Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KELOMPOK

“THERAPEUTIC DRUG MONITORING (TDM) DAN TPN (TOTAL


PARENTERAL NUTRITION)”

OLEH:

ARNIATI AGUS
RISNAWATI .N
SISKARIYAWARI SUBHANUDDIN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER ANGKATAN


III
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat

menyelesaikan makalah Farmasi Rumah Sakit ini dengan dengan tepat waktu

meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka

menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Therapeutic Drug

Monitoring (TDM) dan TPN (Total Parenteral Nutrition)”. Kami juga

menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan

jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran

dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan

datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang

membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri

maupun orang yang membacanya.

Raha, Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan ................................................................................................
D. Manfaat................................................................................................
BAB II TUNJAUAN PUSTAKA...................................................................
A. Defenisi Pharmaceutical Care.............................................................
B. Defenisi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM).........................
C. Proses Therapeutic Drug Monitoring (TDM)....................................
D. Fungsi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM)...........................
E. Faktor yang mempengaruhi Therapeutic Drug Monitoring (TDM)
F. Target Therapeutic Drug Monitoring (TDM).....................................
G. Faktor Klinik yang mempengaruhi Drugs Therapeutic
Monitoring
(TDM).................................................................................................
H. Tatalaksana pemantauan terapi obat................................................
I. Macam-macam efek terapi obat di dalam tubuh.............................
J. Prinsip-prinsip TDM..........................................................................
K. Prinsip-prinsip TPN dan IV Admixture...........................................
BAB VI PENUTUP.........................................................................................
A. Kesimpulan…………………………………………………….........
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab

langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan

pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki

kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi

obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk

keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat,

dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian

informasi dan konseling pada pasien (American Society of Hospital

Pharmacists, 1993).

Pharmaceutical care (PC) adalah program yang berorientasi kepada

pasien yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam promosi

kesehatan, mencegah penyakit, menilai, memonitor, merencanakan dan

memodifikasi pengobatan untuk menjamin rejimen terapi yang aman dan

efektif. Tujuan dari Pharmaceutical care adalah mengoptimalkan kualitas

hidup pasien dan nilai positif hasil klinik yang ingin dicapai dengan cara

mengatasi masalah yang berkaitan dengan pengobatan sebaik mungkin.

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi dalam melakukan Pharmaceutical


care diantaranya kurangnya waktu dan jumlah tenaga apoteker, kurang

terlatihnya apoteker dalam melakukan pelayanan Pharmaceutical care,

kurangnya dukungan administrasi, kurangnya penerimaan tenaga kesehatan

lainnya tentang pelayanan Pharmaceutical care dan kurangnya sistem

dokumentasi yang memadai (Syaripuddin, 2013).

Therapeutic Drug Monitoring (TDM) sering juga disebut Drug Therapy

Monitoring merupakan suatu cara untuk mengukur konsentrasi obat dalam

plasma sekaligus mengetahui interpretasinya. Metode ini diperkenalkan

pertama kali sekitar pada tahun 1970 dengan asumsi bahwa konsentrasi obat

dalam cairan tubuh (darah atau plasma) merupakan prediktor yang lebih baik

untuk memperkirakan efek obat daripada dosis obat. Dengan mengukur kadar

obat dalam cairan tubuh ini, maka dapat dilakukan titrasi dosis pada pasien

secara individual, sehingga konsentrasi obat dalam tubuh memberikan respon

paling optimal dengan tolerabilitas dan risiko toksisitas yang paling rendah

(Miladiyah, 2012).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Apa defenisi dari Pharmaceutical Care ?

2. Apa defenisi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM) ?

3. Bagaimana proses Therapeutic Drug Monitoring (TDM) ?

4. Apa fungsi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM) ?

5. Apa saja faktor yang mempengaruhi Therapeutic Drug Monitoring (TDM) ?


6. Apa saja target Therapeutic Drug Monitoring (TDM) ?

7. Apa saja Faktor Klinik yang mempengaruhi Drugs Therapeutic Monitoring

(TDM) ?

8. Bagaimana Tatalaksana pemantauan terapi obat ?

9. Apa macam-macam efek terapi obat di dalam tubuh ?

10. Apa saja Prinsip-prinsip TDM ?

11. Apa saja Prinsip-prinsip TPN dan IV Admixture ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui defenisi dari Pharmaceutical Care

2. Untuk mengetahui defenisi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

3. Untuk mengetahui bagaimana proses Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

4. Untuk mengetahui fungsi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Therapeutic Drug

Monitoring (TDM)

6. Untuk mengetahui target Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

7. Untuk mengetahui Faktor Klinik yang mempengaruhi Drugs Therapeutic

Monitoring (TDM)

8. Untuk mengetahui Tatalaksana pemantauan terapi obat

9. Untuk mengetahui macam-macam efek terapi obat di dalam tubuh

10. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip TDM

11. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip TPN dan IV Admixture

D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui defenisi dari Pharmaceutical Care

2. Dapat mengetahui defenisi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

3. Dapat mengetahui bagaimana proses Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

4. Dapat mengetahui fungsi dari Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

5. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi Therapeutic Drug

Monitoring (TDM)

6. Dapat mengetahui target Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

7. Dapat mengetahui Faktor Klinik yang mempengaruhi Drugs Therapeutic

Monitoring (TDM)

8. Dapat mengetahui Tatalaksana pemantauan terapi obat

9. Dapat mengetahui macam-macam efek terapi obat di dalam tubuh

10. Dapat mengetahui Prinsip-prinsip TDM

11. Dapat mengetahui Prinsip-prinsip TPN dan IV Admixture


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Pharmaceutical Care

Pharmaceutical Care (PC) pertama kali dikenalkan oleh Heppler dan

Strand (1990), merupakan pelayanan yang bertanggung jawab terhadap terapi

obat untuk tujuan yang mencapai hasil tertentu dan dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien, dengan tujuan menyembuhkan penyakit, mengurangi

gejala penyakit, memperlambat proses progresivitas penyakit, dan mencegah

penyakit atau gejala penyakit.

Pharmaceutical Care (PC) adalah program yang berorientasi kepada

pasien yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam promosi

kesehatan, mencegah penyakit, menilai, memonitor, merencanakan dan

memodifikasi pengobatan untuk menjamin rejimen terapi yang aman dan

efektif. Tujuan dari PC adalah mengoptimalkan kualitas hidup pasien dan nilai

positif hasil klinik yang ingin dicapai dengan cara mengatasi masalah yang

berkaitan dengan pengobatan sebaik mungkin.1,2 Beberapa hambatan yang

mungkin dihadapi dalam melakukan PC diantaranya kurangnya waktu dan

jumlah tenaga apoteker, kurang terlatihnya apoteker dalam melakukan

pelayanan PC, kurangnya dukungan administrasi, kurangnya penerimaan


tenaga kesehatan lainnya tentang pelayanan PC dan kurangnya sistem

dokumentasi yang memadai (Syaripuddin, 2013).

B. Defenisi Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

Therapeutic Drug Monitoring (TDM) sering juga disebut Drug

Therapy Monitoring merupakan suatu cara untuk mengukur konsentrasi obat

dalam plasma sekaligus mengetahui interpretasinya. Metode ini diperkenalkan

pertama kali sekitar pada tahun 1970 dengan asumsi bahwa konsentrasi obat

dalam cairan tubuh (darah atau plasma) merupakan prediktor yang lebih baik

untuk memperkirakan efek obat daripada dosis obat. Dengan mengukur kadar

obat dalam cairan tubuh ini, maka dapat dilakukan titrasi dosis pada pasien

secara individual, sehingga konsentrasi obat dalam tubuh memberikan respon

paling optimal dengan tolerabilitas dan risiko toksisitas yang paling rendah

(Miladiyah, 2012).

C. Proses Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

Tim dari TDM antara lain ahli farmakologi klinik, farmasi klinik, ahli

analisis dan tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan pasien

termasuk apoteker, dokter,maupun perawat. Proses TDM terdiri dari empat

komponen utama yang dimulai dan diakhiri dengan pelayanan pasien (patient

care). Komponen tersebut meliputi pre analisis, analisis, post analisis dan

pengaturan lingkungan. Pengaturan lingkungan merupakan kondisi dan

atmosfer disekitar proses analisis.


Pre analisis terdiri dari empat tahap. Tahap pertama dimulai dengan

munculnya pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi medis pasien,

pertanyaan tersebut muncul setelah klinisi melakukan observasi terhadap

pasien. Tahap kedua, klinisi menentukan tes yang mungkin dapat menjawab

pertanyaan tersebut, Tahap ketiga yaitu klinisi meminta hasil tes dari pasien,

dan tahap yang terakhir klinisi mengambil sampel dan dikirim ke laboratorium

klinis untuk dianalisis.

Komponen analisis, terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu

preparasi sampel meliputi kegiatan pengiriman sampel ke tempat analisis dan

pemisahan serum atau plasma dari sel darah untuk dianalisis. Tahap kedua,

melakukan analisis dengan menggunakan metode yang sesuai. Tahap ketiga

yaitu memverifikasi hasil analisis obat. Komponen post analisis memiliki

empat tahap. Tahap pertama, melaporkan hasil berupa hardcopy atau softcopy

atau dalam bentuk keduanya. Tahap kedua merupakan tahap pendugaan

terhadap hasil untuk memberikan solusi dari pertanyaan awal yang muncul

pada komponen pertama. Tahap ketiga yaitu klinisi mengambil tindakan dalam

rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pasien (patient care).

D. Fungsi Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

TDM merupakan salah satu upaya mengintegrasikan ilmu

farmakinetika dan farmakodinamika, dengan mengukur konsentrasi obat dalam

plasma untuk mengoptimalkan dan melakukan individualisasi dosis sehingga

sesuai untuk pasien. Hasil dari TDM ini dimanfaatkan untuk mengevaluasi

derajat respon terapi suatu obat, memberikan informasi yang bermanfaat


mengenai kesesuaian terapi obat, evaluasi kepatuhan pasien terhadap dosis

yang diberikan, mendeteksi kemungkinan efek samping dan toksisitas suatu

obat, mengkonfirmasi kemungkinan adanya interaksi obat, serta untuk

penyesuaian dosis obat (Miladiyah, 2012).

TDM juga memiliki beberapa fungsi antara lain dalam hal pemilihan

obat, perancangan aturan dosis, penilaian respon penderita, pemantauan

konsentrasi obat dalam serum, penilaian secara farmakokinetik kadar obat,

penyesuaian kembali aturan dosis, dan adanya persyaratan khusus.

E. Faktor yang mempengaruhi Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

Faktor yang mempengaruhi dilakukannya Therapeutic Drug

Monitoring (TDM), meliputi :

1. Faktor yang berhubungan dengan profil obat dalam darah, Meliputi

kesalahan dosis, dosis terlewat, profil darah tidak sesuai dengan pemberian

dosis, waktu pemberian infus tidak tepat, profil pemberian infus menjadi

prioritas karena adanya pemberian obat lain, dan profil darah yang

tergambar didapat dari pengambilan darah pada vena yang sama dengan

pemberian infus.

2. Faktor yang berhubungan dengan dasar farmakokinetik, Meliputi level obat

dalam darah yang diinginkan bukan steady state, level obat dalam darah

yang diinginkan tidak sesuai dengan waktu pemberian dosis, metabolit aktif

tidak ikut terhitung, absorbsi yang rendah karena beberapa alasan, gambaran

level obat dalam darah sempurna sebelum distribusi ke tempat aksi, status

cairan tubuh berubah (udem, dehidrasi), penggunaan obat pada pasien


dengan berat badan tidak normal, adanya perubahan signifikan pada fungsi

liver atau ginjal, adanya perubahan signifikan pada persentase obat dalam

bentuk bebas dan terikat, perubahan jumlah enzim untuk metabolisme obat,

dan interaksi obat.

3. Faktor yang berhubungan dengan data laboratorium, Meliputi kemampuan

uji yang tidak terjamin, adanya permintaan data masukan atau penafsiran

data, metabolit aktif tidak terukur, gangguan saat uji, dan pengumpulan atau

penyimpanan spesimen tidak terjamin.

F. Target Therapeutic Drug Monitoring (TDM)

Beberapa hal yang menjadi target dilakukannya TDM antara lain :

1. Jika penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat seperti yang

diharapkan, maka obat dan aturan dosis hendaknya ditinjau kembali dari

segi kecukupan, ketelitian, dan kepatuhan penderita. Dokter hendaknya

menentukan perlu atau tidak konsentrasi obat dalam serum penderita diukur,

karena tidak semua respon penderita dikaitkan dengan konsentrasi obat

dalam serum. Contoh : alergi dan rasa mual ringan.

2. Bila “therapeutic window” suatu obat sempit, maka individualisasi dosis

menjadi sangat penting, karena perbedaan dosis yang kecil saja sudah dapat

menimbulkan perbedaan nyata dalam respon pasien.

3. Dalam beberapa kasus, patofisiologi penderita mungkin tidak stabil, apakah

membaik atau memburuk, misalnya klirens ginjal terhadap obat.

4. Pasien dengan penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kadar obat di

dalam darah.
5. Jika pasien menggunakan obat tertentu.

G. Faktor Klinik yang mempengaruhi Drugs Therapeutic Monitoring (TDM)

Faktor Klinik yang mempengaruhi Drugs Therapeutic Monitoring

(TDM), meliputi :

1. Absorpsi

Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada

umumnya obat yang tidak diabsorpsi maka tidak akan menimbulkan efek.

Proses absorpsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat, misalnya melalui

alat cerna, otot rangka, kulit dan sebagainya. Absorpsi juga dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

a) Kelarutan obat

b) Kemampuan difusi melintasi sel membrane

c) Konsentrasi obat

d) Sirkulasi pada letak absorpsi

e) Luas permukaan kontak obat

f) Bentuk sediaan obat dan cara pemakaiannya.

2. Distribusi

Obat setelah diabsorpsi oleh tubuh maka selanjutnya akan tersebar

melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan harus melalui membran sel

agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi

membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik inta maupun ekstra

sel. sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya

umumnya terbatas pada cairan ekstra sel.


Kadang-kadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada

beberapa jaringan tertentu, karena adanya proses transpor aktif, pengikatan

dengan zat tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi

ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu protein plasma, umumnya

albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak). selain itu ada beberapa tempat

lain misalnya tulang, organ tertentu, dan cairan transel yang dapat berfungsi

sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan

saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak

dan sawar uri. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah

menembusnya.

3. Metabolisme (Biotransformasi)

Tujuan biotransformasi obat adalah mengubahnya dengan cara

sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk yang mudah dieksresi oleh ginjal,

dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil.

Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom dan

retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabiolisme molekul obat

dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar, Metabolit yang lebih

polar ini menjadi mudah dieksresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih

aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi

atau bioinaktivasi) atau sama aktifitasnya.

Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam

mengakhiri efek obat. Hal - hal yang dapat mempengaruhi metabolisme

adalah sebagai berikut:


a) Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih

lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang

kita harapkan.

b) Usia, pada bayi proses metabolisme akan berjalan lebih lambat.

c) Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu

yang dapat menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.

d) Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, hal tersebut dapat

mempercepat metabolisme (inhibisi enzim).

4. Eksresi

Pengeluaran obat maupun metabolitnya dari tubuh terutama

dilakukan oleh ginjal melalui air seni dan dikeluarkan dalam bentuk

metabolit maupun bentuk asalnya. disamping itu ada pula cara lain yaitu :

a) Kulit, bersama keringat. Misal : Paraldehid

b) Paru - paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi

umum, anestesi gas atau anestesi terbang.

c) Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran

empedu.

d) Air susu ibu, Misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan

alkaloida lain. Harus dioerhatikan karena dapatmenimbulkan efek

farmakologi atau toksik pada bayi.

e) Usus, misalnya sulfa dan preparat besi.

Selain dipengaruhi oleh proses Absorpsi, Distribusi, Metabolisme,

dan Eksresi (ADME) pencapaian efek - efek obat didalam tubuh juga
dipengaruhi oleh Mekanisme Kerja dari obat tersebut, adapun Mekanisme

kerja obat itu sendiri terbagi dalam beberapa golongan sebagai berikut :

a. Secara fisika, Contohnya anestetik terbang, laksansia dan diuretik

osmotis.

b. Secara Kimia, misalnya antasida lambung dan zat - zat khelasi ( zat - zat

yang dapat mengikat logam berat).

c. Proses metabolisme, misalnya antibiotika mengganggu pembentukan

dinding sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme asam nucleat.

d. Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan menjadi

dua macam kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzyme-enzym.

H. Tatalaksana Pemantauan Terapi Obat

Tatalaksana Pemantauan Terapi Obat, meliputi :

1. Seleksi Pasien

Pemantauan terapi obat (PTO) seharusnya dilaksanakan untuk

seluruh pasien. Mengingat terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan

dengan jumlah pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien yang akan

dipantau. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:

a) Kondisi Pasien, meliputi pertama; Pasien yang masuk rumah sakit

dengan multi penyakit sehingga menerima polifarmasi. Kedua; Pasien

kanker yang menerima terapi sitostatika. Ketiga; Pasien dengan

gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal. Keempat; Pasien geriatri

dan pediatric. Kelima; Pasien hamil dan menyusui. Keenam; Pasien

dengan perawatan intensif.


b) Obat

1) Jenis Obat

Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti :

a. obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin,fenitoin)

b. obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan

hepatotoksik (contoh: OAT)

c. sitostatika (contoh: metotreksat)

d. antikoagulan (contoh: warfarin, heparin)

e. obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid,

AINS)

f. obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).

2) Kompleksitas regimen

a. Polifarmasi

b. Variasi rute pemberian

c. Variasi aturan pakai

d. Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)

2. Pengumpulan Data Pasien

Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO.

Data tersebut dapat diperoleh dari: Rekam medik, Profil pengobatan

pasien/pencatatan penggunaan obat, dan Wawancara dengan pasien, anggota

keluarga, dan tenaga kesehatan lain.

Rekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien

mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. Data


yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain: data demografi pasien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,

riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan

fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis dan terapi.

3. Identifikasi Masalah Terkait Obat

Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi

adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat menurut Hepler dan

Strand dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Ada indikasi tetapi tidak di terapi,misalnya ; Pasien yang diagnosisnya

telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak

diresepkan.Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik

harus diterapi dengan obat.

b. Pemberian obat tanpa indikasi, misalnya ; Pasien mendapatkan obat yang

tidak diperlukan.

c. Pemilihan obat yang tidak tepat,misalnya; Pasien mendapatkan obat yang

bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan

pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi.

d. Dosis terlalu tinggi

e. Dosis terlalu rendah

f. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

g. Interaksi obat
h. Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab, misalnya; Beberapa

penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain: masalah ekonomi,

obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien, kelalaian petugas.

Apoteker perlu membuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi

pasien, dan menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi

akan terjadi. Masalah yang perlu penyelesaian segera harus

diprioritaskan.

4. Rekomendasi Terapi

Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas

hidup pasien, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)

b. Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh: nyeri)

c. Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan fungsi ginjal)

d. Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi

antara lain: derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau

kronis). Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan

berdasarkan: efikasi, keamanan, biaya, regimen yang mudah dipatuhi.

5. Rencana Pemantauan

Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan

perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi

dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat

rencana pemantauan perlu menetapkan langkah-langkah:


a. Menetapkan parameter farmakoterapi

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter

pemantauan, antara lain:

1) Karakteristik obat (contoh: sifat nefrotoksik dari allopurinol,

aminoglikosida). Obat dengan indeks terapi sempit yang harus diukur

kadarnya dalam darah (contoh: digoksin)

2) Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen

3) Perubahan fisiologik pasien (contoh: penurunan fungsi ginjal pada

pasien geriatri mencapai 40%)

4) Efisiensi pemeriksaan laboratorium, meliputi; Kepraktisan

pemantauan (contoh: pemeriksaan kadar kalium dalam darah untuk

penggunaan furosemide dan digoxin secara bersamaan), Ketersediaan

(pilih parameter pemeriksaan yang tersedia), dan Biaya pemantauan.

b. Menetapkan sasaran terapi (end point)

Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal

atau yang disesuaikan dengan pedoman terapi. Apabila menentukan

sasaran terapi yang diinginkan, apoteker harus mempertimbangkan hal-

hal sebagai berikut:

1) Faktor khusus pasien seperti umur dan penyakit yang bersamaan

diderita pasien (contoh: perbedaan kadar teofilin pada pasien Penyakit

Paru Obstruksi Kronis /PPOK dan asma)

2) Karakteristik obat, Bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara

pemberian akan mempengaruhi sasaran terapi yang diinginkan


(contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah pada pemberian

insulin dan anti diabetes oral).

3) Efikasi dan toksisitas

c. Menetapkan frekuensi pemantauan

Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat keparahan

penyakit dan risiko yang berkaitan dengan terapi obat.Sebagai contoh

pasien yang menerima obat kanker harus dipantau lebih sering dan

berkala dibanding pasien yang menerima aspirin.Pasien dengan kondisi

relatif stabil tidak memerlukan pemantauan yang sering. Berbagai faktor

yang mempengaruhi frekuensi pemantauan antara lain:

1) Kebutuhan khusus dari pasien, Contoh: penggunaan obat nefrotoksik

pada pasien gangguan fungsi ginjal.

2) Karakteristik obat pasien, Contoh: pasien yang menerima warfarin

3) Biaya dan kepraktisan pemantauan

4) Permintaan tenaga kesehatan lain

Proses selanjutnya adalah menilai keberhasilan atau kegagalan

mencapai sasaran terapi. Keberhasilan dicapai ketika hasil pengukuran

parameter klinis sesuai dengan sasaran terapi yang telah ditetapkan.Apabila

hal tersebut tidak tercapai, maka dapat dikatakan mengalami kegagalan

mencapai sasaran terapi. Penyebab kegagalan tersebut antara lain: kegagalan

menerima terapi, perubahan fisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi

pasien, dan gagal terapi.


Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam PTO adalah

Subjective Objective Assessment Planning (SOAP).

a. S : Subjective

Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Contoh :

pusing, mual, nyeri, sesak nafas.

b. O : Objective

Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga

kesehatan.Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah,

suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan

laboratorium dan diagnostik.

c. A : Assessment

Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis untuk

menilai keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

dan kemungkinan adanya masalah baru terkait obat.

d. P : Plans

Setelah dilakukan SOA maka langkah berikutnya adalah menyusun

rencana yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

Rekomendasi yang dapat diberikan:

1) Memberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat,

memodifikasi dosis atau interval pemberian, merubah rute pemberian.

2) Mengedukasi pasien.

3) Pemeriksaan laboratorium.

4) Perubahan pola makan atau penggunaan nutrisi parenteral/enteral.


5) Pemeriksaan parameter klinis lebih sering.

6. Tindak Lanjut

Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah

dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan

terkait. Kerjasama dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk

mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. Informasi dari dokter tentang

kondisi pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetapkan target terapi

yang optimal. Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus

selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru.

Kegagalan terapi dapat disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dan

kurangnya informasi obat.Sebagai tindak lanjut pasien harus mendapatkan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) secara tepat. Informasi yang

tepat sebaiknya:

a. Tidak bertentangan/berbeda dengan informasi dari tenaga kesehatan lain,

b. Tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat,

c. Tapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat.

7. Dokumentasi

Setiap langkah kegiatan pemantauan terapi obat yang dilakukan harus

didokumentasikan.Hal ini penting karena berkaitan dengan bukti otentik

pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dapat di gunakan untuk tujuan

akuntabilitas/pertanggungjawaban, evaluasi pelayanan, pendidikan dan

penelitian.
Sistimatika pendokumentasian harus dibuat sedemikian rupa sehingga

mudah untuk penelusuran kembali. Pendokumentasian dapat dilakukan

berdasarkan nomor rekam medik, nama, penyakit, ruangan dan usia. Data

dapat didokumentasikan secara manual, elektronik atau keduanya. Data

bersifat rahasia dan disimpan dengan rentang waktu sesuai kebutuhan.

Sesuai dengan etik penelitian, untuk publikasi hasil penelitian identitas

pasien harus disamarkan.

Petunjuk praktis dalam pencatatan dokumentasi:

a. Dokumentasi dibuat dalam formulir khusus yang telah disepakati

b. Informasi sebaiknya ditulis singkat dan jelas (bentuk frase bukan kalimat

lengkap)

c. Informasi yang ditulis hanya berisi data untuk mendukung assessmentdan

plans

d. Setiap masalah dan rekomendasinya dibuat secara sistematis

e. Singkatan yang lazim

f. Data dikategorikan dengan tepat (contoh: demam adalah data subyektif,

suhu tubuh 39oC adalah data obyektif)

g. Parameter yang digunakan sedapat mungkin terukur (contoh: tekanan

darah terkontrol 130/80mmHg).

I. Macam-Macam Efek Terapi Obat Di Dalam Tubuh

Dalam melakukan suatu pengawasan terhadap terapi obat maka langkah

awal yang harus dilakukan adalah kita harus terlebih dahulu menentukan efek

apakah yang ingin kita capai dari pemberian suatu obat, sehingga kita dapat
memilih dengan tepat obat yang sesuai untuk dapat diberikan kedalam tubuh

agar mencapai efek maksimal dan sesuai dengan yang kita kehendaki, karena

tidak semua obat bersifat betul - betul menyembuhkan penyakit, banyak

diantaranya hanya meniadakan atau meringankan gejala - gejalanya saja tanpa

mempengaruhi penyebab penyakit itu sendiri. Oleh karena itu sebelumnya kita

juga harus mengetahui macam - macam efek terapi yang mungkin akan dicapai

oleh obat - obat didalam tubuh, efek terapi obat itu sendiri dibedakan lagi

menjadi tiga jenis pengobatan yaitu :

1. Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan

penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamida, antibiotika, obat malaria dan

sebagainya.

2. Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau

meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam

tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada rheumatik atau sakit

kepala.

3. Terapi subtitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat - zat yang

seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya insulin pada

penderita diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid.

Selain itu untuk mempermudah dalam pengawasan dan mengurangi

resiko pemakaian suatu obat agar tidak digunakan terlalu sering saat ini

didalam industri farmasi telah mengembangkan beberapa jenis obat tablet

dengan efek jangka panjang melalui prinsip delayed action atau sustained

release, sehingga dosis yang diperlukan cukup satu atau maksimal dua kali
sehari. Sedangkan untuk injeksi efek obat dapat diperpanjang dengan prinsip

memperlambat resorpsinya dengan cara sebagai berikut :

1) Menggunakan minyak sebagai zat pelarut untuk zat lipofil, Misalnya :

hormon kelamin, penisilin dan sebagainya.

2) Memperkecil daya larut obat dengan menggabungkannya dengan zat - zat

lipofil.

3) Menggunakan kristal yang lebih kasar

4) Menambah vasokonstriktor ( menciutkan pembuluh), agar penyebaran obat

diperlambat.

Setelah mengetahui penggolongan dari efek terapi yang mungkin akan

dicapai didalam tubuh kita juga harus mengetahui faktor - faktor penting

lainnya yang sangat menentukan dalam pencapaian penyembuhan dari suatu

penyakit didalam tubuh, faktor penting tersebut adalah kepercayaan pasien

terhadap dokter dan terhadap obat yang diminumnya.

Berdasarkan kepercayaan ini maka dibuatlah suatu obat yang disebut

Plasebo yang dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan, dan arti

yang sebenarnya adalah suatu sediaan yang tidak mengandung zat aktif. Tujuan

dari placebo itu sendiri adalah sebagai berikut ;

a. Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pda

pasien yang menderita kecanduan obat - pbat narkotika dan psikotropika

lainnya maupun pada penderita kanker stadium akhir.

b. Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat

baru yang akan dinilai efek farmakologisnya.


c. Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tidak terlupa

menelan pil KB tersebut pada saat menstruasi.

Tujuan sebenarnya dari Drugs Therapeutic Monitoring ini sendiri

adalah untuk mengetahui perjalanan obat didalam tubuh dan pencapaian

pencapaian apa yang akan di lakukan oleh suatu obat didalam tubuh, sebab

setiap obat mengandung unsur kimiawi yang berbeda - beda maka selain

khasiat atau efek penyembuhan yang akan dicapai suatu obat dalam tubuh

maka ada kemungkinan suatu obat juga akan memberikan efek samping yang

akan berakibat kurang baik bagi tubuh dan dapat membahayakan kesehatan

pasien itu sendiri, adapun efek-efek obat yang tidak diinginkan dalam tubuh

adalah sebagai berikut :

a) Efek samping, adalah segala pengaruh obat yang tidak diinginkan pada

tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis normal.

b) Idiosinkrasi, adalah peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang

sama sekali berlainan dengan efek normalnya.

c) Alergi, adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepasan histamin di dalam

tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antigen - antibodi. Gejala - gejala

alergi yang terpenting dan sering terjadi adalah pada kulit yaitu urtikaria

(gatal dan bentol - bentol), kemerah - merahan dan sebagainya. Pada alergi

yang lebih hebat dapat berupa demam, serangan asma, anafilaksis shock dan

lain-lain.
d) Fotosensitasi, adalah kepekaan berlebihan terhadap cahaya akibat

penggunaan obat. Seringkali terjadi pada penggunaan kosmetik yang tidak

cocok.

Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat menunjukkan efek

toksis. Secara umum, hebatnya reaksi toksis berhubungan langsung dengan

tingginya dosis.dengan mengurangi dosis, efek dapat dikurangi pula. Salah satu

efek toksis yang terkenal yaitu efek teratogen yaitu obat yang pada dosis

terapeutik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin. Yang terkenal adalah

kasus Thalidomide.

Selain efek toksis dan efek samping yang telah disebut diatas, dikenal

juga beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang

terjadi didalam tubuh sebagai respon dari pemberian obat - obatan kedalam

tubuh yaitu sebagai berikut :

1. Toleransi

Toleransi adalah peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus

menerus untuk mencapai efek terapeutik yang sama. Macam - macam

toleransi yaitu :

a) Toleransi primer (bawaan), terdapat pada sebagian orang dan binatang

tertentu misalnya kelinci sangat toleran dengan atropin.

b) Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat

selama beberapa waktu. Organisme menjadi kurang peka terhadap obat

tersebut. Hal ini disebut juga dengan habituasi atau kebiasaan.


c) Toleransi silang, dapat terjadi antara zat - zat dengan struktur kimia

serupa (fenobarbital dan butobarbital), atau kadang - kadang antara zat -

zat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital.

d) Tachyphylaxis, adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali bila obat

diulangi dalam waktu singkat.

2. Habituasi atau Kebiasaan

Habituasi atau kebiasaan adalah suatu peristiwa dimana organisme

menjadi kurang peka terhadap suatu otertentu yang disebkan karna terlalu

sering mengkonsumsi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa

cara yaitu dengan induksi enzym, reseptor sekunder, dan penghambatan

resorpsi.

Dengan meningkatkan dosis obat secara terus menerus maka pasien

dapat menderita keracunan, karena efek sampingnya menjadi lebih kuat

pula. Habituasi dapat diatasi dengan menghentikan pemberian obat dan pada

umumnya tidak menimbulkan gejala - gejala penghentian (abstinensi)

seperti halnya pada adiksi.

3. Adiksi atau Ketagihan

Adiksi atau ketagihan berbeda dengan habituasi dalam dua hal yakni

adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatannya

dihentikan maka dapat menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental.

4. Resistensi Bakteri

Resistensi bakteri adalah suatu keadaan dimana bakteri telah menjadi

kebal terhadap obat karena memiliki daya tahan yang lebih kuat. Resistensi
dapat dihindari dengan menggunakan dosis obat yang lebih tinggi dibanding

dengan dosis minimal dalam waktu pendek dan menggunakan kombinasi

dari dua macam obat atau lebih.

5. Dosis

Dosis yang diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang

diinginkan tergantung dari banyak faktor antara lain : usia, dan berat badan.

Takaran pemakaian obat umumnya tercantum dalam Farmakope.

Sebenarnya yang umum dipakai sekarang adalah dosis lazim (usual dosis).

Anak - anak kecil terutama bayi yang baru lahir menunjukkan

kepekaan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi hati, ginjal serta

enzim - enzimnya belum lengkap perkembangannya. Demikian juga terjadi

pada orang tua diatas 65 tahun.

6. Waktu menelan obat

Bagi kebanyakan obat waktu ditelannya tidak begitu penting, yaitu

sebelum atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud

pengobatan khusus guna menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan

efek samping tertentu.

Sebenarnya resorpsi obat dari lambung yang kososng berlangsung

paling cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus Contoh :

a. Obat-obat yang diharapkan memberikan efek dngan cepat sebaiknya

ditelan sebelu m makan misalanya obat-obat analgetika (kecuali asetosal.


b. Obat yang sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong yakni 1 jam

sebelum atau 2 jam setelah makan adalah penisilin, Sefalosporin,

Eritromysin, Rovamysin, Linkomisin.

c. Obat lain yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan

pada waktu atau setelah makan, meskipun resorpsinya menjadi

terhambat. misalnya kortikosteroid dan obat-obat rematik, antidiabetik

oral, garam - garam besi, obat cacing dan sebagainya.

J. Prinsip- Prinsip TDM

Menurut The International Association for Therapeutic Drug

Monitoring and Clinical Toxicology, Therapeutic Drug Monitoring

didefinisikan sebagai pengukuran yang dilakukan di laboratorium dengan

parameter yang sesuai yang dapat mempengaruhi prosedur pelaksanaan.

Pengukuran tersebut dilakukan pada sekelompok obat tertentu dimana

memiliki hubungan lansung antara konsentrasi obat dalam serum dan respon

farmakologi dan yang diukur adalah matriks biologi dari xenobiotik, maupun

komponen endogen yang memiliki karakterisasi hampir sama dengan fisiologi

dan patofisiologi dengan individu yang mendapatkan terapi.

Therapy Drug Monitoring (TDM) atau yang sering dikenal dengan

Therapeutic Drug Monitoring (TDM) adalah proses pemantauan kadar obat di

dalam darah. TDM dilakukan untuk mengukur kadar obat dalam darah,

sehingga dosis obat yang paling efektif dapat ditentukan dan dosis toksik dapat

dihindari.
Fungsi pelayanan TDM adalah memilih obat, merancang aturan dosis,

menilai respon penderita, menentukan perlunya pengukuran obat dalam serum,

dan menetapkan kadar obat dalam serum tersebut. TDM dilakukan pada kasus

yaitu pada pemberian obat yang paten pada penderita dimana kadar obat dalam

plasma harus dipertahankan agar tetap berada pada konsentrasi terapetik.

Karena setiap penderita memiliki perbedaan dalam proses absorpsi, distribusi

dan eleminasi obat maka perlu dilakukan TDM untuk menilai respon penderita

terhadap aturan dosis yang dianjurkan (Shargel L, 2005).

Therapy Drug Monitoring (TDM) ini dilakukan pada obat-obat yang

memiliki efek terapi sempit dan pada pasien yang tidak merespon obat dengan

baik. TDM dapat membantu paramedis untuk menyediakan obat yang efektif

dan bagi pasien yang membutuhkan terapi pengobatan. TDM penting untuk

pasien yang memiliki penyakit lain yang dapat mempengaruhi kadar obat, atau

bagi pasien yang mengkonsumsi obat lain yang mungkin mempengaruhi kadar

obat dalam darah akibat terjadinya interaksi.

K. Prinsip-Prinsip TPN dan IV Admixture

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan

melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya

kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan:

1. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan;

2. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;

3. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan


4. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Penyiapan Nutrisi Parenteral

Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh

tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga

stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang

menyertai.

Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:

a. Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk

kebutuhan perorangan; dan

b. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi

Faktor yang perlu diperhatikan:

a) Tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi;

b) Sarana dan peralatan;

c) Ruangan khusus;

d) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan

e) Kantong khusus untuk nutrisi parenteral.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab

langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan

pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki

kualitas hidup pasien.

2. Therapeutic Drug Monitoring (TDM) merupakan ruang lingkup proses dari

farmakologi (farmasi) klinik yang berkaitan langsung dengan keberhasilan

terapi pasien yang dihubungkan dengan peresepan.


3. TDM dapat membantu dokter dan apoteker memberikan terapi obat yang

efektif dan aman pada pasien yang memerlukan obat - obatan sehingga

penetapan dalam diagnosis dokter terhadap penggunaan obat - obatan untuk

pasien juga dapat lebih mudah dilakukan.

4. TDM mempermudah untuk mengukur kadar atau level obat yang ada di

dalam darah. Dengan begitu, maka dosis obat yang efektif dalam darah

dapat ditentukan, sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian efek

samping obat atau bahkan keadaan toksik atau keracunan obat di dalam

tubuh.

5. TDM sangat penting bagi pasien yang memiliki penyakit lain yang mungkin

dapat mempengaruhi kadar obat dalam darah, mengurangi risiko terjadinya

interaksi obat, dan mempermudah mendeteksi adanya resistensi bakteri

dalam tubuh manusia.

B. Saran

Saran yang diperoleh untuk makalah ini adalah agar ditindaklanjuti

proses pembuatan makalahnya dan tujuan serta harapannya adalah agar

pembaca mampu menerapkan hasil dari makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

American Journal of Health System Pharmacist. 1993. American Society of


Hospital Pharmacist. Amerika.

Miladiyah I., 2012. Therapeutic Drug Monitoring (TDM) pada Penggunaan


Aspirin sebagai Antireumatik. TDM Penggunaan Aspirin. Vol. 4(2).

Syaripuddin M., 2013. Peranan Pharmaceutical Care dalam Meningkatkan Hasil


Klinis dan Kualitas Hidup Pasien Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. Vol. 2(3).

Anda mungkin juga menyukai