Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 4
PEMBUATAN KAPSUL EKSTRAK KENCUR (Kaempferia
galangal L.) DAN KESERAGAMAN BOBOT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK : 1
KELAS: F
GRESSYANA RIZKY RAMADHANTY
201610410311068

DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam
keanekaragaman hati yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Keanekaragaman hayati di dalamnya termasuk kencur (Kaempferia galanga) yaitu
tanaman obat yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sering digunakan oleh
masyarakat . Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di berbagai
daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.
Rimpang kencur sudah dikenal luas di masyarakat baik sebagai bumbu
makanan atau untuk pengobatan tradisional diantaranya adalah batuk, mual, masuk
angin, radang lambung, batuk, nyeri perut, panas dalam dan lain-lain. Keuntungan
penggunaan obat tradisional adalah antara lain karena bahan bakunya mudah
diperoleh dan harganya murah. Selain itu rimpang kencur juga digunakan sebagai
bahan baku fitofarmaka, industri kosmetika serta pembuatan minuman.
Akar rimpang kencur adalah bagian yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat.
Didalam akar tersebut banyak terkandung beberapa senyawa aromatic dan alifatik
yang berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi bahan dasar industry kimia dan
kefarmasian. Pada senyawa trans-p-metoksi sinamat etil esterdan borneol yang
terkandung didalam akar rimpang kencur itulah yang menjadi komponen utama
dalam pembuatan sebuah obat atau sediaan farmasi. Kandungan etil p-metoksi trans
sinamat yang diduga sebagai pengeblok kimia UV B sehingga banyak produsen
farmasis yang memanfaatkannya dalam pembuatan sediaan tabir surya yang ada
dimasyarakat. (Muhlisah, 1999)
Senyawa-senyawa turunan sinamat ditemukan secara luas di alam, terutama
sekali turunan hidroksisinamat, seperti p-kumarat, kafeat, ferulat dan sinapat.
Senyawa-senyawa ini biasanya ditemukan dalam bentuk ester. Senyawa-senyawa
ini mudah dideteksi karena noda-nodanya di atas kertas saring memberikan
fluoresensi berwarna biru atau hijau di bawah sinar ultraviolet. Intensitas warna ini
dapat ditingkatkan bila diperlakukan dengan uap amoniak. Senyawa-senyawa
turunan sinamat dapat diidentifikasi dengan Thin Layer (TLC), dimana TLC
merupakan suatu teknik kromatografi yang membandingkan persamaan dan
perbedaan komponen-komponen kimia yang ada dalam ekstrak tanaman dan
produknya. Dari hasil yang di peroleh setelah dilakukan metode TLC maka kita
dapat menetapkan kadar senyawa EPMS yang terdapat pada ekstrak rimpang Thin
Layer Chromatography merupakan suatu teknik kromatografi yang
membandingkan persamaan dan perbedaan komponen-komponen kimia yang ada
dalam ekstrak tanaman dan produknya. (Totoli and Salgado, 2014)
Sediaan yang akan dibuat saat ini adalah kapsul kencur. Adapun alas an
dipilihnya sediaan kapsul antara lain dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari
bahan obat (ekstrak). Sebagian besar ekstrak tumbuhan memiliki rasa yang pahit
atau getir dan terkadang pedas, sehingga dengan pemilihan sediaan kapsul dapat
menutupi rasa yang tidak enak dan dapat meningkatkan akseptabilitas pasien
terhadap sediaan yang telah diformulasi. Dan untuk mengetahui berapa gram
ekstrak yang terkandung dalam kapsul, maka dilakukan uji keseragaman bobot
untuk mengetahuinya.

1.2 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan pembuatan kapsul ekstrak kencur
(Kaempferia galanga L.) dan mengetahui keseragaman bobot dari kaspul.

