Anda di halaman 1dari 6

Bahan Baku Obat Tradisional

Gambar Bahan Baku Tanaman Obat (Sumber: Farmasi UGM)

Negara Indonesia termasuk salah satu Negara yang kaya akan tradisi baik tradisi yang
didokumentasikan secara tertulis maupun tradisi yang berkembang secara turun-temurun
melalui lisan. Hal ini menandakan bahwa penduduk Indonesia sejak zaman dahulu telah
mengenal ilmu pengetahuan meski hanya melalui pengalaman yang didapatkan dalam
aktivitas hidup sehari-hari. Salah satu pengetahuan yang telah berkembang dari zaman dahulu
hingga sekarang ialah ilmu yang berhubungan dengan pengobatan tradisional. Dari
beragamnya suku di Indonesia, masing-masing memiliki khasanah terkait pengetahuan dan
memiliki pandangan serta cara yang berbeda-beda mengenai pengobatan tradisional. Menurut
Pandiangan (2021) ditinjau dari masyarakat tradisional bahwa obat tradisional
diklasifikasikan menjadi 2 yakni obat atau ramuan tradisional dan cara pengobatan
tradisional. Obat tradisional merupakan suatu obat yang didapatkan secara turun-temurun dan
dimanfaatkan sebagai obat-obatan untuk mengobati penyekit tertentu sesuai dengan khasiat
yang terkandung serta dengan mudah didapatkan secara bebas di alam. Pada saat ini telah
mengalami banyak perubahan yang menunjukkan semakin berkembangnya pengobatan
tradisional terlebih obat tradisional yang berasal dari tanaman berkhasiat yang tumbuh di
alam. Hal tersebut dibuktikan telah banyak beredar obat-obat herbal yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang dibuat menjadi berbagai jenis sediaan seperti kapsul, tablet, dan
serbuk seduh ataupun yang lain dengan membuat kemasan semenarik mungkin guna memikat
konsumen.

Perkembangan ini harus disertai dengan instansi terkait untuk membuat peraturan
perundang-undangan yang membahas peraturan serta berfungsi sebagai mengawasi peredaran
produk obat-obat tradisional agar masyarakat terhindar dari masalah kesehatan ketika
menggunakan produk tradisional. Menurut UU Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, dan Sediaan Farmasi. Dalam Undang Undang ini yang dimaksud Sediaan Farmasi
adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Pada undang-undang ini juga
tertuang hakekat obat atau penjelasan dari apa itu obat. Obat merupakan bahan atau campuran
yang dipergunakan untuk diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan atau
menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan mental pada manusia atau hewan,
mempercantik badan atau bagian badan manusia. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 246/Menkes/Per/V/1990, tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional.

Pola berpikir terkait “Back to nature” terhadap produk yang sering digunakan untuk
kehidupan sehari-hari memang sudah marak. Banyak jenis sediaan obat tradisional yang
sudah ada sejak jaman dahulu yang secara turun-temurun dimanfaatkan sebagai media
pengobatan oleh masyarakat. Telah tertanam dipikiran masyarakat bahwa pengobatan herbal
minim menimbulkan efek samping. Pada kenyataannya pernyataan tersebut tidak sepenuhnya
benar. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan tanaman obat tetap memiliki efek samping.
Salah satunya kandungan aktif atau bahan aktif zat kimia yang terkandung dalam tiap
tanaman obat berbeda-beda. Salah satu contoh tanaman yang dapat memberikan efek
samping ialah mahkota dewa. Bagian daging buah dari mahkota dewa yang sering dijadikan
bahan baku obat karena banyak kandungan berkhaisat didalamnya yakni menurunkan kadar
gula dalam darah sehingga bermanfaat bagi orang yang mengidap diabetes. Namun, apabila
kulit biji kulit mahkota dewa tercampur selama proses pengolahan obat, maka dapat
mengakibatkan muntah, mual, dan pusing. Selain bahan kimia yang berbeda dalam tiap
kandungan tanaman obat, hal lain yang dapat memberikan efek samping adalah waktu
penggunaan obat. Sebagai contoh adalah penggunaa cabe jawa yang dapat memperkuat rahi
ibu hamil ketika digunakan pada awal kehamilan, namun apabila ibu hamil terus
mengkonsumsi hingga trisemester akhir maka dapat memicu sulitnya proses kelahiran.

Menurut Pradana (2019) Bahan baku obat tradisional yang dapat dimanfaatkan dalam
pengobatan tradisional atau sering disebut pengobatan alternatif antara lain:

1. Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau yang telah
diformulasi.

2. Ekstrak dalam bentuk cairan segar, ekstrak atau rebusan, tingtur, galenik, atau formula
ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup.

A. Bahan Mentah atau Simplisia

Bahan mentah atau simplisia merupakan bahan yang berasal dari alam yang belum
mengalami pengolahan sama sekali untuk digunakan sebagai bahan baku obat. Simplisia
dapat berbentuk sebagai bahan segar (bentuk bahan asli) atau serbuk kering (dari bahan asli
diolah hingga menjadi serbuk lalu dikeringkan) yang mana disesuaikan dengan peraturan
standard farmakope. Tidak hanya simplisia nabati, simplisia juga dapat berasal dari hewan
yang dinamakan simplisia hewani serta simplisia pelikan atau mineral.

