Anda di halaman 1dari 35

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 2
Penentuan Parameter Non Spesifik Mutu Ekstrak (Kaempferia galanga L.)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK : 2
KELAS : D
Dian Andini Huda Putri (201810410311163)
Al Intan Widianti (201810410311171)
Rendra Setiawan Djodi (201810410311174)
Risqi Setiyanto (201810410311180)
Yustika Faradhiba (201810410311290)
Dhea Aulia Putri (201810410311294)

DOSEN PEMBIMBING :
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sudah mengenal obat dari jaman dahulu, khususnya obat yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seiring meningkatnya pengetahuan jenis penyakit,
semakin meningkat juga pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan untuk obat-
obatan. Namun demikian, sering terjadi pemanfaatan ini dilakukan secara berlebihan
sehingga populasinya di alam semakin menurun. Tumbuhan obat adalah seluruh spesies
tumbuhan yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat (Abdiyani, 2008).

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman herbal yang memiliki khasiat
obat yang hidup didaerah tropis dan subtropis. Pemanfaatan kencur baik pada kalangan
industri maupun rumah tangga bukan hanya digunakan sebagai obat namun bisa juga
sebagai makanan, minuman yang kaya akan manfaat bagi kesehatan. Pada negara
berkembang seperti Indonesia penggunaan bahan baku herbal kini lebih sering
digunakan karena memiliki harga yang lebih murah serta banyak tumbuh didaerah
tropis sediaan herbal juga pada dasarnya dianggap lebih aman, lebih efektif, dan
memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan kimia pada sediaan
obat (Megantara et al., 2016).

Obat Herbal seperti kencur memiliki kegunaan yang sudah dikenal dikalangan
masyarakat baik digunakan sebagai salah satu bumbu masak, ataupun sebagai
pengobatan, biasanya kencur dikenal sebagai obat untuk mengobati berbegai masalah
kesehatan diantaranya mengobati batuk, mual, bengkak bisul maupun sebagai anti
toksin seperti keracunan. Selain itu juga terdapat manfaat lain dari kencur yang apabila
dicampurkan dengan bahan lain seperti minyak kelapa yang dapat meredekan kaki yang
keseleo. Kencur sendiri apabila sudah diolah menjadi minuman seperti beras kencur
dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah dan menghilangkan masuk angina hal
ini dikarenakan didalam kencur terdapat beberapa senyawa seperti minyak atsiri,
saponin, flavonoid, polifenol yang diketahui memiliki banyak manfaat (Megantara et
al., 2016).

Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dari minyak atsiri, kurkumin, resin,
oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak,
protein,
kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning (kurkumin) dimanfaatkan sebagai pewarna
untuk makanan manusia dan ternak. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri dari
ar-tumeron, α dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8 sineol.
Teknologi budidaya yang mengikuti anjuran, dengan mengacu kepada penerapan SPO
yang tepat, produksi rimpang kunyit segar mencapai 11 ton/ha, dengan kadar kurkumin
8–11% (Rahardjo & Rostiana, 2005).

Karakterisasi ekstrak terdiri dari dua proses yaitu parameter spesifik dan
nonspesifik. Parameter spesifik merupakan aspek analisis kimia secara kualitatif
maupun kuantitatif terhadap kadar senyawa aktif yang berkaitan dengan aktivitas
farmakologis dari suatu ekstrak. Parameter ini terdiri dari uji makroskopik dan
mikroskopik, penentuan kadar sari larut dalam etanol dan larut dalam air. Sedangkan
parameter nonspesifik adalah analisis secara fisik, kimia, dan mikrobiologi yang
berkaitan dengan keamanan dan stabilitas suatu ekstrak. Parameter ini terdiri dari
penetapan susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, bobot
jenis, sisa pelarut, cemaran mikroba dan kapang, serta cemaran logam dalam ekstrak
(Marpaung et al., 2020).

1.2 Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan standarisasi parameter spesifik maupun non spesifik.

1.3 Manfaat

Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan praktik control kualitas bahan baku
obat tradisional (ekstrak kering) yang meliputi aspek parameter spesifik dan non
spesifik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Phanerogamae

Division : Spermatophyta

Sub Division : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Order : Scaminales
Gambar 1. 1 Kencur (Kaemferia galanga L.)
Family : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Species : Kaemferia galanga L.

(Cahyawati, 2020)

2.2 Morfologi Tanaman

Kencur (Kaemferia galanga L.) memiliki batang berbentuk basal yang memiliki
ukuran kurang lebih 20 cm yang tumbuh dalam rumpun. Kemudian kencur memiliki
daun berwarna hijau berbentuk tunggal yang pinggir daunnya berwarna merah
kecoklatan. Bentuk dari daun kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada juga
yang berbentuk bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-15 cm, lebar
2-8 cm, dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi daun rata. Untuk
permukaan daun bagian atas tidak mempunyai bulu tetapi pada bagian bawah memiliki
bulu yang halus. Kemudian untuk tangkai daun sedikit pendek memiliki ukuran berkisar
antara 3- 10 cm yang terbenam didalam tanah, mempunyai panjang berkisar 2-4 cm
yang memiliki warna putih. Jumlah daun pada kencur tidak lebih dari 2-3 lembar
dengan susunan yang saling berhadapan (Megantara et al., 2016).
Kencur mempunyai bunga yang tunggal yang berbentuk seperti terompet dengan
panjang bunga 3-5 cm. Kencur mempunyai benang sari berwarna kuning yang memiliki
panjang 4 mm, untuk putik kencur memiliki warna putih agak keunguan. Kemudian
untuk bunganya tersusun setengah duduk dengan jumlah mahkota bunga 4-12 buah
dengan warna yang dominan yaitu warna putih. Kencur memiliki perbedaan dengan
family yang lainnya pada bagian daun yang menjalar dipermukaan tanah, dengan batang
kencur yang pendek dan serabut akar yang memiliki warna coklat agak kekuningan.
Adapun untuk rimpangnya memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari yang
tumpul dengan warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kemcur memiliki warna
coklat yang mengkilat, dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur.
Kemudian pada bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan tekstur seperti
daging yang tidak berserat (Megantara et al., 2016).

2.3 Kandungan Senyawa Kimia

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman Indonesia yang
memiliki khasiat obat. Bahan herbal yang memiliki khasiat obat dianggap lebih aman,
lebih efektif, dan memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan
kimia. Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa kencur memiliki aktivitas seperti
Antijamur, Antiinflamasi, dan Antibakteri. Terdapat senyawa yang terkandung didalam
kencur hasil isolasi diantaranya Ethyl Cinnamate 65,98 %, Ethyl p-methoxycinnamate
23,65%, (+)-3-Carene 3,42%, Beta-Pinene 2,09%, Camphene 1,67%, Hexadecane
1,61%, Alpha-Pinene 0,71%, Myrcene 0,50%, 1-Limonene 0,37%. (Megantara & Soleh,
2019).

Rimpang atau rhizoma tanaman ini mengandung pati, mineral, gom, minyak atsiri
berupa sineol, asam metil kanil, penta dekan, etil aster, asam sinamik, borneol, kamfena,
paracumarin, asam anisik dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan. Sedangkan
hasil skrining fitokimia ekstrak rimpang kencur adalah Alkaloid, Flavonoid, Polifenol,
Tanin, Monoterpen, Seskuiterpen, Steroid (Suryati, 2015).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan


menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi
senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang
memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama. Identifikasi golongan senyawa
dilakukan dengan uji warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf dan ciri spectrum UV.
Identifikasi yang paling penting dan digunakan secara luas ialah pengukuran spektrum
serapan dengan menggunakan spektrofotometer (Mukhriani, 2014).

Beberapa metode ektraksi yang dapat digunakan yaitu:

1. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut


a. Cara Dingin: Maserasi, Perkolasi
b. Cara Panas: Refluks, Soxhlet, Digesti, Infus, Dekok.
2. Ekstraksi dengan menggunakan uap (Destilasi uap)
3. Metode lain:
Ekstraksi berkesinambungan, Superkritikal karbondioksida, ektraksi ultrasonik,
ekstraksi energi listrik (Tim Dosen, 2020).
a) Metode Maserasi

Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada


temperatur ruangan. Pada proses perendaman, sampel tumbuhan akan mengalami
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di
luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik (Handayani & Nurcahyanti, 2014).

Keuntungan utama metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang
digunakan sederhana dan tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai.
Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa
senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut pada suhu kamar (Dwi Puspitasari
& Proyogo, Lean Syam, 2017).

b) Metode Maserasi Kinetik

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan mesin


pengaduk. Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6-24 jam. Pada penyarian dengan cara maserasi
perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk melarutkan konsentrasi
larutan di luar butir serbuk simplisia. Hingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga
oleh adanya derajat perbedaan konsentrasi sehingga yang sekecil-kecilnya antara
larutan sel dengan larutan sel (Andriyani et al., 2010).

Salah satu unsur dalam maserasi adalah pengadukan. Pada alat maserasi orbital
shaker pengadukan memiliki satuan rpm (kecepatan putar). Selain itu, unsur lain yang
berperan dalam proses maserasi ini adalah waktu. Diharapkan semakin lama sejumlah
simplisia dimaserasi maka ekstrak yang didapat semakin banyak. Namun demikian
waktu tetap perlu dibatasi, karena apabila terlalu lama simplisia tersebut akan
ditumbuhi mikroorganisme (Damarini, 2011).

c) Metode Maserasi Ultrasonik

Ultrasonik merupakan metode ekstraksi non termal yang efektif dan efisien. Efek
mekanik dari gelombang ultrasonik yang ditimbulkan akan meningkatkan penetrasi
dari cairan menuju dinding membran sel, mendukung pelepasan komponen sel dan
meningkatkan transfer massa. Ultrasonik memiliki kemampuan yang lebih cepat dan
lebih sempurna dalam proses ekstraksi dibandingkan dengan metode maserasi dan
soxhlet. Efek mekanis yang ditimbulkan oleh gelombang ultrasonik dapat
meningkatkan kemampuan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan sehingga
meningkatkan jumlah komponen sel yang berdifusi ke dalam pelarut.

Beberapa keuntungan dari metode ultrasonik adalah mempemudah proses ekstraksi,


transfer masa, distrupsi sel dan meningkatkan efek penetrasi (Wahyuni & Widjanarko,
2015).

2.5 Pelarut

Senyawa kimia dari tanaman yang berbeda-beda dapat disari dengan pelarut umum
(air, ethanol, eter, benzena, eter minyak bumi). Pelarut menembus dinding sel dan
masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut.
Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel, maka larutan
yang terpekat didesak keluar. Pemilihan pelarut sangat penting dalam proses ekstraksi
sehingga bahan berkhasiat yang akan ditarik dapat tersari sempurna. Ethanol biasanya
digunakan
untuk mengestraksi senyawa-senyawa aktif yang bersifat antioksidan dan antibakteri
pada suatu bahan. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pelarut ethanol lebih
baik dari pada air, metanol maupun pelarut lain dalam mengesktraksi senyawa
antioksidan maupun antibakteri (Suryati, 2015).

2.6 Standarisasi

Proses standarisasi ekstrak sangat diperlukan untuk menghasilkan ekstrak yang


berkualitas baik sebelum diproduksi dalam skala industri. Standardisasi bahan baku obat
dari bahan alam seperti ekstrak tanaman obat adalah serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian. Mutu artinya memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi),
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya
(Rita Dwi Ratnani & Yance Anas & Khilyat, 2015).

2.7 Parameter Mutu Standar Ekstrak

Parameter- parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter
non spesifik. Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kima yang bertanggung jawab langsung terhadap
aktivitas farmakologis tertentu. Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu
penentuan aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan
konsumen dan stabilitas (Khorani, 2013).

Parameter non spesifik ekstrak menurut buku “Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat”(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000), meliputi :

1. Bobot jenis
Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume yang diukur pada suhu
kamar tertentu (250C) yang menggunakan alat khusus piknometer atau alat lainnya.
Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan volume
yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai ekstrak pekat (kental) yang
masih dapat dituang, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
kontaminasi.
Bobot jenis : (W3-W1) / (W2-W1)
W1 : bobot piknometer kosong
W2 : bobot piknomete + aquadest
W3 : bobot piknometer + ekstrak

2. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan.
Kadar air = volume air x BJ air / bobot simplisia x 100%

3. Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunanya terdestruksi dan menguap. Sehingga tingga unsur mineral
dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Parameter
kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.
 Kadar abu total = bobot abu / bobot simplisia x 100%
 Kadar abu tidak larut asam = bobot abu tidak larut asam / bobot simplisia
x 100%
 Kadar abu larut = (bobot abu total – bobot abu tidak larut air) / bobot
simplisa x 100%

Nilai: maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.

a. Kadar abu total simplisia : tidak lebih dari 8,7%


b. Kadar abu tidak larut asam simplisia : tidak lebih dari 2,5%
c. Kadar abu total ekstrak : tidak lebih dari 0,5%
d. Kadar abu tidak larut asam esktrak : tidak lebih dari 0,2%
4. Sisa pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu yang
mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa
selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak
boleh ada. Pengujian sisa pelarut berguna dalam penyimpanan ekstrak dan
kelayakan ekstrak untuk formulasi.
5. Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang patogen
secara secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba
non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas
ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
Nilai: pemeriksaan kuman boleh positif tetapi harus mempunyai batas serta tidak
boleh mengandung bakteri pathogen misalnya Salmonella sp, Escherichia coli,
Staphylococcus sp, Streptococcus sp, vibrio cholera, bacillus sp, Pseudomonas sp,
Shigella sp, Priteus sp.
a. ALT : <106
b. Angka kapang khamir : <106
c. E. coli : -/9
d. Salmonella : -/9
e. P. Aeruginosa : -/9
f. S. aurens : -/9
6. Residu Pestisida
Bertujuan menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin saja pernah
ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan ekstrak
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000)

7. Parameter cemaran logam berat

Penentuan kandungan logam berat dalam suatu ekstrak, sehingga dapat


memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu
(Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang telah ditetapkan karena berbahaya bagi
kesehatan.
Nilai:

a. Pd : ≤ 10 mg/kg atau mg/l atau ppm


b. Cd : ≤ 0,3 mg/kg atau mg/l atau ppm
c. As : ≤ 5 mg/kg atau mg/l atau ppm
d. Hg : ≤ 0,5 mg/kg atau mg/l atau ppm
8. Susut Pengeringan
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperature 105°C selama 30
menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal
khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut
organic menguap) identic dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di
atmosfer/lingkungan udara terbuka (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, 2000)
Susut pengeringan = (bobot simplisia awal-bobot simplisia akhir) / bobo
simplisia awal x 100%
BAB III

PROSEDUR KERJA

1.1 Bagan alir


A. Parameter Non Spesifik
1) Susut Pengeringan
Prinsip: Pengukuruan sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105° C
selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dianyatakan dalam porsen.
Prosedur:

Tara botol timbang + tutup

Panasakan botol timbang + tutup pada suhu 105º C selama 30 menit

Timbang ekstrak 1 -2 g dalam botol timbang dan ratakan

Dinginkan ekstrak dan botol timbang dalam eksikator hingga suhu kamar

Dimasukkan dalam ruang pengering, dan keringkan pada suhu 105° C


dengan tutup terbuka hingga bobot tetap

2) Berat Jenis
Prinsip: Massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (250C) yang
ditentukan dengan alat khusus piknometer atau lainnya.
Prosedur:
Tara botol timbang + tutup

Atur suhu ekstrak cair ± 20° C dan masukkan kedalam piknometer

Atur suhu piknometer yang telah berisi ekstrak hingga suhu 25°C
buang kelebihan ekstrak cair dan timbang

Kurangkan bobot piknometer kosong dari berat


piknometer yang telah diisi

Berat jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot ekstrak dengan bobot air dalam piknometer pada suhu 25°C
3) Kadar Air
Prinsip: Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan
dengan cara titrasi, destilasi atau gravimetri.
Prosedur:

Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci,


dibilas dengan air, dikeringkan dalam lemari pengering

Sejumlah ekstrak herba sambiloto dimasukkan ke


dalam labu kering yang telah ditimbang seksama

Ke dalam labu dimasukkan 200 ml Toluen P, alat dihubungkan

Toluen dituang ke dalam tabung penerima


melalui alat pendingin

Labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih,


disuling dengan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik

Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan


toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan
pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen

Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit

Tabung penerima dibiarkan hingga


suhunya mencapai suhu kamar

Setelah air dan toluen memisah


sempurna, volume air dibaca.
Dihitung kadar air dalam %

4) Kadar Abu
Prinsip: Bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik.
Prosedur:
a. Penetapan kadar abu total

Lebih kurang 2 – 3 gram ekstrak yang telah digerus dan


ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus yang telah
dipijarkan dan ditara, kemudian diratakan

Dipijar perlahan-lahan hingga arang habis,


didinginkan dan ditimbang

Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan


air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu

Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan


air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa
kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama

Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijar


hingga bobot tetap, kemudian ditimbang. Dihitung kadar
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

b. Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan


dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit

Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,


disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas
5) Sisa Pelarut
Prinsip: Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang memang
ditambahkan yang secara umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak cair
berarti kandungan pelarutnya, misalnya etanol.
Prosedur:

Destilat yang keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan


menggunakan talk P atau kalsium kabonat P, saring

Lakukan pekerjaan dengan hati-hati untuk


mengurangi kehilangan etanol karena penguapan

Buih yang mengganggu dalam cairan selama destilasi, tambahkan


asam kuat seperti asam fosfat P, asam sulfat P atau cegah dengan
penambahan larutan kalsium klorida P sedikit berlebih atau sedikit
parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi

Cegah gejolak selama destilasi dengan penambahan keping-keping


berpori dari bahan yang tidak larut

a. Cara Destilasi

b. Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol < 30%


Pipet 25 mL cairan uji ke dalam alat destilasi, catat
destilasi hingga diperoleh destilat lebih kurang 2 mL
lebih kecil dari volume cairan yang dipipet

Atur suhu destilat hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan

Tambahkan air secukupnya hingga volume


sama dengan volume cairan uji

Tetpkan bobot jeniis cairan pada suhu 25° C

Hitung persentase daam volume dari etanol


dalam cairan menggunakan Tabel Bobot
Jenis dan Kadar Etanol
Lakukan cara diatas lebih kurang 2 kali volume cairan uji

Kumpulkan destilat hingga lebih kurang 2 ml lebih kecil dari 2


kali volume uji yang dipipet, atur suhu sama dengan cairan uji

Tambahkan air secukupnya hingga volume dua kali cairan uji


yang dipipet, campur, dan tetapkan bobot jenis

Pipet 25 mL cairan uji, masukkan ke dalam


corong pisah, tambahkan air volume sama

Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan


25 mL heksana P dan kocok untuk mengesktraksi zat
mudah menguap lain yang mengganggu

Pishakan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua

Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P

Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali


dengan 10 mL larutan jenuh natrium klorida P

Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga


sejumlah volume mendekati volume cairan uji semula

c. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol ≥ 30%

d. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung ≥ 50%


Encerkan larutan uji hingga kadar etanol + 25%
Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 mL heksana P
dan kocok untuk mengesktraksi zat mudah menguap lain yang mengganggu

Pishakan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua

Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P.


Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan
10 mL larutan jenuh natrium klorida P

Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga


sejumlah volume mendekati volume cairan uji semula
6) Residu Pestisida
Prinsip: Menentukan kandungan sisa petisida yang mungkin saja pernah
ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan ekstrak.
Prosedur:
Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar
tinggi dan tidak mengandung senyaawa nitrogen non polar
dapat dicoba menggunakan metode kromatografi lapis tipis

Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan kimia


pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuai metode baku

7) Cemaran Logam Berat


Prinsip: Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom
atau lainnya yang lebih valid.
Prosedur:
a. Larutan Baku

Pipet 2 mL larutan baku timbal (20µg Pb) ke dalam tabung


pembanding warna 50 mL dan encerkan dengan air hingga 25 mL

Atur pH antara 3.0 dan 4.0 dengan asam asetat 1 N atau amonium
hidroksida 6 N menggunakan indikator kertas pH, encerkan air
hingga 40 mL, kocok

b. Larutan Uji
Gunakan sejumlah za uji, dalam g, yang dihitung dengan rumus: 2.0/1000 L

Masukkan sejumlah zat yang telah ditimbang ke dalam krus yang membasahi,
dan pijarkan dengan hati-hati pada suhu rendah hingga mengarang

Selama pemijaran krus tidak boleh tertutup rapat

Pada bagian yang telah mengarang tambahkan 2 mL asan nitrat P dan 5 tetes
asam sulfat P, panaskan hati-hati hingga asap putih tidak terbentuk lagi

Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500° C hingga


600° C sampai arang habis terbakar
Dinginkan, tambahkan 4 mL asam klorida 6N, tutup, digesti diatas
tangas penguap selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan diatas
tangas uap hingga kering

Basahkan sisa dengan 1 tetes asam klorida P, tambah 10 mL


air panas dan digesti selama 2 menit

Tambahkan amonium hidroksida 6N tetes demi


tetes, hingga larutan menjadi basa

Encerkan dengan air hingga 25 mL dan atur pH


antara 3.0 – 4.0 dengan asam asetat 1N

Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 mL air.


Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna
50 mL, encerkan dengan air hingga 40 mL dan campur

Masukkan kedalam tiap tabung yang masing-masing berisi larutan baku dan
larutan uji, tambahkan 10 mL hidrogen sulfida LP yang dibuat segar, campur,
diamkan selama 5 menit dan amati permukaan dari atas pada dasar putih;
warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku

8) Cemaran Mikroba
Prinsip: identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis.
Prosedur:
disiapkan 5 buah tabung yang telah diisi dengan 9 mL pengencer PDF
(pepton dilution fluid)

Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10-1


sebanyak 1 mL ke dalam tabung yang berisi pengencer PDF pertama
hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hinngga homogen

Dibuat pengenceran selanjutnnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan

Setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri dan dibuat duplo

Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media PCA (45 + 1o)
Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko)

Pada satu cawan hanya diisi 1 mL pengencer dan media agar dan pada cawan
lain diisi dengan pengencer dan media

Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37° C selama
24-48 jam dengan posisi terbalik

Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung

B. Deskripsi Prosedur Kerja


1. Parameter Non Spesifik
a. Susut Pengeringan
Prinsip: Pengukuruan sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105° C
selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dianyatakan dalam porsen.
Prosedur: Tara botol timbang + tutup. Kemudian panasakan botol timbang +
tutup pada suhu 105° C selama 30 menit. Timbang ekstrak 1 -2 g dalam botol
timbang dan ratakan. Dinginkan ekstrak dan botol timbang dalam eksikator
hingga suhu kamar. Dimasukkan dalam ruang pengering, dan keringkan pada
suhu 105° C dengan tutup terbuka hingga bobot tetap.
b. Berat Jenis
Prinsip: Massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (250C) yang
ditentukan dengan alat khusus piknometer atau lainnya.
Prosedur: Hitung berat jenis air pada suhu 25° C dengan menggunkan
piknometer. Atur suhu ekstrak cair + 20° C dan masukkan kedalam
piknometer. Atur suhu piknometer yang telah berisi ekstrak hingga suhu 25°
C buang kelebihan ekstrak cair dan timbang. Kurangkan bobot piknometer
kosong dari beratt piknometer yang telah diisi. Berat jenis ekstrak cair adalah
hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air dalam
piknometer pada suhu 25° C.
c. Kadar Air
Prinsip: Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan
dengan cara titrasi, destilasi atau gravimetri.
Prosedur: Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam
pencuci, dibilas dengan air, dikeringkan dalam lemari pengering. Sejumlah
ekstrak herba sambiloto dimasukkan ke dalam labu kering yang telah
ditimbang seksama. Ke dalam labu dimasukkan 200 ml Toluen P, alat
dihubungkan. Toluen dituang ke dalam tabung penerima melalui alat
pendingin. Labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mulai
mendidih, disuling dengan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.
Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen,
sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah
kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen. penyulingan dilanjutkan
selama 5 menit. Tabung penerima dibiarkan hingga suhunya mencapai suhu
kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca.
Dihitung kadar air dalam %.
Catatan: Toluena P adalah toluena yg sudah dijenuhkan dengan air suling.
Sebanyak 200 ml toluena ditambah 5 ml air suling, kemudian dikocok
beberapa saat, lalu lapisan air dipisahkan.
d. Kadar Abu
Prinsip: Bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik.
Prosedur:
a) Penetapan kadar abu total
Lebih kurang 2 – 3 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
seksama, dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara,
kemudian diratakan. Dipijar perlahan-lahan hingga arang habis,
didinginkan dan ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa 27
kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke
dalam krus, diuapkan, dipijar hingga bobot tetap, kemudian ditimbang.
Dihitung kadar terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
b) Penetapan Kadar Abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml
asam sulfat encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas
abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang.
Dihitung kadar abu yang tidak larut asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara.
e. Sisa Pelarut
Prinsip: Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang memang
ditambahkan yang secara umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak
cair berarti kandungan pelarutnya, misalnya etanol.
Prosedur (cara destilasi): cara ini sesuai untuk penetapan sebagian besar
ekstrak cair dan tingtura asalkan kapasitas labu destilasi cukup (umumnya 2
– 4 kali cairan yang akan dipanaskan) dan kecepatan destilasi diatur
sedemikian rupa sehingga diperoleh destilat jernih. Destilat yang keruh dapat
dijernihkan dengan pengocokan menggunakan talk P atau kalsium kabonat
P, saring, setelah itu suhu filtrat diatur dan kandungan etanol ditetapkan dari
bobot jenis. Lakukan pekerjaan dengan hati-hati untuk mengurangi
kehilangan etanol karena penguapan.
untuk buih yang mengganggu dalam cairan selama destilasi, tambahkan
asam kuat seperti asam fosfat P, asam sulfat P atau cegah dengan
penambahan larutan kalsium klorida P sedikit berlebih atau sedikit parafin P
atau minyak silikon sebelum destilasi. Cegah gejolak selama destilasi dengan
penambahan keping-keping berpori dari bahan yang tidak larut.
Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol < 30%. Pipet 25
mL cairan uji ke dalam alat destilasi, catat destilasi hingga diperoleh destilat
lebih kurang 2 mL lebih kecil dari volume cairan yang dipipet. Atur suhu
destilat hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan. Tambahkan air
secukupnya hingga volume sama dengan volume cairan uji. Destilat jernih
28 atau keruh lemah dan hanya mengandung lebih dari sesepora sisa zat
mudah menguap
lainnya. tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25oC seperti yang tertera pada
Penetapan Bobot Jenis. Hitung persentase daam volume dari etanol dalam
cairan menggunakan Tabel Bobot Jenis dan Kadar Etanol.
Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol > 30% Lakukan cara
diatas lebih kurang 2 kali volume cairan uji. Kumpulkan destilat hingga lebih
kurang 2 ml lebih kecil dari 2 kali volume uji yang dipipet, atur suhu sama
dengan cairan uji. Tambahkan air secukupnya hingga volume dua kali cairan
uji yang dipipet, campur, dan tetapkan bobot jenis. Kadar etanol dalam
volume destilat, sama dengan setengah kadar etanol dalam cairan uji etanol
atau kurang. Pipet 25 mL cairan uji, masukkan ke dalam corong pisah,
tambahkan air volume sama. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P,
tambahkan 25 mL heksana P dan kocok untuk mengesktraksi zat mudah
menguap lain yang mengganggu. Pishakan lapisan bawah ke dalam corong
pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P.
Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan 10 mL
larutan jenuh natrium klorida P. Destilasi kumpulan larutan garam, tampung
destilat hingga sejumlah volume mendekati volume cairan uji semula.
Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol > 50%. Encerkan
larutan uji hingga kadar etanol + 25%. Jenuhkan campuran dengan natrium
klorida P, tambahkan 25 mL heksana P dan kocok untuk mengesktraksi zat
mudah menguap lain yang mengganggu. Pishakan lapisan bawah ke dalam
corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL
heksana P. Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan
10 mL larutan jenuh natrium klorida P. Destilasi kumpulan larutan garam,
tampung destilat hingga sejumlah volume mendekati volume cairan uji
semula. Jika hanya mengandung sedikit minyak atsiri dan destilat keruh,
perlakuan dengan pelarut heksana P seperti di atas tidak dilakukan, destilat
dapat dijernihkan dan dapat digunakan untuk penetapan bobot jenis dengan
mengocok dengan heksana P lebih kurang seperlima bagian volume atau
dengan penyaringan melalui lapisan tipis talk.
f. Residu Pestisida
Prinsip: Menentukan kandungan sisa petisida yang mungkin saja pernah
ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan
ekstrak. Prosedur: Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar
tinggi dan tidak mengandung senyaawa nitrogen non polar dapat dicoba
menggunakan metode kromatografi lapis tipis atau kromatografi gas secara
langsung tanpa pembersihan. Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya
kandungan kimia pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuai
metode baku.
g. Cemaran Logam Berat
Prinsip: Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan
atom atau lainnya yang lebih valid.
Prosedur:
Larutan baku. Pipet 2 mL larutan baku timbal (20µg Pb) ke dalam tabung
pembanding warna 50 mL dan encerkan dengan air hingga 25 mL. Atur pH
antara 3.0 dan 4.0 dengan asam asetat 1 N atau amonium hidroksida 6 N
menggunakan indikator kertas pH, encerkan air hingga 40 mL, kocok.
Larutan uji. Gunakan sejumlah za uji, dalam g, yang dihitung dengan rumus:
2.0/1000 L.
L adalah batas logam berat dalam persen. Masukkan sejumlah zat yang telah
ditimbang ke dalam krus yang membasahi, dan pijarkan dengan hati-hati
pada suhu rendah hingga mengarang. Selama pemijaran krus tidak boleh
tertutup rapat. Pada bagian yang telah mengarang tambahkan 2 mL asan
nitrat P dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan hati-hati hingga asap putih tidak
terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500° C hingga
600° C sampai arang habis terbakar. Dinginkan, tambahkan 4 mL asam
klorida 6N, tutup, digesti diatas tangas penguap selama 15 menit, buka dan
uapkan perlahan diatas tangas uap hingga kering. Basahkan sisa dengan 1
tetes asam klorida P, tambah 10 mL air panas dan digesti selama 2 menit.
Tambahkan amonium hidroksida 6N tetes demi tetes, hingga larutan menjadi
basa.
Encerkan dengan air hingga 25 mL dan atur pH antara 3.0 – 4.0 dengan asam
asetat 1N. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 mL air.
Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50 mL,
encerkan dengan air hingga 40 mL dan campur.
Kedalam tiap tabung yang masing-masing berisi larutan baku dan larutan uji,
tambahkan 10 mL hidrogen sulfida LP yang dibuat segar, campur, diamkan
selama 5 menit dan amati permukaan dari atas pada dasar putih; warna yang
terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku.
h. Cemaram Mikroba
Prinsip: identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis
mikrobiologis.
Prosedur: disiapkan 5 buah tabung yang telah diisi dengan 9 mL pengencer
PDF (pepton dilution fluid). Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh
dipipet pengenceran 10-1 sebanyak 1 mL ke dalam tabung yang berisi
pengencer PDF pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok
hinngga homogen. Dibuat pengenceran selanjutnnya hingga 10-6 atau sesuai
dengan yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam
cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15-20
mL media PCA (45 + 1o). Segea cawan petri digoyang dan diputar
sedemikian rupa sehingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui
sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko). Pada satu cawan
hanya diisi 1 mL pengencer dan media agar dan pada cawan lain diisi
dengan pengencer dan media. Setelah media memadat, cawan petri
diinkubasi pada suhu 35-37° C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
DAFTAR PUSTAKA

Abdiyani, S. (2008). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat Di


Dataran Tinggi Dieng (The Diversity Of Understories Medicinal Plants In Dieng
Plateau)*). Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam, V(1), 79–92.

Andriyani, D., Utami, P. I., & Dhiani, B. A. (2010). Penetapan Kadar Tanin Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum. L) Secara SpektrofotometrI Ultraviolet Visibel.
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia),
7(02).

Cahyawati, P. N. (2020). Efek Analgetik dan Antiinflamasi Kaempferia Galanga


(Kencur). WICAKSANA: Jurnal Lingkungan Dan Pembangunan.
https://doi.org/10.22225/wicaksana.4.1.1811.15-19

Damarini, M. R. (2011). Pengaruh Lama Proses Dan Kecepatan Putar Pada Maserasi
Daging Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.). 2–87.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat. In Departemen Kesehatan RI. (Vol. 1, pp. 10–11).

Dwi Puspitasari, A., & Proyogo, Lean Syam. (2017). Kadar Fenolik Total Ekstrak
Etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura). Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta, 1–8.

Handayani, P. A., & Nurcahyanti, H. (2014). Ekstraksi minyak atsiri daun zodia
(Evodia suaveolens) dengan metode maserasi dan distilasi air. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan, 3(1), 1–7.

Khorani, N. (2013). KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN STANDARISASI


EKSTRAK ETANOL HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.). In Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi (Issue September).

Marpaung, M. P., Septiyani, A., Farmasi, F., & Bangsa, U. K. (2020). PENENTUAN
PARAMETER SPESIFIK DAN NONSPESIFIK EKSTRAK KENTAL. 3(2), 58–67.

Megantara, S., Farmasi, F., Padjadjaran, U., & Farmakologi, A. (2016).


KARAKTERISTIK MORFOLOGI BUNGA KENCUR (Kaempferia galanga L.).
Buletin Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat, 19(2), 109–116.
https://doi.org/10.21082/bullittro.v19n2.2008.%p

Megantara, S., & Soleh. (2019). KARAKTERISTIK MORFOLOGI TANAMAN


KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) DAN AKTIVITAS
FARMAKOLOGI.
In Farmaka.

Mukhriani. (2014). Esktraksi Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Journal Kesehatan. https://doi.org/10.24817/jkk.v32i2.2728

Rahardjo, M., & Rostiana, O. (2005). Budidaya Tanaman Kunyit. Bogor (ID) :
Balai Penelitian Tanaman Obat Dan Aromatika, 11, 3–7.

Rita Dwi Ratnani, I. H., & Yance Anas & Khilyat. (2015). 2) 1) 2). 147–155.

Suryati, E. (2015). Uji ekstrak ramuan” kandungan subur”(kunyit (Curcuma domestica


Val.), kencur (Kaempferia galanga L.), adas (Foeniculum vulgare Mill.) dan
pegagan (Centella asiatica)) pada berbagai pelarut terhadap Toksisitas larva
Artemia salina. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Wahyuni, D. T., & Widjanarko, S. B. (2015). PENGARUH JENIS PELARUT DAN


LAMA EKSTRAKSI TERHADAP EKSTRAK KAROTENOID LABU KUNING
DENGAN
METODE GELOMBANG ULTRASONIK The Effect of Different Solvent and
Extraction Time of Carotenoids Extract From Pumpkin with Ultrasonic Method.
3(2), 390–401.

Anda mungkin juga menyukai