Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penggunaan obat tradisional dikalangan masyarakat semakin meningkat,
seiring dengan berkembangnya bahan-bahan alam yang berkhasiat sebagai obat.
Tercatat dengan data yang dikemukakan oleh WHO, sekitar 80 % penduduk yang
ada didunia menggunakan obat tradisional yang berasal dari bahan alam atau
tanaman sebagai bahan pengobatan.
Adapun mengenai pemanfaatan bahan alam atau tanaman obat tersebut
meliputi pengobatan maupun pencegahan dari suatu penyakit serta perlindungan
kualitas kesehatan. Dengan salah satu contoh bahan alam atau tanaman obat yang
berkhasiat sebagai alat pengobatan yaitu daun tanaman pulai atau Alstonia
scholaris L.
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna.
Pada percobaan ini dilakukan skrining fitokimia dengan sampel bahan
alam yaitu kulit buah manggis ( Garcinia mangostana L. )
Kulit buah manggis telah diketahui memiliki banyak kandungan kimia
(Pitojo dan Hesti, 2007), namun perbedaan letak geografis suatu tanaman serta
perubahan iklim dapat mengakibatkan bervariasinya kandungan metabolit dari
suatu tanaman sehingga dapat terjadi perbedaan aktivitas farmakologi yang
dihasilkan (Collegate and Molyneux, 2008). Menurut Hutapea (1994), kulit buah
manggis mengandung saponin dan tanin. Sedangkan Maliana et al., (2013)
menyatakan ekstrak etanol kulit buah manggis mengandung senyawa bioaktif dari
golongan tanin, polifenol, alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Penelitian Praptiwi
dan Poeloengan (2010) dan Pasaribu et al., (2012) diperoleh ekstrak etanol kulit
buah manggis yang diambil dari daerah Jakarta Timur dan Sumatera Utara positif
mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan
glikosida. Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan uji pendahuluan
simplisia dan skrining fitokimia ekstrak kental kulit buah manggis (Garcinia
mangostana L.) yang diperoleh dari Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Tabanan,
Bali.
2

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah kulit buah manggis mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan


glikosida dengan mengidentifikasi dengan skrining fitokimia

1.3 TUJUAN

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia kulit buah


manggis ( Garcinia mangostana ) dengan pendekatan skrining fitokimia.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kulit Buah Manggis ( Garcinia mangostana )


2.1.1 Taksonomi Kulit Buah Manggis
Taksonomi dari tanaman Kulit Buah Manggis adalah
sebagai berikut :

Gambar 1. Buah Manggis


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferanales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Species : Garcinia mangostana L

2.2 Deskripsi Tanaman


Perawakan; pohon, selalu hijau, tinggi 6-20 m, Batang;
tegak, batang pokok jelas, kulit batang coklat, memiliki getah
kuning. Daun; tunggal, duduk daun berhadapan atau bersilang,
berhadapan. Helaian; mengkilap dipermukaan, permukaan atas
hijau gelap, permukaan bawah hijau terang,bentuk elips
memanjang12-23 x 4,5-10cm. Tangkai; 5-2cm. Bunga-bunga
betina 1-3 di ujung batang,susunan mengarpu,garis tengah 5-6cm.
Kelopak; 4 daun kelopak, 2 daun kelopak yang berluar hijau
kuning, 2 yang terdapat lebih kecil, bertepi merah, melengkung
kuat, tumpul. Mahkota; 4 daun mahkota, berbentuk telur terbalik,
berdaging tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir semua
merah. Benang sari; mandul (staminodia) biasanya dalam tukal
atau kelompok. Putik; bakal daun beruang 4-8, kepala putih
berjari-jari 4-6. Buah; bentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm,
ungu tua, dengan kepala putik duduk (tetap), kelopak tetap, diding
buah tebal, berdaging, ungu, dengan getah kuning. Biji; 1-3
4

diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair, putih, dapat dimakan
atau (termasuk biji yang gagal tumbuh atau sempurna).
(Sudarsono, dkk., 2002).

2.2.1 Manfaat Kulit Buah Manggis


Kulit buah manggis setelah diteliti ternyata mengandung
beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi misalnya
antiinflamasi, antihistamin, pengobatan penyakit jantung,
antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan atau terapi
penyakit HIV. Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah
manggis yang dilaporkan bertanggungjawab atas beberapa aktivitas
farmakologi adalah golongan xanton. Senyawa xanton yang telah
teridentifikasi, diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-
bis(3- metil-2-butenil)- 9H-xanten-9-on and 1,3,6,7- tetrahidroksi-
2,8-bis(3-metil-2-butenil)- 9Hxanten- 9-on. Keduanya lebih
dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin.
Dilaporkan senyawa xanton yang diisolasi dari kulit buah manggis,
ternyata juga menunjukkan aktivitas farmakologi yaitu garcinon E.
Lebih lanjut, mengidentifikasi kandungan xanton dari ekstrak larut
dalam diklorometana, yaitu 2 xanton terprenilasi teroksigenasi dan
12 xanton lainnya. Dua senyawa xanton terprenilasi teroksigenasi
adalah 8-hidroksikudraksanton G, dan mangostingon[7-metoksi- 2
- (3-metil-2-butenil) – 8 - (3-metil-2-okso-3-butenil) - 1,3,6 -
trihidroksiksanton. Sedangkan keduabelas xanton lainnya adalah :
kudraksanton G, 8- deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D,
garsinon E, gartanin, 1-isomangostin, alfamangostin, gamma-
mangostin, mangostinon, smeathxanthon A, dan tovofillin A
2.3 Simplisia
2.3.1. Pengertian Simplisa
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang
berasal dari kata simple yang berarti satu atau sederhana. Istilah
simplisia dipakai untuk menyebutkan bahan-bahan obat alam yang
masih berada dalam wujud aslinya atau mengalami perubahan
bentuk. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai
bahan obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan
(Gunawan & Mulyani, 2004).
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1. Simplisia nabati
5

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman


utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau gabungan ketiganya.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.
Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari
tanamannya.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan
kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa
bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau setelah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni
(Gunawan & Mulyani, 2004).
Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang
dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat,
karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia
yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas
senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, derajat
keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
(Anonim, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia :
1. Bahan baku simplisia
Berdasarkan bahan bakunya simplisia bisa diperoleh
dari tanaman liar atau tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia
diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa
panen dan asal usul tanaman dapat dipantau. Sementara jika
diambil dari tanaman liar banyak kendala dan variabilitas yang
tidak bisa dikendalikan, seperti asal tanaman, umur dan tempat
tumbuh
2. Proses pembuatan simplisia (Gunawan & Mulyani,
2004).
Dasar pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yaitu :
1. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan
kualitas bahan baku. Pengambilan bahan baku tanaman dapat
dilakukan sebagai berikut.
6

A. Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai
mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah.
B. Buah
Pengambilan buah tergantung tujuan dan
pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat
menjelang masak, setelah benar-benar masak atau dengan melihat
perubahan warna atau bentuk dari buah.
C. Bunga
Panen dapat dilakukan pada saat menjelang
penyerbukan, saat bunga masih kuncup atau pada saat bunga
sudah mulai mekar.
D. Daun atau herba
Panen dapat dilakukan saat proses fotosintesis
berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat tanaman mulai
berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun,
dianjurkan pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.
5). Kulit batang
Pemanenan hanya dapat dilakukan pada tanaman
yang sudah cukup umur. Panen yang paling baik adalah awal
musim kemarau.
E. Rimpang
Panen dilakukan saat awal musim kemarau.
F. Akar
Panen dilakukan pada saat proses pertumbuhan
berhenti atau tanaman sudah cukup umur.
2. Sortasi Basah
Sotasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman
masih segar. Sortasi dilakukan terhadap tanah atau kerikil, rumput-
rumputan, tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman yang
rusak
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk membersihkan kotoran yang
melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan
juga bahan-bahan yang tercemar pestisida
4. Perajangan
Poroses perajangan dimaksudkan untuk memperkecil
ukuran bahan sehingga mempermudah proses pengeringan,
pengepakan, dan penggilingan bahan.
5. Pengeringan
7

Proses ini bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang


tidak mudah rusak, sehingga dapat dsimpan dalam waktu yang
lama, mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia.
6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami
proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan
yang terlalu gosong, bahan yang yang rusak akibat terlindas roda
kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya) atau
dibersihkan dari kotoran hewan.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah proses pengeringan telah selesai, maka simplisia
perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling
bercampur antara simplisia yang satu dengan yang lain

2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut
dengan pelarut cair (Anonim, 2000). Ekstraksi juga merupakan
penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat
dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang
diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali
dikumpulkan dan dikeringkan. Bahan-bahan dalam tanaman terdiri
dari campuran zat yang heterogen, beberapa mempunyai efek
farmakologi dan oleh karena itu dianggap sebagai zat yang
dibutuhkan dan zat lain yang tidak aktif secara farmakologi
dianggap sebagai zat inert (Ansel, 2005).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen
kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa
faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian
dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna.
Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi (Ansel, 2005).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terbagi menjadi 2
yaitu dengan cara dingin dan dengan cara panas (Anonim, 2000).
1. Cara Dingin
A. Maserasi
8

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia


dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan.

B. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan
2. Cara Panas
A. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3- 5 kali sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna.
B. Soxlet
Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
C. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan
kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari ruangan kamar
yaitu 40- 50 ˚ C.
D. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur penangas air, temperatur terukur 96-98˚ C selama
waktu tertentu (15-20 menit).
E. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu lebih lama ( ≥ 30
menit) dan temperatur sampai titik didih air

2.5 Skrinning Fitokimia


Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam
suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam
tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan
dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining
9

fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti


dkk., 2008).
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap
senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan
alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang
berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut
dapat diidentifikasikan dengan pereaksi-pereaksi yang mampu
memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder
(Harbone, 1987).
Penapisan kimia adalah pemeriksaan kandungan kimia
secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang
terkandung dalam suatu tumbuhan. Pemeriksaan dilakukan pada
senyawa metabolit sekunde yang memiliki khasiat bagi kesehatan
seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin
(Harborne, 1987).
Pendekatan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan
kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun,
bunga, buah dan biji), terutama kandungan metabolit sekunder
yang bioaktif yaitu alkaloida, antrakuinon, flavonoida, glikosida
jantung, saponin (steroid dan hiterpenoid), tannin (polifenolat),
minyak atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Dengan tujuan
pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan
untuk mendaoatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang
berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995).
Adapun metode yang digunakan atau dipilih untuk
melakukan skrining fitikimia harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain (Robinson, 1995):
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk
senyawa yang dipelajari
6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa
dari golongan senyawa yang dipelajari
Untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada
suatu ekstrak digunakan berbagai metode berikut (Harbone, 1987)
1. Identifikasi senyawa golongan saponin (Harbone, 1987)
Saponin adalah suatu glukosida yang larut dalam air dan
mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok,
serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah.
Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Verdasarkan
10

strukturnya saponin dapat dibedakan atas dua macam yaitu saponin


yang mempunya rangka steroid dan saponin yang mempunyai
rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin
memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi
Libermann-Buchard (LB)
2. Identifikasi senyawa golongan alkaloid (Harbone, 1987)
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat
dalam tumbuhan. Atom nitrogen yang terdapat pada molekul
alakaloid pada umumnya merupakan atomnitrogen sekunder
ataupun tersier dan kadang-kadang terdapat sebagai atomnitrogen
kuartener. Salah satu pereaksi untuk mengidentifikasi adanya
alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer.
11

METODA PENELITIAN
.
3.1 Metodologi Penelitian
a. Alat
 Tabung Reaksi
 Rak Tabung Reaksi
 Pipet Tetes
 Penangas Air
 Oven
 Wadah
b. Bahan
 Kulit Buah Manggis ( Garcinia mangostana L )
 Etanol 70%
 Asam klorida (HCL)
 Asam asetat anhidrat (C4H6O3)
 Aseton (C3H6O)
 Asam burat (H3BO3)
 Asam Oksalat ( C2H2O4 )
 Eter
 Asam sulfat (H2SO4)
.
3.2 Prosedur Penelitian
3.3.1 Identifikasi senyawa alkaloid

. Sampel
- Ditambahkan 500 mg esktrak kulit buah manggis
dengan 5 ml amoniak 25 %
- Digerus dalam mortar
- Ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kuat
- Disaring campuran ( sehingga diperoleh lapiran air dan
lapisan pelarutorganik )
- (lapisan air ) ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendroff
atau pereaksimayer
- Jika terbentuk waarna orange dengan pereaksi
dragendrroff atau terbentuk endapan putih dengan
12

penambahan pereaksi mayer berarti ekstraksi


mengandung alkaloid

Warna orange / endapan putih

3.3.2 Identifikasi senyawa saponin

Sampel
- Dimasukkan 500 mg ekstrak kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 10 ml air panas
- Didinginkan, dan kemudian dikocok kuat kuat selama
10 detik ( terbentuk buih yang stabil selama tidak
kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm)
- Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N ( buih tidak
hilang )
Terbentuk buih