Menurut pemaparan dari Mustapa (2020), Simplisia nabati merupakan simplisia yang
berasal dari tanaman yang tumbuh, salah satu dari bagian tanaman atau dapat berupa eksudat
tanaman. Eksudat merupakan isi sel yang berada dalam tanaman yang dapat keluar dengan
sednirinya atau dengan cara tertentu untuk dapat mengeluarkan isi sel tersebut dari dalam
tanaman. Simplisia hewani merupakan simplisia hewan utuh, bagian tertentu dari tubuh
hewan, atau bahan aktif dari zat-zat berkhasiat yang dihasilkan dari bagian tubuh hewan atau
dapat juga zat tersebut belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral
merupakan simplisia yang berasal dari bahan pelican atau mineral yang belum mengalami
proses pengolahan atau telah sedikit mengalami pengolahan namun dengan cara sederhana
dan masih berupa zat kimia yang belum murni.

Suliasih & Mun’im (2022) memaparkan dilakukan prosedur quality control terhadap
bahan baku yang dihasilkan melalui kultivikasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan
penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari
bahan baku sampai dengan bentuk sediaan jadi) dengan tujuan dapat terwujudnya tingkat
homogenitas yang baik dari bahan obat atau sediaan fitofarmaka

Simplisia memiliki bentuk yang beraneka ragam antara lain dapat berupa bahan segar,
serbuk kering atau yang telah diformulasi. Mutu serta kualitas dari suatu serbuk kering dapat
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti proses panen, tempat tanaman tumbuh, kondisi
lingkungan tumbuh, tingkat kehalusan serbuk serta tahapan pembuatan serbuk itu sendiri.
Beberapa faktor tersebut akan berpengaruh pada seberapa baik kualitas kandungan kimia
aktif yang terkandung dalam simplisia tersebut. Banyak macam kandungan kimia dalam
tanaman obat seperti alkaloid, glikosida, karbohidrat, minyak atsiri, flavonoid, steroid,
saponin, dan tannin yang mana kandungan-kandungan tersebut mudah terdegradasi susunan
kimianya sehingga mengalami kerusakan karena terurai yang diakibatkan oleh suhu, sinar
matahari, keasaman, kelembaban, kandungan anorganik tempat tanaman tersebut tumbuh
serta organisme maupun mikroorganisme penganggu.

Dengan adanya permasalahan tersebut maka diperlukan adanya proses standardisasi


dengan harapan dapat tercipta suatu produk yang seragam meskipun telah diproduksi dari
waktu ke waktu. Pemilihan bagian atau bentuk dari bahan baku yang akan digunakan secara
langsung akan memengaruhi proses atau tahapan pembuatan serbuk kering dari aspek derajad
kehalusan dari simplisia tersebut yang pada proses selanjutnya akan memengaruhi ekstraksi.
Ukuran bahan baku atau standard kehalusan dari serbuk simplisia akan berpengaruh pada
pembuatan ekstrak karena semakin halus serbuk akan memperluas permukaan sehingga
menyebabkan banyak juga bahan aktif tanaman yang tertarik pada pelarut pengekstraksi.

Terdapat beberapa aturan umum yang menjdi patokan umum sebagai pedoman ketika
proses panen untuk bahan baku atau simplisia dari tanaman obat, berupa:

a. Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung).


Teknik : Pertama buah mengalami proses pengeringan, setelah kering biji diambil.
Biji dikumpulkan lalu dicuci hingga bersih dan siap untuk dikeringkan kembali.
b. Buah, proses panen buah ketika buah telah masak. Parameter tiap tanaman terhadap
kematangan buah berbeda-beda. Tingkat kematangan buah dapat dilihat dari
bagaimana tingkat kekerasan tekstur buah tersebut (misal Cucurbita moschata),
perubahan warna (misal melinjo, asam, dll), perubahan bentuk (misal pare,
mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
c. Pucuk daun, proses memanen tanaman yang diambil pucuk daunnya ialah ketika
perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif yang mana pada saat itu terdapat
penumpukan metabolit sekunder yang terjadi saat berbunga.
d. Daun tua, diambil ketika daun telah dalam posisi terbuka sempurna dan diambil pada
cabang yang menerima cahaya matahari langsung proses asimilasi terjadi sempurna.
e. Umbi, Proses memanen umbi jika sudah mencapai ukuran umbi yang cukup dan
tumbuh diatas tanah yang berhenti.
f. Rimpang, panen rimpang dilakukan saat bagian tanaman yang tumbuh diatas tanah
sudah mongering
g. Kulit batang, proses memanen kulit batang hanya dapat dilakukan saat musim
kemarau (Aisyah, 2019).

B. Bahan Baku Ekstrak tanaman obat

Ekstrak yang beredar banyak sekali macamnya. Ekstrak dapat berupa cair, ekstrak
atau rebus, galenik, tingtur atau formula dari ekstrak kering seperti kapsul, tablet, dan sirup
kering. Monoekstrak atau sediaan obat yang dikemas dalam bentuk ekstrak didalamnya
terdapat banyak kandungan senyawa kimia yang kompleks

Komponen senyawa dengan efek farmakologis yang berbeda-beda dimiliki setiap


tanaman obat. Komponen senyawa aktif yang terkandung dalam sediaan ekstrak tanaman
obat dapat dibedakan menjadi.

a. Senyawa aktif utama


b. Senyawa akti sampingan
c. Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein, lemak).

Senyawa diatas memiliki perannya masing-masing sehingga dapat memberikan efek


farmakologis baik efek yang timbul akibat sinergis maupun antagonis. Senyawa yang
memiliki aktivitas dominan disebut senyawa aktif utama dalam tanaman tersebut. Senyawa
lain yang bukan merupakan senyawa utama dapat memberikan kandungan kimia yang
semakin beragam dalam suatu tanaman sehingga manfaat yang dimiliki semakin kaya.
Namun, tidak menutup kemungkinan semakin banyak senyawa yang dikandung dalam suatu
tanaman yang akan menjadi bahan baku obat akan memberikan efek samping tersendiri bagi
kesehatan manusia.

Berdasarkan pemaparan pada penelitian Metanfanuan (2021), Sediaan ekstrak dapat


dibuat pada simplisia yang mempunyai :

1. Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.

2. Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi lebih mahal.

3. Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
4. Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui proses pengeringan
menjadi tidak berefek.

5. Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.

6. Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.

7. Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.

8. indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila dibanding dengan indeks
terapi dalam bentuk murni.

Pemilihan ekstrak kering yang akan digunakan sebagai bahan obat harus ditinjau secara
mendalam dari segi kelarutan bahan obat tersebut. Bahan baku obat dari ekstrak kering juga
harus ditinjau dari warna dan bau

Ekstrak sangat penting ditinjau dari segi bagaimana ekstrak tersebut dalam larut pada
suatu larutan. Oleh karena itu, derajad kehalusan dari partikel ekstrak kering memiliki peran
penting dalam pengujian kualitas ekstrak kering tersebut. Pengujian derajad halus partikel
yakni dengan menggunakan ayakan serta banyaknya partikel per satuan luas yang dilakukan
dibawah mikroskop)

Ditinjau dari penelitian yang dilakukan oleh Melay & Suwardi (2020) Sediaan ekstrak
dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu:

1. Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri

2. Destilasi fraksional minyak atsiri

3. Ekstraksi dengan metoda maserasi

4. Ekstraksi dengan metoda Perkolasi

5. Ekstraksi dengan metode Soxhlet.

6. Ekstraksi dengan metoda refluk

Ekstrak cair yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan rotari epavourator


sehingga diperoleh ekstrak kental atau kering yang dengan teknologi farmasi atau formulasi
dapat dibuat bentuk-bentuk sediaan ekstrak seperti misalnya tablet, capsul dan lain-lain.
Referensi:

Aisyah. (2019). Formulasi lipstik dari ektrak buah naga merah ( Hylocereus polyrhizus ) dan
bunga tasbih ( Canna hybrida L .) sebagai zat warna alami. Skripsi Diterbitkan Medan
Fakultas Farmasi Dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia.
Melay, S., & Suwardi, A. B. (2020). Etnobotani tumbuhan penghasil buah sebagai obat
tradisional. Seminar Nasional …, 1, 293–296. http://publikasi.fkip-
unsam.org/index.php/semnas2019/article/view/74
Metanfanuan, R. jonathan K. (2021). Global Health Science. Global Health Science, 6(1),
34–37. http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs
Mustapa, M. A., Abdulkadir, W. S., & Halid, I. F. (2020). STANDARISASI PARAMETER
SPESIFIK EKSTRAK METANOL BIJI KEBIUL (Caesalpinia Bonduc L.) SEBAGAI
BAHAN BAKU OBAT HERBAL TERSTANDAR. Journal Syifa Sciences and Clinical
Research, 2(1), 49–58. https://doi.org/10.37311/jsscr.v2i1.4209
Pandiangan, D., Nainggolan, N., & Maliangkay, H. P. (2021). Program Kemitraan
Masyarakat untuk Perbaikan Proses Pengeringan Bahan Baku Obat Tradisional
Pencegahan Covid-19 dan Perbaikan Produk UMKM Biovina. VIVABIO: Jurnal
Pengabdian Multidisiplin, 3(3), 25. https://doi.org/10.35799/vivabio.v3i3.36793
Pradana, A. B., Studi, P., Informasi, S., Komputer, F. I., & Subang, U. (2019). PENCARIAN
OBAT HERBAL BERBASIS ANDROID.
Suliasih, B. A., & Mun’im, A. (2022). Review : potensi dan masalah dalam pengembangan
kemandirian bahan baku obat tradisional di Indonesia. Chemistry and Materials, 1(1),
28–33.

Anda mungkin juga menyukai