1.3 MANFAAT
Mahasiswa dapat melakukan pembuatan kapsul ekstrak kencur (Kaempferia
galanga L.) dan mengetahui keseragaman bobot dari kaspul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KENCUR (Kaempferia galanga)
2.1.1 Klasifikai Tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales Gambar 2.1 Rimpang Kencur
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L.
Merupakan bahan alamiah kering berupa rimpang (rhizoma) dari tanaman
kencur (Kaempferia galanga L.) yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
pengolahan apapun. Tanaman ini sudah berkembang di Pulau Jawa dan diluar Jawa
seperti Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini
karakteristik utama yang dapat dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun dan
rimpang. Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya, dikenal 2 tipe kencur, yaitu
kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang besar dan kencur berdaun sempit
dengan ukuran rimpang lebih kecil. (Syukur dan Hernani, 2001)
Kencur digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai
daging buah yang lunak dan tidak berserat. Rimpang kencur mempunyai aroma
yang spesifik. Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada
musim penghujan kencur dapat ditanam dalam pot atau dikebun yang cukup sinar
matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka. (Thomas, 1989)
Kencur sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Hasil utama dari kencur
adalah umbi atau rimpangnya. Rimpang kencur memiliki bentuk yang bulat
memanjang. Tempat yang cocok utnuk pertumbuhan kencur adalah yang berada di
ketinggian 50 m – 1000 m diatas permukaan laut bersuhu 25-30 °C. (Prasetiyo,
2003)
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri yang berwarna hangat, pedas
dan berwarna kuning. Kandungan minyak atsiri di dalam kencur terdiri atas
borneol, kamfen, H-pentadekan, para metoksi stiren dan lain-lain. (Prasetiyo, 2003)
Rimpang kencur memiliki berbagai manfaat yaitu digunakan sebagai bahan
baku obat tradisoinal/ jamu, fitofarmaka, kosmetik, penyedap makanan dan
minuman, serta rempah. Secara empiris, kencur berkhasiat mengatasi infeksi
bakteri, batuk, disentri, ekspektoran, disentri, masuk angin, sakit perut dan
penambah nafsu makan. (majalah trubus, 2009)
2.1.2 Kandungan Kimia Kencur (Kaempferia galanga)
Kandungan kimia rimpang kencur, yaitu: Etil sinamat, Etil p-
metoksisinamat, p-Metoksisitiren, Karen, Borneol, dan Parafin. Diantara
kandungan kimia ini, Etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari
kencur. (Afriastini, 1990)
Rimpang mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene (1,28%),
kampen (2,47%), benzene (1,33%), borneol (2,87%), pentadecane (6,41%),
eucalyptol (9,59%), karvon (11,13%), metilsinamat (23,23%) dan etil-p-
metoksisinamat (31,77%). Ekstrak rimpang kencur berpotensi aktif terhadap infeksi
bakteri. Rimpang kencur ditemukan memiliki aktivitas antikanker, antihipertensi
dan aktivitas larvacidal dan untuk berbagai penyakit kulit, rematik dan diabetes
mellitus. (Tewtrakul et al., 2005)

2.2 Ekstrak dan Ekstraksi


2.2.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
menggunakan tekanan. (Ditjen POM, 1995)
2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat Ekstrak sebagai bahan dan produk kefarmasian yang berasal
dari simplisia harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sehingga dapat
menjadi obat herbal terstandart atau obat fitofarmaka. Salah satu parameter mutu
ekstrak secara kimia adalah kandungan senyawa aktif simplisia tersebut. Selain
itu, parameter non spesifik juga diperlukan untuk mengetahui mutu ekstrak.
(Ditjen POM, 2000)

2.3 Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk kesediaan padat, dimana satu
bahan macam obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukan
kedalam cangkang atau wadah kecil umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai.
Tergantung pada formulasinya, kapsul dari gelatin bisa merupakan kapsul lunak
dan bisa merupakan kapsul keras. Kebanyakan kapsul-kapsul yang sudah
diedarkan dipasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan oleh pasien,
untuk keuntungan dalam pengobatan.
Proses pengolahan kapsul dimulai dari penimbangan bahan baku yang
diluluskan oleh bagian Quality assurance. Ada dua metode pengolahan kapsul,
yaitu pencampuran langsung serbuk menggunakan mixer atau melalui proses
granulasi basah. Pada metode granulasi basah, dilakukan proses granulasi seperti
pada pembuatan tablet, kemudian granul yang dihasilkan dicampur dengan bahan
lainnya. Setelah itu dilakukan proses pengisian dengan menggunakan Filling
Capsule Machine. Setelah proses pengisian, tahap selanjutnya adalah polishing
kapsul yang berguna untuk menghilangkan serbuk yang lengket pada permukaan
cangkang kapsul sehingga kapsul tampak lebih bersih dan mengkilap.
2.3.1 Penetapan Kadar dalam Kapsul
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat
yang terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang tertera
pada etiket. Metode penetapan kadar yang digunakan sesuai dengan zat aktif yang
terkandung dalam sediaan kapsul.
Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut
diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang sudah
ditetapkan. Secara umum rentang kadar bahan aktif yang ditentukan berada
diantara 90-110% dari pernyataan pada label.
2.3.2 Waktu Hancur
Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun
kapsul lunak. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan
oleh kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi butiranbutiran bebas yang
tidak terikat oleh satu bentuk. Menurut FI ed IV, untuk melakukan uji waktu
hancur digunakan alat yang dikenal dengan nama Desintegration Tester. Dalam
FI IV waktu hancur kapsul tidak dinyatakan dengan jelas, namun menurut FI ed
III, kecuali dinyatakan lain waktu hancur kapsul adalah tidak lebih dari 15 menit.
2.3.3 Uji Disolusi
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing – masing monografi. Persyaratan disolusi tidak berlaku
untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing
monografi.
2.3.4 Keseragaman Bobot
Tetapkan kadar 10 kapsul, satu per satu sebagaimana dicantumkan dalam
monografi masing-masing bahan. Persyaratan untuk keseragaman dosis terletak
antara 85 sampai 115% dari yang disyaratakan dalam monografi atau yang
ditentukan dalam label. Bila suatu atau lebih unit dosis berada diluar batas
tersebut, maka unit tambahan harus ditetapkan kadarnya dan selanjutnya diperoleh
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam USP.
KAPSUL KERAS – Timbang satu per satu secara seksama 10 buah kapsul. Isi
dari tiap kapsul dikeluarkan dengan cara yang sesuai, isi dari kapsul disatukan.
Timbang secara seksama kapsul kosong satu per satu dan hitung untuk tiap kapsul
berat bersih dari isinya dengan cara mengurangkan berat cangkang kapsul dari
masing-masing berat kotor. Dari hasil penentuan kadar didapat sebagaimana
diperintahkan dalam monografi masing-masing, hitung kandungan zat aktif
merata.
KAPSUL LUNAK – Timbang dengan seksama 10 kapsul yang dimaksud satu
per satu untuk mendapatkan berta kotornya. Kemudian kapsul dibuka dengan cara
menggunakan alat pemotong yang kering seperti gunting atau pisau terbuka yang
tajam dan mengeluarkan isinya dengan pencucian menggunakan pelarut yang
tepat. Biarkan pelarut menguap dari cangkang pada temperatur kamar setelah
jangka waktu sekitar 30 menit, lakukan tindakan pencegahan untuk menjaga
jangan sampai kehilangan uap air. Timbang masing-masing cangkang dan hitung
isi netto. Dari hasil penentuan kadar yang diperoleh sebagaimana diperintahkan
dalam masing-masig monografi, hitung kandungan zat aktif dalam tiap kapsul,
dengan anggapan distribusi zat aktif merata.
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul sekaligus
dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang seluruh
cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi kapsul dan bobot
rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata
tiap isi kapsul,tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk
setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B.

Bobot rata- rata A B

120 mg 10% 20%

120 mg atau
7,5% 15%
lebih
Timbang satu kapsul, keluarkan isi kapsul, timbang bagian cangkangnya
hitung bobot isi kapsul.Ulangi penetapan terhadap 19 kapsul dan hitung bobot
rata-rata isi 20 kapsul. Untuk kapsul yang berisi obat tradisional cair: Tidak lebih
dari satu kapsul yang masingmasing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-
rata lebih besar dari 7,5% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya
menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 15 %. Timbang satu kapsul,
keluarkan isi kapsul, cuci cangkangnya dengan eter P. Buang cairan, biarkan
hingga tidak berbau eter dan ditimbang hitung bobot isi kapsul. Ulangi penetapan
terhadap 9 kapsul dan hitung bobot isi rata-rata10 kapsul (Depkes RI, 1994).
Untuk Kapsul yang berisi Obat Tradisional kering:
Dari 20 Kapsul, tidak lebih dari 2 Kapsul yang masing-masing bobot isinya
menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 10% dan tidak satu Kapsul
pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 25%.

2.4 Bahan Tambahan


2.4.1 Cab-o-sil
Sinonim : Aerosil; Cab-O-Sil; Cab-O-Sil M-5P; colloidal silica;
fumed silica; fumed silicon dioxide; hochdisperses silicum
dioxid; SAS; silica colloidalis anhydrica; silica sol; silicic
anhydride; silicon dioxide colloidal; silicon dioxide fumed;
synthetic amorphous silica.
Pemerian : Cab-O-Sil adalah sebuah fumed silica submicroscopic
dengan ukuran partikel 15 nm. Cab-O-Sil berwarna putih
kebiru-biruan, terang, tidak berbau, tidak berasa, serbuk amorf
tidak berpasir.
Rumus Kimia : SiO2 (BM = 60.08)
Fungsi : Adsorbent; anticaking agent; emulsion stabilizer; glidant;
suspending agent; tablet disintegrant; thermal stabilizer;
viscosity-increasing agent.
Cab-O-Sil digunakan secara luas dalam farmasi, kosmetik
dan produk makanan. Cab-O-Sil memiliki ukuran partikel kecil
dan luas area permukaan spesifiknya besar sehingga
memberikan karakter aliran yang diinginkan yang dieskplorasi
untuk memperbaiki aliran serbuk kering pada proses pembuatan
tablet.
Penggunaan Cab-O-Sil sebagai :
 Aerosol = 0,5 – 2,0 %
 Emulsion = 1,0 – 5,0 %
 Glidant = 0,1 – 1,0 %
 Suspending dan thickening agent = 2,0 – 10,0 %
pH : 3,5-4,0 (4 % w/v aqueous dispersion)
Distribusi partikel : 7-16 nm
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan larutan asam,
kecuali hydrofluoric acid. Larut dalam larutan alkali hidroksida
panas. Membentuk dispersi koloidal dalam air.
Cab-O-Sil higroskopis tetapi mengadsorbsi sejumlah
besar air tanpa mencair. Ketika digunakan dalam sistem
aqueous pada pH 0-7.5, Cab-O-Sil dapat meningkatkan
viskositas dari sistem. Tapi pada pH lebih dari 7.5 peningkatan
viskositas Cab-O-Sil akan berkurang dan pada pH lebih dari
10.7 kemampuan Cab-O-Sil menghilang karena Cab-O-Sil
terlarut membentuk silikat.
2.4.2 Avicel
Sinonim : Avicel PH; Cellets; Celex; cellulose gel; hellulosum
microcristallinum; Celphere; Ceolus KG; crystalline cellulose;
E460; Emcocel; Ethispheres; Fibrocel; MCC Sanaq; Pharmacel;
Tabulose; Vivapur.
Rumus Kimia : (C6H10O5)
Fungsi : Adsorbent; suspending agent; capsule diluent; tablet
disintegrant.
Avicel digunakan secara luas dalam farmasi, umumnya
sebagai binder/diluent pada tablet oral dan formula kapsul
dimana ini digunakan baik dalam granulasi basah dan proses
kempa langsung. Pada penambahannya sebagai binder/diluent,
avicel juga memiliki fungsi sebagai lubrikan dan disintegran
yang berguna dalam tabletasi.
pH : 5,0-7,5
Densitas : 1,512-1,668 g/cm3
Titik lebur : 260-270oC
Distribusi partikel : 20-200 μm
Kelarutan : mudah larut dalam 5% w/v larutan NaOH, praktis tidak larut
dalam air, asam terlarut, dan sebagian besar pelarut organik.
Kompatibilitas : avicel inkompatibel dengan agen oksidator kuat.
2.5 EPMS (Etil-p-metoksisinamat)
Kencur (Kaempferia galangal L.) secara empiris telah diketahui memiliki
efek antiinflamasi. Kandungan utama kencur adalah etil p-metoksisinamat
(EPMS) yang merupakan senyawa ester turunan dari p-metoksisinamat yang di
dalam tubuh mengalami hidrolisis menjadi senyawa aktif biologis, asam p-
metoksisinamat (APMS), senyawa ini bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin
terganggu. (Aiache, 1993)
Selain itu, EPMS termasuk kelompok fenolik alam dari golongan fenil
propanoid yang bermanfaat sebagai tabir surya, senyawa ini memperlihatkan
aktifitas serapan maksimum 308nm (daerah UV-B) dan bersifat sebagai UV filter
sehingga Etil p-metoksisinamat mempunyai perlindungan yang baik terhadap
sinar matahari yang dapat memantulkan dan menghamburkan radiasi sinar UV
terutama UV-B (290-320 nm).
Kadar EPMS dalam kencur cukup tinggi bisa mencapai 10% karena itu bisa
di isolasi dari bagian umbinya menggunakan pelarut petroleum eter/ethanol.
Biasanya ekstraksi digunakan untuk meisahkan senyawa-sesnyawa organik dan
campurannya. Ragam ekstraksi ini bergantung pada tekstur dan kandungan air
bahan tumbuhan yang di ekstraksi dan pada jenisnya yang di isolasi. Dalam etil
p-metoksisinamat proses pemisahan dengan cara ekstraksi zat-zat yang
dipisahkan terbagi dalam dua pelarut pertama, sedangkan pelarut kedua adalah
pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka senyawa organik itu
terdapat dalam fase organik, sedangkan senyawa lainnya akan berada dalam fase
air. Terhadap etil p-metoksisinamat yang merupakan komponen utama, memiliki
pusat-pusat reaktif yang potensial untuk reaksi kimia antara lain ikatan rangkap
terkonjugasi, cincin aromatik yang diaktifkan untuk gugus metoksi dan gugus
fungsi ester. Karenanya dapat dilakukan bebrapa reaksi antara lain hidrolisa ester,
demetilasi transformasi ester menjadi gugus lain khusus untuk hidrolisa etil p-
metoksisinamat.
Gambar 2.5 Struktur kimia etil p-metoksisinamat.

