Anda di halaman 1dari 32

JURNAL PRAKTIKUM

PRAKTIKUM
FITOFARMAKATUGAS 4
Penetapan Kadar Senyawa Marker Pada Ekstrak
Rimpang Kaempferia galanga
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK 7

KELAS: F

1. Novi Sus Mahfita Ningsih (201910410311273)


2. Indah Fitria Rahayu (201910410311275)
3. Suci Rinda Prasasti (201910410311276)
4. Arvil Rohmaturrizqi (201910410311277)
5. Rize Bilgis Nurfatiyah (201910410311283)

DOSEN PEMBIMBING:
apt. Siti Rofida, M. Farm.
apt. Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bumi Indonesia terdiri dari berbagai suku dengan


keanekaragaman obat dibuat secara tradisional dari bahan-bahan
alami yang ada di Indonesia termasuk tumbuhan obat. Diperkirakan
keanekaragaman hayati di Indonesia menempati urutan kedua setelah
Brazil. Secara internasional, obat herbal telah diterima secara luas di
negara berkembang dan maju, sehingga obat herbal juga mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Pemasok terbesar obat-obatan
herbal di dunia yaitu China, Eropa dan Amerika Serikat. Di Afrika
jumlah penduduk yang menggunakan obat herbal mencapai 60-90%,
di Australia 40-50%, Eropa 40 80%, Amerika Serikat 40%, dan
Kanada 50%. Obat Herbal atau obat tradisional merupakan campuran
dari bahan-bahan alami yang secara tradisional telah digunakan dan
terbukti secara empiris manfaatnya. Keragaman tumbuhan obat bisa
menunjang suplai obat tradisional siap pakai (Jumiarni & Komalasari,
2017).
Tanaman kencur merupakan salah satu tanaman yang dapat
digunakan obat. Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah
satu tanaman yang berpotensi dapat dikembangkan karena fungsinya
yang dapat digunakan sebagai bahan obat herbal atau obat tradisional,
bahan pembuatan parfum dan juga kosmetik (Kurniati et al., 2020).
Selain itu tanaman kencur juga dapat digunakan untuk mengobati
diare, migrain, meningkatkan energi, mengatasi kelelahan dan juga
dapat meningkatkan imunitas tubuh (Izazi & Kusuma P, 2020).
Kencur merupakan tanaman herbal yang umum digunakan
sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan
sehingga banyak petani di Indonesia yang membudidayakan ini.
Kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah
besar, salah satunya adalah rimpang kencur atau rizoma. Ekstrak
kencur terbukti memliki banyak sekali manfaat, antara lain sakit
kepala, keseleo, menghilangkan lelah, radang, lambung, batuk,
memperlancar haid, radang telinga anak, darah kotor, mata pegal,
diare, dan masuk angina (Tajudin et al., 2022).
Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) terbukti
mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya seperti
flavonoid, alakloid, tanin, dan polifenol. Senyawa metabolit sekunder
polifenol dan flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi ini dapat terbentuk karena
banyaknya radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. Karena adanya
radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit (Indrawati et
al., 2018).
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan,
pemakaian dan penyalahgunaan obat tradisional mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Karena obat tradisional terbuat dari bahan-bahan
alami maka efek samping, tingkat bahaya, dan resiko yang diberikan
sangat rendah jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia. Diantara
tumbuhan obat tersebut yang menarik untuk dikembangkan lebih
lanjut yaitu ripang kencur (Lely & Rahmanisah, 2017).
Karakteristik ekstrak terdiri dari 2 proses yaitu proses pertama
dengan parameter spesifik dan non spesifik. Parameter spesifik adalah
aspek analisis kimia kualitatif dan kuantitatif kadar senyawa aktif
terkait aktivitas farmakologi masing- masing ekstrak. Parameter
tersebut antara lain menentukan susut pengeringan, kadar air, kadar
abu dan sebagainya (Lely & Rahmanisah, 2017).
Beberapa metode yang sering digunakan untuk mengekstraksi
kencur adalah metode perasan, infusa, dan maserasi. Maserasi adalah
metode perendaman dan syarat utama pada maserasi adalah
tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan
yang diekstraksi. Penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai dengan
waktu tertentu pada temperatur kamar terlindungi dari cahaya, cairan
penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Selama proses
maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap
hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan
(Kusuma, 2015).
Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) terbukti
mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya seperti
flavonoid, alakloid, tanin, dan polifenol. Senyawa metabolit sekunder
polifenol dan flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan.
Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi ini dapat terbentuk karena
banyaknya radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. Karena adanya
radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit (Indrawati
Refilda, 2018). Identifikasi suatu senyawa marker dapat digunakan
untuk mengetahui konsistensi antar batch. Senyawa marker adalah
satu atau lebih senyawa yang secara alami terdapat dalam bahan
tumbuhan dengan atau tanpa memiliki efek farmakologis dan dipilih
untuk tujuan kontrol kualitas oleh seroang peneliti atau sebuah
industri. Untuk menganalisis senyawa marker dapat digunakan
metode KLT dan HPLC.
Identifikasi dan uji kualitas bahan baku tanaman merupakan
syarat penting yang harus dilakukan oleh industri ketika berurusan
dengan obat herbal. Obat herbal memiliki banyak komponen kimia
yang terkandung didalamnya, seperti komponen yang mempunyai
aktivitas terapetik, komponen yang tidak mempunyai aktivitas,
komponen kimia yang belum teridentifikasi, dsb. Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) banyak digunakan sebagai metode analisis cepat dan
sederhana untuk berbagai bahan kimia organik seperti obat-obatan,
produk bahan alam dan biomolekul (Kim et al., 2020).
Kontrol kualitas obat herbal, dalam beberapa kasus,
memungkinkan untuk melakukan identifikasi senyawa spesifik, yang
biasa disebut senyawa marker yang dapat digunakan untuk membantu
pembuatan produk yang konsisten. Senyawa marker adalah senyawa
atau golongan senyawa yang dapat digunakan untuk mengontrol
konsistensi tiap batch produk jadi tanpa harus mengetahui adanya
aktifitas atau tidak senyawa tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian
ini akan dilakukan identifikasi tanaman Kaempferia galanga
berdasarkan senyawa marker menggunakan instrumen KLT-
Densitometri. Keuntungan menggunakan KLT untuk penentuan
senyawa marker spesifik tanaman dalam obat herbal: lebih
sederhana, fleksibel, lebih cepat, kepekaan tertentu dan preparasi
sampel yang lebih sederhana (Liang et al., 2016).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan serta memahami proses penetapan
kadar pada senyawa marker dari rimpang kencur (Kaempferia
galanga L.) yang baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kencur

