TUGAS 5
Penetapan Kadar Senyawa Marker EPMS dalam Kapsul
1
pembanding dalam keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam produk obat bahan
alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan
indikator mutu suatu obat herbal (BPOM, 2011). Berdasarkan Natural Health
Product Directorate (NHPD), senyawa marker pada tanaman mempunyai 2
tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis dan analisis. Senyawa marker
sangat penting dalam evaluasi jaminan kualitas produk, untuk mengidentifikasi
dengan benar dan autentik sumber bahan alam, mencapai kualitas yang
konsisten, mengkuantifikasi senyawa farmakologik aktif pada produk akhir,
atau memastikan efikasi produk.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pada praktikum ini dilakukan penetapan
kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul ekstrak kencur.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui penetapan kadar senyawa marker EPMS
dalam kapsul ekstrak kencur.
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, maka manfaat dari praktikum ini adalah
mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam
kapsul ekstrak kencur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(a) (b)
Gambar 2.1 Tanaman Kencur (a), Rimpang Kencur (b) (Plantamor, 2018)
Kingdom : Plantae
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
3
lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh subuh
di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak
terlalu banyak air. Kencur tumbuh dan berkembang pada musim penghujan
dan dapat ditanam dalam pot atau kebun yang cukup sinar matahari
(Hardiman, 2015).
Kencur termasuk dalam susunan terna kecil yang siklus hidupnya
semusim atau beberapa musim. Susunan tubuh tanaman kencur terdiri atas
a. Akar dan Rimpang
- Merupakan akar tunggal yang bercabang halus dan menempel pada umbi
akar yang disebut “rimpang”.
- Rimpang kencur sebagian lagi terletak diatas tanah. Bentuk rimpang
umumnya bulat, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya coklat-
kekuningan dan berbau harum.
b. Batang dan Daun
- Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek, terbentuk dari
pelepah-pelepah daun yang saling menutupi.
- Daun-daun kencur tumbuh tunggal, melebar dan mendatar hampir rata
dengan pemukaan tanah. Jumlah daun bervariasi antara 8-10 helai dan
tumbuh secara berlawanan satu sama lain. Bentuk daun elip melebar
sampai bundar, ukuran panjang daun 7-12 cm dan lebarnya 3-6 cm, serta
berdaging agak tebal.
c. Bunga dan Buah
- Bunga kencur keluar dalam bentuk buliran setengah duduk dari ujung
tanaman di sela-sela daun. Warna bunganya putih, ungu hingga
lembayung, dan tiap tangkai bunga berjumlah 4-12 kuntum bunga.
- Buah kencur termasuk buah kotak beruang 3 dengan bakal buah yang
letaknya tenggelam, tetapi sulit sekali menghasilkan biji (Rukmana, 2006).
4
atsiri kencur memiliki aktivitas terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis), bakteri gram negatif (Salmonella thypi, Eschericia
coli) dan khamir (Candida albicans). Efek vasorelaksan dari etil sinamat
dapat mengurangi hipertensi. Efek terapeutik lainnya sebagai vasorelaksan
yaitu diantaranya digunakan pada pengobatan angina, asma dan kejang otot.
Ekstrak etanol dari Kaempferia galanga mempunyai aktivitas sebagai
analgesik dan antiinflamasi sedangkan ekstrak heksan dari Kaempferia
galanga mempunyai aktivitas sebagai sedatif (Huang, 2008).
Etil sinamat dan etil-p-metoksi sinamat (EPMS) dari minyak atsiri
kencur banyak digunakan didalam industri kosmetika dan dimanfaatkan
dalam bidang farmasi sebagai obat asma dan anti jamur. Etil p-metoksi
sinamat merupakan golongan fenol yang merupakan salah satu golongan
senyawa yang diduga mampu menstimulasi estrogen (Handayani, 2015).
Selain itu, kandungan etil p-metoksisinama didalam rimpang kencur menjadi
bagian yang penting didalam industri kosmetik karena bermanfaat sebagai
bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan jaringan kulit (Rosita, 2007).
