0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
103 tayangan13 halaman
Apotek Kusuma Nata di Yogyakarta ditutup setelah didapati menjual obat psikotropika seperti Arkine, Riklona, dan Calmlet secara bebas tanpa resep dokter. Pelanggaran ini bertentangan dengan peraturan kesehatan dan undang-undang. Apotek dan apotekernya dapat dikenai sanksi hingga pencabutan izin.
Apotek Kusuma Nata di Yogyakarta ditutup setelah didapati menjual obat psikotropika seperti Arkine, Riklona, dan Calmlet secara bebas tanpa resep dokter. Pelanggaran ini bertentangan dengan peraturan kesehatan dan undang-undang. Apotek dan apotekernya dapat dikenai sanksi hingga pencabutan izin.
Apotek Kusuma Nata di Yogyakarta ditutup setelah didapati menjual obat psikotropika seperti Arkine, Riklona, dan Calmlet secara bebas tanpa resep dokter. Pelanggaran ini bertentangan dengan peraturan kesehatan dan undang-undang. Apotek dan apotekernya dapat dikenai sanksi hingga pencabutan izin.
UNDANG DAN ETIKA PROFESI KASUS Kedapatan menjual obat-obatan psikotropika secara bebas, Apotek Kusuma Nata di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta akan ditutup paksa.
Peristiwa tersebut terjadi usai petugas gabungan Pemkot
Yogyakarta melakukan razia, Rabu (29/8). Petugas gabungan dari Dinas Ketertiban, aparat kepolisian, Balai POM, DPRD dan dinas kesehatan Kota Yogyakarta juga menemukan apotek tersebut telah habis masa izin operasionalnya. Aparat kepolisian bahkan menyita sejumlah obat psikotropika jenis Arkine, Riklona, Calmet yang dijual bebas di apotek tersebut. Selain ribuan pil yang mengandung zat-zat adiktif, puluhan pembeli juga terjaring di lokasi. Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Tuty Setyowati mengatakan bahwa izin operasional apotek tersebut sudah lewat. "Kita akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk menutup apotek ini. Karena yang dijual juga sebagian besar obat adiktif," tegasnya. Ketua II Asosiasi Apoteker Indonesia (AAI) DIY Saiful Bahri mengatakan, pihaknya sudah memberikan peringatan kepada apotek tersebut untuk tidak menjual obat-obatan itu secara bebas. Namun ternyata surat peringatan AAI tersebut tidak diindahkan. "Kita akan memberikan surat rekomendasi agar apotek ini ditutup," tegasnya.
Menurut pemantauannya semua yang dijual merupakan obat-obatan
masuk kategori psikotropika. Jumlahnya ratusan box atau ribuan tablet. Dalam sebulan untuk penjualan dua pil jenis calmlet dan riklona saja mencapai sekitar Rp 170 juta. "Satu box rata-rata isi 10 tablet, jumlah boxnya untuk satu jenis saja ada sekitar 120 box dengan rata-rata transaksi perhari mencapai 100 resep lebih," tambahnya.
Meski tertangkap basah menjual obat psikotropika secara bebas,
namun menurut karyawan apotek Kusuma Nata, Erniyuni, pihaknya hanya menjual obat-obatan itu dengan resep dokter. "Kita melayani karena ada resep dokter," terangnya. Namun apoteker dan pendamping apoteker tidak ada di apotek tersebut. JENIS PELANGGARAN Berdasarkan kasus di atas, pelanggaran yang dilanggar adalah :
UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA,
Bagian Ketiga, Penyerahan, Pasal 14 ayat (4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Pada kasus ini apotek Kusuma Nata di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta kedapatan menjual obat-obatan psikotropika secara bebas / tanpa resep dokter, yaitu jenis Arkine, Riklona, Calmlet. Untuk Arkine, obat ini digunakan untuk mengobati gejala-gejala akibat penyakit Parkinson. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengurangi tremor dan gerakan-gerakan berkedut yang tidak dapat dikontrol yang dapat disebabkan oleh efek dari beberapa obat penenang. Riklona, Calmlet adalah derivatif dari obat bernama benzodiazepine. Benzodiazepine adalah obat yang digunakan untuk mengobati kecemasan (obat penenang), tetapi juga efektif dalam mengobati beberapa kondisi lain. Pasal 51 ayat (1) Dalam rangka, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini. Ayat (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a.teguran lisan; b.teguran tertulis; c.penghentian sementara kegiatan; d.denda administratif; e.pencabutan izin praktek. SANKSI UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA BAB IV, SANKSI, Pasal 12,
Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dikenai sanksi administratif (1)Sanksi administratif berupa sanksi berupa: peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat peringatan tertulis; berupa peringatan atau peringatan penghentian sementara kegiatan; atau keras. pencabutan izin.
(1)Sanksi administratif berupa sanksi
pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa rekomendasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Organisasi Perangkat Daerah penerbit izin. PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 688/MENKES/PER/VII/1997, Pasal 10 ayat, 7 tentang Peredaran Psikotropika, Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek kepada pasien diberikan berdasarkan resep dokter.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN, Bagian Keempat, Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, Pasal 21 Ayat (2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Pasal 24, Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK, BAB III PERIZINAN, Bagian Kesatu Surat Izin Apotek Pasal 12 (1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. (2)Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (3)Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa SIA. (4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK SEKTOR KESEHATAN, BAB V MASA BERLAKU PERIZINAN BERUSAHA, Pasal 87, Ayat (1) Pelaku Usaha harus melakukan perpanjangan izin komersial/operasional paling cepat 6 (enam) bulan sebelum masa berlaku izin komersial/operasional berakhir. Pada kasus ini, PSA dan Apoteker melanggar pasal di atas karena SIA(izin operasional apotek) tersebut sudah lewat. Dalam kasus ini perbuatan yang dilakukan oleh apotek merupakan pelanggaran karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, yang dalam hal ini diatur dalam UNDANG-UNDANG RI NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Pasal 24, (1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Bagian Kelima Belas “Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan” Pasal 102 Ayat (1) : Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan. Ayat (2): Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika diatur dengan undang-undang. Pasal 103 Ayat (1): Setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan psikotropika wajib memenuhi standart dan atau persyaratan tertentu. Ayat (2): Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran, serta penggunaan narkotika dan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang. UU RI NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN- Pasal 62 ayat (1) pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). KESIMPULAN Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat dijadikan tersangka karena telah melangar undang-undang yang belaku. Selain itu sebagai Apoteker Pengelola Apotek juga tidak mengawasi penjualan obat keras, karena obat-obat keras tersebut diperjualbelikan secara bebas. Sebagai penangung jawab apotek juga mengedarkan obat golongan obat psikotropika. TERIMA KASIH