Kaempferia galanga (K. galanga) atau yang dikenal


sebagai "kencur" di Indonesia digunakan sebagai salah satu bahan
makanan. Diperkirakan berasal dari daerah asia tropika yang
kemudian menyebar kemana-mana dan sampai di Indonesia sebagai
tanaman budidaya (Alihar, 2018). Kaempferia galanga atau kencur
merupakan salah satu jenis dalam famili Zingiberaceae merupakan
salah satu jenis tanaman obat penting bagi masyarakat Asia termasuk
Indonesia. Tanaman ini sering dijadikan pasta karena dipercaya dapat
mengatasi kelelahan. Berdasarkan hasil review dalam jurnal Putu Nita
(2020), secara tradisonal tanaman ini sering digunakan untuk
pengobatan diare, migrain dan meningkatkan energi, dan mengatasi
kelelahan. Rimpang kencur selama ini digunakan oleh untuk
menghilangkan sakit gigi, sakit perut, pembengkakan pada otot dan
rematik.

2.1.1 Klasifikasi

Gambar 2.1 Kencur (Ida Bagus, 2022)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Lilianae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia L.
Spesies : Kaempferia galanga L.
(https://www.itis.gov/)

2.1.2 Morfologi
Kencur (Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan
Zingiberaceae dan digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon
yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat. Kencur
merupakan terna kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah
atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air.
Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada
musim penghujan. Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun
yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka
(Lasro, 2018).
Kencur memiliki batang berbentuk basal yang memiliki ukuran
kurang lebih 20 cm yang tumbuh dalam rumpun. Kemudian kencur
memiliki daun berwarna hijau berbentuk tunggal yang pinggir
daunnya berwarna merah kecoklatan. Bentuk dari daun kencur
menjorong ada yang menjorong lebar dan ada juga yang berbentuk
bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-15 cm,
lebar 2-8 cm, dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi
daun rata. Untuk permukaan daun bagian atas tidak mempunyai bulu
tetapi pada bagian bawah memiliki bulu yang halus. Kemudian untuk
tangkai daun sedikit pendekmemiliki ukuran berkisar antara 3-10 cm
yang terbenam didalam tanah, mempunyai panjang berkisar 2-4 cm
yang memiliki warna putih. Jumlah daun pada kencur tidak lebih dari
2-3 lembar dengan susunan yang saling berhadapan. Adapun untuk
rimpangnya memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari yang
tumpul dengan warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kemcur
memiliki warna coklat yang mengkilat (Lasro, 2018).
Dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur.
Kemudian pada bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan
tekstur seperti daging yang tidak berserat (Soleh & Megantara, 2019).
Pada morfologi kencur memiliki batang berbentuk basal yang
memiliki ukuran kurang lebih 20 cm yang tumbuh dalam rumpun.
Kemudian kencur memiliki daun berwarna hijau berbentuk tunggal
yang pinggir. Daunnya berwarna merah kecoklatan. Bentuk dari daun
kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada juga yang
berbentuk bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-
15 cm, lebar 2-8 cm, dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan
tepi daun rata. Untuk permukaan daun bagian atas tidak mempunyai
bulu tetapi pada bagian bawah memiliki bulu yang halus.
Kemudian untuk tangkai daun sedikit pendek memiliki ukuran
berkisar antara 3-10 cm yang terbenam didalam tanah, mempunyai
