KELAS : 5 D
GELOMBANG : 1
KELOMPOK : 4
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA
JAKARTA 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
TUJUAN PRAKTIKUM
TINJAUAN PUSTAKA
Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat tidak
menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah
fungsi fisiologis.obat dapat melindungi sel dari pengaruh agens kimia
lain,meningkatkan fungsi sel,atau mempercepat atau memperlambat proses kerja
sel.obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang(contoh insulin,hormon
tiroid,dan estrogen).
2. Efek samping : adalah efek yang tidak diinginkan, atau efek obat yang tidak
termasuk kegunaan terapi, misalnya : Efek terapi pemberian morfin adalah
sebagai analgesik, tapi mempunyai efek samping depresi pernapasan dan
konstipasi..
3. Efek teratogen :
Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat
pada janin, misalnya : tangan dan kaki seperti kepunyaan anjing laut atau bentuk-
bentuk lain yang tidak normal.
4. Efek toksik :
Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek samping dan
merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek ini disebabkan oleh dosis yang
berlebih
5. Idiosinkrasi :
Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.
6. Fotosensitisasi :
Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat
penggunaan obat, misalnya penggunaan obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.
2. Kumulasi :
Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan akibat pengulangan penggunaan
obat, dimana obat diekskresi lebih lambat dibanding kecepatan absorpsinya.
3. Toleransi :
Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama, sehingga
untuk memperoleh respon yang sama , dosis harus diperbesar
4. Takhifilaksis :
Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada
pengulangan penggunaan dosis yang sama (kurang sensitif). Respon semula tidak
terulang meskipun dengan dosis yang lebih besar.
5. Habituasi :
Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat. Kriterianya : (a)
selalu ingin menggunakan obat; (b) tanpa atau hanya sedikit kecenderungan untuk
menaikkan dosis; (c). memberikan efek yang merugikan pada suatu individu.
5. Adiksi :
Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisik terhadap obat. Kriteria :
(a) ada dorongan untuk selalu menggunakan obat; (b). ada kecenderungan untuk
menaikkan dosis; (c). timbul ketergantungan psikhik dan biasanya diikuti
ketergantungan fisik.; (d) merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
1. Adisi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama memberikan efek yang merupakan
penjumlahan dari efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah
2. Sinergis :
Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama, bila diberikan bersama-sama
,memberikan efek yang lebih besar dari efek masing-masing obat yang diberikan
secara terpisah
3. Potensiasi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama,
memberikan efek yang lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing
secara terpisah.
4. Antagonis :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek
dari obat yang lain
5. Interaksi obat :
Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu : (a) Interaksi kimia ; (b)
Kompetisi untuk mengikat protein ( mendesak obat lain pada protein ); (c) Induksi
enzim ( menstimulasi pembentukan enzim di hati sehingga obat cepat
dibiotransformasi dan dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu fungsi hepar
dan enzim-enzimnya, sehingga memperkuat kerja obat lain ).
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh,mencapai
tempat kerjanya,dimetabolisme,dan keluar dari tubuh.dokter dan perawat
menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat,memilih
rute pemberian obat,menilai resiko perubahan kerja obat,dan mengobservasi respon
klien.
2. Farmakodinamik
a. Absorpsi
Absorpsi adalah cara molekul obat masuk ke dalam darah.kebanyakan
obat,kecuali obat yang di gunakan secara topikal untuk memperoleh efek
lokal,harus masuk ke dalam sirkulasi sistemik untuk menghasilkan efek yang
terapeutik.faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antra lain rute
pemberian obat,daya larut obat,dan kondisi di tempat absorpsi.
setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi
obat,bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat
kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran napas
mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan
permukaan kapiler-alveolar. Pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi
secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang
paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam sirkulasi
sistematik.
Daya larut obat yang diberikan per-oral setelah di ingesti sangat bergantung
pada bentuk atau preparat obat tersebut. Larutan dan suspensi yang tersedia dalam
bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi dari pada tablet atau kapsul. Bentuk dosis
padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi
lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan
cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.
Kondisi di tempat absorpsi memengaruhi kemudahan obat masuk kedalam
sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergores,obat topikal lebih mudah diabsorpsi.
Obat topikal yang biasanya diprogramkan untuk memeroleh efek lokal dapat
menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya
edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat
membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh darah.
Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam
jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus
mengkaji adanya faktor lokal, misalnya edema, memar atau adanya jaringan parut
bekas luka, yang menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah
yang lebih banyak dari pada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per
intramuskular(melalui otot)diabsorpsi lebih cepat dari pada obat yang disuntikkan
per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih
karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan
klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang
tetrbaik adalah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan
absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.
Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Saat
lambung berisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum,
sehingga absorpsi obat melambat. Beberapa makanan dan antasida membuat obat
berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna.
Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur
akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan.
Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut dalam getah lambung. Sehingga
obat tidak dapat dicerna di dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga
melindungi lapisan lambung dari iritasi obat.
Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan.
Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda,
berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet
maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan
tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan absorpsi obat membantu
perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makana didalam saluran cerna
dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkutan obat kedalam saluran
cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat
harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan.
Contohnya, obat seperti aspirin,zat besi, dan fenitoin natrium(dilantin) mengiritasi
saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan, atau segera setelah makan.
Bagaimanapun, makanan dapat mempengaruhi absorpsi, misalnya kloksasilin
natrium dan penilisin. Obat-obatan tersebut harus diberikan sampai dua jam
sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah makan. Sebelum memberikan
obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau
berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.
b. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan didalam tubuh ke jaringan dan organ
tubuh dan akhirnya ketempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi
bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan struktur fisiologis individu yang
menggunakannya.
c. Metabolisme
-Setelah mencapai tempat kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak
aktif, sehingga lebih mudah di eksresi
-Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang
mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara
biologis.
Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru,
ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat.
- Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan
mengubah banyak zat toksik
- Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan
- Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati
mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh.
- Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam
tubuh, akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.
d. Eksresi
- Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus dan
kelenjar eksokrin.
- Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui
kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi
- Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk
meningkatkan kebersihan dan intergritas kulit
- Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat
mengabsorpsi zat kimia obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan
resiko pada ibu yang tidak mendapatkan obat harus dipertimbangkan dengan
cermat.
- Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam
sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat
kimia masuk kedalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi
kembali oleh usus
- Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema,
mempercepat eksresi obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang
memperlambat misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat akan
memperpanjang efek obat.
- Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang
merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas
meningkat
- Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu
dikurangi
- Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan
tepat
METODOLOGI PRAKTIKUM
ALAT
BAHAN
PROSEDUR PENGERJAAN
𝑚𝑔
25 𝑋 0.028 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝑏𝑏
𝑚𝑔 = 0,4 ml
5
𝑚𝑙
Mencit II :
𝑚𝑔
25 𝑋 0.029 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝑏𝑏
𝑚𝑔 = 0,145 ml
5
𝑚𝑙
Mencit III :
𝑚𝑔
25 𝑋 0.030 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝑏𝑏
𝑚𝑔 = 0,15 ml
5
𝑚𝑙
1. Mencit jantan
Mencit BB (kg) Dosis t(waktu) Respon
(VAO) menit ke-
1 0,033 0,165 ml 3 Resisten
2. Mencit betina
Mencit BB (kg) Dosis t(waktu) Respon
(VAO) menit ke-
1 0,027 0,135 ml 18 Resisten
Pada praktikum kali ini adalah meliat efek kerja obat terhadap perbedaan jenis
kelamin. Berasarkan data diatas terlihat efek kerja obat cepat di respn oleh mencit
jantan no.1 dengan memberikan efek resisten terhadap rangsangan. Sementara efek
kerja obat yang direson paling lama diberikan oleh mencit betina no.1 yang pada
menit ke 18 baru memberikan efek yaitu resisten terhadap rangsangan. Pada
literatur efek kerja obat dapat dipengaruhi oleh faktor kelamin, berdasarkan hasil
pengamatan mencit jantan memberikan efek paling cepat dibanding mencit betina.
KESIMPULAN
· Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat
· Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh
daripada rute pemberian obat yang lainnya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efek obat di dalam tubuh. Faktor-
faktor tersebut adalah :
Faktor Kondisi Fisiologis : ditentukan oleh usia, berat badan, luas permukaan
tubuh, atau kombinasi dari hal-hal ini.
Faktor Kondisi Patologik : kondisi penyakit yang diderita oleh pasien dapat
mempengaruhi kerja obat.
Faktor Toleransi : menurunnya efek akibat pemberian yang berulang-ulang.
Faktor Interaksi Obat : obat dapat meningkat atau menurun efeknya apabila
berinteraksi dengan senyawa obat lain di dalam tubuh.
Faktor Genetik : setiap orang memiliki struktur genetik yang berbeda yang
memungkinkan terjadinya variasi respon terhadap obat.
DAFTAR PUSTAKA
http://zianarmie.wordpress.com/2011/02/09/pemberian-obat/
http://nikenprawesti.blogspot.com/2012/09/cara-pemberian-obat.html
http://diajengdianhusada.blogspot.com/2013/04/makalah-sifat-kerja-obat-rute-
pemberian.html