Selain sebagai tabir surya, minyak kencur juga memiliki aktivitas
antioksidan. Minyak kencur yang diperoleh dari kultur rimpang kencur secara
in vitro memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH 0,1 mM.
Ekstrak kental rimpang kencur terbukti memiliki efek antiinflamasi,
analgesik, nematicidal, pengusir nyamuk, larvasida, vasorelaksan, obat
penenang, antineoplastik, antimikroba, antioksidan, anti alergi dan
mempercepat penyembuhan luka (Umar, et al., 2011).
5
(3,3%), boneol (2,7%) dan terpenoid (16,4%) (Hardiman, 2015). Rimpang
mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene (1,28%), kampen (2,47%),
benzene (1,33%), eucalyptol (9,59%), karvon (11,13%), metilsinamat
(23,23%) dan etil-p-metoksisinamat (31,77%) (Tewtrakul et al., 2005).
Kandungan etil p- metoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur
menjadi bagian yang penting didalam industri kosmetik karena bermanfaat
sebagai bahan pemutih dan juga anti aging atau penuaan jaringan kulit.
6
Etil p-metoksisinamat merupakan bahan dasar senyawa tabir surya
yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. EPMS merupakan
senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak setelah
mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester
ini digantikan oleh oktil, etil heksil atau heptil melalui transesterifikasi
maupun esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan
mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang
yang merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya, selain dari itu
juga untuk mengurangi tingkat bahaya terhadap kulit. EPMS bila terhidrolisa
akan melepaskan etanol yang bersifat karsinogenik terhadap kulit sedangkan
hasil modifikasinya akan melepaskan alkohol dengan rantai lebih panjang
yang tidak berbahaya (Caesaria, 2009).
7
b) Marker aktif
Merupakan zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum
tentu mempunyai efikasi klinik. Contoh: alliin pada Allium sativum, hiperisin
dan hiperforyn pada St. John Wort (Hypericum perforatum).
c) Marker analisis
Merupakan zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif tetapi
belum tentu mempunyai aktivitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker
ini juga berguna untuk identifikasi positif bahan baku dan ekstrak untuk
standardisasi. Contoh: alkilamid yang berbeda ditemukan pada akar
Echinaceae angustifolia dan E. purpurea tetapi tidak ada pada E. pallida.
d) Marker negatif
Senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau allergenik. Contoh: Asam
ginkolat pada Gynko biloba.
Kencur (Kaemferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang
mengandung senyawa etil-p-metoksisinamat sebagai komponen utama dan
terkandung pula senyawa lainnya seperti etil sinamat dan p-metoksistiren.
8
Dia hanya bisa menimbulkan efek terapi bila digunakan kombinasi.
Contoh pada Radix astragali yang didapat dari akar Astragalus
membranaceus. Didalamnya terdapat kandungan isoflavon, saponin, dan
polisakarida yang bila mereka bekerja bersama akan menimbulkan efek
farmakologi yakni dapat meningkatkan sistem imun dan memperlancar
sistem peredaran darah.
c) Synergistic component
Synergistic component merupakan komponen yang tidak membantu
efek terapi atau bioaktifitas secara langsung. Namun, secara sinergis
membantu memperkuat efek bioaktifitas atau efek terapi yang
ditimbulkan. Contoh pada rempah-rempah Hypericum perforatum L yang
biasa digunakan untuk mengobati depresi ringan. Didalamnya terdapat
senyawa naftodiantron, hiperisin, dan hiperforin yang memiliki
kandungan terbesar dalam tanaman. Terdapat juga rutin (suatu flavonoid)
yang menunjukkan efek sinergis antidepresi
d) Characteristic components
Merupakan komponen khas yang terdapat dalam tanaman untuk dapat
membedakan dengan tanaman lainnya. Dapat memiliki efek terapi ataupun
tidak. Contoh pada daun Ginkgo biloba L. yang mengandung cincin lakton
terpena dan menjadi khas dari tanaman ini memiliki khasiat terapi penyakit
kardiovaskular, mengatasi gangguan ingatan, dan penyakit kognitif
lainnya yang terkait dengan demensia. Efek tersebut ditimbulkan oleh
senyawa flavonoid dan lakton terpena yang terdapat pada tanaman. Maka
dari itu, kedua senyawa tersebut menjadi senyawa marker untuk quality
control ekstrak daun Ginkgo biloba.
e) Main components
Merupakan senyawa yang memiliki kandungan terbesar dalam
tanaman. Kelompok ini memiliki efek terapetik maupun bioaktivitas yang
belum diketahui pasti. Contoh pada tanaman yang termasuk dalam genus
Panax. (1) Rhizoma et Radix Ginseng, (2) Radix et Rhizoma Ginseng
Rubra, (3) Radix Panacis Quinquefolii dan (4) Radix et Rhizoma
Notoginseng. Kesemuanya mengandung senyawa saponin triterpen
9
(ginsenoside Rg1, Re, Rb1, dan notoginsenosida R1) sebagai main
components yang selanjutnya dipakai sebagai senyawa marker. Sehingga
melalui pengujian kualitatif dan kuantitatif, 4 simplisia diatas dapat
dibedakan.
f) Correlative components
Merupakan komponen yang memiliki kedekatan hubungan dengan
yang lainnya. Contohnya saja dapat menjadi prekursor produk atau
metabolit dari suatu reaksi kimia atau enzimatis. Correlative component
dapat digunakan sebagai senyawa marker untuk menguji kualitas obat
tradisional yang berasal dari lokasi berbeda dan pada waktu penyimpanan
yang berbeda pula.
g) Toxic components
Traditional Chinese medicine dan penelitian modern telah
mengumpulkan informasi mengenai toxic component pada tanaman obat
tradisional. Salah satu contohnya ialah aristolochic acid (Aas) dan
pyrrolizidine alkaloids (Pas) yang dapat menyebabkan nefrotoksik dan
hepatotoksik. Penggunaan tiga contoh simplisia obat tradisional yang
mengandung AAs (Radix Aristolochiae Fangchi) Caulis Aristolochiae
Manshuriensis, dan Radix Aristolochiae) telah dilarang beredar di China
sejak 2004. AAs kini digunakan sebagai senyawa marker untuk menguji
tanaman yang berpotensi nefrotoksik. Begitu juga pada PAs, yang dapat
menyebabkan hepatic veno-oclusive.
h) General components
Merupakan senyawa yang umum terdapat dalam tanaman. General
component diidentifikasi dengan fingerprint untuk quality control. Contoh
pada lobetyolin (suatu poliasetilena) yang merupakan marker pada Radix
Codonopsis yang didapatkan dari akar spesies Codonopis. Lobetyolin bisa
menjadi senyawa marker yang terlebih dahulu diidentifikasi dengan
HPLC-UV fingerprint untuk membedakan Radix Codonopsis dari
penambahan-penambahan zat lainnya. Namun dikarenakan senyawa kimia
tersebut bisa memiliki lebih dari satu sifat, maka satu senyawa bisa masuk
di beberapa kategori. Contohnya saja ginkgolida A, B, dan C, dan
10
bilobalide bukan hanya characteristic component Ginkgo biloba.
Ginsenoside Rg1, Re, dan Rb1 merupakan main component dan bioactive
component dari Panax ginseng
2.4 Kapsul
Kapsul didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam
bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai.
Jenis kapsul ada dua yaitu kapsul cangkang keras dan kapsul cangkang lunak.
Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang
semuanya dapat ditelan oleh pasien untuk keuntungan dalam pengobatan
(Ansel, 1989).
Perbedaan kapsul keras dan kapsul lunak:
Kapsul keras Kapsul lunak
- terdiri atas tubuh dan tutup - satu kesatuan
- tersedia dalam bentuk kosong - selalu sudah terisi
- isi biasanya padat, dapat juga cair - isi biasanya cair, dapat juga padat
- cara pakai per oral - bisa oral, vaginal, rectal, topikal
- bentuk hanya satu macam - bentuknya bermacam - macam
11
2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan
pemurnian kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan
dari empat teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan
kromatografi cair kinerja tinggi.
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis
adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena
hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis
relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan
ruang minimum serta penanganannya sederhana.
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan
menggunakan densitometer sebagai alat pelacak bila cara penotolanya
dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya
pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan
sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu
dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak
digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian
pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau
memanjang.
Analisis kualitatif dengan KLT-Densitometri pada prinsipnya mengacu
kepada nilai Rf (Retardation factor) atau faktor retardasi yaitu
membandingkan Rf analit dengan Rf baku pembanding atau membandingkan
bercak kromatogram sample dengan kromatogram "Reference Standart" yang
dikenal dengan faktor retensi relatif (Rx). Penentuan kualitatif dengan Rs
harus dilakukan bersamaan dengan sample pada pelat yang sama. Analisis
kuantitatif hampir sama dengan spektrofotometri, penentuan kadar analit
dikorelasikan dengan area bercak pada pelat KLT.
12
2.6 Eluen
2.6.1 n-Heksana
13
digunakan sebagai perantara dalam pembuatan berbagai obat. Etil asetat
biasanya digunakan untuk mengekstraksi senyawa semi polar, volatil
(mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis.
14
kembali (% Recovery) pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking
pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (Standar
reference material, SRM) (Harmita, 2006).
Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan
pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang
berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan
sebagai persentase perolehan kembali.
Analit pada matrik sampel (%) Recovery yang diterima (%)
100 98-102
>10 98-102
>1 97-103
>0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 90-107
0,0001 (1 ppm) 80-110
0,00001 (100 ppb) 80-110
0,000001 (10 ppb) 60-115
0,0000001 (1 ppb) 40-120
2.8 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang
berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus
dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu: keterulangan (Repeatibilty),
presisi antara (Intermediate Precision) dan ketertiruan (Reproducibility).
a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama
(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun waktunya.
c. Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan
baku relatif (RSD), atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan.
15
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya
menggunakan 2 parameter yaitu: keterulangan dan presisi antara.
Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar
laboratorium.
Pada umumnya nilai keseksamaan dihitung menggunakan standar
deviasi (simpangan baku) untuk menghasilkan Relative Standard
Deviasion (RSD) atauCoeficient Variation (CV). Keseksamaan yang baik
dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD maka nilai presisi semakin
tinggi. Kriteria seksama juga diberikan jika metode memberikan simpangan
baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang dan RSD ≤ 15%. Makin
kecil nilai standar deviasi yang diperoleh, maka makin kecil pula nilai
koefisien variasinya.
Nilai standar deviasi dan persen koefisien variasi dapat dihitung dengan
mengikuti persamaan ekuivalen :
Keterangan :
xi= pengukuran tunggal
x = rata-rata
n = jumlah pengukuran
Menurut (Sunardi, 2005) keseksamaan dinyatakan dengan presentase
Relative Standard Deviasion (%RSD) dengan batas-batas yang masih dapat
diterima berdasarkan ketelitiannya. Tingkat ketelitiannya terdiri dari :
RSD ≤1% = sangat teliti
1%<RSD≤2% = teliti
2%<RSD<5% = ketelitian sedang
RSD > 5% = ketelitian rendah
2.9 Linieritas
Linieritas merupakan kemammpuan suatu metode untuk memperoleh
hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit
pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (Y) dengan
konsentrasi (X).
16
Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada
konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses
dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai
kemiringan (Slope), intersep, dan koefisien korelasinya. (Rohman, 2007)
17
BAB III
PROSEDUR KERJA
Bahan:
Ekstrak kencur
Standar Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS)
N-Heksana
Etil asetat
Asam Formiat
Etanol 96%
18
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Pembuatan Eluen (Fase Gerak)
Eluen yang digunakan: n-Heksana – Etil asetat – Asam formiat (63:7:1
tetes). Buatlah eluen sebanyak 70 ml. Masukkan ke dalam chamber. Homogenkan
di dalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila volume eluen terlalu
banyak, maka kurangi. Jangan sampai totolan awal pada plat KLT tercelup di dalam
eluen.
3.2.2 Pembuatan Larutan Baku
1. Pembuatan Larutan Induk
Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250.0 mg, ditambah
dengan 20 ml etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit kemudian ditambah dengan
etanol 96% sampai tepat 50.0 ml. Diperoleh larutan induk 1 dengan konsentrasi
5000 ppm (LI 1).
Dipipet 4.0 ml larutan induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 ml.
ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. Diperoleh larutan induk
2 dengan konsentrasi 2000 ppm (LI 2).
2. Pembuatan Baku Kerja
Baku Induk atau
Larutan
Konsentrasi Baku kerja yang Jumlah yang digunakan
Baku
diambil
Baku 1 200 ppm 5.0 ml Baku 3 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 2 300 ppm 5.0 ml Baku 5 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 3 400 ppm 5.0 ml Baku 6 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 4 500 ppm 5.0 ml LI 1 Ditambah etanol ad 50.0 ml
Baku 5 600 ppm 3.0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 6 800 ppm 4.0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10.0 ml
19
3.2.3 Preparasi Sampel (Sediaan Kapsul Ekstrak Kencur)
1. Sampel untuk Penetapan Kadar Sampel
1. Diambil secara acak 3 buah kapsul sediaan kapsul ekstrak kencur
2. Dikeluarkan isi dari masing-masing cangkang, kemudian masing-masing
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml.
3. Masing-masing ditambah pelarut sebanyak 5 ml, diultrasonik selama 5
menit, ditambah etanol 96% sampai 10,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.
Kemudian disaring, filtrat ditampung (beri identitas sampel).
4. Hasil no.3 dipipet sebanyak 1,0 ml, dimasukkan ke dalam vial bersih dan
kering.
5. Hasil no.4 ditambah etanol 96% sebanyak 2,0 ml, diultrasonik selama 5
menit.
2. Sampel untuk Penentuan Recovery
1. Diambil secara acak 3 buah kapsul sediaan kapsul ekstrak kencur
2. Dikeluarkan isi dari masing-masing cangkang, kemudian masing-masing
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml.
3. Masing-masing ditambah pelarut sebanyak 5 ml, diultrasonik selama 5
menit.
4. Perlakuan no.3 ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1,0 ml.
5. Ditambah etanol 96% sampai 10,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.
Kemudian disaring, filtrat ditampung (beri identitas sampel).
6. Hasil no.3 dipipet sebanyak 1,0 ml, dimasukkan ke dalam vial bersih dan
kering.
7. Hasil no.4 ditambah etanol 96% sebanyak 2,0 ml, diultrasonik selama 5
menit.
3. Penotolan Sampel dan Standar pada Plat KLT
Ditotolkan masing-masing sampel (sampel sediaan kapsul dan sampel sediaan
kapsul untuk recovery) sebanyak 2 µl, sedangkan standar EPMS sebanyak 2 µl pada
plat KLT.
20
3.2.4 Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) Scaner
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Plat KLT yang sudah discan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian discan panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat diketahui pada
panjang gelombang berapa EPMS memberikan absorban maksimum. Panjang
gelombang maksimum tersebut yang akan digunakan untuk pengukuran.
2. Penentuan Linieritas
Linieritas ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan KLT-Densitometer pada panjang gelombang
maksimum. Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda.
3. Penentuan Presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2 µl dan
larutan standar EPMS masing-masing 2 µl pada plat KLT. Plat ini kemudian
dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-Densitometer pada
panjang gelombang maksimum. Sehingga dapat dihitung berapa standar deviasi
(SD) dan koefisien variasinya (KV).
4. Penentuan Akurasi
Untuk menentukan persen recovery, ditotolkan sampel recovery masing-
masing 2 µl (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing sebanyak 2 µl pada plat KLT. Plat ini kemudian dieluasi dengan
fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-Densitometer pada panjang
gelombang maksimum.
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐶𝑡
%recovery = = 𝑥 100%
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝐶𝑝+𝐶𝑠𝑡
21
3.3 Bagan Alir
3.3.1 Pembuatan Eluen (Fase Gerak)
22
3.3.3 Preparasi Sampel (Sediaan Kapsul Ekstrak Kencur)
1. Sampel untuk Penetapan Kadar Sampel
3.3.4 Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) Scaner
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
23
2. Penentuan Linieritas
3. Penentuan Presisi
Ditotolkan Ditotolkan larutan Plat dieluasi
sampel 2 µl pada standar EPMS 2 µl dengan fase
plat KLT pada plat KLT gerak
4. Penentuan Akurasi
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
A. Perhitungan Hasil
Penimbangan Bahan
A. Penimbangan Sampel
1) Sampel 1 : Botol timbang + serbuk = 14,8503 g
Botol timbang kosong = 14,6603 g –
Berat zat = 0,1900 g ~ 190 mg
2) Sampel 2 : Botol timbang + serbuk = 14,1661 g
Botol timbang kosong = 13,9753 g –
Berat zat = 0,1908 g ~ 190,8 mg
3) Sampel 3 : Botol timbang + serbuk = 12,8552 g
Botol timbang kosong = 12,6611 g –
Berat zat = 0,1941 g ~ 194,1mg
B. Penimbangan Recoveri
1) Recoveri 1 :Botol timbang + serbuk = 17,1639 g
25
Perhitungan Konsentrasi
250,4 𝑚𝑔
𝐁𝐈𝟏 = 250,4 𝑚𝑔 = 𝑥1000 = 5008 ppm
50.0 𝑚𝑙
BK5 : V1 x N1 ( BI2 ) = V2 x N2
3 ml x 2003,2 ppm = 10 ml x N2
N2 = 600,96 ppm
BK4 : V1 x N1 ( BI1 ) = V2 x N2
5 ml x 5008 ppm = 50 ml x N2
N2 = 500,8 ppm
BK3 : V1 x N1 (BK6) = V2 x N2
5 ml x 801,28 ppm = 10 ml x N2
N2 = 400,64 ppm
BK2 : V1 x N1 ( BK5 ) = V2 x N2
5 ml x 600,96 ppm = 10 ml x N2
26
N2 = 300,48 ppm
BK1 : V1 x N1 ( BK3 ) = V2 x N2
5ml x 400,64 ppm = 10 ml x N2
N2 = 200,32 ppm
c. Konsentrasi Standar EPMS = 0,0513 g = 51,3 mg
51,3 𝑚𝑔
𝑥1000 = 513𝑝𝑝𝑚
100 𝑚𝑙
513 𝑚𝑔
513 ppm = 𝑥 1 𝑚𝑙 = 0,513 𝑚𝑔
1000 𝑚𝑙
Luas Area
λ 254 nm λ 254 nm
BK1 3718,2 AU S1 7866,3 AU
BK2 4234,9 AU S2 7504,7 AU
BK3 5738,7 AU S3 7721,7 AU
BK4 6467,4 AU R1 7162,6 AU
BK5 8297,2 AU R2 7007,8 AU
BK6 9667,8 AU R3 7024,0 AU
Regresi :
a = 1424,92
b = 10,5455
r = 0,9895
Regresi Sampel
1. S1 = y = bx + a
y−a 7866,3−1424,92
x= = = 610,82 ppm
b 10,5455
2. S2 = y = bx + a
27
y−a 7504,7 −1424,92
x= = = 576,53 ppm
b 10,5455
3. S3 = y = bx + a
y−a 7721,7 −1424,92
x= = = 597,11 ppm
b 10,5455
Regresi Recoveri
1. R1 = y = bx + a
y−a 7162,6 −1424,92
x= = = 544,09 ppm
b 10,5455
2. R2 = y = bx + a
y−a 7007,8 −1424,92
x= = = 529,41 ppm
b 10,5455
3. R3 = y = bx + a
y−a 7024,0 −1424,92
x= = = 530,94 ppm
b 10,5455
28
Perhitungan % kesalahan sampel
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑃𝑀𝑆 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑃𝑀𝑆 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
% Kesalahan : 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑃𝑀𝑆 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛
15𝑚𝑔−18,32𝑚𝑔
1. S1 : 𝑥 100% = 22,13 %
15𝑚𝑔
15𝑚𝑔−17,29𝑚𝑔
2. S2 : 𝑥 100% = 15,33 %
15𝑚𝑔
15𝑚𝑔−17,91𝑚𝑔
3. S3 : 𝑥 100% = 19,40 %
15𝑚𝑔
22,13%+15,33%+19,40%
Rata – rata % kesalahan sampel : = 18,95%
3
𝟏𝟖,𝟑𝟐+𝟏𝟕,𝟑𝟎+𝟏𝟕,𝟗𝟏
Rata-rata kadar EPMS dalam sampel : = 𝟏𝟕, 𝟖𝟒 𝒎𝒈
𝟑
SD
Koefisien Variasi (KV) Sampel :rata−rata kadar EPMS dalam sampel 𝑥 100%
0,51
: 17,84 𝑥 100% = 2,86%
Perhitungan % Recovery
Ct Cp Cst %Recovery
Keterangan :
Ct : Kadar EPMS yang diperoleh dalam 10 ml
Cp : Kadar EPMS dalam sampel
Cst : Kadar standar EPMS yang ditambahkan
Ct
% recovery : Cp+Cst x 100%
29
Penentuan Linearitas Konsentrasi BK
vs Luas Area
12000
9667.8
10000 8297.2
Luas Area (AU)
8000 6467.4
5738.7
6000 4234.9
3718.2
4000 y = 10,546x + 1424,9
R² = 0,9791
2000 R = 0,9895
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Konsentrasi (ppm)
30
4.1 Pembahasan
Pada praktikum sebelumnya telah dilakukan pembuatan kapsul ekstrak
Kaempferia galanga (kencur), kemudian hasil pembuatan sediaan kapsul
ekstrak tersebut digunakan pada praktikum kali ini yang bertujuan untuk
melakukan penetapan kadar senyawa marker dari kapsul ekstrak kencur
tersebut. Senyawa marker merupakan senyawa penanda yang hanya ada pada
suatu tanaman dan memiliki 2 tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis
dan analisis. Kencur juga memiliki senyawa marker dalam kadar yang terbilang
besar yaitu senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS). Pelarut yang digunakan
pada praktikum ini adalah etanol 96% dan analisis penentuan kadar EPMS
dilakukan dengan menggunakan alat KLT densitometri, proses scanning
menggunakan panjang gelombang 254 nm.
Sebelum dilakukan pembacaan terhadap hasil dari densitometer, pada
awal perlakuan sampel dan recoveri diultrasonik selama 5 menit dan setelah
diadkan diultrasonik kembali selama 10 menit. Hal ini bertujuan agar senyawa
EPMS larut dalam etanol 96% atau tertarik selaruhnya kedalam pelarut serta
menghomogenkan antara senyawa dengan pelarut. Selanjutnya juga dilakukan
penyaringan hal ini dilakukan bertujuan untuk menghilangkan pengotor atau zat
– zat yang kemungkinan tidak terlarut dalam pelarut sehingga campuran yang
dihasilkan jernih maka dalam proses pembacaan data pada densitometri
memperoleh hasil yang valid tidak tercampur dengan zat – zat yang tidak
diinginkan. Setelah dilakukan penyaringan kemudian dilakukan pengenceran
dimana untuk sampel diambil sebanyak 1.0 ml kemudian ditambahkan etanol
96% sebanyak 2.0 ml dan untuk recovery diambil sebanyak 1.0 ml kemudian
ditambahkan etanol 96% sebanyak 3.0 ml. Pengenceran ini dilakukan agar
kadar EPMS yang diperoleh masuk dalam rentang kadar larutan baku sehingga
dapat terbaca ketika dianalisis dengan densitometri, jika tidak dilakukan
pengenceran maka kemungkinan kadar EPMS yang terbaca berlebih yang
membuat data yang dihasilkan tidak linier.
Penentuan linearitas dapat diketahui dari regresi linier antara kadar dan
luas area noda. Data yang diperoleh pada densito scanner digunakan untuk
perhitungan persamaan regresi guna mengetahui kadar sampel dan recovery.
31
Persamaan regresi yang diperoleh adalah y=10,5455 x + 1424,92 dengan nilai r
yaitu 0,9895. Sehingga konsentrasi sampel yang diperoleh berturut-turut adalah
610,82 ppm; 576,53 ppm dan 597,11 ppm, sedangkan untuk konsentrasi
recovery berturut-turut adalah 544,09 ppm; 529,41 ppm dan 530,94 ppm. %
kesalahan sampel yang diperoleh berturut-turut adalah 22,13%; 15,33% dan
19,40% dengan nilai rata-rata 18,95% serta rata-rata kadara EPMS dalam
sampel yaitu 17,84 mg. Kadar yang direncanakan yaitu 15 mg/kapsul, hal ini
melebihi hasil dari kadar EMPS dalam kapsul yang direncanakan karena
diperoleh rata-rata kadar EPMS dalam sampel yaitu 17,84 mg. Hal ini dapat
disebabkan karena kuantitatif dalam pengerjaan pembuatan kapsul ekstrak
kencur sebelumnya atau dalam pengujian senyawa marker, sehingga melebihi
persyaratan. Bila ditinjau dari gambar kurva baku dapat diketahui bahwa antara
konsentrasi baku kerja dan luas area linier.
Penentuan presisi didukung dengan hasil standar deviasi dan koefisien
variasi. Standard deviasi (SD) yang diperoleh sebesar 0,51 dan koefisien variasi
(KV) sebesar 2,86%. KV yang ideal yaitu <2%. Dengan hal ini, KV yang
dihasilkan tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan menunjukkan hasil
presisi yang kurang baik walaupun mendekati persyaratan presisi yang baik
(2%), hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kurang kuantitatif
saat bekerja yang ditandai dengan pencampuran bahan atau saat memasukkan
ekstrak ke kapsul sehingga berpengaruh pada homogenitas kadar yang
bervariasi.
Penentuan akurasi didukung dengan %recovery yang diperoleh dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar sehingga
menunjukkan kedekatan nilai yang diukur dengan nilai sebenarnya. %recovery
yang diperoleh berturut-turut adalah 140,27%; 136,53% dan 136,92% dengan
rata-rata 137,91%. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan persyaratan yang
ada bahwa %recovery yang baik yaitu mendekati 100% dengan batas toleransi
98-102%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa akurasi kurang baik.
Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa homogenitas ekstrak tinggi
diketahui bahwa %banyaknya analit yang diperoleh kembali tinggi yang bisa
32
saja disebakan karena perlakuan praktikan saat proses pengenceran, pemipetan
ataupun lainnya tidak kuantitatif sehingga mempengaruhi hasil % recovery.
33
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM RI. 2011. Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli
Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Hardiman, Intarina. 2015. Sehat Alami Dengan Herbal 250 Tanaman Berkhasiat
Obat. Pusat Studi Biofarmaka IPB. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN:
978-602-03-0460-1. p 204-205
Li Songlin et al. 2008. Chemical markers for the Quality Control of Herbal
Medicines. Chinese Medicine Laboratory : China
Rahayu, Sri Endarti. 2014. Tumbuhan Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS.
34