Anda di halaman 1dari 26

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 1
Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga
Dengan Maserasi Kinetika
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK : 7

KELAS: D

ANANDA NOVIA RIZKY UJP (201610410311151)

DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Indonesia kaya akan sumber bahan obat tradisional yang telah digunakan oleh
sebagian besar rakyat Indonesia secara turun temurun. Keuntungan penggunaan obat
tradisional adalah antara lain karena bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya
murah. Delapan puluh persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan, di antaranya
sukar dijangkau oleh obat modern dan tenaga medis karena masalah distribusi,
komunikasi dan transportasi disamping itu daya beli yang relatif rendah menyebabkan
masyarakat pedesaan kurang mampu mengeluarkan biaya untuk pengobatan modern,
sehingga masyarakat cenderung memilih pengobatan secara tradisional (TULAINY,
2016).
Salah satu tanaman obat yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah Kencur (Kaempferia galanga L.). Kencur
merupakan tanaman tropis yang cocok untuk dibudidayakan diberbagai daerah di
Indonesia. Rimpang tanaman kencur dapat digunakan sebagai ramuan obat tradisional
yang berkhasiat mengobati berbagai macam penyakit misalnya masuk angin, radang
lambung, batuk, nyeri perut, panas dalam dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat
digunakan sebagai salah satu bumbu masakan, sehingga kencur banyak dibudidayakan
sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Rimpang
kencur juga digunakan sebagai bahan baku fitofarmaka, industri kosmetika,
pembuatan minuman, rempah, serta bahan campuran saus, dan industri rokok kretek
(TULAINY, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rati Anisah dkk, Kencur diketahui
memiliki kandungan kimia seperti saponin, flavonoid, dan polifenol (Annisah,
Batubara, Roslina, & Yenita, 2018). Selain itu kencur memiliki komponen utama
berupa Etil p-metoksi sinamat (EPMS). EPMS meruakan salah satu senyawa hasil
isolasi rimpang kencur (Kaempferia Galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa
tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari (Hudha, 2013).

Teknik ekstraksi yang banyak digunakan untuk ekstraksi kencur adalah maserasi
dan perkolasi. Kelebihan dari proses maserasi adalah kerusakan bahan organic oleh
pemanas dapat diminimalkan. Sedangkan kekurangannya yaitu waktu dan tenaga yang
lama untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang maksimal. Sedangkan pada perkolasi
parameter berhentinya pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung senyawa aktif
pengamatan secara fisik pada ekstraksi bahan alam terlihat tetesan perkolat sudah tidak
berwarna (Hudha & Daryono, 2015).

1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka, tujuan dari praktikum ini antara lain :
1. Mahasiswa mampu melakukan ekstakrasi dengan menggunakan metode
maserasi, maserasi kinetika, maserasi ultrasonik.
2. Untuk memperoleh keterampilan studi pembuatan Ekstrak Rimpang
Kaempferia galanga dengan metode Maserasi, Kinetika, dan Maserasi
Ultrasonika.
3. Untuk memperoleh keterampilan Pembuatan Ekstrak Rimpang Kaempferia
galanga dengan Maserasi (Ultrasonika)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kencur (Kaempferia galanga)


2.1.1 Taksonomi Kencur (Kaempferia galanga)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Kaempferia L.
Jenis : Kaempferia galanga L.
(USDA, 2010)

Gambar 2.1
Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) (Preetha, 2016)

2.1.2 Morfologi Tanaman Kaempferia galanga L.


Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi, lebih
kurang 20 cm dan tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau dengan
pinggir merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar sampai
bundar, panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai berlekuk, dan
tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu, sedangkan bagian
bawah berbulu halus. Tangkai daun pendek, berukuran 3-10 cm, pelepah
terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih. Jumlah daun tidak
lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan (Damayanti, 2008).
Bunga tunggal, bentuk terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm. Benang sari
panjang sekitar 4 mm, berwarna kuning. Putik berwarna putih atau putih
keunguan. Bunga tersusun setengah duduk, mahkota bunga berjumlah 4-12
buah dengan warna putih lebih dominan. Tanaman kencur berbeda dengan
famili Zingiberaceae lainnya, yaitu daunnya merapat ke permukaan tanah,
batangnya pendek, akar serabut berwarna coklat kekuningan, rimpang pendek
berwarna coklat, berbentuk jari dan tumpul, bagian luarnya atau kulit
rimpangnya berwarna coklat mengkilat, memiliki aroma yang spesifik, bagian
dalamnya berwarna putih dengan daging lunak, dan tidak berserat (Damayanti,
2008).

2.1.3 Kandungan Kimia Kaempferia galanga L.


Rimpang kencur paling banyak mengandung alkaloid dan minyak atsiri,
yang terdiri atas sineol, asam sinamat, etil ester, kamphene, paraeumarin dan
asam anisat (Gendrowati, 2013).
Tabel 2.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Rimpang Kencur
Uji Fitokimia Hasil
Alkaloid ++++
Minyak Atsiri +++
Saponin +++
Tanin ++++
Flavonoid ++++
Fenolik +++
Steroid/Triterpenoid -
Glikosida ++++
(Gholib, 2007)
Flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi
yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap jamur
(Agrawal, 2011).
Senyawa alkaloid sebagai antibakteri mampu menghambat sintesis dinding
sel bakteri, jika dinding sel bakteri tidak terbentuk dengan sempurna maka sel
bakteri akan lisis dan hancur. Ekstrak etanol rimpang kencur juga mengandung
saponin dan steroid.
Saponin juga merupakan senyawa aktif yang mempunyai aktivitas antifungi.
Mekanisme kerja saponin sebagai antijamur adalah menurunkan tegangan
permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel
dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar. Hal ini menyebabkan
sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel (Nuria dkk,
2009).
Senyawa steroid dapat mengakibatkan kebocoran pada lisosom bakteri.
Interaksi steroid dan membran fosfolipid bakteri akan menyebabkan
menurunnya integritas membrane dan terjadi perubahan morfologi membran
bakteri (Hayati et al., 2017).
Rimpang kering dari Kaempferia galanga L. mengandung 2,5 sampai 4%
minyak esensial yang banyak digunakan dalam penyedap makanan,
wewangian, dan obat-obatan. Penelitian barubaru ini menunjukkan potensi
antijamur, antibakteri, antibiofilm, antioksidan dan aktivitas antitumor dari
minyak esensial yaitu minyak atsiri yang diisolasi dari rimpang Kaempferia
galanga L (Kumar, 2014).
Ethyl cinnamate dan ethyl-p-methoxycinnamate dan merupakan golongan
ester yang memiliki peran sebagai nematisida, antikanker, antituberkulosis,
anti-inflamasi, antifungal and larvisida (Kumar, 2014).

Gambar 2.2
Gambar Rantai Kimia Ethyl Cinnamate (Kumar, 2014)

Gambar 2.3
Gambar Rantai Kimia Ethyl-p-methoxycinnamate (Kumar, 2014)
2.1.5 Manfaat Kaempferia galanga L.
Kencur (Kaempferia galanga L.) banyak digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan
minuman, rempah, serta bahan campuran saus, rokok pada industri rokok kretek.
Secara empirik kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan, infeksi
bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin, sakit perut
(Pujiharti, 2012).
Kencur juga juga memiliki bermacam-macam kegunaan lain, diantaranya
sebagai antibakteri, antifungi, analgesik, anti-inflamasi, antioksidan, antivirus,
antihipertensi, antikarsinogenik, antinosiseptif, antituberkulosis dan larvasida.
Minyak atsiri rimpang kencur juga digunakan sebagai bahan parfum, obat-
obatan, dan untuk aromaterapi inhalan dan pijat untuk mengurangi kecemasan,
stres, dan depresi (Kumar, 2014).

2.2. Ekstrak dan Ekstraksi


2.2.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Ditjen POM, 2000).
Meneurut Voight, Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu :
1) Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat
dituang.
2) Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat
dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya kandungan ainya
menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.
3) Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi dan mudah dituang.
Sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
4) Ekstrak cair, ektrak yang dibuat sedemikian sehingga 1 bagian simplisa sesuai
dengan 2 bagian ekstrak cair (Voight, 2005).

2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat
pada simplisa. Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur
dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang
diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah
terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis. Karena didalam simplisa mengandung
senyawa aktif yang berbeda-beda, sehingga metode didalam penarikan senyawa
aktif didalam simplisa harus memperhatikan faktor seperti : Udara, suhu, cahaya,
logam berat. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi : pembuatan serbuk,
pembasahan, penyariran, dan pemekatan (depkes RI Dirjen POM, 2000).

2.3. Metode Ekstraksi


Metode ekstraksi berdasarkan ada tidaknya proses pemanasan dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas (Hamdani,
2009).

1. Ekstraksi cara dingin

Pada metode ini tidak dilakukan pemanasan selama proses ekstraksi


berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang diinginkan tidak menjadi rusak.
Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin, yaitu :

A. Maserasi
Maserasi merupakan cara eksrtraksi yang sederhana. Istilah maseration berasal
dari bahasa laitin macere, yang artiya merendam jadi. Jadi masserasi dapat diartikan
sebagai proses dimana obat yang sudah halus dapat memungkinkan untuk direndam
dalam mesntrum sampai meresap dan melunakan susunan sel, sehingga zat-zat yang
mudah larut akan melarut (Ansel, 2008).Pada umumnya perendaman dilakukan
selama 24 jam, kemudian pelarut diganti dengan pelarut baru. Maserasi juga dapat
dilakukan dengan pengadukan secara berkesinambungan (maserasi kinetik).
Kelebihan dari metode ini yaitu efektif untuk sneyawa yang tidak tahan panas
(terdegradasi karena panas), pelaratan yang digunakan relatif sederhana, murah,
dan mudah didapat. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu
waktu ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak dan
adanya kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena
kelarutannya yang rendah pada suhu ruang (Sarker et al., 2006).

Modifikasi Maserasi dibagi menjadi, diantaranya:


 Konvensional
Salah satu contoh ekstraksi maserasi konvensional adalah soxhlet. Soxhlet adalah
ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pElarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Metode konvensional pada umumnya menggunakan pelarut
organik dalam jumlah besar, selain itu membutuhkan waktu yang relatif lama seperti
maserasi pada umunya yaitu selama 2x24 jam, waktu yang lama dianggap tidak efektif,
karena menggunakan energi dalam jumlah besar dengan kandungan dalam bahan yang
rusak karena pemanasan yang lama (Depkes RI., 2000).
 Kinetik
Berdasarkan penelitian Fauzana, maserasi sederhana didefinisikan sebagai
metode ekstraksi dimana sampel direndam menggunakan pelarut dalam kurun waktu
tertentu dengan atau tanpa pengadukan pada suhu ruang. Kinetika maserasi dan
maserasi dengan tekanan tidak jauh berbeda dengan maserasi sederhana. Titik
perbedaan kinetika maserasi terletak pada dilakukannya pengadukan berkecepatan
konstan. Metode maserasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya cenderung
mengarah pada kinetika maserasi karena menggunakan pengadukan yang konstan,
yakni 200 rpm dan waktu selama 4 jam (Fauzana, 2010)
 Ultrasonik
Maserasi ultrasonik merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan
menggunakan bantuan sinyal dengan frekuensi tinggi. Wadah yang berisi serbuk
sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonik. Hal ini dilakukan untuk memberikan
tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel
dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan
hasil ekstraksi (Mukhriani, 2014).
Getaran uktrasonik (> 20.000 Hertz) memberikan efek pada proses ekstrak
dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung
spontan sebagai stress dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi
tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonik (Depkes
RI., 2000).
B. Perkolasi

Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan bahan yang disusun dengan


menggunakan pelarut yang selalu baru sampai prosesnya sempurna dan umumnya
dilakukan pada suhu ruang. Prosedur metode ini yaitu bahan direndam dengan
pelarut, kemudian pelarut baru dialirkan secara terus menerus sampai warna pelarut
tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa
yang terlarut. Kelebihan dari metode yaitu tidak diperlukan proses tambahan untuk
memisahkan padatan dengan ekstrak, sdangkan kelemahan metode ini adalah
jumlah pelarut yang dibutuhkan cukup banyak dan proses juga memerlukan waktu
yang cukup lama, serta tidak meratanya kontak antara padatan dan pelarut (Sarker
et al., 2006).

2. Ekstrasksi cara panas

Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung.


Adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan
dengan cara dingin. Beberapa jenis metode ekstraksi cara panas, yaitu:

A. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur tititk didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
B. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit. Universitas Sumatera Utara 8 Refluks Refluks
adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat
dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi
menuju pendingin dan kembali ke labu.
C. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-1000 C.
D. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-500 C.
E. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2.3.1 Faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi yaitu (KirkOthmer,
1998; Perry, R., et al, 1984):

1) Perlakuan pendahuluan

Perlakuan pendahuluan dapat berpengaruh terhadapat rendeman dan mutu


ekstrak yang dihasilkan. Perlakuan pendahuluan meliputi:

1.Pengecilan ukuran

2. Pengeringan bahan.

Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas kontak antara padatan
dengan pelarut, tahanan menjadi semakin berkurang, dan lintasan kapiler dalam
padatan menjadi semakin pendek (laju difusi berbanding lurus dengan luas permukaan
padatan dan berbanding terbalik dengan ketebalan padatan), sehingga proses ekstraksi
menjadi lebih cepat dan optimal. Teknik pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan
cara pemotongan, penggilingan, maupun penghancuran.

Pengeringan bahan bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan,


sehingga kadar air bahan menurun. Selain itu, kerusakan dinding sel bahan selama
pengeringan akan mempermudah pengeluaran solute dalam bahan. Pengeringan juga
dapat mempermudah proses pengecilan ukuran dan meningkatkan mutu ekstrak dengan
menghindari adanya air dalam ekstrak (Somaatmadja, 1985). Pada umumnya
pengeringan dilakukan pada suhu kamar atau oven dengan temperatur kuran dari 30
0C. Keuntungan pengeringan dengan menggunakan oven yaitu tidak tergantung cuaca,
kapasitas pengeringan dapat disesuaikan, tidak memerlukan tempat yang luas, dan
kondisi pengeringan dapat dikontrol. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan
yaitu udara pengering dan sifat bahan. Faktor yang berhubungan dengan udara
pengering yaitu suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembapan
udara sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yaitu ukuran, kadar air
awal, dan tekanan parisal bahan.

2) Temperatur
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan meningkat dengan
meningkatnya temperatur. Namun temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak bahan
yang diekstrak, sehingga perlu menentukan temperatur optimum.

3) Faktor pengadukan

Pengadukan dapat mempercepat pelarutan dan meningkatkan laju difusi solute.


Pergerakan pelarut di sekitar bahan akibat pengadukan dapat mempercepat kontak
bahan dengan pelarut dan memindahkan komponen dari permukaan bahan ke dalam
larutan dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan komponen tersebut ke
dalam media pelarut (Larian, 1959). Pengadukan dapat dilakukan dengan cara mekanis,
pengaliran udara atau dengan kombinasi keduanya.

2.3.2 Pemilihan Pelarut

Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses
ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi mempengaruhi jenis
komponen aktif bahan yang terekstrak karena masing-masing pelarut mempunyai
selektifitas yang berbeda untuk melarutkan komponen aktif dalam bahan. Menurut
Perry (1984), berbagai syarat pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu
sebagai berikut:

 Tidak korosif.
 Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.
 Tidak beracun.
 Tidak mudah terbakar.
 Tidak berbahaya bagi lingkungan.
 Stabil secara kimia dan termal.
 Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut
harus dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin
dan sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor.
 Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan
komponen yang akan diekstrak.
 Reaktivitas. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
 Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah untuk dialirkan.
 Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.
 Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.
 Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.

Berbagai jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi seperti contoh
tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Beberapa jenis pelarut untuk ekstraksi (Stahl, 1969)

Pelarut Titik didih (oC, 1atm) Viskositas (cp, 20oC)

n-heksana 68,7 0,326

Heksana 98,4 0,409

Sikloheksana 81,4 1,020

Benzena 80,1 0,652

Kloroform 61,3 0,580

Dietil eter 34,6 0,233

Etil asetat 77,1 0,455

Aseton 56,5 0,316

Etanol 78,5 1,200

Metanol 64,6 0,597

Air 100 1,005

Setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbedaan kelarutan yang


berbeda dalam setiap pelarut, sehingga untuk mendapatkan sebanyak mungkin
komponen yang diinginkan, maka ekstraksi dilakukan dengan menggunakan suatu
pelarut yang secara selektif dapat melarutkan komponen tersebut. Komponen yang
terkandung dalam bahan akan dapat larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya.
Kriteria kepolaran suatu pelarut dapat ditinjau dari konstanta dielektrik dan momen
dipol. Pelarut polar memiliki konstanta dielektrik yang besar, sedangkan non-polar
memiliki konstanta dielektrik yang kecil. Semakin besar nilai konstanta dielektriknya,
maka semakin polar senyawa tersebut. Nilai konstanta dielektrik pada berbagai jenis
pelarut disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Nilai konstanta dielektrik pelarut organik pada 20C (Adnan, 1997)

Pelarut Konstanta dielektrik

Heptan 1,924

n-heksana 1,890

Sikloheksana 2,023

Karbon tetraklorida 2,238

Benzen 2,284

Kloroform 4,806

Etil eter 4,340

Etil asetat 6,020

Piridin 12,30

Aseton 20,70

Etanol 24,30

Metanol 33,62

Asetonitril 38,00

Air 80,37
Beberapa jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi

a. Metanol

Metanol (CH3OH) juga dikenal dengan nama hidrat, alkohol kayu


atau spiritus merupakan alkohol alifatik paling sederhana. tekanan atmosfer,
metanol berbentuk cairan yang ringan tidak berwarna, mudah menguap,
mudah terbakar, bersifat racun dengan aroma yang khas, dan larut sempurna
dalam air, alkohol, serta eter. Metanol mempunyai berat molekul 32,04
gr/mol, titik didih 64,7 berat jenis pada 20C sebesar 0,792 gr/cm sebesar
0,59 mPa.s. Metanol tergolong pelarut polar dengan konstanta dielektrik
sebesar 33,26 pada 25C dan momen dipol sebesar 1,69 D (gas) (Merck,
1999; Mills B., 2009).

Gambar 2.4 Struktur Molekul Metanol

b. Etanol

Etanol (C2H5OH) memiliki nama lain yaitu etil alkohol,


hidroksietana, dan alkohol absolut. Etanol merupakan molekul yang sangat
polar karena adanya gugus hidroksil (OH) dengan keelektonegatifan
oksigen yang sangat tinggi yang menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen
dengan molekul lain, sehingga etanol dapat ber molekul polar dan molekul
ion. Gugus etil (C etanol dapat berikatan juga dengan molekul non
melarutkan baik senyawa polar maupun non gr/mol, massa jenis 0,789 gr/
cm momen dipol sebesar 1,69 D (gas), konstanta dielektrik 24,3 pada 20C,
dan tidak berwarna.

Etanol merupakan pelarut paling penting kedua setelah air pada


industri. Etanol merupakan alkohol yang paling tidak beracun (hanya
beracun apabila dalam jumlah yang sangat besar), umumnya digunakan
sebagai pelarut, antiseptik, perasa (sari vanila) atau pewarna makanan, dan
bahan pada industri kosmetik (parfum) maupun obat-obatan. Struktur
molekul etanol dapat dilihat pada Gambar berikut: (Schiller M., 2010;
Cacycle, 2008)

Gambar 2.5 Struktur Molekul Etanol

c. Air

Gambar 2.6 Struktur Molekul Air

Air (H2O) merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
berwarna dengan satu molekul air terdiri dari dua atom hidrogen yang terikat secara
kovalen (ikatan yang terjadi akibat adanya pemakaian bersama pasangan elektron) pada
satu atom oksigen. Atom oksigen memiliki keelektronegatifan yang sangat besar
sedangkan atom hidrogen memiliki keelektronegatifan yang paling kecil diantara
unsur-unsur bukan logam. Hal tersebut menyebatbkan sifat kepolaran air yang sangat
besar. Air merupakan pelarut universal karena air mampu melarutkan banyak senyawa
kimia lainnya (Azizah U., 2011).

Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut
menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara
molekulmolekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar
molekul air, maka molekul-molekul zat tersebut tidak dapat larut dalam air. Zat yang
dapat bercampur dengan baik atau larut dalam air (misalnya asam, alkohol, dan garam)
disebut sebagai zat hidrofilik, sedangkan zat-zat yang tidak mudah tercampur atau larut
dalam air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat hidrofobik (Azizah U.,
2011).

Senyawa polar dapat larut dalam air dan membentuk ikatan hidrogen dengan
air. Ikatan hidrogen dapat terjadi karena elektron bebas pada atom yang memiliki
elektronegatifan tinggi seperti N, O, F menarik proton yang dimiliki oleh atom H. Air
memiliki berat molekul 18 gr/mol, titik didih 100 oC, viskositas 1,005 cP, dan konstanta
dielektrik sebesar 80,37 pada 2 0oC. Kelarutan beberapa zat dalam air disajikan pada
Tabel 2.3 dan stuktur molekul air dapat dilihat pada berikut (Anonim, 2008; Azizah U.,
2011)

Tabel 2.4 Kelarutan zat dalam air pada temperatur kamar

Zat Kelarutan (per 100 gram)

Alkohol Tidak terbatas

Garam 36

Gula 211

Zat Kelarutan (per 100 gram)

Oksigen 0,0041

Karbondioksida 0,144

2.4 Alat dan Bahan


2.4.1 Alat
No Alat Jumlah
1 Batang pengaduk 1
2 Corong 3
3 Bejana maserasi -
4 Botol selai 1
5 Rotavavor -
6 Pipet panjang 1
7 Aluminium foil 1
8 Sudip 1
9 Pinset 1
10 Erlenmyer 1
11 Kertas saring 3
12 Beker glass (1 Liter;300ml) 1
2.4.2 Bahan
No Bahan
1 Serbuk rimpang kencur

2 Etanol 96%

3 Cab- o-sil
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1. Kerangka operasional

Metode Maserasi Kinetika

Timbang 400g
serbuk rimpang Masukkan ke bejana
kencur maserasi

Hasil, tutup mulut bejana Ditambah 1000ml etanol 96%


dengan alumunium, pada masing – masing bejana ,
masukkan ke bejana aduk ad serbuk terbasahi

Lakukan pengadukan Masing – masing


Hasil disaring dan
selama 2 jam residu ditambah
tampung filtrat
1200ml etanol 96%

Masing – masing
residu ditambah Hasil disaring dan Lakukan pengadukan
1200ml etanol 96% tampung filtrat selama 2 jam

Filtrat yang
Hasil disaring terkumpul di
Lakukan pengadukan
dan kumpulkan rotavapor ad
selama 2 jam
semua filtrat ±400ml

Diamkan selama Taburkan cab-o-sil


semalam. sebanyak 5% dari Ratakan
Homogenkan dan ekstrak ( 20g ) ad ekstrak
simpan dalam wadah rata kedalam
serta beri label loyang
identitas
3.2. Prosedur Operasional
Metode Maserasi Kinetika
1. Ditimbang 400g serbuk rimpang kencur, dimasukkan dalam bejana
maserasi
2. Ditambahkan 1000 ml etanol 96% pada masing-masing bejana maserasi,
aduk ad serbuk terbasahi.
3. Hasil no.2 ditambahkan 600ml etanol 96%, aduk ad homogeny, tutup bagian
mulut bejana dengan alumunium, masukkan dalam bejana, dan aduk selama
2 jam (catat getaran ultrasonik yang digunakan).
4. Hasil maserasi no. 2 disaring. Setelah itu ditampung filtrat dan lakukan
kembali maserasi kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada residu selama 2
jam pada kecepatan yang sama (seperti perlakuan no.3)
5. Hasil maserasi pada no.3 disaring. Tampung filtrat dan lakukan kembali
maserasi kinetika dengan 1200ml etanol 96% pada masing-masing residu
selama 2 jam pada kecepatan sama (perlakuan no. 4).
6. Disaring kembali maserasi no. 4. Kumpulkan semua filtrat menjadi satu.
7. Kaliberasi labu pada rotavapor (berisi ekstrak), berikan tanda pada volume
400ml.
8. Filtrat yang terkumpul dilakukan pemekatan dengan rotavapor yaitu
penguapan dengan penurunan tekanan hingga volume tersisa ±400ml (tanda
kaliberasi) dan pindahkan hasilnya kedalam loyang. Ratakan ekstrak pada
loyang.
9. Ditambahkan cab-o-sil sebanyak 5% dari ekstrak (20g) dengan ditaburkan
sedikit demi sedikit secara merata. Kemudian diamkan selama semalam
(sampai kering).
10. Dihomogenkan dan simpan pada wadah tertutup (botol selai).dan berikan
label identitas pada wadah.
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

4.1. Hasil Perhitungan


4.2. Dokumentasi Hasil Penelitian
BAB V

PEMBAHASAN
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar
[USDA] United State Departement of Agriculture. 2010. USDA National Nutrient
Database forStandart Reference.
Preetha, T. S., Hemanthakumar, A. S. & Krishnan, P. N., 2016. A Comprehensive
Review of Kaemferia galang L. (Zingiberaceae) : A High Sought Medical
Plant in Tropical Asia.
Damayanti R. (2008). Uji efek sediaan serbuk instan rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) sebagai tonikum terhadap mencit jantan. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Gendrowati, F., 2014, TOGA: Tanaman Obat Keluarga, Padi, Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Agrawal, A. 2011, Pharmacological Activities of Flavonoids: A Review, International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology.
Nuria, Cut., 2009, Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun jarak pagar (Jatropha
curcas L.) terhadap bakteri staphylococcus aureus , Escherechia coli dan
Salmonela typhi , Jurnal uji antibakteri.
Aggarwal J, Kumar M, 2014, Prevalence of Microalbuminuria among Rural North
Indian Population with Diabetes Mellitus and its Correlation with
Glycosylated Haemoglobin and Smoking, in Journal of Clinical and
Diagnostic Research.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan

Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ansel, H.C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: Beberapa Macam Preparat:

Tinktur, Ekstrak encer, Ekstrak Air, Amonia, Asam Encer, Spirtus, dan

Radiofarmasi,Edisi 4, Jakarta., UI Press.

Fauzana D.L., 2010, Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi, dan

Reperkolasi Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza


Roxb.), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Skripsi.

Sarker, Satyajit D., Zahid Latif, & Alexander I. Gray (Ed). (2006). Natural Products

Isolation. Totowa : Humana Press.

Kirk Othmer, 1998, ”Encyclopedia of Chemical Technolog “, 4 nd .ed. Vol.7.

Interscience Willey.

Perry, R.H., and Green, D.W., 1984, “Perry’s Chemical Engineers Hand Book“, 6 th.

ed. Mc. Graw Hill Co., International Student edition, Kogakusha, Tokyo.

Stahl, E., 1969, Thin Layer Chromatography a Laboratory Handbook, second Edition,

Springer International Student Editon, Tokyo, Toppan Company Limited,

Japan.

Adnan, M., 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, Edisi Pertama,

9, 14, 15, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Annisah, R., Batubara, D. E., Roslina, A., & Yenita. (2018). UJI EFEKTIVITAS
EKSTRAK KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP
PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS SECARA IN VITRO. Ibnu Sina
Biomedika, 2(2), 121.
Hudha, M. I., & Daryono, E. D. (2015). Optimalisasi Proses Isolasi Etil
Parametoksisinamat ( EPMS ) Dari Rimpang Kencur dengan Variasi Proses
dan Konsentrasi Pelarut, 757–762.
TULAINY, I. (2016). PENGARUH AUKSIN (2,4 D) DAN AIR KELAPA TERHADAP
INDUKSI KALUS PADA RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L).
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO.

Anda mungkin juga menyukai