panjang berkisar 2-4 cm yang memiliki warna putih. Jumlah daun
pada kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan yang saling
berhadapan (Haryudin & Rostiana, 2020).
Kencur mempunyai Bunga yang tunggak yang berbentuk
seperti terompet dengan panjang bunga 3-5 cm. Kencur mempunyai
benang sari berwarna kuning yang memiliki panjang 4 mm, untuk
putik kencur memiliki warna putih agak keunguan. Kemudian untuk
bunganya tersusun setengah duduk dengan jumlah mahkota bunga 4-
12 buah dengan warna yang dominan yaitu warna putih. Kencur
memiliki perbedaan dengan famili yang lainnya pada bagian daun
yang menjalar dipermukaan tanah, dengan batang kencur yang
pendek dan serabut akar yang memiliki warna coklat agak
kekuningan. Adapun untuk rimpangnya memiliki ukuran yang
pendek berbentuk seperti jari yang tumpul dengan warna coklat
lalu pada bagian kulit rimpang kemcur memiliki warna coklat yang
mengkilat, dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur.
Kemudian pada bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan
tekstur seperti daging yang tidak berserat (Haryudin & Rostiana,
2020).
Untuk pemerian simplisia rimpang kencur menurut Farmakope
Herbal Indonesia edisi II (2017) berupa irisan rimpang, pipih, bentuk
hampir bulat sampai jorong atau tidak beraturan, bagian tepi
berombak dan berkeriput, kasar, bagian tengah tampak pembatas yang
tegas antara korteks dan stele, korteks sempit, berserat halus; warna
cokelat hingga cokelat kemerahan, bagian tengah berwarna putih
sampai putih kecokelatan, bau khas dan rasa pedas.
2.1.3 Kandungan Kimia
Komponen utama yang terkandung dalam Kaempferia
galanga antara lain ethyl-p-methoxycinnamate (31.77%),
methylcinnamate (23.23%), carvone
(11.13%), eucalyptol (9.59%) dan pentadecane (6.41%), ethyl
cinnamate (23,2%), 1,8-cineole (11,5%), transcinnamaldehyde (5,3%),
dan borneol (5,2%) (Chao et al., 2014). Ekstrak kencur dilaporkan
memiliki efek antinflamasi, analgetik, antidiare, antibakteri, sedatif,
sitotoksik, insektisidal, antihelmint, dan antioksidan.
Secara etnobotani Kaempferia galanga digunakan sebagai
obat ekspektorat, karminatif, obat batuk, rematik, dan anti kanker,
kolera, vasorelaksasi, anti mikroba, antioksidan, anti alergi
penyembuhan luka. Dan pada bioaktivitasnya membuktikan aktivitas
K. galanga sebagai anti kanker, anti oksidan, anti inflamasi, analgesik
dan anti bakteri (Marina S, 2019).
Rajendra et al., (2021) menyatakan bahwa rizoma Kaempferia
galanga yang diekstak dengan menggunakan petroleum mengandung
sterols, triterpenoids dan resins: sedangkan jika diekstrak dengan
menggunakan kloroform akan diperoleh, sterols, triterpenoids,
flavanoids dan resins. Sedangkan jika diekstrak dengan
menggunakan metanol akan diperoleh steroids, triterpenoids,
alkaloids, flavanoids, carbohydrates, resins dan protein. Dan jika
diekstrak menggunakan air akan diperoleh saponins, carbohydrates
dan protein.
Rimpang Kencur mengandung 1,0-2,50% minyak atsiri yang
terdiri dari sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam sinamat,
etil ester, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisat dan alkaloid.
Selain itu juga terdapat sinnamal, aldehide, asam motil p-kumarik,
asam annamat, etil asetat dan pentadekan. Diantara kandungan kimia
ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari Kencur.
Tanaman Kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak
atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%).
Kamfer, borneol, sineol, penta dekaan. Adanya kandungan etil para
metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan
sinamat (Primawati & Jannah, 2019).

2.2 Ektraksi dan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan


mengekstraksi zat aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Farmakope Indonesia Edisi
VI, 2020).

Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian,


yaitu :

1. Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Liquida)


2. Semi solid : ekstrak kental (Extracta Spissa)
3. Kering : ekstrak kering (Extracta Sicca)

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya


dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam
pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses
ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa
yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi
perlu ditentukan terlebih dahulu (Mukhtarini, 2014).

2.3 Senyawa Marker


Senyawa marker merupakan satu atau lebih senyawa yang
secara alami terdapat dalam bahan tumbuhan dengan atau tanpa
memiliki aktivitas farmakologi dan dipilih untuk tujuan kontrol
kualitas oleh peneliti atau pabrik. Pemilihan senyawa marker
tergantung pada beberapa faktor yaitu stabilitas senyawa, metode
analisis, waktu dan biaya analisis, manfaatnya untuk identifikasi,
relevansi dengan efek terapetik, indikator kualitas, dan stabilitas
produk (Mark Cutch, 2012).
Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut
tidak dimiliki oleh simplisia tanaman lain (Sutrisno, 2016). Adapun
syarat-syarat senyawa marker adalah bersifat khas, mempunyai
struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode
analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat
diisolasi dengan berbagai pelarut (Purnomo, 2018). Senyawa marker
dapat digolongkan menjadi tiga golongan, meliputi senyawa aktif,
penanda analitik dan penanda negatif. Senyawa aktif adalah
senyawa yang diketahui aktivitas farmakologi dan khasiatnya.
Penanda analitik adalah senyawa yang dipilih untuk determinasi
secara kuantitatif, senyawa ini membant identifikasi positif dari
bahan tanaman atau ekstrak tumbuhan untuk tujuan standarisasi.
Penanda negatif adalah senyawa yang mempunyai sifat alergi atau
toksik atau mengganggu bioavailabilitasnya (Patterson, 2016).
2.4 Etil p-Metoksisinamat (EPMS)

Gambar 2.2 Etil p-Metoksisinamat

EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang


mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat
nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat
sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan
pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, metanol, air, dan heksana. Pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi harus mempunyai kepolaran yang berbeda. Ekstrasi EPMS
dari kencur menggunakan suhu yang kurang dari titik lelehnya yaitu
48 – 50C.
Etil-p-metoksisinamat memiliki berbagai aktivitas
farmakologis diantaranya sebagai antijamur (Omar et al., 2014),
antibakteri (Lakshmanan et al., 2021), dan antikanker (Ekowati et
al., 2020). Sebagai komponen mayor, etil-p metoksisinamat dapat
digunakan sebagai prekursor awal dalam mensintesis senyawa
turunan asam sinamat lainnya seperti asam p-metoksisinamat. Di
alam turunan sinamat terdapat dalam bentuk ester atau glikosidanya.
Etil p-metoksisinamat terdapat di alam dalam bentuk ester berwujud
padatan kristal berwarna putih kekuningan dan mempunyai bau khas
aromatis yang sangat kuat (Fahmi, 2021).

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan kromatografi
planar, yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada
permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat
aluminium, atau plat plastik. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya (Sastrohamidjojo, 2012).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode isolasi
yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan
daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang
akan bergerak mengikuti kepolaran eluen (Suryadarma, 2014).
Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak
sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang
berbeda, sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Analisis kromatografi lapis tipis banyak digunakan karena:
 Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek
 Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi
semi kuantitatif tentang konstituen utama dalam sampel
 Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian sampel
 Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai,
dapat digunakan untuk analisis kombinasi sampel
terutama dari sediaan herbal
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal
diperoleh jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak
sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur
kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak
maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang tidak tepat
akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.
Metode penotolan sampel secara otomatis diperlukan untuk
menghasilkan reprodusibilitas yang baik, dan diperlukan untuk
analisis kuantitatif.

2.6 Penetapan Harga Rf


Harga Rf merupakan parameter karasteritik kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran
kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi
konstan merupakan besaran karasteristikdan reproduksibel. Harga
Rf didefinisikansebagai perbandingan antara jarak senyawa dari
titik awal(b)dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal(a).
Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan sebagai
berikut:

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat


dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu diperhatikan
bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk campuran
tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daftar
dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan
penyerap dapat diperoleh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam
kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf
(Gray et al., 2014) adalah:
- Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
- Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya(biasanya aktifitas
dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan
molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari
penyerap).
- Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
- Pelarut (dan derajat kemurniannya) sebagai fasa gerak.
- Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang
digunakan.
- Teknik percobaan. Arah pelarut bergerak di atas plat.
- Jumlah cuplikan yang digunakan.
- Suhu.
- Kesetimbangan.
2.7 KLT- Densitometri
KLT-densitometri merupakan metode analisis instrumental
yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit
yang merupakan bercak pada kromatografi lapis tipis. KLT-
densitometri memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih
fase gerak, proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat
dihentikan kapan saja, semua komponen dalam sampel dapat dideteksi
(Rohman, 2019).
Metode densitometri merupakan salah satu metode untuk
mengetahui kadar suatu zat yang sudah dianalisis menggunakan plat
KLT. Prinsip kerja dari densitometri adalah mengetahui luas area dan
kromatogram pada plat KLT. Densitometri digunakan untuk
menampilkan spektra dari peak analit untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik (REM)
dengan noda analit pada fase diam. Interaksi REM merupakan
intensitas cahaya yang mengenai molekul senyawa dalam noda yang
diabsorpsi, ditransmisi atau dipantulkan. Apabila pada fase diam tidak
ada noda, maka cahaya yang jatuh akan dipantulkan kembali (Chai,
2014)
KLT-Densitometri adalah salah satu metode yang cocok
digunakan untuk kontrol kualitas botani ekstrak karena akuisisi data
yang cepat, sederhana, dan dapat diandalkan (E Bodoki, et al., 2015).
Dengan metode KLT-Densitometri memberikan ketelitian, linieritas,
serta ketepatan untuk memenuhi persyaratan dan nilai LOD (Limit of
Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation) dapat diketahui
(Sugihartini dkk, 2012). Validasi dilakukan pada suatu metode analisa
untuk memberikan data yang valid dengan parameter LOD, LOQ,
linearitas, ketelitian dan ketepatan. Dilakukan evaluasi pada parameter
tersebut untuk mendapatkan data yang dapat masuk kedalam
kemampuan alat yang digunakan untuk mendeteksi sehingga
diperoleh hasil yang mendekati sebenarnya dan akan memberikan
data yang sama jika dilakukan pengulangan. Hasil yang diperoleh
dapat dipertanggungjawabkan cukup valid jika semua faktor telah
terpenuhi.

2.7.1 Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Akurasi hasil analis sangat tergantung kepada sebaran
galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu
untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan
dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti
menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan
pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita,
2004). Akurasi suatu metode, direkomendasikan dilakukan dengan
pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan
konsentarasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali
replikasi) dengan rentang minimum 3 nilai konsentrasi (80%, 100%,
dan 120% dari konsentrasi target) (Yuwono dan Indrayanto, 2015).

2.7.2 Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel -
sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2014).
Menurut ICH (2015), presisi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu
Repeatability, Intermediate Precision, dan Reproducibility.
Repeatability menunjukkan presisi di bawah kondisi operasi yang
sama selama suatu interval yang singkat. Intermediate Precision
menunjukkan variasi pada laboratorium yang sama, seperti hari yang
berbeda, analis yang berbeda, peralatan yang berbeda, dll.
Reproducibility menunjukkan mengenai presisi antar laboratorium
(studi kolaboratif). Pada umumnya diterapkan untuk standarisasi
metodologi.

2.7.3 Lineritas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk
memperoleh hasil uji yang secara langsung proporsional dengan
konsentrasi analit (Yuwono dan Indrayanto, 2015). Linearitas
dapat diartikan sebagai suatu metode uji untuk mengetahui adanya
hubungan linier antara konsentrasi analit dengan respon detektor. ICH
merekomendasikan menggunakan lima macam konsentrasi untuk
menghitung linearitas dengan konsentrasi berkisar 80% - 120%
dari kadar analit yang diperkirakan. Sebagai parameter adanya
hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi
linier y = a + bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0
dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a
menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.
Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual
(Sy).

2.8 Penggunaan Eluen


2.8.1 n-Heksana
N-heksana merupakan jenis pelarut nonpolar sehingga n-
heksana dapat melarutkan senyawa-senyawa bersifat nonpolar
(Maulida dan Zulkarnaen, 2016) Heksana adalah suatu hidrokarbon
alkana dengan rumus kimia C6H14. Heksana merupakan hasil
refining minyak mentah. Komposisi dan fraksinya dipengaruhi oleh
sumber minyak. Umumnya berkisar 50% dari berat rantai isomer
dan mendidih p d – Seluruh isomer heksana dan sering
digunakan sebagai pelarut organik yang bersifat inert karena non-
polarnya. Banyak dipakai untuk ekstraksi minyak dari biji, misal
kacang-kacangan dan flax. Rentang kondisi distilasi yang sempit,
maka tidak perlu panas dan energy tinggi untuk proses ekstraksi
minyak. Dalam industri, heksana digunakan dalam formulasi lem
untuk sepatu, produk kulit, dan pengatapan serta untuk pembersihan.
n-heksana juga dipakai sebagai agen pembersih produk tekstil,
meubeler, sepatu dan percetakan (Atkins, 2017).

2.8.2 Etil Asetat


Etil asetat merupakan pelarut semi polar dan dapat
melarutkan senyawa semi polar pada dinding sel (Harborne,
2017). Etil asetat merupakan larutan bening, tidak ada warna. zat
berupa larutan polar yang volatile (mudah menguap), toksisitas
rendah dan tidak higroskopis yang digunakan sebagai pelarut tinta,
prekat atau resin. Jika dilihat dari pemanfaatannya etil asetat
memiliki manfaat yang lebih banyak dibandingkan etanol
termasuk dalam melarutkan gasoline. Penggunaan etil asetat selain
sebagai pelarut, etil asetat memiliki fungsi lain seperti sebagai
bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin dan
dapat berfungsi sebagai bahan baku kimia serba guna. Dalam
pembuatan etil asetat biasanya dilakukan dengan proses esterifikasi.

2.8.3 Asam Formiat


Asam formiat ( asam format) merupakan cairan jernih yang
tidak berwarna, mudah menguap, dan berbau khas (Ir. Hayat S.,
2013). Asam format yang murni adalah suatu cairan jernih tak
berwarna yang dapat menyebabkan kerusakan kulit apabila terkena
tetesan serta mempunyai bau yang khas dan tajam. Dalam segala
perbandingan asam format dapat larut dan bercampur dengan air,
alkohol, dan eter. Asam formiat banyak diminati karena harganya
yang murah, mudah digunakan, dapat digunakan pada suhu dan
tekanan rendah (Zulfansyah, 2021).
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Deskripsi Prosedur Kerja


A. Pembuatan Eluen
1. Eluen yang digunakan: n-Heksana - Etil asetat – Asam formiat (90 :
10 : 1).
2. Buatlah eluen sebanyak 101 mL. Masukkan ke dalam chamber.
3. Homogenkan didalam chamber dengan cara digoyang-
goyang. Apabilavolume eluen terlalu banyak, maka kurangi.
4. Jangan sampai totolan awal pada pelat KLT tercelup di dalam
eluen.

B. Pembuatan Larutan Baku


a) Pembuatan Larutan Baku Induk
Larutan Induk 1 / LI 1 (5000ppm)

1. Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250,0 mg


2. Ditambah dengan 20 mL etanol 96% dan diultrasonik selama 5
menit
3. Ditambah dengan etanol 96% sampai tepat 50,0 mL.
Larutan Induk 2 / LI 2 (2000 ppm)
1. Dipipet 4.0 mL larutan induk I, dimasukkan ke dalam labu
ukur
10.0 mL.
2. Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen.
b) Pembuatan Larutan Kerja
Larutan Konsentras Baku induk Jumlah yang
i (ppm) atau baku digunakan
Baku
kerja yang
diambil
Baku 1 200 5.0 mL baku 3 Ditambah etanol ad
10.0 mL
Baku 2 300 5.0 mL baku 5 Ditambah etanol ad
10.0 mL
Baku 3 400 5.0 mL baku 6 Ditambah etanol ad
10.0 mL
Baku 4 500 5.0 mL LI 1 Ditambah etanol ad
10.0 mL
Baku 5 600 3.0 mL LI 2 Ditambah etanol ad
10.0 mL
Baku 6 800 4.0 mL LI 2 Ditambah etanol ad
10.0 mL

1. Dipipet dari larutan baku induk atau baku kerja yang


diambil (sesuaitabel diatas) kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 10.0 mL.

2. Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen.


c) Preparasi Sampel
a) Untuk penetapan kadar EPMS dalam Ekstrak Kering
1. Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak
3kali
2. Ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml,
diultrasonikselama 5 menit
3. Ditambah etanol 96% sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10
menit.
4. Disaring dan ditampung filtratnya.

b) Untuk Penentuan Recoveri


1. Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak
3kali
2. Ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml,
diultrasonikselama 5 menit
3. Ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1.0 mL
4. Ditambah pelarut sampai 5,0 mL dan diultrasonik selama 10
menit
5. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya.
c) Penotolan sampe dan standar pada plat KLT
Ditotolkan sampel dan sampel untuk recoveri sebanyak 2 μL dan

standarEPMS seb ny k 2 μL pada plat KLT.

C. Analisis dengan Thin Layer Cromatography (TLC) scaner


A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
1. Plat KLT yang sudah discan pada panjang gelombang 254
dan 365 nm, kemudian discan panjang gelombang 200-400
nm. Dari sini dapat diketahui pada panjang gelombang
berapa EPMS memberikan absorban maksimum.

2. Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan


digunakan untuk pengukuran.
B. Penentuan Lineritas
1. Ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT
2. Dianalisis dengan KLT-densitometer pada panjang
gelombangmaksimum.
3. Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda.

C. Penentuan Presisi
1. Ditotolkan sampel masing–masing 2 μL dan larutan
standar EPMSmasing-masing 2 μL pada plate KLT.
2. Plate ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan
di analisismenggunakan KLT–densitometer pada
panjang gelombang maksimum.
3. Dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).

D. Penentuan Akurasi
1. Ditotolkan sampel masing–masing 2 μL dan larutan
standar EPMSmasing-masing 2 μL pada plate KLT.
2. Plate ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan
di analisismenggunakan KLT–densitometer pada
panjang gelombang maksimum.

% recoveri =

3. Dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV)


3.2 Bagan Alir

1. Pembuatan Eluen (Fase Gerak)

Buatlah eluen sebanyak 101 mL (n-Heksana - Etil asetat – Asam formiat


(90 : 10 : 1)). Masukkan ke dalam chamber.

Homogenkan didalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila


volume eluen terlalu banyak, maka kurangi.

Jangan sampai totolan awal pada pelat KLT tercelup di dalam eluen.

2. Pembuatan Larutan Baku


a. Pembuatan Larutan Induk

Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250,0 mg

Ditambah dengan 20 mL etanol 96% dan diultrasonik selama 5 menit

Ditambah dengan etanol 96% sampai tepat 50,0 mL. (LI 5000 ppm)

Dipipet 4.0 mL larutan induk I, dimasukkan ke dalam labu ukur


10.0 mL.

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (LI2 2000
ppm)
b. Pembuatan Larutan Kerja

Dipipet 5.0 mL larutan induk I, dimasukkan ke dalam labu ukur 50.0 mL.

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (BK4 500 ppm)

Dipipet 3.0 mL larutan induk II, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (BK5 600 ppm)

Dipipet 5.0 mL larutan baku 5, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (BK2 300 ppm)

Dipipet 4.0 mL larutan induk II, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (BK6 800 ppm)

Dipipet 5.0 mL larutan baku 6, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (BK3 400 ppm)

Dipipet 5.0 mL larutan baku 3, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL

Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. (BK1 200 ppm)
c. Preparasi Sampel
a) Untuk penetapan kadar EPMS dalam Ekstrak Kering

Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak 3 kali

Ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5 menit

Ditambah etanol 96% sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.

Disaring dan ditampung filtratnya.

b) Untuk Penentuan recoveri


Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing sebanyak 3 kali

Ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5 menit

Ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1.0 mL

Ditambah etanol 96% sampai 5,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.

Disaring dan ditampung filtratnya.

c) Penotolan sampel dan standar pada plat KLT


Ditotolkan sampel dan s mpel untuk recoveri seb ny k 2 μL d n st nd r EPMS
seb ny k 2 μL p d pl t KLT
3. Analisis dengan Thin Layer Cromatography (TLC) scaner
A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Discan plat KLT pada panjang gelombang 200-400 nm

Panjang gelombang maksimum yang didapat digunakan untuk pengukuran

B. Penentuan Lineritas
Ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT

Dianalisis dengan KLT-densitometer pada panjang gelombang maksimum

Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda

C. Penentuan Presisi

Ditotolkan sampel masing–m sing 2 μL d n l rut n st nd r EPMS m sing-


m sing 2 μL p d pl te KLT
t

Plate ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan di analisis menggunakan
KLT–densitometer pada panjang gelombang maksimum.

Dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV)


D. Penentuan Akurasi

Ditotolkan sampel masing–m sing 2 μL d n l rut n st nd r EPMS m sing-


m sing 2 μL p d pl te KLT
t

Plate ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan di analisis menggunakan
KLT–densitometer pada panjang gelombang maksimum.
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒 𝐶𝑡
% recoveri = 𝑥
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝐶𝑝 𝐶𝑠𝑡

Dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV)


DAFTAR PUSTAKA

Alihar, F. (2018). Analisis Peran Ekonomi Kreatif Pada Masyarakat


Dalam Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Melalui
Budidaya Tanaman Biofarmaka Dalam Perspektif Ekonomi
Islam. Journal, 66, 37–39.
https://www.fairportlibrary.org/images/files/RenovationProject/
Concept_cost_estimate_accepted_031914.pdf

Badan POM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I,


Direktorat Obat Asli Indonesia. Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. Jakarta: Halaman 30-31.

Chao, X., Liang, Y., Shi, W. P., Liu, Q. Z., Zhou, L., Liu, X. I. N. C.,
Liang, Y. A. N., Shi, W. P., Liu, Q. I. Z. H. I., & Zhou, L.
(2014). Repellent and Insecticidal Effects of the Essential Oil
of.pdf.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia (diterjemahkan dari:


A Concise Dictionary of Chemistry, penerjemah: M. Sitohang
dan S.S. Achmadi).Jakarta : Erlangga.

Departemen Kesehatan, 2018. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II.


Jakarta : Departemen Kesehatan RI: Halaman 227-230.

Departemen Kesehatan RI, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI,


Jakarta: Departemen Kesehatan RI: Halaman 48.

Harborne, J. B.. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soedira.Bandung : ITB Press.

Marina Silalahi. 2019. Kencur (Kaempfreia galanga) dan


Bioaktivitasnya. Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains Vol 8
No. 1: Halaman 127-142.

Putu Nita Cahyawati. 2020. Efek Anlagetik dan Antiinflamasi


Kaempfreria galanga (Kencur). WICASANA, Jurnal
Lingkungan & Pembangunan, Vol. 4 No. 1: Halaman 15-19.

Saifuddin,A ,et al. 2021. Standarisasi Bahan Obat Alam. Jogjakarta:

Graha Ilmu Soleh, Sandra Megantara. 2019. Karakteristik

Morfoogi Tanaman Kencur


(Kaempferia galanga L.) dan Aktivitas Farmakologi. Farmaka
Vol. 17 No.2: Halaman 256-262.

Sri Novita Primawati. 2016. Efektivitas Senyawa Bioaktif Ekstrak


Kencur (Keampferia galanga Linn) Menggunakan Berbagai
Metode Ekstraksi. LPPM IKIP Mataram: Halaman 198-202.

Sri Nopita Primawati, Husnul Jannah. 2019. Pengaruh Metode


Ekstraksi Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Bioscientist: Jurnal Ilmiah
Biologi Vol 7, No. 2;2019: Halaman 177-180.

Hakim, A. R., & Saputri, R. (2020). Narrative Review: Optimasi


Etanol sebagai Pelarut Senyawa Flavonoid dan Fenolik. Jurnal
Surya Medika, 6(1), 177–180.
https://doi.org/10.33084/jsm.v6i1.1641

Haryudin, W., & Rostiana, O. (2020). Karakteristik Morfologi Bunga


Kencur ( Kaempferia galanga L .) Morphological Characteristic
of Indian Galanga Flower potensial yang dapat dimanfaatkan se-
mempunyai karakter produksi dan. Bulletin of Research on Spice
and Medicinal Crops, XIX(2), 109–116.

Kimia, J. T., Malang, P. N., Soekarno, J., & No, H. (2020). Optimasi
Pemurnian Etanol Dengan Distilasi Ekstraktif Menggunakan
Chemcad. Distilat: Jurnal Teknologi Separasi, 6(1), 1–7.
https://doi.org/10.33795/distilat.v6i1.53

Lasro, S. F. (2018). Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang


Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus.
Mukhtarini. (2014). Mukhtarini, “Ekstr ksi, Pemis h n Seny w , d n
Identifik si Seny w Aktif,” J Keseh t , vol VII, no 2, p 3 1,
2014. J. Kesehat., VII(2), 361. https://doi.org/10.1007/s11293-
018-9601-y

Rajendra, C. E., Magadum, G. S., Nadaf, M. A., Yashoda, S. V., &


Manjula, M. (2021). Phytochemical screening of the rhizome of
Kaempferia galanga. International Journal of Pharmacognosy
and Phytochemical Research, 3(3), 61–63.

Tajudin, T., Agustin, I. A., Nurwahidah, A. T., Aji, A. P., & Rochmah,
N. N. (2022). Formulasi Hard Candy Lozenges Ekstrak Kencur (
Kaempferia galanga L .) Dan Ekstrak Bunga Chamomile (
Matrica Chamomilla L .) Dengan Pemanis Sukrosa Dan
Glukosa. Pharmacy UMUS, 4(01), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai