasi beberapa

metode spektrofotometri derivatif pada berbagai zat dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Aplikasi spektrofotometri derivatif pada berbagai zat

Senyawa/sediaan Metode/teknik Pelarut Referensi


Ibuprofen, Analisis Metanol Kumar,
parasetamol dan multikomponen et al.
kofein/ tablet (2012)
Ibuprofen, kofein Kombinasi double Etanol, Britton- Hajian dan
dan parasetamol/ divisor ratio spectra Robinson Buffer Afshari
Kapsul dengan H-Point (pH 11), air (2012)
standard addition
method
Ibuprofen dan Zero-crossing, rasio Metanol Hassan
parasetamol/tablet zero-crossing, kalibrasi (2008)
multivariat
Ibuprofen dan Analisis Metanol Gondalia,
parasetamol/kapsul multikomponen et al.
cangkang lunak (2010)
Ibuprofen dan Rasio zero-crossing Metanol Issa, et al.
parasetamol/tablet (2011)
Ibuprofen dan Derivative transform, Dapar fosfat pH Hoang,
parasetamol wavelet transform, 7,2 et al.
KCKT sebagai (2014)
pembanding.
Ibuprofen dan Analisis Dapar fosfat pH Yasmeen,
parasetamol/ tablet multikomponen 7,2 et al.
(2013)
Parasetamol dan Continuous wavelet, HCl 0,1 N Ashour,
kofein/ tablet derivative transform, et al.
KCKT sebagai metode (2012)
pembanding
Parasetamol dan Analisis Akuades Vichare,
kofein/tabelet multikomponen et al.
(2010)
Parasetamol, Analisis Akuabides Delvadiya,
propyphenazone mulitikomponen et al.
dan kofein/ tablet (2011)
Parasetamol dan Zero-crossing derivat Etanol An dan
kodein fosfat/ dan rasio zero-crossing Hoang
tablet (2009)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. (Lanjutan)

Senyawa/sediaan Metode/teknik Pelarut Referensi


Parasetamol, aspirin dan Double divisor Etanol, Britton- Hajian
kofein/tablet ratio spectra Robinson Buffer dan
(pH 11), Ahmad
akuabides (2013)
Parasetamol, fenilefrin Kalibrasi Metanol:HCl 0,1 Khoshay
dan klorfeniramin multivariat M (3:1) and, et al.
maleat/tablet (2010)
Vitamin B 1 , B 2 dan B 3 / Zero-crossing HCl 0,1 N ÖZGÜR
tablet derivat ke-dua dan
KOYUN
CU
(2002)
Amiloride HCl, Zero-crossing dan Natrium Abdel-
hidroklortiazide dan rasio spektra hidroksida 0,1 M Hay, et
timolol maleate/ tablet derivativ al. (2008)
(laboratory made)
Deksametason, Ratio spectra zero- Dapar asetat Gallego
polimiksin B dan crossing dan (pH 4,2), air dan dan
trimetoprim/tetes mata kalibrasi etanol Arroyo
multivariat (2001)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai