Penetapan Kadar Parasetamol dan Coffein dalam Kaplet Panadol dengan Metode Spektrofotometri Panjang Gelombang Ganda
Asisten : Henry Kurnia Setiawan, M.Si., Apt. Golongan : T / E Anggota: Septin Putri A. (2443012061)
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014
2
I. DASAR TEORI Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor foto tube. Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 380 nm), daerah visible (380 700 nm), daerah inframerah (700 3000 nm) (Khopkar,1990). Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan/ absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal. Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Ernawaty, 2011). Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Kedua zat harus memiliki panjang gelombang maksimum yang tidak berimpit. Absorpsi larutan sampel atau campurannya pada panjang gelombang pengukuran merupakan jumlah absorpsi dari masing-masing zat tunggalnya. (Widjaja dan Laksmiani, 2010). Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaam A=abc. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang diamati (Gandjar dan Rohman, 2007). Bila diinginkan dua buah senyawa secara bersama-sama secara spektrofotometri, maka dapat dilakukan pada dua panjang gelombang yang mana masing- masing komponen tidak saling mengganggu atau gangguan dari komponen yang lain paling kecil. Dua buah kromofor yang berbeda akan mempunyai kekuatan absorbsi cahaya yang berbeda pula pada satu daerah panjang gelombang. Pengukuran dilakukan pada masing-masing larutan pada dua panjang gelombang sehingga diperoleh dua persamaan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi pada dua panjang gelombang, akibatnya konsentrasi masing-masing komponen dapat dihitung. 3
Absorban jumlah suatu campuran beberapa senyawa yang mengabsorpsi pada masing-masing panjang gelombang merupakan jumlah absorban masing-masingnya. Pada campuran dua komponen akan terlihat absorban yang diukur pada 1 serta 2 merupakan jumlah dari absorban komponen tunggal pada panjang gelombang tersebut. Hal ini memungkinkan untuk pemeriksaan kemurnian senyawa obat secara spektrofotometri serta penentuan campuran beberapa komponen (Rot dan Blaschke, 1985). Dari hukum Lambert-Beer, dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus dengan absortivitas (a), tebal kuvet (b), dan konsentrasi (c). Supaya nilai b tetap maka selama pengukuran digunakan kuvet yang sama. Absorbansi senyawa 1, A 1 = a 1 b 1 c 1...................... (1) Absorbansi senyawa 1, A 1 = a 2 b 2 c 2...................... (2) Selama kuvet yang digunakan sama, maka nilai b tetap sehingga persamaan 1 dan 2 menjadi persamaan 3 dan 4. A 1 = a 1 c 1 .......................(3) A 2 = a 2 c 2 .......................(4) Pengukuran campuran 2 senyawa dilakukan baik pada panjang gelombang 1 ( 1 ) maupun pada panjang gelombang 2 ( 2 ), oleh karena itu absorbansi pada kedua panjang gelombang tersebut merupakan jumlah dari absorbansi senyawa 1 dan absorbansi senyawa 2, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: A 1 = (a 1 c 1 ) 1 + (a 2 c 2 ) 2 .......................(5) A 2 = (a 1 c 1 ) 2 + (a 2 c 2 ) 1 .......................(6) Keterangan: nilai a (absortivitas) dapat juga diganti dengan absorptivitas molar. Yang mana: C 1 : konsentrasi senyawa 1 C 2 : konsentrasi senyawa 2 (a 1 ) 1 : absorpsivitas senyawa 1 pada panjang gelombang pertama (a 2 ) 2 : absorpsivitas senyawa 1 pada panjang gelombang kedua (a 2 ) 1 : absorpsivitas senyawa 2 pada panjang gelombang pertama (a 2 ) 2 : absorpsivitas senyawa 2 pada panjang gelombang kedua A 1 : absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang pertama A 2 : absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang kedua (Gandjar dan Rohman, 2007). Spektrofotometri UV-Vis termasuk salah satu metode analisis instrumental yang frekuensi penggunaannya paling banyak serta merupakan instrumental yang banyak ditemukan dalam laboratorium kimia analisis. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi 4
elektronik yang besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Widjaja dkk, 2008). Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. 1. Aspek kualitatif Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi atau analisis kualitatif suatu senyawa terebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensistas, efek, pH dan pelarut. Yang kesemuanya itu dpat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasi. Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya : - Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hipsokromi dan sebaliknya atau dari hipokromik ke hiperkromik, dan sebagainya. - Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol; atau obat-obat yang berisi auksukrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan penisiklidin. 2. Aspek kuantitatif Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik. Serapan dapat terjadi jika foton atau radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
II. TUJUAN Untuk mengetahui metode penetapan kadar parasetamol dan coffein pada kaplet panadol dengan metode Spektrofotometri panjang gelombang ganda.
5
III. SIFAT BAHAN Parasetamol
Berat molekul : 151.16 Rumus empiris : C 8 H 9 NO 2
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, sedikit pahit Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol
Coffein
Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat, biasanya, biasanya menggumpal, putih tidak berbau, rasa pahit Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dan dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam klorofom P, sukar larut dalam eter P
IV. ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Botol timbang 2. Labu takar 3. Beaker glass 4. Erlenmeyer 5. Gelas ukur 6. Batang pengaduk 7. Pipet volume 8. Filler 9. Sendok tanduk 6
10. Spektrofotometer Bahan: 1. Sampel yang mengandung Paracetamol dan Coffein 2. NaOH 0,1 N 3. Aquadest
V. CARA KERJA Pembuatan larutan baku induk parasetamol 1. Menimbang 25 mg parasetamol dengan botol timbang menggunakan timbangan analitis 2. Melarutkan parasetamol dalam botol timbang dengan NaOH 0,1 N qs 3. Memasukkan larutan parasetamol ke dalam labu takar 50,0 ml 4. Menambahkan NaOH 0,1 N hingga tanda (50,0 ml) 5. Menghomogenkan larutan
Parasetamol = 750 max = 257 Rentang absorbansi = 0,2 1,5 Batas bawah = Batas atas = Jadi, range konsentrasi baku yang diinginkan jika absorbansi antara 0,2-1,5 adalah 2,67 20 ppm.
Konsentrasi Larutan Baku Parasetamol
C 1 (konsentrasi = 5 ppm, volume = 10 ml) C 1
C 2 (konsentrasi = 10 ppm, volume = 10 ml) C 2
7
C 3 (konsentrasi = 15 ppm, volume = 10 ml) C 3
C 4 (konsentrasi = 20 ppm, volume = 10 ml) C 4
C 5 (konsentrasi = 25 ppm, volume = 10 ml) C 5
C 6 (konsentrasi = 3 ppm, volume = 10 ml) C 6
Cara pembuatan larutan baku parasetamol: 1. Memipet masing-masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,06 ml larutan baku induk ke dalam 6 labu takar 10,0 ml 2. Menambahkan masing-masing labu takar dengan NaOH 0,1 N hingga 10,0 ml 3. Menghomogenkan larutan
Pembuatan larutan baku induk coffein 1. Menimbang 25 mg coffein dengan botol timbang menggunakan timbangan analitis 2. Melarutkan coffein dalam botol timbang dengan NaOH 0,1 N qs 3. Memasukkan larutan coffein ke dalam labu takar 50,0 ml 4. Menambahkan NaOH 0,1 N hingga tanda (50,0 ml) 5. Menghomogenkan larutan
Coffein = 400 max = 273 Rentang absorbansi = 0,2 1,5 Batas bawah = Batas atas = Jadi, range konsentrasi baku yang diinginkan jika absorbansi antara 0,2-1,5 adalah 5 37,5 ppm. 8
Konsentrasi Larutan Baku Coffein
C 1 (konsentrasi = 2,5 ppm, volume = 10 ml) C 1
C 2 (konsentrasi = 5,0 ppm, volume = 10 ml) C 2
C 3 (konsentrasi = 7,5 ppm, volume = 10 ml) C 3
C 4 (konsentrasi = 10 ppm, volume = 10 ml) C 4
C 5 (konsentrasi = 12,5 ppm, volume = 10 ml) C 5
Cara pembuatan larutan baku coffein: 1. Memipet masing-masing 0,05; 0,10; 0,15; 0,2; 0,25 ml larutan baku induk ke dalam 5 labu takar 10,0 ml 2. Menambahkan masing-masing labu takar dengan NaOH 0,1 N hingga 10,0 ml 3. Menghomogenkan larutan
Preparasi Sampel 1. Mencari bobot rata rata tablet. 2. Mengerus tablet sampai halus dan homogen. 3. Menimbang 50 mg sampel dengan timbangan analitis 4. Memasukkan sampel ke dalam labu takar 50 mL 5. Menambahkan NaOH 0,1 N sampai 50 mL. 6. Menghomogenkan campuran 7. Menyaring campuran tersebut dengan kertas saring. 8. Memipet 0,30 mL campuran tersebut dan memasukkan ke dalam labu takar 10 mL. 9. Menambahkan NaOH 0,1 mL sebanyak 10 mL. 10. Mengukur absorbansinya.
9
VI. PERHITUNGAN Parasetamol : C KONSENTRASI A = 254,5 A = 288,0 A
d* = 1151,39 608,9226 = 542,4674 4d < d* Data yang dicurigai dibuang.
= 608,9226 %
Data Rata-rata tanpa * (y) Selisih data dengan y d 4d 447,011 608,9226 161,9116 100,7648 403,0592 518,92 90,0026 612,881 3,9584 713,811 104,884 751,99 143,0674 1151,39 * 10
Sampel Penimbangan Konsentrasi A C sampel Kadar 1 0,0502 gram 30,12 ppm 0,846
Data Rata-rata tanpa * (y) Selisih data dengan y d 4d 404,76 467,905 63,145 52,43 209,72 426,190 41,715 477,18 9,275 563,49 95,585 732,14* 11
d* = 467,905 209,72 = 209,72 4d < d* Data yang dicurigai dibuang. Jadi kadar yang diperoleh = 467,905 %
Sampel Penimbangan Konsentrasi A C sampel Kadar 1 0,0502 gram 30,12 ppm 0,052
2 0,0506 gram 30,36 ppm 0,046
3 0,0503 gram 30,18 ppm 0,046
Kadar coffein dalam tablet =
VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami melakukan penetapan kadar parasetamol dan coffein dalam sampel kaplet panadol secara Spektrofotometri Lamda Ganda. Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Kedua zat harus memiliki panjang gelombang maksimum yang tidak berimpit. Absorpsi larutan sampel atau campurannya pada panjang gelombang pengukuran merupakan jumlah absorpsi dari masing-masing zat tunggalnya. Dari praktikum yang kami lakukan diperoleh kandungan rata rata parasetamol 311,90 mg dan kandungan rata rata coffein 23,07 mg. Kandungan parasetamol seharusnya adalah 500 mg dan kandungan coffein seharusnya adalah 65mg. Penyebab perbedaan nilai kandungan yang dideteksi jauh dengan nilai kandungan sebenarnya, mungkin dapat disebabkan antara lain : 1. Coffein agak sukar larut di dalam NaOH, menurut farmakope kelarutannya 1 : 30 100. Sampel yang dilarutkan sebesar 25 mg dalam 50 ml NaOH dan mengandung 2,38 mg Coffein, seharusnya coffein larut dalam NaOH. Namun, hasil rata rata kandungan coffein di dalam sampel kurang dari kandungan coffein yang seharusnya itu mungkin disebabkan karena coffein yang larut dalam sampel kurang sempurna 12
dan tersaring waktu proses penyaringan. Sehingga menghasilkan kadar yang lebih kecil dari semestinya. 2. Kelarutan Parasetamol di dalam NaOH 1 : 15. Sampel yang dilarutkan sebesar 25 mg dalam 50 ml NaOH dan parasetamol yang ada didalam sampel sebanyak 18,3 mg. Seharusnya parasetamol larut dalam NaOH. Proses pencampuran sampel didalam NaOH 0,1 N kurang sempurna sehingga parasetamol ikut tersaring pada saat proses penyaringan untuk proses pengenceran selanjutnya sehingga kandungan parasetamol yang di deteksi kurang dari 500 mg. Dilihat dari strukturnya, parasetamol dan koffein memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat menyerap radiasi dan dapat dilakukan deteksi kandungan dengan metode spektrofotometri (Levent M, 2002; Wulandari dkk, 2006). Pada perhitungan penetapan kadar, kami tidak menggunakan persamaan linearitas, hal tersebut karena harga A lebih kecil dari intersep, sehingga kadar yang diperoleh negatif. Hal tersebut karena sedikitnya sampel yang teramati pada spektrofotometri. Sehingga untuk perhitungan kadar, kami menggunakan persamaan . yang diperoleh dapat menghasilkan nilai yang berbeda beda karena tergantung dari gugus kromofor yang dideteksi, semakin besar serapan gugus kromofor yang diberikan semakin besar pula intensitas dari .
VIII. KESIMPULAN Analisis kadar bahan aktif dalam suatu sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer metode lamda ganda. Dalam praktikum kali ini sediaan yang ingin dianalisa kadarnya adalah kaplet panadol. Yang terdiri dari 500 mg Parasetamol dan 65 mg Coffein. Dari percobaan didapatkan kadar parasetamol dalam sediaan sebesar 45,73 % (311,90 mg) dan coffein 3,38 % (23,07 mg). Kekurangan kadar (dari yang tertera pada etiket) dapat disebabkan karena proses pengujian yang kurang tepat. 13
DAFTAR PUSTAKA
Ernawaty, Evi.. 2011. Spektofotometri UV-Vis. Tersedia di http://catatan kimia.com/catatan/ spektofotometri-uv-vis.html [diakses tanggal 26 Agustus 2014]. Khopkar S. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Levent, M., 2002, HPLC Method for the Analysis of Paracetamol, Caffeine and Dipyrone. TJS. 3 (1). [Serial on the internet]. [accessed 26 Agustus 2014]; Available from: http://journals.tubitak.gov.tr/chem/issues/kim-02-26-4/kim-26-4-8-0106-13.pdf