3.3.3 Identifikasi Senyawa Gliksoida

Sampel
- Diuapkan larutan percobaan sebanyak 0,1 ml
- diatas penangas air
- Dilarutkan sisa dalam 5 ml asam asetat anidrat P
- Ditambahkan 10 tetes asam sulfat P (Terjadi warna biru
menunjukkan adanya gliksoda (Reaksi Liebermann
Burcard)

Terbentuk warna biru


13

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L)

Uji Hasil Pustaka Kesimpulan

Glikosida Terbentuk warna Terbentuk warna + Glikosida


biru biru

Saponin Terbentuk buih Buih 1-10 cm + Saponin


setinggi 1,5 cm selama 10 menit
(Depkes, 1979)

Alkaloid Terbentuk warna Terbentuk warna + Alkaloid


oranye dengan dengan pereaksi
pereaksi dragendorff dan
dragendroff dan endapan putih
endapan putih dengan pereaksi
dengan pereaksi mayer (Depkes
mayer RI, 1979)

4.2 Pembahasan
Pada pratikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik paska panen
pada simplisia sampai menjadi serbuk kering. Penanganan paska panen
tumbuhan pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar dan
memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap
tahap teknologi paska panen. Tahapan yang dilakukan yaitu ada 6 tahap
meliputi, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi
kering dan penghalusan.
Pada tahap pertama yang dilakukan, yaitu sortasi basah dengan
cara simplisia harus dipisahkan dari kotoran-kotoran seperti rumput,
tanah, krikil, bagian herba yang rusak dan bahan tanaman lain atau jenis
herba lain. Setelah dilakukan sortasi basah herba meniran ditimbang
untuk mengetahui berat basahnya.
14

Tahapan yang kedua, yaitu pencucian. Pencucian dilakukan di air


yang mengalir. Tujuan dilakukan pencucian yaitu untuk menghilangkan
tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada simplisia.
Tahapan yang ketiga, yaitu dilakukan perajangan, dengan cara
herba meniran dirajang menjadi ukuran yang lebih kecil. Tujuan dari
perajangan ini adalah untuk memperluas permukaan bahan baku,
sehingga pada waktu pengeringan lebih cepat. Tahapan keempat,
dilakukan pengeringan dengan cara herba meniran yang telah dirajang
dijemur dibawah sinar matahari secara tidak langsung atau ditutupi
dengan menggunakan kain hitam. Secara umum, pengeringan bertujuan
untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalam tanaman
sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Setelah simplisia kering, tahapan selanjutnya yang dilakukan yaitu
sortasi kering. Tujuan dari sortasi ini ntuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia
kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dihaluskan. Setelah
dilakukan sortasi kering tadi, simplisia kering tersebut ditimbang.
Tahapan yang terakhir yaitu penghalusan. Hasil dari pengeringan
yang telah ditimbang tersebut dilakukan penghalusan dengan cara
diblender sehinggga menjadi serbuk kering halus. Kemudian serbuk
kering yang telah halus dilakukan pengayakan dengan ayakan no 20,
tujuan dari pengayakan ini yaitu untuk memperoleh hasil serbuk
simplisia yang halus dan bersih.
Selanjutnya, dilakukan ekstraksi sampel kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L) dengan menggunakan metode maserasi dan
dilanjutkan dengan evaporasi. Maserasi adalah salah satu proses ekstraksi
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam bejana dengan cairan
penyari selama beberapa hari dengan temperatur kamar dan terlindung
dari cahaya. Ekstraksi ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik
senyawa metabolit sekunder. Metode ini sangat cocok untuk bahan
berupa daun yang sifat bahannya tidak tahan terhadap suhu tinggi
(Yulianingsih, 2006). Tujuan dari ekstraksi ini yaitu untuk menarik
senyawa metabolit sekunder yang terkadung pada kulit buah manggis.
Pertama-tama dilakukan pemotongan sampel seingga ukuran
sampel lebih kecil. Tujuan dari memperkecil ukuran sampel adalah agar
senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam sampel dapat keluar
(Munawaroh, 2009).Sampel yang telah siap ditimbang dimasukkan
kedalam bejana maserasi. Selanjutnya diukur cairan penyari. Cairan
penyari yang digunakan adalah etanol 70 % hal ini karena pelarut alkohol
adalah pelarut yang baik dalam melarutkan metabolit sekunder yang ada
pada sampel kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) (Achrom,
15

2010).Kemudian cairan penyari ditambahkan kedalam bejana maserasi


yang telah berisi sampel. Dilakukan pengadukan selama 1 menit secara
manual pada suhu ruang dan tanpa terkena cahaya. Pengadukan bertujuan
untuk meratakan konsentrasi larutan di luar serbuk simplisia sehingga
tetap terjaga adanya derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara
larutan di dalam sel dengan larutan diluar sel (Damayanti, 2012).
Selanjutnya dilakukan perendaman selama 1 kali 24 jam di dalam
tempat yang tertutup dan terlindung dari cahaya agar proses dapat
berlangsung secara efektif.  Setelah 24 jam proses maserasi dihentikan,
diperoleh ekstrak daun nangka yang kemudian dilanjutkan dengan proses
penyaringan. Penyaringan diakukan untuk memisahkan antara sampel
dengan cairan penyari yang mengandung zat aktif (Anis, 2011).
Evaporasi merupakan proses pengentalan larutan dengan cara
mendidihkan atau menguapkan pelarut. Dalam proses evaporasi,
evaporator memiliki dua fungsi yaitu memindahakan panas dan
memisahkan uap yang terbentuk dari campuran cairannya. Pada dasarnya
sistem evaporator terdiri dari alat pemindah panas yang berfungsi untuk
mensuplai panas, baik panan sensibel ( untuk menaikkan suhu) maupun
panas laten pada proses evaporasi. Sebagai medium pemanas, umumnya
digunakan uap jenuh. Alat pemindah uap berfungsi untuk memisahkan
uap air dari cairan yang dikentalkan, sedangkan alat pendingin berfungsi
untuk mengkondensasikan uap dan memisahkannya. Untuk
mengkondensasikan uap dapat digunakan kondensor.
Evaporasi adalah proses pemekatan larutan dan cara mendidihkan
atau menguapkan pelarut (Praptingsih, Yulia: 1999)
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol % kulit buah
manggis (Kristianti et al., 2008). Hasil uji skrining fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol % kulit buah manggis mengandung
senyawa golongan alkaloid, saponin, dan glikosida.
Alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistem
sikliknya serta mengandung substituen yang bervariasi seperi gugus
amina, amida, fenol, dan metoksi sehingga alkaloid bersifat semipolar
(Purba, 2001). Saponin merupakan glikosida triterpen yang memiliki
sifat cenderung polar karena ikatan glikosidanya (Harbone, 1996; Sangi
dkk., 2008). Glikosida merupakan senyawa yang terdiri dari bagian gula
dan bukan gula, serta memiliki sifat sangat polar (Suryati, 2002).
Pada pengujian Alkaloid terbentuknya endapan pada uji Mayer,
Dragendorff menunjukkan bahwa pada ekstrak metanol tumbuhan paku
Adiantum philippensis mengandung senyawa golongan alkaloid. Hasil
positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan
putih. Diperkirakan endapan tersebut merupakan kompleks kalium-
16

alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida


ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah
merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih
maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid
mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas
sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi
dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan
nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium
tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap [13]. Persamaan reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 1. Persamaan reaksi Alkaloid dengan Pereaksi mayer

Pada reaksi menggunakan reagen Dragendorf, ion logam K+


membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan alkaloid sehingga
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Persamaan
reaksi dapat dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 2. Persamaan reaksi Alkaloid dengan pereaksi dragendorff


Pada pengujian Saponin timbulnya buih menunjukkan adanya
glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya. Persamaan reaksi
dapat dinyatakan sebagai berikut.

Gambar 3. Persamaan reaksi Saponin dengan pereaksi air


17

Pada pengujian Glikosida ditambahkan dengan 5 ml asam asetat


anhidrat dan 10 tetes H2SO4 pekat. Penambahan asam asetat dan H2SO4
pekat ini bertujuan untuk menarik air yang terdapat pada ekstrak karena
pada percobaan ini, tidak diperbolehkan adanya kandungan air pada
reaksi ini sedangkan asam sulfat pekat berfungsi untuk menghidrolisis air
sehingga terbentuk warna merah ungu yang berasal dari reaksi antara
sterol tidak jenuh atau triterpen dalam asam, kemudian amati perubahan
warna yang terjadi pada larutan. Pada uji Liebermann-Burchard ini
didapatkan hasil larutan bewarna biru, hal ini menunjukkan adanya
kandungan glikosida pada ekstrak Kulit Buah Manggis ( Garcinia
mangostana ).

4.3 Kesimpulan
Ekstrak Kulit Buah Manggis ( Garcinia mangostana ). Positif
mengandung alkaloid, saponin, dan glikosida.

.
18

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai