Anda di halaman 1dari 73

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu digunakan

masyarakat di Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan


keanekaragaman tumbuhannya. Selain murah dan mudah didapat, obat tradisonal
yang berasal dari tumbuhan pun memiliki efek samping yang lebih rendah tingkat
bahayanya dibandingkan obat-obatan kimia (Fauziah, 2005).
Salah satu tanaman yang berkhasiat obat adalah labu siam (Sechium edule
(Jacq.) Swartz). Tanaman labu siam mempunyai kegunaan sebagai penurun tekanan
darah, mempunyai efek diuretik, dapat menyembuhkan gangguan sariawan, panas
dalam, demam pada anak-anak serta baik digunakan oleh penderita asam urat dan
diabetes mellitus. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa labu siam memiliki
efek antioksidan (Lucero, 2007), antimikrobial (Ordonez, et al., 2003), diuretik
(Jensen and Lai, 1986 ; Dire, et al., 2004) dan antihipertensi (Gordon, et al., 2000 ;
Dire, et al., 2004).
Dari hasil skrining fitokimia dapat diketahui bahwa perasan buah labu siam
ini mengandung senyawa saponin (terpenoid/steroid) yang kemungkinan mempunyai
peranan dalam penurunan kadar kolesterol total dan trigliserida. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Liu yang menyatakan bahwa asam oleanolic
dan asam ursolic yang merupakan senyawa triterpenoid yang banyak terdapat dalam
tanaman obat yang mempunyai aktivitas sebagai antihiperlipidemia (Liu, 1995).

Hiperlipidemia merupakan salah satu faktor resiko penyebab penyakit jantung


koroner. Hiperlipidemia adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan kolesterol dan
atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kolesterol serum terjadi
terutama peningkatan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein). Low Density
Lipoprotein merupakan lipoprotein yang memiliki kandungan kolesterol tertinggi
dibandingkan lipoprotein lainnya. Low Density Lipoprotein yang teroksidasi dapat
menyebabkan lesi pada dinding pembuluh darah yang dapat berlanjut menjadi
penyakit aterosklerosis (Murray, et al., 1997; Price & Lorraine, 2006). Bila LDL
darah dalam darah tinggi akan teroksidasi oleh radikal bebas, oleh sebab itu perlu
diberikan antioksidan. Jika sel endotel terpapar radikal bebas, maka akan mengalami
disfungsi pada dinding pembuluh darah, sehingga terjadi arterosklerosis (Price &
Lorraine, 2006).
1.2
a.

Perumusan Masalah Penelitian


Apakah ekstrak etanol daun labu siam ((Sechium edule (Jacq.) Swartz) dapat
menurunkan kadar LDL pada mencit putih jantan.

b.

Apakah peningkatan dosis akan menaikan efek dan menurunkan kadar LDL
pada mencit putih jantan.

1.3
a.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun labu
siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz) terhadap kadar kolesterol LDL pada
mencit putih jantan.

b.

Untuk mengetahui pengaruh peningkatan dosis ekstrak etanol daun labu siam
terhadap penurunan kadar kolesterol LDL pada mencit putih jantan.

1.4

Hipotesis
Dengan pemberian ekstrak etanol daun labu siam (Sechium edule (Jacq.)

Swartz) dapat menurunkan kadar kolesterol LDL pada mencit putih jantan.
1.5

Manfaat Penelitian

1. Dengan mengetahui efek penurunan kadar LDL dari ekstrak etanol daun labu
siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz) terhadap kadar LDL darah.
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang khasiat, penggunaan,
cara pengolahan dan cara saji dari daun labu siam.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Tanaman Labu Siam


2.1.1 Klasifikasi
Tumbuhan labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz) diklasifikasikan sebagai
berikut (Prahasta, 2009).
Kerajaan

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Cucurbitales

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Sechium

Spesies

: Sechium edule (Jacq.) Swartz

2.1.2

Nama daerah

Sumatera

: Labu siam (Melayu)

Aceh

: Labu jipang

Karo

: Ropah

Jawa (Sunda) : Gambas, waluh siam


Jawa Tengah

: Waluh jipang, labu jipang

Jawa Timur

: Manisah

Manado

: Ketimun jepang

Minangkabau

: Japan (Prahasta, 2009).

2.1.3

Morfologi
Tumbuhan labu siam memiliki morfologi sebagai berikut (Prahasta, 2009).

Batang : Lunak, beralur, cabang banyak, serta memiliki sulur batang untuk membelit
pada benda lain. Permukaan umumnya kasap atau agak kasar, berwarna
hijau, dan berbulu. Berbentuk segi lima dan melilit, dengan panjang batang
50-2.500 cm dan memiliki tunas yang keluar dari ketiak daun.
Daun : Tunggal yang berbentuk jantung bertulang, tepi bertoreh, dengan ujung
yang meruncing, permukaan kasar, panjang 4-25 cm dengan lebar antara 320 cm, berwarna hijau, dengan tangkai berbentuk bulat, panjang tangkai
daun berkisar 5-10 cm.
Bunga : Majemuk yang keluar dari ketiak daun, dengan kelopak bertajuk lima,
mahkota beralur, lima benang sari, kepala sari jingga, satu putik yang
berwarna kuning. Benang sari dan kepala sari berlekatan.
Buah : Menggantung ditangkai, dengan permukaan berlekuk berwarna hijau ketika
muda dengan larik-larik putih kekunigan, semakin matang warna bagian
luar buah berubah menjadi hijau pucat sampai putih, bentuk lonjong, dengan
ukuran ujung berbeda.
Biji

: Pipih, berkeping dua, berwarna putih.

Akar : Berwarna putih kecoklatan, tunggang, bercabang banyak, berbentuk bulat


sampai agak persegi, dan berbatang lemah, akar menyebar tetapi dangkal,
akar-akar cabang, rambut-rambut akar terdapat dekat permukaan tanah
karena hanya dapat menembus tanah 30-40 cm.

2.1.4 Tempat tumbuh


Labu siam merupakan tumbuhan yang mudah ditemukan di hutan-hutan jati,
hutan campuran, tepi-tepi jalan, atau sawah dan kebun. Tanaman ini dapat tumbuh
pada ketinggian 50 meter sampai 500 meter di atas permukaan laut (Prahasta, 2009).
2.2

Tinjauan Kimia
Buah (Sechium edule (Jacq.) Swartz) mengandung saponin, alkaloid dan tanin

sedangkan daunnya mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Prahasta, 2009).


2.3

Tinjauan Farmakologi
Labu siam secara empiris sering digunakan sebagai obat hipertensi sebab

mengandung kalium dalam jumlah besar. Kandungan kalium 24 gram/ perhari dapat
membantu penurunan tekanan darah (Hembimg, 2008). Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa labu siam memiliki efek antioksidan (Lucero,

2007),

antimikrobial (Ordonez, et al., 2003), diuretik (Jensen and Lai, 1986 ; Dire, et al.,
2004) dan antihipertensi (Gordon, et al., 2000 ; Dire, et al., 2004).
2.4 Tinjauan Umum
2.4.1 Lipid
Lipid adalah senyawa organik yang merupakan ester dari gliserol dan asam
lemak atau mengandung gugusan lain. Lemak tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut nonpolar seperti eter, kloroform, benzene dan aseton. Lemak merupakan
komponen makanan penting, karena nilai gizinya yang tinggi, sebagai komponen
membran sel, bahan bakar metabolik, pelindung dinding sel dan dapat melarutkan
vitamin-vitamin yang tidak larut dalam air (Girindra, 1992; Murray, et al., 1997).

2.4.1.1 Lipid Plasma


Lipid plasma yang utama yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam
lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma. Agar lipid plasma dapat diangkut dalam
sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam
bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein bentuk lipid yang
diangkut dari tempat sintesisnya menuju tempat penggunaannya. Diagnosis keadaan
kadar lemak darah yang meningkat (hiperlipidemia) yang tepat, untuk penentuan
abnormalitas lipoprotein yang spesifik dan pengobatan diarahkan untuk memperbaiki
kelainan lipoprotein, bukan hanya menurunkan kadar total kolesterol dan trigliserid
plasma saja (Ganiswara, 1995).
2.4.1.2 Lipoprotein
Sebagian besar lipid plasma relatif tidak larut dalam larutan air dan tidak
beredar dalam bentuk bebas. Asam-asam lemak bebas terikat pada albumin,
sementara kolesterol, trigliserida dan fosfolipid ditransfor dalam bentuk kompleks
lipoprotein. Bentuk kompleks ini meningkatkan daya larut lemak. Ada lima jenis
lipoprotein yaitu kilomikron, VLDL, IDL, LDL dan HDL, dan pengelompokkan
menurut lipidnya. Dengan elektroforesis lipoprotein dibedakan menjadi 5 golongan
besar.
1. Kilomikron
Kilomikron adalah lipoprotein yang terbesar, dibentuk didalam usus halus dan
membawa trigliserida yang berasal dari diet. Kilomikron terdiri dari lipid inti
trigliserida dan beberapa ester kolesteril. Ester kolesteril dihidrolisis dalam lisosom

dan kemudian kolesterol diekskresi ke dalam empedu, dioksidasi dan diekskresikan


sebagai asam empedu atau disekresi ke dalam plasma didalam lipoprotein.
2. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
VLDL adalah lipoprotein berdensitas sangat rendah. VLDL terdiri dari lipid inti
trigliserida dan beberapa ester kolesteril. VLDL disekresi oleh hati dan merupakan
alat pembawa utama bagi trigliserida yang disintesis di dalam hati. Katabolisme
sebagian sisa VLDL menyebabkan pembentukan LDL yang terutama mengandung
ester kolesteril di dalam intinya. Pembentukan LDL dari VLDL menerangkan
fenomena klinik, peningkatan LDL di dalam serum sebagai peredaan keadaan
hipertrigliserida, seperti pada pengobatan lipemia diabetes atau selama pengobatan
klofibrat. Jadi peningkatan kadar LDL di dalam plasma dapat akibat peningkatan
sekresi VLDL prekursornya maupun akibat penurunan katabolisme LDL (Katzung,
1989).
3. IDL (Intermediate Density Lipoprotein)
IDL adalah lipoprotein berdensitas rendah. IDL ini kurang mengandung
trigliserida (30 %), lebih banyak kolesterol (20 %) dan relatif lebih banyak
mengandung apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu
VLDL dikatabolisme menjadi IDL, tidak terdapat dalam kadar yang besar kecuali
bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut. Bila terdapat dalam jumlah banyak IDL
akan terlihat sebagai kekeruhan pada plasma yang diinginkan meskipun ultra
sentrifugasi perlu dilakukan untuk memastikan adanya IDL (Ganiswara, 1995).

4. LDL (Low Density Lipoprotein)


Lipoprotein densitas rendah (LDL) merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol
terbesar pada manusia (70% total).Partikel LDL mengandung trigliserid sebanyak
10% dan kolesterol 50%. LDL merupakan metabolit VLDL, fungsinya membawa
kolesterol ke jaringan perifer (untuk sintesis membran plasma dan hormon steroid).
Kadar LDL plasma tergantung banyak faktor termasuk kolesterol dalam makanan,
asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL. LDL adalah
komponen plasma dalam keadaan puasa. Plasma yang mengandung LDL kadar
tinggi tetap jernih setelah proses pendinginan, karena LDL berukuran relatif kecil
(Ganiswara, 1995). LDL diserap oleh sistem yang berafinitas lebih rendah di dalam
makrofak dan beberapa sel lain. Di samping itu, makrofag lebih banyak mengambil
LDL yang telah dimodifikasi dengan oksidasi. Oksidasi juga dapat terjadi di
makrofag. Reseptor LDL pada makrofag dan sel-sel terkait disebut reseptor penyapu.
Reseptor ini berbeda dari reseptor pada sel-sel lain dan mempunyai afinitas yang
lebih besar untuk LDL yang telah berubah. Apabila mengandung LDL teroksidasi
dalam jumlah berlebihan, makrofag akan berubah menjadi sel busa (foam cell)
yang dijumpai pada lesi-lesi aterosklerotik dini (Ganong, 2003). Lesi aterosklerosis
diduga berkembang dari transfor dan retensi LDL plasma melalui lapisan sel
endothelial ke dalam matriks ekstraseluler daerah subendotelial. Pada dinding arteri,
LDL dimodifikasi secara kimia melalui proses oksidasi nonenzimatik. Perlahanlahan LDL teroksidasi menarik monosit ke dalam dinding arteri. Monosit-monosit ini
akan berubah menjadi makrofag yang mempercepat oksidasi LDL (Sukandar, et al.,
2009).

5. HDL (High Density Lipoprotein)


HDL disekresi dari hati dalam bentuk cakram dua lapis yang baru.HDL juga
terbentuk selama katabolisme kilomikron sebagai lipid permukaan, memisahkan diri
dari kilomikron.Fosfolipid dan kolesterol yang dilepaskan akibat hidrolisis VLDL
juga menyokong pembentukan HDL (Katzung, 2002).
2.4.1.3 Asam lemak
Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom C
dari 4-24. Asam lemak merupakan suatu senyawa yang terdiri dari rantai panjang
hidrokarbon dan gugus karboksilat yang terikat pada ujungnya yang menyebabkan
kebanyakan lipid bersifat tidak larut air dan tampak berminyak atau berlemak. Asam
lemak tidak terdapat secara bebas atau berbentuk tunggal didalam sel atau jaringan,
tapi terdapat dalam bentuk terikat secara kovalen pada berbagai kelompok lipid yang
berbeda (Lehninger, 1997). Berdasarkan ada tidaknya ikatan ganda dalam struktur
kimia asam lemak di alam dapat dibagi menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh
(Guyton & Hall, 2006).
2.4.1.4 Trigliserida
Trigliserida merupakan ester dari gliserol dan 3 molekul asam lemak berantai
panjang. Dalam tubuh manusia trigliserida disimpan dalam jaringan adiposa dan
berfungsi sebagai sumber cadangan energi bila glukosa dan glikogen sudah
berkurang seperti pada keadaaan puasa. Sebagian besar lemak yang terdapat dalam
makanan dan lemak yang disimpan dalam jaringan tubuh berbentuk trigliserida.
Trigliserida yang berasal dari makanan disebut trigliserida eksogen dan dalam hepar

10

trigliserida juga disintesa sebagai sumber endogen. Sesudah makan kadar trigliserida
meningkat dalam serum yang terikat dengan kilomikron dan menyebabkan serum
berwarna keruh (Wirahadikusumah, 1990).
2.4.1.5 Kolesterol
Kolesterol merupakan zat seperti lemak yang berwarna kekuningan yang
memiliki inti steroid. Kolesterol merupakan bahan yang essensial bagi tubuh untuk
sintesa membran sel, hormon kelamin dan anak ginjal, vitamin D, serta asam empedu
dari batu empedu.Kebutuhan sehari kolesterol (1 g) pada dasarnya dapat terpenuhi
secara sempurna oleh tubuh melalui sintesis sendiri di dalam tubuh. Kurang lebih
setengah kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung dalam
jaringan usus, korteks adrenal, kulit, aorta, testis dan terutama dalam hati ( 50 %).
Selebihnya kolesterol diambil dari bahan makanan. Kolesterol merupakan hasil khas
metabolisme hewan sehingga banyak terdapat dalam makanan yang berasal dari
hewan seperti telur, daging, hati dan otak. Kolesterol akan dikeluarkan dari tubuh
melalui empedu sebagai asam-asam empedu yang dikeluarkan melalui feses (Tjay &
Rahardja, 2002).
2.4.2

Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan

mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat
menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas dalam oksidasi
lipid.

11

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi dua jenis yaitu (Winarsi,


2007):
1. Antioksidan alami, yaitu antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan
alami. Senyawa antioksidan alami kebanyakan diisolasi dari tumbuhan umumnya
adalah senyawa fenolik atau polifenolik berupa golongan flavanoid, turunan
asam sinamat, kumarin dan tokoferol.
2. Antioksidan sintetik, yaitu antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi
kimia. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang sering digunakan yaitu butil
hidroksi anisol, butil hidroksi toluen, propil galat, tert-butil hidroksi quinon dan
tokoferol.
2.4.3

Metabolisme dan Sintesa Kolesterol

a.

Metabolisme kolesterol
Kolesterol diabsorsi dari usus dan dirobah jadi trigliserida, dihidrolisa jadi

menhasilkan asam lemak dan gliserol di jaringan adipose, dire uptake oleh hepitosit.
Di hati, jaringan-jaringan lain juga mensintesis kolesterol. Kolesterol dihati
dieksresikan melalui empedu, baik dalam bentuk empedu maupun sebagai asam
empedu, sebagai empedu direabsorbsi dari usus, kolesterol dihati dibentuk dalam
bentuk VLDL bersirkulasi dalam pembuluh darah (Ganong, 2003; Lullmann, et al.,
2005).
b. Sintesa kolesterol
Kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut
kolesterol eksogen, suatu jumlah yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh
disebut kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar

12

dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya
membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur
membran dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol
ini (Guyton dan Hall, 2006).
2.4.4

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Kolesterol Plasma


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi plasma adalah :

Konsumsi kolesterol yang berfungsi sebagai kontrol umpan balik instrinsik, diet
tinggi lemak yang jenuh, diet lemak tidak jenuh akan menekan konsentrasi kolesterol
plasma, kekurangan insulin atau hormon steroid akan meningkatkan konsentrasi
kolesterol darah sedangkan kelebihan hormon steroid akan menurunkan konsentrasi
kolesterol plasma (Guyton dan Hall, 2006).
2.4.5 Manfaat kolesterol

Pembentuk dinding sel tubuh


Kolesterol dibutuhkan sebagai salah satu komponen pembentuk dindingdinding sel tubug. Dinding-dinding sel itu lah yang membentuk tubuh dengan baik.
Pembentukan hormon
Kolesterol merupakan bahan penting yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai
bahan dasar pembentukan hormon testotero, estrogen dsn progesteron.
Pembentukan vitamin D
Kolesterol ini dibutuhkan untuk membuat vitamin D yang penting bagi
kesehatan tulang dan kulit.

Membantu proses kerja tubuh di empedu


13

Sebagai bahan pembentukan asam dan garam empedu yang berfungsi


mengemulsi lemak di dalam tubuh.
Sumber energi
Sebagai salah satu senyawa lemak, maka kolestrol itu merupakan salah satu
sumber energi yang memberikan kalori yang sangat tinggi bagi tubuh (Graha, 2010).
2.4.6 Obat-obat penurun kolesterol

Ada beberapa jenis obat untuk kolesterol, yaitu:


1. Satin, menurunkan kolesterol dengan meningkatkan pembuangan kolesterol
LDL dari aliran darah dan menghambat kemampuan tubuh untuk memproduksi
kolesterol di hati. Satin tidak hanya mengurangi kolestrol ketingkat normal
saja, tetapi juga mencegah terjadinya penyumbatan pembulu darah yang dapat
menimbulkan serangan jantung dan stroke.
2. Bile acid sequestrants (Resin), Obat ini berfungsi menurunkan kadar LDL
kolesterol dalam darah, tetapi tidak seefektif satin. Jenis obat ini hanya mampu
menurunkan sekirat 10-20% kadar LDL dalam darah.
3. Cholesterol absorption inhibitors (Ezetimibe), yang mana obat ini
menurunkan kadar LDL kolesterol 18-20% dan dapat menurunkan kadar total
kolesterol serta meningkatkan LDL kolesterol dengan cara mengurangi
penyerapan kolesterol di usus (Graha, 2010).
2.4.7

Metoda Penentuan Kadar Kolesterol


Penentuan kadar kolesterol dalam darah dapat ditentukan dengan dua metoda,

yaitu ( Kaplan, 1999 ):


1. Metoda reaksi warna

14

Prinsip dari metoda ini adalah pengendapan protein dan semua senyawa yang
dapat mempengaruhi penentuan kadar kolesterol, selanjutnya kolesterol diekstraksi
dengan isopropanolol dan direaksikan dengan besi (III) klorida dan asam sulfat
pekat. Warna yang dihasilkan dari reaksi ini diukur serapannya (Kaplan,1999).
2.

Metoda enzimatis
Prinsip dari metoda ini adalah hidrolisis kolesterol ester menjadi kolesterol

bebas oleh enzim kolesterol esterase. Kemudian kolesterol bebas yang terbentuk
dioksidasi oleh enzim kolesterol oksidase dan dengan bantuan O2 menjadi senyawa
kolestenon dan peroksida. Peroksida dari hasil reaksi diuraikan oleh enzim
peroksidase dan dengan adanya 4-aminoantipyrine dan phenol menghasilkan
quinoneimine yang bewarna. Warna yang terbentuk diukur serapannya dengan
spektrofotometer yang sebanding dengan kadar kolesterol (Kaplan, 1999). Adapun
mekanisme reaksinya sebagai berikut :
Kolestrol ester

kolesterol esterase

kolesterol + asam lemak

Kolesterol + O2

kolesterol esterase

kolestenon + H2O2

2 H2O2 + 4-aminoantipyrine + phenol peroksidase quinoneimine + 4H2O


2.4.8 Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan
terjadinya peningkatan kadar lemak berupa hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia,
atau kombinasi keduanya bila disertai dengan penurunan HDL, disebut dengan
dislipidemia (Katzung, 2002).
Klasifikasi hiperlipidemia :
1. Hiperlipidemia primer

15

Hiperlipidemia primer terbukti terjadi akibat kelainan genetik yang mengkode


enzim, apoprotein, atau reseptor yang terlibat dalam metabolism lipid (Sylvia, 2005).
Tabel I. Klasifikasi hiperlipidemia primer (Frederickson, 1965)
Type

Sinonim

Type I Hiperkilomikronemia

Type
IIa
Type
IIb
Type
III
Type
IV

Type
V

Penyebab
Kekurangan
lipoprotein
lipase atau
perubahan Apo
C2

Peningkatan
Lipoprotein
kilomikron

Keterangan

Kadar LDL dan


trigliserida turun.
Pengobatan dengan
diet rendah lemak.
Resiko rendah
terhadap
aterosklerosis.
Hiperkolesterolemia
Kekurangan
LDL
Peningkatan kadar
reseptor LDL
LDL menyebabkan
Hiperlipidemia
Kekurangan
LDL
dan hiperkolesterolemia.
Resiko sangat tinggi
reseptor
LDL VLDL
terhadap
dan peningkatan
aterosklerosis
Apo B
Disbetalipoproteinema Kerusakan
IDL
Menyebabkan
sintesis Apo E2
xantoma. Resiko
sangat tinggi terhadap
aterosklerosis
Hiperlipemia
Peningkatan
VLDL
Biasanya terjadi pada
produksi VLDL
orang tipe II diabetes
melitus, obesitas dan
peminum alkohol.
Resiko tinggi
terhadap
aterosklerosis
Hipertrigliseridemia
Peningkatan
VLDL dan Jarang ditemukan.
endogeneous
VLDL dan
kilomikron
Resiko rendah
penurunan LPL
terhadap
aterosklerosis

2. Hiperlipidemia sekunder
Hiperlipidemia sekunder berkembang berhubungan dengan penyakit hormonal
seperti diabetes atau hipotiroidisme, alcohol, penyalahgunaan glukokorrtikoid dan
penyakit organ internal lainnya yang mempengaruhi metabolisme lipid. Hampir 40%

16

gangguan metabolisme lemak yang disertai dengan peningkatan kadar lemak


merupakan hiperlipidemia sekunder (Guyton & Hall, 2006).
Tabel II. Karakteristik Hiperlipidemia Sekunder (Guyton & Hall, 2006).
Kelainan yang

Mekanisme hiperlipidemia diperkirakan

mendasari
Diabetes

Penurunan aktivitas lipoprotein lipase

Melitus
Hipotiroidisme
Alkohol
Pil kontrasepsi
Stres emosional

Penurunan katabolisme VLDL dan LDL


Peningkatan sekresi VLDL
Peningkatan sekresi VLDL
Peningkatan sekresi dan penurunan

Jenis lipid yang


meningkat
VLDL
LDL
VLDL
VLDL
dan VLDL

penurunan katabolisme VLDL


Faktor terjadinya ateroklerosis (Corwin, 2000) :
1. Kolesterol serum yang tinggi
Kolesterol serum yang tinggi seperti LDL dan VLDL membawa lemak ke dalam
sel tubuh termasuk sel endotel arteri. Lipoprotein merembes ke dalam sel akibatnya
kolesterol dan trigliserida dilepaskan di dalam sel. Di dinding arteri, oksidasi
kolesterol dan trigliserida menyebabkan pembentukan radikalradikal bebas yang
diketahui merusak selsel endotel.

2. Diabetes mellitus
Individu dengan diabetes mellitus memiliki kolesterol dan trigliserida plasma
yang tinggi. Buruk sissrkulasi ke sebagian organ menyebabkan hipoksia dan cidera
jaringan, merangsang reaksi peradangan yang berperan menimbulkan aterosklerosis.

17

3. Tekanan darah tinggi


Tekanan darah tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang dan merobek
lapisan endotel arteri dan arterior. Dengan robeknya lapisan endotel maka timbul
kerusakan yang berulang-ulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel
darah putih dan trombosit serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang terbentuk
dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi embolus di bagian hilir.
4. Infeksi virus
Infeksi mencetuskan siklus peradangan. Sel-sel darah putih dan trombosit datang
ke daerah tersebut dan terbentuklah bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang
biasanya diduga berperan adalah sitomegalovirus, anggota dari family virus herpes.
5. Kadar besi darah yang tinggi
Kadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparah
kerusakan yang disebabkan oleh hal lain.
2.5

Ekstraksi Simplisia

2.5.1

Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tumbuhannya dan belum berupa senyawa murni (Departemen Kesehatan RI, 2000).

18

2.5.2

Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan yang kering, kental atau cair yang dibuat dengan

cara menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh
cahaya matahari langsung sebagai cairan penyari yang digunakan adalah air, eter,
atau campuran etanol dan air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
2.5.3

Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikkan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah

obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut.
Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh- tumbuhan atau hewan tidak perlu
diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Karena tiap bahan
mentah obat berisi sejumlah unsur yang dapat larut dalam pelarut tertentu, hasil dari
ekstraksi disebut ekstrak (Ansel, 1989).
Tumbuhan segar yang telah dihaluskan atau material tumbuhan yang
dikeringkan diproses dengan suatu cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi mana dan
bahan ekstraksi mana yang digunakan, terutama tergantung dari kelarutan bahan
kandungan serta dari stabilitasnya. Jumlah dan jenis senyawa yang berpindah masuk
ke dalam ekstraksi bergantung dari jenis dan komposisi cairan pengekstraksi. Untuk
memperoleh sediaan obat yang cocok umumnya berlaku campuran etanol-air sebagai
cairan pengekstraksi (Voigt, 1994).
2.5.4

Metode Ekstraksi
Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi ( Proses M) dan perkolasi

(Proses P). Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti

19

sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode
ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati
sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang
harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi (Ansel, 1989).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang
kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan peyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Departemen
Kesehatan RI, 2000).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesa/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh eksrak (perkolat)
yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

III. METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai

Desember 2013 di Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

20

(STIFARM) Padang dan Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas


Andalas.
3.2

Metodologi Penelitian

3.2.1 Alat dan Bahan


a.

Alat
Alat penelitian yang digunakan adalah kandang mencit, tempat makan dan

minum mencit, timbangan, rotary evaporator, corong, botol coklat, cutter, krus
silikat, erlemeyer, labu ukur, beker gelas, gelas ukur, jarum oral, spatel, alu, lumpang,
sudip, seperangkat alat distilasi, sentrifus, pipet, fotometer klinikal.
b.

Bahan
Daun segar labu siam, makanan lemak tinggi, tablet propilthiourasil, etanol

70 %, NaCMC 0,5 %, KIT pereaksi kolesterol dan LDL, aluminium foil, kertas
saring, kapas, tabung penampung darah, mencit putih jantan sehat.
a. Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan berumur lebih
kurang 2 - 3 bulan dan sehat sebanyak 45 ekor.

3.3

Rancangan penelitian
Adapun rancangan penelitian yang akan saya jelaskan pada penulisan

proposal ini adalah :


1.

Determinasi tanaman obat labu siam

2.

Pembuatan simplisia tanaman obat labu siam

21

3.

Ekstraksi menggunakan etanol 70 %

4.

Karakterisasi ekstrak

5.

Persiapan hewan percobaan

6.

Penentuan dosis

7.

Pembuatan sediaan

8.

Perlakuan pada hewan percobaan

9.

Pengukuran kadar LDL

10.

Analisa data
3.3.1

Determinasi Tanaman Labu Siam


Tanaman labu siam telah dideterminasi di Herbarium Universitas Andalas

(ANDA), jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.


3.3.2

Pembuatan Simplisia
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan seperti berikut :

Pengumpulan simplisia, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi


kering, pengepakan dan penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1985).

3.3.2.1 Pengumpulan Daun Labu Siam


Daun akan diambil secara manual. Tanaman yang digunakan pada penelitian
ini adalah daun segar labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz) yang diperoleh dari
daerah Alahan Panjang (Sumatera Barat ) sebanyak 5 kg.
3.3.2.2 Sortasi Basah

22

Dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing


lainnya dari daun sebelum pencucian dengan cara membuang bagian-bagian yang
tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga didapatkan herba yang layak untuk
digunakan. Cara ini dapat dilakukan secara manual.
3.3.2.3 Pencucian
Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat
pada daun. Pencucian dilakukan dengan air bersih yaitu Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM). Pencucian dilakukan sesingkat mungkin agar tidak menghilangkan
zat berkhasiat dari tumbuhan tersebut.
3.3.2.4 Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan
dan penggilingan. Sebelum dirajang daun dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

3.3.2.5 Pengeringan
Dilakukan pengeringan dengan cara dikering anginkan atau tidak kena cahaya
matahari langsung atau pada suhu kamar 25C. Pengeringan ini berlangsung 10
hari sampai kadar air 10 %.
3.3.2.6 Sortasi Kering

23

Dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian


tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan secara manual.
3.3.2.7 Pengepakan dan Penyimpanan
Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan pada simplisia.
Untuk itu dipilih wadah yang bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isinya
sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan warna, bau, rasa
dan sebagainya pada simplisia. Untuk simplisia yang tidak tahan panas diperlukan
wadah yang melindungi simplisia terhadap cahaya, misalnya aluminium foil, plastik
atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan sebagainya. Penyimpanan simplisia
kering biasanya dilakukan pada suhu kamar (150 C sampai 300 C).
3.3.3 Ekstraksi
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 70 %. Sebanyak
500 g simplisia labu siam dimasukkan kedalam botol maserasi, ditambah etanol 70 %
sampai terendam, dibutuhkan sebanyak 5 L, selama 6 jam sambil sekali-sekali
diaduk, lalu disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung.
Perendaman dilakukan selama 24 jam, disaring maka didapat maserat I, ampasnya
direndam lagi dengan etanol 70 %. Proses ekstraksi dilakukan sampai 3 kali
pengulangan sehingga didapat maserat II dan III. Semua maserat diuapkan dengan
destilasi vakum, dipekatkan dengan rotary evaporator sampai didapat ekstrak kental
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004).
3.3.4

Karakterisasi Ekstrak

24

3.3.4.1 Karakteristik Non Spesifik


a. Penetapan Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 2 gram dalam botol timbang
dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30
menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang,
dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm
sampai 10 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya,
keringkan pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan
botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator sehingga suhu kamar.
Kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap dan
dinyatakan dalam % bobot per bobot (Departemen Kesehatan RI, 2000).
b. Penetapan Kadar Abu Total
Lebih kurang 2 sampai 3 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
seksama, dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan.
Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang
tidak dapat dihilangkan tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu.
Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat
kedalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Dinyatakan dalam %

b/b

(Departemen Kesehatan RI, 2000).


c. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan 25 mL
asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam,

25

saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Departemen Kesehatan RI, 2000).
3.3.4.2 Karakteristik Spesifik
a.

Identitas
Ekstrak yang diperoleh memiliki identitas yang mendeskripsikan tata nama dan
senyawa identitas ekstrak. Deskripsi tata nama tanaman meliputi nama ekstrak,
nama latin tanaman (sistematika botani), bagian tanaman yang digunakan dan nama
tanaman Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2000).
b. Organoleptik
Ekstrak yang diperoleh diuji secara organoleptik, menggunakan pengamatan
panca indera untuk mendiskripsikan bentuk, warna, rasa dan bau dari ekstrak
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
c. Kadar Senyawa Yang Larut Dalam Air
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform
LP menggunakan labu bersumbat sambil bekali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara,
panaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam
persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
d. Kadar Senyawa Yang Larut Dalam Etanol

26

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan menggunakan 100
ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil bekali-kali dikocok
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat agar
menghindarkan penguapan etanol uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu
105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam
etanol, dihitung terhadap ekstrak awal (Departemen Kesehatan RI, 2000).
3.3.4.2 Uji Kandungan Kimia Ekstrak
a.

Pola Kromatografi (Departemen Kesehatan RI, 2008)

Alat
Alat yang digunakan untuk kromatografi lapis tipis yaitu lempeng

kromatografi, rak penyimpanan, zat penyerap, bejana kromatografi, pipet mikro dan
lampu ultraviolet.

Penjenuhan Bejana
Kertas saring ditempatkan dalam bejana kromatografi. Tinggi kertas saring 18

cm dan lebarnya sama dengan lebar bejana. Sejumlah larutan pengembang yang
terdiri dari kloroform P - metanol P (9:1) dimasukkan ke dalam bejana. Tutup kedap
dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring harus selalu
tercelup ke dalam larutan pengembang pada dasar bejana.

Larutan Uji KLT

27

Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, rendam sambil dikocok di atas penangas


air dengan 10 ml etanol P selama 10 menit. Masukkan filtrat ke dalam labu tentukur
10 ml tambahkan pelarut sampai tanda.

Prosedur KLT
Totolkan 20 l larutan uji dengan jarak 1,5 sampai 2 cm dari tepi bawah

lempeng dan biarkan mengering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga
tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana
kromatografi. Larutan pengembang dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan
penyerap, totolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya
dan biarkan sistem hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat.
Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan sinar tampak
ultraviolet gelombang pendek (254 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik
penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati dan
tentukan harga Rf.
b.

Kadar Total Golangan Kandungan Kimia (Penetapan Kadar Flavonoid Total)


Timbang tepat ekstrak yang setara 200 mg simplisia dan masukkan kedalam
labu alas bulat. Tambahkan sitem hidrolisis, yaitu 1,0 ml larutan 0,5% b/v
heksametilentetramina, 20,0 mlaseton dan 2,0 larutan 25% HCldalam air. Lakukan
hidrolisisdengan pemanasan sampai mendidih (gunakan pendingin air/refluk)
selama 30 menit. Campuran hidrolisis di saring mengunakan kapas kedalam labu
ukuran 100,0 ml. residu hedrolisis di tambah 20 ml aseton untuk di didihkan kembali
sebentar, lakukan dua kali dan fitrat dikumpulkan semua ke labu ukur. Setelah labu

28

ukur dingin, maka volume ditetapkan sampai tepat 100,0 ml, kocok rata, 20 ml fitrat
hidrolisa dimasukan corong pisah dan ditambahkan 20 ml H2O, selanjutnya lakukan
ekstarasi kocok, pertama dengan 15 ml etilasetat, kemudian 2 kali dengan 10 ml
etilasetat, dan kumpulkan fraksi etilasetat kedalam labu ukur 50,0 ml, akhirnya
tambahkan etiasetat sampai tepat 50,0 ml. Untuk replikasi spektrometri lakukakan
prosdur ini 3 - 4 kali (Departemen Kesehatan RI, 2000).
3.3.5 Persiapan hewan percobaan (mencit putih jantan)
Hewan yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan umur 2-3 bulan
dengan berat badan 20-35 gram sebanyak 45 ekor. Hewan dikelompokkan secara
acak menjadi 5 kelompok, dimana tiap kelompok terdiri dari 9 ekor mencit dan di
bagi lagi menjadi sub kelompok masing-masing 3 ekor. Sebelum diperlakukan
mencit diaklimatisasi selama 7 hari (sebelum dan sesudah aklimatisasi hewan
ditimbang berat badan) dengan diberi makan dan minum yang cukup. Mencit yang
akan digunakan adalah mencit jantan yang sehat, tingkah lakunya normal, tidak
menunjukkan kelainan yang berarti, deviasi bobot selama pemeliharaan tidak lebih
dari 10 %, suhu badan normal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
3.3.6

Perencanaan dosis
Dosis yang diberikan pada hewan percobaan untuk ekstrak etanol daun labu

siam dibuat variasi dosis yaitu 100, 300 dan 900 mg/kgBB.
3.3.7

Pembuatan sediaan

a.

Pembuatan penginduksi makanan lemak tinggi

29

Makanan lemak tinggi (MLT) merupakan penginduksi kolesterol pada burung


puyuh jantan, diberikan setiap hari. Setiap pembuatan 5 kg MLT terdiri dari lemak
sapi 1 kg, makanan standar 4 kg, kuning telur ayam 4 butir. Makanan lemak tinggi
dibuat dengan cara lemak sapi dipanaskan hingga cair, ditambahkan makanan
standar, diaduk sampai merata, kemudian ditambahkan kuning telur ayam,
dipanaskan sambil diaduk beberapa menit (10 menit), kemudian didinginkan.
b. Pembuatan suspensi sediaan uji
Sediaan uji dibuat dengan mensuspensikan ekstrak ke dalam larutan NaCMC
0,5 %. Ekstrak dibuat dengan konsentrasi 1, 3 dan 9 %.
c.

Pembuatan suspensi propylthiourasil (PTU)


Suspensi propylthiourasil diberikan pada mencit peroral. Tujuan pemberian

suspensi PTU adalah untuk menurunkan fungsi metabolisme pada mencit, sehingga
dapat membantu peningkatan kolesterol. Dosis PTU untuk manusia dewasa 1 x 100
mg, dikonversikan pada mencit dengan dosis 0,26 mg/20 g BB. Suspensi PTU dibuat
dengan konsentrasi 0,13 % dengan volume pemberian 0,2 cc/20 g BB. Suspensi PTU
dibuat dengan cara menggerus 1 tablet PTU di dalam lumpang, ditambahkan
Na CMC 0,5 % (Na CMC ditaburkan kedalam air suling panas sebanyak 20 x
beratnya di dalam lumpang gerus sampai homogen), digerus hingga terbentuk
suspensi.
3.3.8 Perlakuan pada hewan percobaan
Sampel hewan adalah 45 ekor mencit putih jantan. Hewan telah diaklimatisasi
selama 7 hari dan diambil secara acak (simple random sampling) dan dibagi menjadi

30

5 kelompok (masing-masing 9 ekor) dibagi lagi menjadi 3 sub kelompok (masingmasing 3 ekor) untuk lama pemberian 7,14 dan 21 hari, yaitu :
1. Kelompok I kontrol negatif diberikan Makanan standar + minum selama 21
hari.
2. Kelompok II kontrol positif diberikan MLT + suspensi PTU.
3. Kelompok III diberi MLT + suspensi PTU + ekstrak daun labu siam dosis 100
mg/kg BB.
4. Kelompok IV diberi MLT + suspensi PTU + ekstrak daun labu siam dosis
300 mg/kg BB.
5. Kelompok V diberi MLT + suspensi PTU + ekstrak daun labu siam dosis 900
mg/kg BB.
3.3.9

Prosedur pengukuran kadar LDL


Pengukuran kadar LDL dilakukan pada hari ke 7, 14 dan 21. Darah diambil

dengan memotong pembuluh darah leher mecit dan ditampung dalam tabung
penampung darah, kemudian didiamkan selama 15 menit lalu disentrifus selama 20
menit dengan kecepatan 3000 rpm. Bagian cairan jernih dari darah (serum)
digunakan untuk pengukuran kadar LDL.
Cara pemeriksaan:
1. Kolesterol Total
a) Reagen kolesterol (DiaSys) sebanyak 1 mL (1000 L) dimasukkan kedalam
tabung reaksi sebagai larutan blanko.
b) Reagen kolesterol standar sebanyak 0,01 mL (10 L) dimasukkan dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan reagen kolesterol sebanyak 1 mL,
dicampurkan sampai homogen dan didiamkan selama 10 menit.

31

c) Plasma darah mencit sebanyak 0,01 mL (10 L) dimasukkan kedalam tabung


reaksi, ditambahkan reagen kolesterol sebanyak 1 mL, dicampur sampai
homogen, didiamkan selama 10 menit.
d) Pengukuran kolesterol total dilakukan dengan alat fotometer klinikal
(Microlab 300), mula-mula diukur serapan larutan blanko, serapan larutan
standar, kemudian larutan plasma yang ditambahkan reagen kolesterol,
dihasilkan pengukuran kadar kolesterol dalam mg/dL.
2. Kadar LDL
a) Serum dipipet dengan pipet mikro sebanyak 0,1 mL (100 L), dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan reagen LDL precipitan sebanyak 1
mL dan didiamkan selama 10 menit, kemudian disentrifus selama 10 menit
dengan kecepatan 1000 rpm, terlihat adanya sedikit endapan warna kuning
muda (supernatan LDL).
b) Supernatan (bagian yang jenih) dipipet sebanyak 0,1 mL (100 L)
ditambahkan dengan reaksi pengendap kolesterol sebanyak 1 mL dan
campurkan larutan dengan baik sampai homogen, didiamkan selama 10
menit, terlihat larutan berwarna merah muda. Kemudian diukur serapan
larutan blanko kolesterol 1 mL, selanjutnya larutan bening berwarna merah
muda tersebut dengan fotometer klinikal sehingga terbaca hasil kadar LDL
dalam mg/dL.
3.3.10 Analisa data
Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan menggunakan metoda
uji statistik analisa variansi (Anova) dua arah SPSS 17 dan dilanjutkan dengan uji
jarak berganda metoda Duncan (Jhones, 2010).

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
A. Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun
labu siam terhadap kadar LDL dan kolesterol total darah mencit putih jantan,
maka diperoleh hasil sebagai berikut :

33

1.

Dari 500 g simplisia daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz)
diperoleh ekstrak kental sebanyak 76,1 g (15,22%).

2.

Dari standarisasi ekstrak dapat diketahui bahwa


a. Parameter Non Spesifik
1) Susut pengeringan 14,7330 % 1,4087%
2) Kadar abu total 4,7545% 0,2586%
3) Kadar abu yang tidak larut dalam asam 1,6577% 0,1034%
b. Parameter Spesifik
1) Pemeriksaan organoleptis ekstrak
Bentuk : kental
Warna

: hijau kehitaman

Bau

: khas aromatik

Rasa

: pahit

2) Kadar senyawa yang larut dalam air


3) Kadar senyawa yang larut dalam etanol
c. Uji Kandungan Kimia
1) Pola kromatografi menggunakan KLT
2) Kadar Total Golangan Kandungan Kimia
B. Dari penelitian pengaruh pemberian ekstrak etanol daun labu siam terhadap kadar
kolesterol LDL pada mencit putih jantan yang telah dilakukan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Kadar LDL darah rata-rata pada kelompok I (kontrol negatif) pada
pengamatan hari ke 7, 14 dan 21 berturut-turut adalah 81.94 mg/dl

34

(SD=4,215), 71.29 mg/dl (SD=2,564) dan 72.68 mg/dl (SD=11,926)


(lampiran 2, Tabel VIII).
2. Kadar LDL darah rata-rata pada kelompok II (kontrol positif) pada
pengamatan hari ke 7, 14 dan 21 berturut-turut adalah 91.51 mg/dl
(SD=5,198), 88.2 mg/dl (SD=9,436) dan 96.16 mg/dl (SD=6,385) (lampiran
2, tabel VIII).
3. Kadar LDL darah rata-rata pada kelompok III (dosis I = 100mg/kg BB) pada
pengamatan hari ke 7, 14 dan 21 berturut-turut adalah 81.04 mg/dl
(SD=6,252), 70.67 mg/dl (SD=25,225)

dan 72.39 mg/dl (SD=10,945)

(lampiran 2, tabel VIII).


4. Kadar LDL darah rata-rata pada kelompok IV (dosis II = 300 mg/kg BB) pada
pengamatan hari ke 7, 14 dan 21 berturut-turut adalah 69.14 mg/dl
(SD=3,205),

67.64 mg/dl (SD=6,945)

dan 57.31 mg/dl (SD=7,128)

(lampiran 2, tabel VIII).


5. Kadar LDL darah rata-rata pada kelompok V (dosis III =900 mg/kg BB) pada
pengamatan hari ke 7, 14 dan 21 berturut-turut adalah 51.28 mg/dl
(SD=15,423),

46.90 mg/dl (SD=8,333)

dan 43.86 mg/dl (SD=6,975)

(lampiran 2, tabel VIII).


4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz)
dimana daun labu siam ini mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan yang
sekarang sedang populer digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman labu siam

35

yang digunakan di identifikasi di Herbarium Andalas jurusan Biologi Fakultas MIPA


Universitas Andalas Padang (lampiran 6).
Ekstrak etanol daun labu siam didapatkan dengan melakukan ektraksi
menggunakan metode maserasi, pemilihan metode ini karena bisa digunakan untuk
sampel dengan jumlah yang banyak, pelaksanaannya sederhana, tidak memerlukan
perlakuan khusus dan kemungkinan terjadinya penguraian zat aktif oleh pengaruh
suhu dapat dihindari karena tidak ada proses pemanasan. Daun labu siam yang akan
di maserasi dirajang terlebih dahulu dengan tujuan agar pelarut dapat berpenetrasi
dengan mudah sehingga penarikan zat aktif lebih sempurna (Harbone, 1987)
Maserasi sampel dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 70%.
Penggunaan etanol sebagai pelarut universal disebabkan karena sifatnya yang mudah
melarutkan senyawa zat aktif baik yang bersifat polar, semi polar dan non polar serta
kemampuannya untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga
dapat menghindari proses hidrolisa dan oksidasi (Harbone, 1987). Keuntungan lain
etanol mudah berpenetrasi kedalam sel. Maserasi dilakukan selama 3 hari dengan 3
kali pengulangan.
Setelah melalui proses maserasi, hasil maserasi disaring. Maserat yang didapat
diuapkan dengan destilasi vakum, tujuannya untuk mengurangi tekanan udara pada
permukaan sehingga tekanan uap pelarut dan titik didih pelarut akan turun dan
pelarut akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah dari titik didihnya. Hal ini
dapat mencegah rusaknya senyawa kimia yang tidak tahan terhadap pemanasan. Sisa
pelarut kemudian dipekatkan lagi dengan rotary evaporator, sehingga didapatkan
ekstrak kental 76,1 g dari 500 g simplisia daun labu siam.

36

Kemudian dilakukan karakterisasi ekstrak, yaitu karakteristik non spesifik


meliputi susut pengeringan 14,7330% 1,4087%. Tujuan susut pengeringan ini di
lakukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa
yang hilang pada proses pengeringan penetapan. Kadar abu total 4,7545%
0,2586% dan kadar abu tidak larut asam 1,6577% 0,1034%. Kadar abu total dan
kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari awal sampai terbentuknya ekstrak.
Karakterisasi spesifik meliputi organoleptik yang bertujuan untuk pengenalan awal
yang sederhana seobjektif mungkin. Kadar senyawa larut air dan kadar senyawa larut
etanol ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
dan kemudian dilakukan pola kromatografi lapis tipis yang tujuannya untuk
memberikan

gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola

kromatogram dan kadar total golongan kandungan kimia yang bertujuan untuk
memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter mutu
ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologis. (Departemen Kesehatan RI,
2000).
Ekstrak kental daun labu siam ini tidak larut secara sempurna dalam air, untuk
mendispersikannya di dalam pelarut air ekstrak dibuat dalam bentuk suspensi.
Sebagai pensuspensi digunakan Na CMC 0,5%. Na CMC mempunyai sifat inert,
menghasilkan suspensi yang stabil, resistensinya terhadap mikroba baik dan tingkat
kejernihannya tinggi. Ekstrak dibuat menjadi 3 variasi dosis yaitu 100mg/kgBB,
300mg/kgBB, 900mg/kg BB.

37

Dalam penelitian ini digunakan hewan percobaan mencit putih jantan karena
mudah ditangani dan mempunyai kemiripan fisiologi dengan manusia. Sebelum
perlakuan mencit terlebih dahulu di aklimatisasi selama 7 hari untuk penyesuaian
terhadap lingkungan dan diberi minum dan makanan standar. Sebagai penginduksi
diberikan makanan lemak tinggi (MLT) dan suspensi PTU, karena dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah (Murray, 1997). Sehingga dengan kombinasi
tersebut diharapkan mencit cepat mengalami keadaan hiperkolesterolemia.
Hewan di adaptasikan selama 7 hari untuk membiasakan hewan pada kondisi
percobaan dan diberi makanan standar dan minuman yang cukup, hewan dinyatakan
layak untuk digunakan jika tidak mengalami penurunan berat badan lebih dari 10%.
Dari hasil aklimatisasi mencit putih jantan yang diteliti dapat disimpulkan bahwa
hewan percobaan tersebut memenuhi persyaratan aklimatisasi yaitu dibawah 10%
(lampiran 2, tabel VII).
Sebagai penginduksi diberikan makanan lemak tinggi, yang dibuat dengan
mencampur lemak sapi (asam lemak jenuh), kuning telur dan makanan standar. Asam
lemak jenuh dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah. Pemberian suspensi PTU
dengan tujuan untuk menurunkan metabolisme, sehingga dengan kombinasi tersebut
diharapkan mencit cepat mengalami keadaan hiperkolesterolemia. Kadar LDL
kolesterol darah mencit yang diberikan suspensi PTU terlihat adanya peningkatan
kadar kolesterol, akan terjadi oksidasi dan pembentukan radikal bebas, maka asam
lemak jenuh dapat merusak sel endotel dan mengakibatkan menurunnya produksi
enzim lipoprotein lipase sehingga akan terjadi peningkatan kadar trigliserida dan

38

kolesterol yang menyebabkan pembentukan partikel LDL yang berukuran lebih kecil
serta mengandung kolesterol yang lebih banyak.
Pengukuran kadar kolesterol darah mencit dilakukan dengan metoda enzimatis
dengan melibatkan enzim kolesterol esterase yang menghidrolisis kolesterol ester
menjadi kolesterol bebas dan asam lemak serta enzim kolesterol oksidase yang
mengoksidasi kolesterol bebas menjadi kolestenon dan hidrogen peroksida.
Selanjutnya hidrogen peroksida akan bereaksi dengan 4-aminoantypirin dan fenol
membentuk komplek quinonimine yang berwarna merah atas bantuan enzim
peroksidase. Dengan adanya warna yang terbentuk kemudian diukur kadar kolesterol
totalnya dengan fotometer klinikal Mikrolab. Metoda enzimatis dipakai karena lebih
sensitif dan sederhana pengerjaannya serta paling lazim digunakan di laboratorium
klinik (Kaplan, 1999).
Penentuan kadar LDL darah dilakukan dengan metoda ezimatis juga yang sama
mekanisme reaksinya dengan penentuan kadar kolesterol total, hanya saja pada
penentuan kadar LDL terlebih dahulu ditambahkan larutan pengendap pada serum
dengan tujuan agar terpisahnya kilomokron, VLDL, LDL dari HDL. Dimana
kilomikron, VLDL, dan HDL setelah disentrifuge yang tinggal dalam supernatan
hanya LDL, setelah itu baru ditentukan kadar LDL dengan metoda enzimatis. Hasil
LDL di dapat dari = kolesterol total kolesterol LDL supernatan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian ekstrak etanol daun
Labu siam dapat menurunkan kadar kolesterol darah mencit yang lebih rendah
dibandingkan kontrol negatif. Pengaruh ekstrak etanol daun labu siam terhadap
penurunan kadar kolesterol total darah mencit diduga karena aktivitas antioksidan

39

dari flavonoid yang terkandung di dalam daun labu siam tersebut, dimana jika
molekul yang mengandung elektron seperti guanin DNA (Asam Dioksi ribo Nukleat)
terserang radikal bebas, maka akan terjadi kesalahan replikasi DNA. Kesalahan ini
akan menyebabkan kerusakan DNA yang memicu oksidasi LDL (Low Density
Lipoprotein), kolesterol dan lipid. Flavonoid yang memiliki aktifitas sebagai
antioksidan ekstrak daun labu siam mampu meredam aksi radikal bebas,
mengoksidasi lemak tak jenuh sel endotel. Sehingga sel endotel tetap menghasilkan
enzim lipoprotein lipase sehingga terhidrolisisnya lipoprotein dan penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah dapat dicegah, pada saat inilah kadar LDL
menurun dan kadar HDL meningkat.
Pada penelitian ini hewan percobaan dikelompokan menjadi 5 kelompok
yaitu kelompok kontrok negatif, positif, kelompok dosis 100, 300, 900mg/kg BB.
Hasil analisa data menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun labu siam
mempengaruhi kadar LDL kolesterol darah sangat signifikan P<0,05.
Pengamatan hari ke 7 pada kontrol negatif kadar kolesterolnya 81.944.215,
kontrol positif yaitu kelompok yang di berikan penginduksi MLT dan suspensi PTU
kadar LDL kolesterol darah meningkat 91.515,198 berbeda nyata P<0,05, pada
kelompok yang diberikan dosis 100 mg/kg BB (81.046,252), jika dibandingkan
dengan kontrol positif kadar LDL darah lebih kecil dan berbeda nyata P<0,05, pada
kelompok yang diberikan dosis 300mg/kg BB (69.143,205) dan dosis 900mg/kg
BB (51.2815,423) kadar LDL kolesterol darahnya juga dibawah kontrol positif
P<0,05, jika dibandingkan dengan kontrol negatif jauh lebih kecil dan berbeda nyata
P<0,05. Dari hasil ini dosis 300mg/kg BB dan dosis 900mg/kg BB telah toksik,

40

karena sangat menekan produksi kolesterol dan daya senyawa yang dikandung daun
labu siam mungkin menghambat sintesa kolesterol atau mengikat garam empedu dan
meningkatkan aktifitas enzim lipoprotein lipase (lampiran 2, tabel IX).
Pengamatan hari ke 14 pada kontrol negatif kadar kolesterolnya 71.292,564,
kontrol positif yaitu kelompok yang di berikan penginduksi MLT dan suspensi PTU
kadar LDL kolesterol darah meningkat 88.29,436 berbeda nyata P<0,05, pada
kelompok yang diberikan dosis 100 mg/kg BB (70.6725,225), jika dibandingkan
dengan kontrol positif kadar LDL darah lebih kecil dan berbeda nyata P<0,05, pada
kelompok yang diberikan dosis 300mg/kg BB (67.646,945) dan dosis 900mg/kg
BB (46.908,333) kadar LDL kolesterol darahnya juga dibawah kontrol positif
P<0,05, jika dibandingkan dengan kontrol negatif jauh lebih kecil dan berbeda nyata
P<0,05. Dari hasil ini dosis 300mg/kg BB dan dosis 900mg/kg BB telah toksik,
karena sangat menekan produksi kolesterol dan daya senyawa yang dikandung daun
labu siam mungkin menghambat sintesa kolesterol atau mengikat garam empedu dan
meningkatkan aktifitas enzim lipoprotein lipase (lampiran 2, tabel IX).
Pengamatan hari ke 21 pada kontrol negatif kadar kolesterolnya
72.6811,926, kontrol positif yaitu kelompok yang di berikan penginduksi MLT dan
suspensi PTU kadar LDL kolesterol darah meningkat 96.166,385 berbeda nyata
P<0,05, pada kelompok yang diberikan dosis 100 mg/kg BB (72.3910,945), jika
dibandingkan dengan kontrol positif kadar LDL darah lebih kecil dan berbeda nyata
P<0,05, pada kelompok yang diberikan dosis 300mg/kg BB (57.317,128) dan dosis
900mg/kg BB (43.866,975) kadar LDL kolesterol darahnya juga dibawah kontrol
positif P<0,05, jika dibandingkan dengan kontrol negatif jauh lebih kecil dan berbeda

41

nyata P<0,05. Dari hasil ini dosis 300mg/kg BB dan dosis 900mg/kg BB telah toksik,
karena sangat menekan produksi kolesterol dan daya senyawa yang dikandung daun
labu siam mungkin menghambat sintesa kolesterol atau mengikat garam empedu dan
meningkatkan aktifitas enzim lipoprotein lipase (lampiran 2, tabel IX).
Hasil pengamatan terhadap data persentase penurunan kadar LDL darah
mencit dari variasi tiga dosis yang dibandingkan dengan kontrol positif menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak dengan dosis 100 mg/kg BB; 300 mg/kg BB; 900 mg/kg
BB selama 7 hari terlihat lebih rendah dari pada hari ke-14 dan hari ke-21 pengaruh
terhadap penurunan kadar LDL, yaitu hanya 11,44 %, 24,44 %, 43,96 %, Pada
pemberian ekstrak selama 14 hari terlihat lebih berpengaruh dari pada hari ke-7
penurunan kadar LDL sebanyak 19,87 %, 23,31 %, 46,82 %, dan pada pemberian
ekstrak selama 21 hari menunjukkan penurunan lebih tinggi dibandingkan hari ke-7
dan hari ke-14, penurunan kadar LDL, yaitu 24,72 %, 40,40 %, 54,38 % (lampiran 2,
tabel VI). Hasil data persentase penurunan kadar LDL darah mencit pada variasi tiga
dosis yang dibandingkan dengan kontrol positif juga tergambar pada grafik garis
(Lampiran 2, Gambar 5).
Dari data diatas menunjukan bahwa terjadi penurunan kadar LDL kolesterol
darah yang bermakna (p<0,05) bila di bandingkan dengan kontrol positif, persentase
penurunan kadar LDL kolesterol darah menurun seiring dengan peningkatan dosis.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak daun labu siam dapat menurunkan
kadar LDL kolesterol darah.
Setelah diberikan ekstrak daun labu siam pada mencit putih jantan terjadi
penurunan kadar LDL dalam darah. Hal ini disebabkan karena daun labu siam

42

mengandung antioksidan dari flavonoid dan polifenol yang terkandung dalam daun
labu siam.
Pengujian menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh interaksi antara
perlakuan (dosis) dan hari (lama pemberian) terhadap pengaruh pemberian ekstrak
etanol daun labu siam (P > 0,05), perlakuan (dosis) mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap penurunan kadar LDL darah mencit (P < 0,05), sedangkan hari (lama
pemberian) tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar LDL
darah mencit (P > 0,05) ( Lampiran 3, Tabel XII).
Dapat dikemukakan bahwa kelima taraf dari faktor perlakuan (dosis)
menunjukkan bahwa dosis 900 mg/kg BB berada pada subset 1, dosis 300 mg/kg BB
berada pada subset 2, kontrol negatif dan dosis 100mg/kg BB berada dalam subset 3
dan kontrol positif berada pada subset 4. Perlakuan (dosis) menunjukkan perbedaan
yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol positif (Lampiran 3, Tabel XIII).
Dari tabel XIV lampiran 3, faktor hari (waktu pengamatan/lama pemberian)
memperlihatkan bahwa hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21 berada dalam subset 1, ini
berarti faktor hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penurunan
kadar LDL darah mencit.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diasumsikan bahwa
pemberian ekstrak daun labu siam dapat menurukan kadar LDL kolesterol darah
pada mencit putih jantan yang telah diinduksi makanan lemak tinggi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

43

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama 21 hari tersebut dapat
diambil kesimpulan berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, yaitu :
1. Pemberian ekstrak daun labu siam ternyata menurunkan kadar LDL serum
mencit putih jantan setelah diinduksi makanan lemak tinggi (p<0,05).
2. Hanya pada dosis 100 mg/kg BB yang memberikan efek terbaik karena
penurunan kolesterolnya mencapai kadar kolesterol normal (kontrol negatif).
3. Dosis 300 mg/kg BB dan 900 mg/kg BB telah toksik, karena kadar
kolesterolnya dibawah kolesterol normal (kontrol negatif).
5.2. Saran
Disarankan menggunakan dosis pemakaian ekstrak etanol daun labu siam
sesuai dengan hasil penelitian ini (100 mg/kg BB).

DAFTAR PUSTAKA

44

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). Monografi ekstrak
tumbuhan obat Indonesia.Volume 1.
Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia. (Edisi
III), KOPRI Sub Unit Direktorat Jendral, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1985). Cara pembuatan simplisia.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Materia Medika Indonesia. (Jilid
6). Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. (Edisi I). Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Dire, G., Gomes, M. L., Lima, E. A. C., Jales, R. L., Faria, M. C., Filho, M. B.,
(2004). Assessment of a fruit extract (Sechium edule) on the labeling of blood
elements with technetium-99m. African Journal of Biotechnology. 3(9) : 484488.
Fauziah, M. (2005). Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Frederickson DS, and lee RS. (1965). A System For Phenotyping Hyperlipidemia.
Circulation. 31 : 321-7.
Ganiswara, S., (1995). Farmakologi dan terapi. (Edisi IV). Jakarta: Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Ganong, F. W. (2003). Buku ajar fisiologi kedokteran. (Edisi 20). Diterjemahkan oleh
Dj. Widjayakusumah dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Girindra, A. (1992). Biokimia I. Cetakan ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Graha, K. C. (2010). Kolesterol. Jakarta: PT Elex Media Komputido.
Gordon E. A. Guppy L. J, and Nelson M. (2000). The antihypertensive effects of the
Jamaican Chocho. West. Indian Med J. 1: 27-31.
Guyton, A. C. and Hall, J.E., (2006). Textbook of Medical Physiology. (11th ed).
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.

45

Harbone, J.B. (1987). Metoda fitokimia, penuntun cara modern menganalisis


tumbuhan. (edisi ke-2). Diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Soediro.
Bandung: ITB.
Hembing, (2008), Ramuan lengkap herbal taklukan penyakit, Jakarta: Pustaka
Bunda.
Jensen L.P, Lai A.R. (1986). Chayote (Sechium edule) causing hypokalemia in
pregnancy. Am. J. Obst. Gynecol. 5: 1048-1049.
Jhones, D. J. (2010). Statistika farmasi. Penerjemah Harrizul Rivai. Jakarta: Penerbit
EGC.
Kandaswami, C. & Middleton, E. (1994) Free radical scavaging and antioxidant
activity of plant flavonoids. Advances in Experimental Medicine and Biology,
366 : 351 376.
Kaplan, A., (1999), Clinical chemistry interpreatation and tecniques, Lea Febiger,
Phyladelphia.
Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik, (Edisi II). Jakarta: Salemba
Medika.
Lehninger, A. L. (1997). Dasar-dasar biokimia. Jilid I. Diterjemahkan oleh M.
Thenawijaya. Jakarta: Erlangga.
Liu, J. (1995). Pharmacology of Oleanolic Acid and Ursalic Acid. Journal
Ethnopharmacol 1: 57-68.
Lucero L. (2007). Bioactive Components Presents in Sechium edule (Jacq.) Swartz,
Amaranthus cruentus and Suillus granulatus. Biocell. 1: 31-33
Lullmann, H, Mohr K, Hein L, Bieger D. (2005). Color Atlas of Pharmacology. 3rd.
Murray, R. K., Granner D. K., Mayes, P. A. & Rodwell V. W., (1997). Biokimia
Harper. Edisi ke-24.Diterjemahkan oleh A. Hartono. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Ordonez, A. L. L., Gomez J. D, Cudmani N. M, Vattuone M. A, Isla M. I . (2003).
Antimicrobial Activity of Nine Extracts of Sechium edule (Jacq) Swartz.
Microbial Ecology in Health and Disease: Volume 15: 33-39.
Prahasta, A., (2009). Agribisnis labu siam. Bandung: Pustaka Grafika.
Price, S. A., & Lorraine M. W. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. (Edisi 6). Penerjemah H. Hartanto dkk. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

46

Sukandar, E. Y, Andrajati R, Sigit J. I, Adnyana I K, Setiadi, A. P, Kusnandar. (2009).


ISO Farmakoterapi. Cetakan kedua. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Sylvia, A., (2005), pathopysiology : clinical concept of disease processes (Ed 6),
Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.
Tjay, T. H. & Rahardja K.(2002).Obat-obat penting: Khasiat, penggunaan dan efek
sampingnya.Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit PT. Alex Media Kamputindo
kelompok Kompas Gramedia.
Voight, R., (1994). Buku pelajaran teknologi farmasi .(Edisi V). Penerjemah
Soewandi Noerono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Winarsi, H. (2007). Antioksidan alami dan radikal bebas, potensi dan aplikasinya
dalam kesehatan.Yogyakarta: PT. Kanisius.
Wirahadikusumah, M. (1990). Metabolisme energi, karbohidrat dan lipid. Bandung:
Penerbit ITB.

47

Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian


Simplisia daun labu
siam 500 g

Filtrat I

Maserasi
dengan
etanol 70% selama
24 jam kemudian di
saring, lakukan tiga
kali pengulangan

Ampas

Filtrat 2

Ampas

Filtrat 3

Ampas

Ketiga filtrat dicampurkan

Ekstrak kental

Karakterisasi

Destilasi
Diuapkan dengan rotary evaporator

Uji farmakologi

Gambar 1. Skema kerja ekstraksi daun labu siam

48

Lampiran 1. (lanjutan)
Hewan percobaan 45 ekor
Dibagi 5 kelompok @ 9 ekor
Dibagi lagi jadi 3 sub
kelompok @ 3 ekor

Kelompok
I
Kontrol
negatif
(NaCMC
0,5%)

Kelompok
II
Kontrol
positif
(MLT +
suspensi
PTU)

Kelompok
III
(MLT +
suspensi
PTU +
Ekstrak
dosis 100
mg/kgBB)

Kelompok
IV
(MLT +
suspensi
PTU +
Ekstrak
dosis 300
mg/kgBB)

Kelompok
V
(MLT +
suspensi
PTU +
Ekstrak
dosis 900
mg/kgBB

Ambil darah pada hari ke


7, 14, 21
Sentrifus

Serum

Kadar LDL

Gambar 2. Skema kerja uji aktifitas farmakologi

49

Lampiran 1. (lanjutan)
Hewan percobaan
Mencit putih jantan

Potong pembuluh darah leher, darah


Ditampung dalam tabung penampung darah
pada hari ke-7, 14, dan 21

Darah hewan

Diamkan selama 15 menit, lalu sentrifuse


selama 20 dengan kecepatan 3000 rpm

Serum

Diambil 0,1 mL serum + 1 mL reagen LDL


precipitan, campur sampai homogen,
biarkan 10 menit, lalu disentrifuse 20 menit
dengan kecepatan 3000 rpm (supernatant
LDL )

Dipipet 0,1 mL supernatant + 1 mL reagen


kolesterol , dicampur sampai homogen,
didiamkan selama 10 menit, terlihat larutan
berwarna merah muda

Kolesterol dalam
supernatan

Ukur kadar LDL darah fotometer


klinikal (Mikrolab)

kadar LDL kolesterol

Gambar 3. Skema kerja penentuan kadar LDL kolesterol


50

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian

Gambar 4. Surat keterangan identifikasi tanaman labu siam (Sechiumedule (Jacq.)


Sw.) dari Herbarium ANDA

51

Lampiran 2. (Lanjutan)
Tabel III. Hasil Karakterisasi organoleptis ekstrak daun labu siam (Sechium edule
(Jacq.) Swartz)
No
.
1.
2.
3.
4.

Pemeriksaan

Pengamatan

Warna
Rasa
Bau
Bentuk

Hijau kehitaman
Pahit
Khas aromatik
Kental

Tabel IV . Hasil penetapan susut pengeringan ekstrak etanol daun labu siam
(Sechium edule (Jacq.) Swartz)
(W0)

(W1)

(W2)

12,7077 g

2,0461 g

14,449 g

14,8966 %

11,7617 g

2,0476 g

13,538 g

13,2496 %

16,2577 g

2,0993 g

18,020 g

16,0529 %

No

Rata-rataSD

Keterangan

X = 14,7330 %
SD = 1,4087 %

(%)

W0 = Berat botol timbang kosong (g)


W1 = Berat ekstrak etanol daun labu siam (g)
W2 = Berat botol timbang kosong + ekstrak setelah
dipanaskan(g)
A

= Susut pengeringan ekstrak etanol daun labu siam (%)

Lampiran 2. (Lanjutan)
Tabel V. Hasil penetapan kadar abu ekstrak etanol daun labu siam

52

(Sechium edule (Jacq.) Swartz)


(W0)

(W1)

(W2)

35,2967 g

2,0400 g

35,3877 g

4,4607 %

35,5213 g

2,0212 g

35,6213 g

4,9475 %

38,4637 g

2,0184 g

38,5617 g

4,8553 %

No

Rata-rataSD

Keterangan

X = 4,7545 %
SD = 0,2586 %

(%)

W0 = Berat krus porselen kosong (g)


W1 = Berat ekstrak etanol daun labu siam (g)
W2 = Berat krus porselen kosong + hasil pemijaran (g)
A

= Kadar abu ekstrak etanol daun labu siam (%)

Lampiran 2. (Lanjutan)

53

Tabel VI. Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun labu siam
(Sechium edule (Jacq.) Swartz)
(W0)

(W1)

(W2)

35,2967 g

2,0400 g

35,3319 g

1,7254 %

35,5213 g

2,0212 g

35,5524 g

1,5386 %

38,4637 g

2,0184 g

38,4982 g

1,7092 %

No

Rata-rataSD

Keterangan

X =1,6577 %
SD = 0,1034 %

(%)

W0 = Berat krus porselen kosong (g)


W1 = Berat ekstrak etanol daun labu siam (g)
W2 = Berat krus porselen kosong + hasil pemijaran (g)
A

= Kadar abu tidak larut asam ekstrak etanol daun labu


siam (%)

Lampiran 2. (Lanjutan)
54

Tabel VII. Hasil kadar senyawa larut air ekstrak etanol daun labu siam
(Sechium edule (Jacq.) Swartz)
N
o
1
2
3

Berat cawan
kosong (g)

Berat cawan +
ekstrak (g)

Berat cawan + hasil Kadar senyawa


akhir (g)
larut air (%)

SD
Tabel VIII. Hasil kadar senyawa larut etanol ekstrak etanol daun labu siam
(Sechium edule (Jacq.) Swartz)
N
o
1
2
3

Berat cawan
kosong (g)

Berat cawan +
ekstrak (g)

Berat cawan + hasil


akhir (g)

Kadar senyawa
larut etanol
(%)

x
SD
Tabel VI. Pola kromatografi lapis tipis simplisia daun labu siam (Sechium edule
(Jacq.) Swartz)

Lampiran 2. (Lanjutan)
Tabel VII. Data berat badan mencit putih jantan sebelum dan sesudah aklimatisasi
Berat badan

Berat badan

55

Selisih

Persentase

Hewan percobaan

hewan
sebelum
aklimatisasi

hewan
sesudah
aklimatisasi

berat
badan (g)

berat
badan (%)

0,9
0,9
0,1
0,8
2,2
1,7
0,8
1,7
0,7

3,82%
3,87%
0,37%
2,74%
8,8%
5,96%
2,99%
5,53%
2,29%

1,08

4,04%

1,8
1,9
2,2
1,1
2,3
1,2
1,1
1,9
3,1
1,84

8,07%
6,52%
7,02%
3,87%
8,30%
4,15%
3,92%
5,95%
9,65%
6,37%

1,9
0
1,6
1,2
1,1
1,6
1,7
1,2
0,9

7,94%
0%
5,38%
3,90%
3,84%
5,75%
5,92%
4,28%
2,70%

1,24

4,41%

0,5
1,8

1,75%
5,64%

Kontrol negatif
Hewan 1
Hewan 2
Hewan 3
Hewan 4
Hewan 5
Hewan 6
Hewan 7
Hewan 8
Hewan 9

22,6
24,1
26,9
28,3
22,8
30,2
25,9
29,0
31,2

23,5
23,2
26,8
29,1
25,0
28,5
26,7
30,7
30,5

Jumlah rata-rata persentase berat badan (%)


Kontrol positif
Hewan 1
24,1
22,3
Hewan 2
27,2
29,1
Hewan 3
29,1
31,3
Hewan 4
27,3
28,4
Hewan 5
25,4
27,7
Hewan 6
27,7
28,9
Hewan 7
29,1
28,0
Hewan 8
30,0
31,9
Hewan 9
29,0
32,1
Jumlah rata-rata persentase berat badan (%)
Dosis 100 mg/kg BB
Hewan 1
Hewan 2
Hewan 3
Hewan 4
Hewan 5
Hewan 6
Hewan 7
Hewan 8
Hewan 9

22,0
29,0
28,1
29,5
27,5
26,2
27,0
26,8
32,4

23,9
29,0
29,7
30,7
28,6
27,8
28,7
28,0
33,3

Jumlah rata-rata persentase berat badan (%)


Dosis 300 mg/kg BB11,2 231
Hewan 1
Hewan 2

28,0
30,1

28,5
31,9
56

Hewan 3
Hewan 4
Hewan 5
Hewan 6
Hewan 7
Hewan 8
Hewan 9

28,4
27,2
29,5
26,1
29,5
25,3
34,0

29,1
28,8
30,9
27,5
30,0
26,5
35,1

Jumlah rata-rata persentase berat badan (%)

0,7
1,6
1,4
1,4
0,5
1,2
1,1

2,40%
5,55%
4,53%
5,09%
1,66%
4,52%
3,13%

1,13

3,79%

0,9
0,9
1,7
0,8
1,5
0,6
1,5
1,4
0,7

3%
3,42%
5,72%
2,73%
5,55%
1,96%
4,98%
5,36%
2,99%

1,11

3,95%

Dosis 900 mg/kg BB


Hewan 1
Hewan 2
Hewan 3
Hewan 4
Hewan 5
Hewan 6
Hewan 7
Hewan 8
Hewan 9

29,1
25,4
28,0
30,0
25,5
30,0
28,6
27,5
24,1

30,0
26,3
29,7
29,2
27,0
30,6
30,1
26,1
23,4

Jumlah rata-rata persentase berat badan (%)

57

Lampiran 2. (Lanjutan)
Tabel VIII. Hasil Pemeriksaan Pengaruh Pemberian ekstrak daun labu siam (Sechium
edule (Jacq.) Swartz) Terhadap Kadar LDL Kolesterol.
No
.
1.

2.

3.

4.

5.

Kelompok

Menci
t

Kontrol ( - )
(makanan standar)

1
2
3

X
Rata-rata SD
Kontrol ( + )
MLT + PTU
X
Rata-rata SD
Dosis I
MLT + PTU + 100
mg/kg BB
X
Rata-rata SD
Dosis II
MLT + PTU +
300mg/kg BB
X
Rata-rata SD
Dosis III
MLT + PTU + 900
mg/kg BB
X
Rata-rata SD

1
2
3

1
2
3

1
2
3
1
2
3

Pengukuran Kadar LDL Darah pada hari ke(mg/dL)


7
14
21
78.59
70.61
77.91
80.55
74.13
59.04
86.67
69.14
81.11
245.81
81.944.215
89.66
87.49
97.38
274.53
91.515.198
86.75
82.02
74.36
243.13
81.046.252
68.32
72.68
66.43
207.43
69.143.205
44.00
40.85
69.0
153.85
51.2815.423

58

213.88
218.06
71.292.564 72.6811.926
96.43
103.54
90.27
92.42
77.90
92.54
264.6
288.5
88.29.436
96.166.385
45.13
70.96
71.30
62.24
95.57
83.99
212.00
217.19
70.6725.225 72.3910.945
64.08
65.0
75.64
50.92
63.19
56.02
202.91
171.94
67.646.945 57.317.128
49.48
45.0
37.59
50.19
53.65
36.38
140.72
131.57
46.908.333 43.866.975

Lampiran 2. (lanjutan)
Tabel IX. Hasil rata-rata pemeriksaan kadar LDL darah mencit putih jantan setelah
pemberian ekstrak etanol daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz)

Kelompok
Kontrol
(-)
Kontrol
(+)
Dosis I
100mg/kg
BB
Dosis II
300mg/kg
BB
Dosis III
900mg/kg
BB

Rata-rata kadar LDL darah (mg/dL)

Rata-rataSD

Hari ke-7

Hari ke-14

Hari ke-21

81,944.2
15

71,292.5
64

72,6811.
926

75,30335,789

91,515.1
98

88,29.43
6

96,166.3
85

91,95663,998

81,046.2
52

70,6725.
225

72,3910.
945

74,70005,557

69,143.2
05

67,646.9
45

57,317.1
28

64,69666,440

51,2815.
423

46,908.3
33

43,866.9
75

47,34663,730

a, b, c dan d = nilai dengan superskrip yang berbeda dengan perbedaan yang nyata
p< 0,05.

59

Lampiran 2. (lanjutan)

120
100
80
60
Kadar LDL darah mg/dL

Kontrol (-)
Kontrol (+)

40

Dosis 100 mg/kg BB


Dosis 300 mg/kg BB

20

Dosis 900 mg/kg BB

(Waktu Pengamatan)

Gambar 5. Diagram batang pemeriksaan kadar LDL darah mencit setelah pemberian
makanan standar, suspensi PTU, makanan lemak tinggi dan pemberian
eksrak etanol daun labu siam dengan tiga variasi dosis (100 mg/kg BB;
300 mg/kg BB; 900 mg/kg BB) pada pengamatan hari ke 7, 14 dan 21.

60

Lampiran 2. (lanjutan)
Tabel X. Data Persentase penurunan kadar LDL darah mencit pada variasi tiga dosis
yang dibandingkan dengan kontrol positif.
Persentase penurunan kadar LDL darah mencit dari
kontrol positif
Pada hari ke 7
Pada hari ke-14
Pada hari ke-21
(%)
(%)
(%)

Perlakuan
Dosis 100mg/kg BB

11,44

19,87

24,72

Dosis 300mg/kg BB

24,44

23,31

40,40

Dosis 900mg/kg BB

43,96

46,82

54,38

Waktu Pengamatan
60.00%
50.00%
40.00%

Dosis 100 mg/kg BB

30.00%

Dosis 300 mg/kg BB

Penuruan Kadar LDL (%) 20.00%

Dosis 900 mg/kg BB

10.00%
0.00%

Gambar 6. Grafik garis persentase penurunan kadar LDL darah mencit pada tiga
variasi dosis (100 mg/kg BB; 300 mg/kg BB; 900 mg/kg BB) yang
dibandingkan dengan kontrol positif.

61

Lampiran 3. Analisis statistik


Tabel XI. Faktor analisa variansi pemeriksaan kadar LDL darah mencit.
Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors
Value Label
Perlakuan

Pemeriksaan LDL

Kontrol negatif

kontrol positif

dosis 100 mg/KG BB

dosis 300 mg/KG BB

dosis 900 mg/KG BB

hari ke-7

15

hari ke-14

15

hari ke-21

15

62

Lampiran 3. (Lanjutan)
Tabel XII. Hasil pengujian berdasarkan statistik Anova dua arah pada perlakuan dan
hari terhadap kadar LDL darah mencit putih jantan.

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:Kadar LDL (mg/dL)
Type III Sum of
Source

Squares

df

Mean Square

Sig.

Corrected Model

10715.370a

14

765.384

6.558

.000

Intercept

229084.159

229084.159

1962.979

.000

9879.531

2469.883

21.164

.000

Hari

307.612

153.806

1.318

.283

perlakuan * hari

528.227

66.028

.566

.797

Error

3501.069

30

116.702

Total

243300.597

45

14216.438

44

Perlakuan

Corrected Total

a. R Squared = ,754 (Adjusted R Squared = ,639)

63

Lampiran 3. (Lanjutan)
Tabel XIII. Hasil uji Duncan dari faktor perlakuan (dosis) terhadap hasil rata-rata
pemeriksaan kadar LDL darah mencit putih jantan.

Kadar LDL (mg/dL)


Duncana,,b
Subset
Perlakuan

dosis 900 mg/KG BB

9 (a) 47,3466

dosis 300 mg/KG BB

Kontrol negatif

(c) 75,3033

dosis 100 mg/KG BB

(c) 74,7000

kontrol positif

Sig.

(b) 64,6966

(d) 91,9566
1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 116,702.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.
b. Alpha = 0,05.

64

1.000

.679

1.000

Lampiran 3. (Lanjutan)
Tabel XIV. Hasil uji Duncan dari faktor hari terhadap hasil rata-rata pemeriksaan
LDL darah mencit putih jantan.

Kadar LDL (mg/dL)


Duncana,,b
Subset
Pemeriksaan LDL

hari ke-14

15

68.9407

hari ke-21

15

70.1247

hari ke-7

15

74.9833

Sig.

.158

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 116,702.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000.
b. Alpha = 0,05.

65

Lampiran 4. Perhitungan hasil penelitian


1. Perhitungan persentase susut pengeringan ekstrak etanol daun labu siam
% susut pengeringan = (W1 - W0) (W2 - W0) x 100%
(W1 - W0)
= (14,7538 - 12,7077) (14,449 - 12,7077) x 100%
(14,7538 - 12,7077)
= 14,8966%

% susut pengeringan = (W1 - W0) (W2 - W0) x 100%


(W1 - W0)
= (13,8093 11,7617) (13,538 - 11,7617) x 100%
(13,8093 11,7617)
= 13,2496%

% susut pengeringan = (W1 - W0) (W2 - W0) x 100%


(W1 - W0)
= (18,357 16,2577) (18,020 - 16,2577) x 100%
(18,357 16,2577)
= 16,0529%

Rata-rata susut pengeringan ekstrak etanol daun labu siam


= 14,8966% + 13,2496% + 16,0529%
3
= 14,73%
W0 = Berat botol timbang kosong (g)
W1 = Berat botol timbang kosong + ekstrak labu siam (g)
(awal)
W2 = Berat botol timbang kosong + ekstrak labu siam (g)
(akhir)
A

= Susut pengeringan ekstrak etanol daun labu siam (%)

66

Lampiran 4. (Lanjutan)
2. Perhitungan kadar abu total ekstrak etanol labu siam
W0 ( Berat krus kosong )

= 35,2967 gram

W1 ( Berat krus dan ekstrak )

= 37,3367 gram

W2 ( Berat Krus setelah ekstrak menjadi abu )

= 35,3877 gram

% kadar abu ekstrak = ( W2 W0 )


W1 W0

x 100 %

= 35,3877 g - 35,2967 g
37,3367 g - 35,2967 g

x 100 %

= 4,4607 %
Keterangan

W0 = Berat krus porselen kosong (g)


W1 = Berat ekstrak etanol daun labu siam (g)
W2 = Berat krus porselen kosong + abu (g)
A

= Kadar abu ekstrak etanol daun labu siam (%)

3. Contoh perhitungan kadar abu tidak larut asam


Berat krus kosong
Berat krus + ekstrak
Berat krus + hasil pemijaran
Kadar abu tidak larut asam =

= 35,2967 gram
= 37,3367 gram
= 35,3319 gram
W 2W 0
x 100%
W 1W 0

Keterangan : W0 = berat krus kosong


W1 = berat krus + simplisia
W2 = berat krus + hasil pemijaran
Kadar abu tidak larut asam =
=

35,331935,2967
x 100%
37,336735,2967

0.0352
x100%
2,04

= 1,7254 %
67

Lampiran 4. (Lanjutan)
4. Contoh perhitungan kadar senyawa larut air
Berat cawan kosong
Berat cawan + simplisia
Berat cawan + sari larut air

= 39,2871 gram
= 44,2890 gram
= 39,4835 gram
W 2W 0 100
X
X 100
W 1W 0 20

Kadar sari larut air =

Keterangan : W0 = berat cawan kosong


W1 = berat cawan + ekstrak
W2 = berat cawan + senyawa larut air
39,483539,2871 100
X
X 100
44,289039,2871 20

Kadar senyawa larut air =


=

0,1964 100
X
X 100
5,0019 20
= 19,6325 %

5. Contoh perhitungan kadar senyawa larut etanol


Berat cawan kosong
Berat cawan + simplisia
Berat cawan + sari larut etanol
Kadar sari larut etanol =

= 47,1143 gram
= 52,1466 gram
= 47,2631 gram

W 2W 0 100
X
X 100
W 1W 0 20

Keterangan : W0 = berat cawan kosong


W1 = berat cawan + ekstrak
W2 = berat cawan + senyawa larut etanol
Kadar senyawa larut etanol =
=

47,263147,1143 100
X
X 100
52,146647,1143 20

0,1488 100
X
X 100
5,0323 20

= 14,7844 %

68

Lampiran 4. (Lanjutan)
6. Perhitungan pembuatan sediaan uji
Pembuatan suspensi PTU
Dosis PTU untuk manusia 1 X 100mg
Dosis PTU untuk mencit

0,0026 X 100 mg = 0,26 mg ( 20 g )

Volume penyuntikan 1% ( 0,2 mL / 20 g )


Suspensi PTU dibuat 100 mL
PTU ditimbang = 100/0,2 X 0,26 = 130 mg
Ck :

kadar 1 tablet PTU = 100 mg


Yang diperlukan 130 mg

Maka : Digerus 2 tablet PTU ( ditimbang )


Berat 2 tablet PTU : 456 mg
PTU yang diambil =

130 mg
x 456 mg=296 mg
200 mg

Pembuatan suspensi ekstrak daun labu siam dosis 100 mg/kg BB


- Suspensi ekstrak daun labu siam 100 mg/kg BB
Perhitungan dosis :
100 mg/kgBB = 100 mg/1000 g BB
10 mg/100 g BB
VAO 1 % berarti 1 mL/ 100 g BB
10 mg/100 g BB ~ 1 mL/ 100 g BB
= 10 mg / 1 mL
Suspensi ekstrak daun labu siam dengan konsentrasi 1 %
disuspensikan dengan Na.CMC 0,5 %

69

Lampiran 4. (Lanjutan)
Berarti timbang 1 g ekstrak daun labu siam, dimasukkan kedalam
suspensi Na.CMC 0,5 % ad 100 mL.
7. Perhitungan persentase penurunan kadar LDL dosis 100 mg/kg BB pada hari ke-7
% penurunan kadar LDL = kadar LDL konrol positif kadar LDL dosis I x 100%
Kadar LDL konrol positif
= 91,51 mg/dL - 81,04 mg/dL x 100%
91.51 mg/dL
= 11,44 %

70

Lampiran 5. Foto dan Dokumentasi

Gambar 7. Daun dan Tanaman labu siam (Sechiumedule (Jacq.) Sw.)

Gambar 8. Rotary evaporator

71

Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar 9. fotometer klinikal (Mikrolab)

Gambar 10. KIT pereaksi

72

Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar 11. Pipet mikro eppendorf

Gambar 12. Hasil uji sampel

73

Anda mungkin juga menyukai