TUGAS 1
Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga L.
Dengan Metode Maserasi (Ultrasonika)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka
KELOMPOK : 6
KELAS : B
DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, S. Si, M. Farm., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M. Farm., Apt.
1.1 Judul
Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga L.
1.2 Latar Belakang
Kencur (Kaempferia galanga Linn) merupakan tanaman tropis yang banyak
tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman
ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam
masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur
sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari
tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal di dalam tanah
atau biasa disebut rimpang kencur atau rizoma (Fessenden, 1982).
Kandungan kimia pada rimpang kencur yaitu etil sinamat, etil pmetoksisinamat,
p-metoksistiren, karen, borneol, dan parafin. Di antara kandungan kimia ini, etil p-
metoksisinamat (EPMS) merupakan komponen utama dari kencur. Beberapa peneliti
terdahulu berhasil mengisolasi EPMS dari rimpang kencur sebanyak 0,8-1,26%.
Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4 – 2,9 %
yang terdiri atas EPMS, kamfer, borneol, sineol, dan pentadekana. Adanya
kandungan EPMS dalam kencur merupakan senyawa turunan sinamat (Fessenden,
1984).
Ekstrak kental rimpang kencur adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang
Kaemferia galanga L. suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang
dari 7,93% v/b dan etil-p-metoksisinamat tidak kurang dari 4,30%. Rendemen tidak
kurang dari 8,3% etanol P sebagai pelarut. Pemerian, ekstrak kental warna coklat tua,
bau khas, rasa pedas dan tebal di lidah. Penetapan kadar air tidak lebih dari 10%, abu
total tidak lebih dari 0,5%, abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,2% (Depkes RI,
2008).
Kristal EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzen
dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan juga gugus karbonil yang mengikat
etil yang bersifat sedikit polar (Barus, 2009). Oleh karena sifat tersebut, kristal
EPMS sulit dapat diformulasikan dalam bentuk murninya yang tidak larut dalam air,
sedangkan kelarutan obat memainkan peranan penting dalam penentuan khasiat dan
aktivitas dari obat, terutama kristal EPMS berperan sebagai antiinflamasi yang
diharapkan dapat bekerja cepat (Bavishi, 2016; Riasari, et al., 2016).
EPMS dapat memberikan aktivitas antioksdian sebab memiliki efek prohealing
yang baik dan salah satu kompenen dari EPMS adalah flavonoid yang berperan
sebagai antioksidan yang merupakan komponen penting dalam penyembuhan luka.
(Tara et al., 2006).
1.3 Tujuan
- Praktikum Fitofarmaka bertujuan memberikan pengalaman praktek bagi
mahasiswa berupa simulasi pembuatan sediaan farmasi di bagian perencanaan,
pengembangan (R&D), produksi, kontrol kualitas (QC) suatu industri farmasi di
bagian sediaan obat tradisional.
- Simulasi dimulai dari observasi permasalahan (berupa materi praktikum).
Upaya pemecahan masalah secara teoritis atas dasar studi literatur dan
karakteristik sampel uji dalam praktikum. Pembuktian kerangka pemikiran
(berupa tindakan ekstraksi, formulasi), dilanjutkan dengan pembahasan hasil
evaluasi karateristik mutu sedian dari bahan alam.
1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu membuat ekstrak
dengan berbagai macam metode maserasi.
-
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman
tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di
Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini
banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan
sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani
banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai
Gambar 2.1 Tanaman Kencur
hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang (Kaempferia galanga L.)
(Preetha, 2016)
besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan
adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur
atau rizoma (Soeprapto,1986).
2.1.1 Taksonomi
Menurut (Shetu et al, 2018) klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Phanerogamae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Order : Scitaminales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Jenis : Kaemferia galanga L.
2.1.2Morfologi
Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi, lebih
kurang 20 cm dan tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau dengan
pinggir merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar sampai
bundar, panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai berlekuk, dan
tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu, sedangkan bagian
bawah berbulu halus. Tangkai daun pendek, berukuran 3-10 cm, pelepah
3
terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih. Jumlah daun tidak
lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan (Damayanti, 2008).
Bunga tunggal, bentuk terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm. Benang sari
panjang sekitar 4 mm, berwarna kuning. Putik berwarna putih atau putih
keunguan. Bunga tersusun setengah duduk, mahkota bunga berjumlah 4-12 buah
dengan warna putih lebih dominan. Tanaman kencur berbeda dengan famili
Zingiberaceae lainnya, yaitu daunnya merapat ke permukaan tanah, batangnya
pendek, akar serabut berwarna coklat kekuningan, rimpang pendek berwarna
coklat, berbentuk jari dan tumpul, bagian luarnya atau kulit rimpangnya
berwarna coklat mengkilat, memiliki aroma yang spesifik, bagian dalamnya
berwarna putih dengan daging lunak, dan tidak berserat (Damayanti, 2008).
2.1.3Manfaat
Kencur (Kaempferia galanga L.) banyak digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan
minuman, rempah, serta bahan campuran saus, rokok pada industri rokok kretek.
Secara empirik kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan, infeksi
bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin, sakit perut
(Pujiharti, 2012).
Kencur juga juga memiliki bermacam-macam kegunaan lain, diantaranya
sebagai antibakteri, antifungi, analgesik, anti-inflamasi, antioksidan, antivirus,
antihipertensi, antikarsinogenik, antinosiseptif, antituberkulosis dan larvasida.
Minyak atsiri rimpang kencur juga digunakan sebagai bahan parfum, obat-
obatan, dan untuk aromaterapi inhalan dan pijat untuk mengurangi kecemasan,
stres, dan depresi (Kumar, 2014).
4
2.1.4Kandungan Kimia
Rimpang kencur paling banyak mengandung alkaloid dan minyak atsiri, yang
terdiri atas sineol, asam sinamat, etil ester, kamphene, paraeumarin dan asam
anisat (Gendrowati, 2013).
Flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi
yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap jamur
(Agrawal, 2011).
Senyawa alkaloid sebagai antibakteri mampu menghambat sintesis dinding
sel bakteri, jika dinding sel bakteri tidak terbentuk dengan sempurna maka sel
bakteri akan lisis dan hancur. Ekstrak etanol rimpang kencur juga mengandung
saponin dan steroid.
Saponin juga merupakan senyawa aktif yang mempunyai aktivitas antifungi.
Mekanisme kerja saponin sebagai antijamur adalah menurunkan tegangan
permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel
dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar. Senyawa ini berdifusi
melalui membran luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat membran 9
sitoplasma dan mengganggu dan mengurangi kestabilan itu. Hal ini
menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel
(Nuria dkk, 2009).
Senyawa steroid dapat mengakibatkan kebocoran pada lisosom bakteri.
Interaksi steroid dan membran fosfolipid bakteri akan menyebabkan
menurunnya integritas membrane dan terjadi perubahan morfologi membran
bakteri (Hayati et al., 2017).
Rimpang kering dari Kaempferia galanga L. mengandung 2,5 sampai 4%
minyak esensial yang banyak digunakan dalam penyedap makanan, wewangian,
dan obat-obatan. Penelitian barubaru ini menunjukkan potensi antijamur,
antibakteri, antibiofilm, antioksidan dan aktivitas antitumor dari minyak esensial
yaitu minyak atsiri yang diisolasi dari rimpang Kaempferia galanga L (Kumar,
2014).
5
Ethyl cinnamate dan ethyl-p-methoxycinnamate dan merupakan golongan
ester yang memiliki peran sebagai nematisida, antikanker, antituberkulosis, anti-
inflamasi, antifungal and larvisida (Kumar, 2014).
7
Dalam penelitian pemilihan
pelarut yang
digunakan adalah heksana, etil
asetat, alkohol,
dietil eter, dan aquades.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran
antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki
kepolaran yang sama atau mendekati sama. Etil p-metoksi sinamat adalah suatu
ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non
polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak
polar menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan
kepolaran bervariasi. Dalam penelitian pemilihan pelarut yang digunakan adalah
heksana, etil asetat, alkohol, dietil eter, dan aquades (Nurlita, 2004).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan .
(Depkes RI, 1995).
Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi: pembuatan serbuk, pembasahan,
penyarian, dan pemekatan. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus
dipilih bedasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum
dari zat aktif dan yang seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan
(Depkes RI, 2000).
Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 1995):
a. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan
dapat dituang.
8
b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak
dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya
kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran
bakteri.
c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah
dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
d. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian simplisia
sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstrak
adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Ekstrak cair : Ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Liquida)
2. Semi solid : Ekstrak kental (Extracta spissa)
3. Kering : Ekstrak kering (Extracta sicca)
Tujuan ekstraksi yaitu untuk mendapatkan atau memisahkan komponen-
komponen senyawa yang terdapat didalam simplisia yang dapat dijadikan sebagai
bahan untuk membuat obat-obatan (Syamsuni, 2006). Simplisia mengandung
banyak komponen zat aktif, diantaranya terdapat flavonoid, minyak atsiri,
alkaloid, dan senyawa lainnya (Depkes RI, 2000).
9
berkurang, dan lintasan kapiler dalam padatan menjadi semakin pendek (laju
difusi berbanding lurus dengan luas permukaan padatan dan berbanding
terbalik dengan ketebalan padatan), sehingga proses ekstraksi menjadi lebih
cepat dan optimal. Teknik pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara
pemotongan, penggilingan, maupun penghancuran.
b. Temperatur
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan meningkat dengan
meningkatnya temperatur. Namun temperatur yang terlalu tinggi dapat
merusak bahan yang diekstrak, sehingga perlu menentukan temperatur
optimum.
c. Faktor Pengadukan
Pengadukan dapat mempercepat pelarutan dan meningkatkan laju difusi
solute. Pergerakan pelarut di sekitar bahan akibat pengadukan dapat
mempercepat kontak bahan dengan pelarut dan memindahkan komponen dari
permukaan bahan ke dalam larutan dengan jalan membentuk suspensi serta
melarutkan komponen tersebut ke dalam media pelarut (Larian, 1959).
Pengadukan dapat dilakukan dengan cara mekanis, pengaliran udara atau
dengan kombinasi keduanya.
Metode ekstraksi secara umum dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut
1) Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi berasal dari kata “macerare” yang berarti melunakan. Dalam
proses ini, seluruh atau sebagian serbuk kasar simplisia ditempatkan ke
dalam wadah tertutup dengan capuran pelarut dan dibiatkan pada suhu
kamar selama lebih 3 hari dengan pengadukan yang rutin hingga semua
senyawa terlarut (Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi
Kata perkolasi berasal dari kata “colare” yang berarti menyerkai dan kata
“per” yang berarti tembus. Sehingga perkolasi merupakan metode
penarikan senyawa dari dalam simplisia dengan menggunakan alat yang
disebut perkolator. Perkolasi merupakan cara ekstraksi yang banyak
10
digunakan dalam proses mengekstrak senyawa aktif bahan alam, simplisia
yang terendam dalam cairan penyari akan terlarut dan menetes secara
beraturan (Syamsuni, 2006).
2) Cara Panas
a. Refluks
Refluks merupakan suatu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut
pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Metode refluks
umumnya dilakukan penggulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI,
2000).
b. Soxlet
Soxlet adalah metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru dan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus
sehingga proses ekstraksi terjadi secarakontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan
dalam suatu wadah soxlet yang terbuat dari kertas saring, melalui alat ini
pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengkosongkan isinya
kedalam labu alas bulat setelah pelarutnya mencapai kadar tertentu.
Setelah pelarut segar melewati alat ini dan melalui pendingin
refluks,ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari biomasa
secara efektif ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah
dalam pelarut (Depkes RI, 2000).
c. Digesti
Digesti merupakan bentuk maserasi dengan menggunakan panas yang
rendah selama proses ekstraksi. Cara ini digunakan apabila simplisia tidak
dapat dimaserasi dengan suhu yang tinggi (Depkes RI, 2000).
d. Infus
11
Infus merupakan hasil ekstraksi yang didapat dari proses maserasi namun
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan menggunakan air dingin
atau mendidih pada suhu 90⁰C selama 15 menit (Depkes RI, 2000).
e. Dekok
Dekok merupakan proses ekstraksi dimana simplisia tanaman dipanaskan
menggunakan air selama waktu yang tela ditetapkan yang kemudian di
dinginkan dan disaring. Cara ini cocok digunakan untuk tanaman yang
senyawanya larut air dan tahan panas (Depkes RI, 2000).
2. Ekstraksi dengan menggunakan uap (Destilasi uap)
Destilasi uap adalah tipe khusus dari distilasi (proses pemisahan) untuk suhu
bahan sensitif seperti senyawa aromatik alami. Banyak senyawa
organik cenderung terurai pada suhu tinggi berkelanjutan. Pemisahan dengan
destilasi normal maka tidak akan menjadi pilihan, sehingga air atau uap
dimasukkan kedalam alat destilasi (Dedi Irwandi, 2014).
3. Metode lain : Ekstraksi berkesinambungan, Superkritikal karbondioksida,
ektraksi ultrasonik, Ekstraksi energi listrik.
12
f. Tidak beracun.
g. Tidak mudah terbakar.
h. Stabil secara kimia dan termal.
i. Tidak berbahaya bagi lingkungan.
j. Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah untuk dialirkan.
k. Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.
l. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.
m. Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.
Beberapa jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi
a. Metanol
Metanol adalah senyawa Alkohol dengan 1 rantai karbon. Rumus Kimia
CH3OH, dengan berat molekul 32. Titik didih 640 -650 C (tergantung
kemurnian), dan berat jenis 0,7920-0,7930 (juga tergantung kemurnian).
Secara fisik metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat
bercampur dengan air, etanol, chloroform dalam perbandingan berapapun,
hygroskopis, mudah menguap dan mudah terbakar dengan api yang berwarna
biru (Spencer, 1988).
b. Etanol
13
Etanol merupakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa dari yang
kurang polar hingga polar, salah satu senyawa yang dapat dilarutkan oleh
etanol ialah senyawa fenolik. Etanol dapat melarutkan senyawa fenolik
karena mampu mendegradasi dinding sel sehingga senyawa bioaktif lebih
mudah keluar dari sel tanaman. Etanol memiliki gugus hidroksil yang dapat
berikatan dengan gugus hidrogen dari gugus hidroksil senyawa fenolik yang
menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa fenolik dalam etanol.
Perbedaan konsetrasi etanol dapat mempengaruhi kelarutan senyawa fenolik
didalam pelarut (Prayitno et al., 2016).
Gambar 2.6 Struktur Molekul Etanol (Prayitno, 2016)
c. Air
Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia
H2O yang berikatan secara kovalen, ikatan ini terbentuk akibat dari terikatnya
electron secara bersama. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat
tiga macam bentuk air, yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat,
dan air sebagai benda gas atau uap (Suryanta, 2012).
14
- Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
- Biaya operasionalnya relatif rendah
- Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
b) Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
- Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi
sebesar 50% saja
- Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari
- Menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang dapat berpotensi hilangnya
metabolit
- Beberapa senyawa juga tidak terekstraksi secara efisien jika kurang terlarut pada
suhu kamar (27oC) (Ditjen POM, 2000).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Universitas Muhammadiyah
f Malang
EKSTRAK KERING
RIMPANG Kaemferia galanga
16
3.2 Bagan Alir
Ditimbang 50 g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana maserasi
(erlenmeyer 250 ml)
Hasil no. 3 tutup bagian mulut bejana dengan aluminium, masukkan dalam
bejana ultrasonik dan digetarkan selama 15 menit (catat getaran ultrasonik
yang digunakan)
Hasil maserasi pada no.4 disaring (8 erlenmeyer). Tampung filtrat dan lakukan
kembali maserasi dengan getaran ultrasonik dengan 200 ml etanol 96% pada
masing-masing residu (8 erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4)
Hasil maserasi pada no.5 disaring. Tampung filtrat dan lakukan kembali
maserasi dengan getaran ultrasonik dengan 200 ml etanol 96% pada masing-
masing residu (8 erlenmeyer) selama 15 menit (perlakuan no. 4)
Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume 400
ml
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Dokumentasi
18
4.2 Pembahasan
19
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
21
pneumoniae Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Medisia, 2(1), pp.
68-73.
Hosne Jahan Shetu, Kaniz Taskina Trisha, Shishir Ahmed Sikta, Raihanatul Anwar,
Sadman Sakib Bin Rashed (2018). Pharmacological importance of Kaempferia
galanga (Zingiberaceae). International Journal of Research in Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences Volume 3; Issue 3; Page No. 32-39.
Kirk, R.E. and Othmer, V.R., 1998, Encyclopedia of Chemical Technology, vol.25
Vitamins to Zone Refining, 4th ed., John Wiley & Sons Inc., New York.
Kumar, A., 2014, Chemical Composition of Essential Oil Isolated from the Rhizomes of
Kaempferia galanga L., International Journal of Pharma and Bio Sciences, 5(1), pp.
225-231.
Larian, M. G., 1959, “Fundamental of Chemical Engineering Operation”. Merusen Co.
Ltd, Tokyo, Jepang.
Mukriani., 2014. Ekstraksi, Pemisahan, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan,
Volume VII No. 2, p.362-363.
Nuria, M. C., A. Faizatun, Sumantri, 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
J. curcas (Jatropha curcas Linn) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC
25923, Escherichia coli ATCC 25922 dan Salmonella typhi ATCC 1408, Mediagro,
Vol 5, No. 2, pp. 26-37.
Nurlita, F., & Suja I W. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja: IKIP
Negeri Singaraja.
Perry, R.H., and Green, D.W., 1984, “Perry’s Chemical Engineers Hand Book“, 6 th. ed.
Mc. Graw Hill Co., International Student edition, Kogakusha, Tokyo.
Preetha, T. S., A. S. Hemanthakumar, dan P. N. Krishnan, 2016, A Comprehensive
Review of Kaempferia galanga L. (Zingiberaceae): A High Sought Medicinal Plant in
Tropical Asia. Journal of Medicinal Plants Studies, 4(3), pp. 270-276.
Prayitno, S. A., J. Kusnadi, and E. S. Murtini. 2016. Antioxidant activity of red betel
leaves extract (Piper Crocatum Ruiz and Pav.) by difference concentration of
solvents. department of food science and technology. University of Brawijaya,
Malang. East Java. Indonesia.
22
Pujiharti, N. Y., 2012, Budidaya Tanaman Obat Keluarga (Toga), Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementrian Pertanian, pp. 16-21.
Riasari, H., Rachmaniar, R., and Febriani, Y. 2016. “Effectiveness of Anti-Inflammatory
Plaster from Kencur (Kaempferia galanga L.) Rhizome Ethanol Extract.” International
Journal of Pharmaceutical Science and Research, 7 (4): 1746.
Singh, C. B., S. B. Chanu, Th.Bidyababy, W. R. Devi, S. B. Singh, Kh.Nongallemia,
Lokendrajit, Swapana, dan L. W. Singh, 2014, Biological And Chemical Properties Of
Kaempferia galanga L. – a Zingiberaceae Plant. A Journal of Environment and
Biodiversity, 4(4), pp. 35-41.
Soeprapto. 1986. Bertanam Kencur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Spencer, N. D. 1988. Direct oxidation of methane. Journal of Catalysis. 109, 187.
Suryanta, 2012, Pengolahan Air Untuk Bahan Baku Air Minum, Ilmu Lingkungan,
Jakarta.
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Tara V., Shanbag; sharma Chandrakala; Adiga Sachidanada; Bairy Laximinarayana
kuradi; Shenoy Ghanesh. 2006. Wound Healing Activity of Alcohol Extract of
kaemperia galanga in Wistar Rats. Indian J.Physiolparmakol 50 (4) : 384-390.
Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani N. S.,
UGM Press, Yogyakarta.
23