Hidrolisa etil p-metoksisinamat menghasilkan asam p-metoksisinamat,


sedangkan transformasi gugus ester dapat dilakukan melalui halida asam yang
jauh lebih reaktif untuk tranformasikan menjadi gugus yang ditargetkan misalnya;
aster aril dapat disintesis melaulu halida asam yang direaksikan dengan fenol
mengikuti mekanisme reaksi adisi-eliminasi nutreofilik, membuat fenil sinamat
dengan cara mereaktifkan sinamat klorida dengan fenol. Transformasi gugus ester
menjadi amida antara lain dapat dilakukan melalui analisis yakni mereaksikan
langsung ester dengan amonia.
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Prosedur Pembuatan Kapsul Ekstrak Kencur (Kaempferia galangal
L.)
Dibuat 60 kapsul dari bahan aktif ekstrak kencur dengan komposisi
senyawa marker EPMS sebanyak 15mg/kapsul. Bahan tambahan yang
digunakan yaitu campuran Cb-o-sil dan Avicel pada perbandingan 3:1

Hitung dan timbang Timbang Cab-o-sil dan Campurkan semua


berat ekstrak yang avicel sesuai yang bahan dan gerus ad
dibutuhkan dibutuhkan homogen

Setia bagian dibagi Timbang seluruh


Ditimbang cangkang
menjadi 3 bagian dan campuran dan bagi
kapsul kosong
dibagi 10 secara campuran menjadi 2
visual sama banyak

Dimasukkan setiap Simpan kapsul


Hitung % kesalahan
bagian ke dalam dalam wadah
dibandingkan dengan
kapsul dan tertutup dan beri
berat kapsul yang
ditimbang etiket
direncanakan

3.2 Prosedur Keseragaman Bobot


Diambil 20 kapsul Timbang kapsul Dibuka kapsul dan
kencur secara acak kencur satu per satu dikeluarkan isinya

Hitung % Hitung berat isi


Ditimbang
penyimpangan dengan
cangkang kapsul
dengan mengurangkan berat
kosong
membandingkan cangakang kapsul +
berat kapsul teoritis isi dengan berat
dikurangi berat isi cangkang kosong
dengan berat kapsul
teoritis dikalikan
100%
Bandingkan dengan
kolom keseragaman
bobot
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini.J.J, 1990, Bertanam Kencur, Jakarta: Wakarta Penebar Swadaya.

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr. Widji
Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Hal. 444.

Depkes RI, 1994. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Pendidikan


Kesehatan. Jakarta

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
R.I.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
R.I.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Muhlisah F. 1999. Temu-temuan dan Empon- empon, Budidaya dan Manfaatnya,
Cetakan 1. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Prasetiyo, 2003, Instan jahe, kunyit, kencur, temulawak, Yogyakarta: Kanisius.

Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Jakarta:
Penebar Swadaya, 65.

Tewtrakul, S. dan Subhadhirasakul S., 2007, Anti-allergic activity of some selected


plants in the Zingiberaceae family, Journal of ethnopharmacology 109(3), 535-
538.

Thomas, A. N. S., 1989, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta:


Kanisius.

Totoli, E., and Herida R. N. Salgado. 2014. Development of An Innovative,


Ecological and Stability Indicating Analytical Method for Semiquantitative
Analysis of Ampicillin Sodium for Injection by Thin Layer Chromatography
(TLC).

Trubus, 2009, Minyak Atsiri. Trubus Info Kit Vol. 07, Depok: PT Trubus Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai