FARMAKOLOGI I
DISUSUN OLEH :
NIM : 1900070
PRODI : D-III 3B
ASISTEN DOSEN :
2020
OBJEK V
I. TUJUAN
1. Mengenal secara praktis beberapa manifestasi keracunan sebagai akibat
dari kontak obat atau racun dengan manusia.
2. Menyadari pentingnya factor-faktor tertentu seperti tindakan mekanis dan
sifat farmakologi antidote dalam mengatasi keracunan.
3. Melihat secara langsung gejala keracunan serta perubahan sikap dan
mental pada pemberian amfetamin pada hewan percobaan.
4. Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis
5. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi keracunan
sianida dan gejala-gejala keracunan sianida.
6. Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida.
7. Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan
antidote yang tepat.
Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok, bahan kimia
yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa
peembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti
plastic yang akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat diteemukan
sekitar 0,06 mcg/ml sianida dalam darahnya(Utama,2006)
Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi
pada lidah dan membrane mucus serta suara desir darah tidak teratur. Gejala dan
tanda awal yang erjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo dan hypornoea, yang diiuti
dyspnea, sianosis, hipotensi, bradikardi dan sinus atau aritmea AV nodus. Dalam
keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi
kejang, nafas teersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit emenjadi dingin,
berkeringat dan leembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat, tanda terakhir dai
toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks,gagal jantung, udem pada
paru-paru dan kematian.(Utama, 2006)
V. CARA KERJA
Kel Mencit
I KCN (Oral).
II KCN (Sc)
III KCN (Oral) + NaNO2 (Sc).
IV NaNO2 (Sc) + KCN (Sc)
V KCN (Oral) + Na2S203 (Ip)
1. Tenang
2. Nafas sesak
3. Mencacahkan perut
4. Mata redup, ekor pucat
5. Geliat
6. Hiperaktif
7. Mengusap muka
8. Diam ditempat
9. Perut dan dada
10. Letih nafas perut
11. Menggaruk mulut
12. Gemetaran
13. Biru,mulut kering
14. Telinga menempel
15. Respon sakit berkurang
16. Urinasi
17. Tremor
18. kejang
VI. HASIL
Dosis Sianida: 20
C Sianida: 0,2% mg/kgbb
Natrium nitrit: Natrium nitrit: 20
0,2% mg/kgbb
Natrium tiosulfat Natrium tiosulfat 20
0,2% mg/kgbb
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini ,tikus yang disuntik sediaan KCN secara subkutan dan
sesaat kemudian tikus mengalami sesak nafas. Efek utama yang dihasilkan oleh
sianida adalah mempengaruhi pernapasan, di mana oksigen dalam darah terikat
oleh senyawa sianida dan terganggunya sistem pernapasan, badan mencit terasa
lemas, kejang, ekor pucat, diam ditempat, letih nafas perut, gemetaran, biru mulut
kering dan kejang.
Racun sianida yang terpejan dalam tubuh dapat breaksi dengan komponen
besi dalam enzim sitokrom oksidase mitokondria, sehingga enzim tersebut
menjadi tidak aktif (dengan pembantukan kompleks antara ion sianida dengan
besi bervalensi tiga, akan memblok kerjaenzim sitokrom mitokondria, sehingga
oksigen darah tidak dapat lagi diambil oleh sel), padahal system enzim tersebut
sangat di perlukan dalam berlangsungnya metabolisme aerob.
Hasil reaksi pada saat pemberian antifot ialah reaksi oksidasi, dimana hasil
reaksi tersebut adalah pigmen berwarna coklat kehijauan sampai hitam yang
disebut methehemoglobin. Ion Feri Sianida dalam methehemoglobin akan
berikatan dengan sianida dalam plasma membentuk sian-methemoglobin yang
menyebabkan ikatan sianida dalam sitokrom oksidase terputus sehingga enzim
pernafasan yang semua terblok tersebut menjadi tere-generasi kembali. Dimana
NaCl lebih berperan dalam pembebasan hemoglobin padafase absorbsi. Dan NaCl
berperan dalam pembebasan hemoglobin pada fase distribusi.
Dimana fase distribusi di tandai pada saat mencit tersebut kejang dan fase
absorbsi di tandai pada saat tikus tersebut sudah mengalami sianosis yaitu pada
saattikus tersebut berwarna biru karena sudah banyaknya darah yang sudah
terikat dengansianida.
Dari hasil pengamatan pada tabel diperoleh bahwa pada pemberian
antidotum NaNO2 di peroleh hasil bahwa pada pemberian antidotum NaNO2
adalah terlambat hal ini menunjukkan tidak dapat dapat menolong keracunan
dalam fase distribusi karena untuk menentukan perbedaan antarasianosis dan
kejang sangat tipis sekali, sehingga sianida yang diperkirakan sudah menyebar
keseluruh tubuh mencit .
Terlihat pada mencit kelompok 3 diberikan KCN secara oral dan NaNO2
secara subcutan sebagai antidote nya dan pada mencit kelompok 4 terlebih dahulu
diberikan antidote yaitu NaNO2 secara subcutan kemudian diberikan sianida
(KCN) secara subkutan dan mencit kelompok 5 diberikan KCN secara oral dan
NaS2O3 secara intraperitonial.Dari hasil yang diperoleh gejala keracunan paling
cepat terlihat pada mencit kelompok 5 namun mencit yang mati terlebih dahulu
mati ialah mencit kelompok 4.
Rute pemberian merupakan salah satu factor yang mempengaruhi efek dari
suatu obat atau racun , karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan
biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini
berbeda karena jumlah suplai yang berbeda. Hal ini mengakibatkan jumlah zat atif
yang masuk dan mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda,
tergantung dari rute pemberiannya. Disini digunakan rute secara oral dimana obat
mengalami proses ADME terlebih dahulu dan secara subcutan yaitu obat
disuntikan dibawah kulit didaerah punggung atau didaerah perut dan secara
intraperitonial suntikan dimasukkan kedaeerah abdomen. Seharusnya melalui rute
pemberian antidote secara subcutan dan intraperitonial lebih efektif untuk
mengurangi keracunan pada mencit yang diberikan KCN. Karna tidak
melibatkann proses penyerapan, zat yang terdapat pada natrium nitrit dan natrium
tiosulfat langsung masuk ke peredaran darah dan menuju sisi reseptor.
Factor lain yang mempengaruhi hasil peercobaan juga bisa karna variasi
biologis seperti usia,berat badan sifat genetic status kesehatan dan nutrisi serta
factor kesalahan selama melakukan peercobaan.
Adapun kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan pengambilan data tersebut
kurang baik antara lain: kesalahan pada saat penyuntikan secara peritonial
kemungkinankesalahan yangmungkin terjadi adalah penyuntikan secara peritonial
yanag salah. Suntikan tersebut tidak masuk dalam rongga perut tapi masuk secara
subkutan sehingga antidotum tersebut pun menjadi kurang berarti.kesalahan lain
yang mengakibatakan datamenjadi kurang baik adalah kesalahan pada saat
pemberian antidotum tersebut, karena perbedaan antara sianosis dan kejang sangat
tipis sehinggakemungkinan kesalahan pemberian sehingga pada pemberian Na
Nitrit tersebut menjadi tidak berarti karenasianida sudah masuk dalam tahap
distribusi.
Kesalahan pencatatan waktu juga mungkin terjadi karena perbedaan tiap
gejala efek toksik sangan tipis sehingga pencatata waktuyang kurang tepat juga
dapat mengakibatkan data yang di dapat menjadi kurang baik.Mekanisme kerja
dari racun sianida yaitu menghambat oksidasi glukosa dalamsel dengan
membentuk kompleks stabil dengan sitokrom oksidase.
Didalam tubuh, sianida langsung dinetralkan oleh sulphur (S) sehingga
terbentuk iontiosianat (CNS). Namun pembentukan CNS ini akan mempengaruhi
penyerapan iodiumoleh kelenjar tiroid.Sianida merupakan garam yang bersifat
racun keras. Sianida jika diberikan kedalam tubuh maka akan membentuk ion
kompleks dengan ion Ferri yang menyebabkangagalnya pernafasan sel dan akan
menimbulkan kematian.Toksisitas sianida disebabkan karena kemampuannya
untuk membentuk kompleks dengan ion feri dari sitokrom oksidase. dalam
keadaan normal enzim sitorom oksidase berfungsi dalam sirkulasi oksigen dalam
darah dan jaringan.
Bila kerja enzim tersebut terganggu , maka pertukaran oksigen dengan
karbondioksida dari darah kejaringan terganggu sehingga kadar karbondioksida
dalam jaringan meningkat dan mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen ( yang
berfungsi untuk faal tubuh).Metahemoglobin adalah hormone yang
berkemampuan untuk mengikat sianidasehingga sianida bebas sitokrom oksidase
sehingga membentuk sianmethemoglobin yang berwarna kemerahan. Kemampuan
tergantung pada afinitasnya dimana aktivitas methemoglobin lebih tinggi untuk
mengikat sianida dibandingkan sitokrom oksidase sehingga methemoglobin dapat
memecah ikatan-ikatan sianida sitokrom oksidase dan membentuk ikatan sianida
methemoglobin.
Pada praktikum ini obat yang dapat membentuk methemoglobin atau
sebagaian antidotum adalah Na2S203 dan tujuan dari perlakuan ini adalah untuk
menghasilkan konsentrasi methemoglobin yang tinggi dengan pemberian
nitrit.dan methemoglobin berkompetisi dengan sitokrom oksidase untuk berikatan
dengan sianida. detoksikasi yang sebenarnya dicapai dengan pemberian tiosulfat
yang dibawah pengaruh enzim rhodonase bereaksi dengan sianida membentuk
tiosulfat (CSN),senyawa yang relative tidak toksik dan segera dieksresikan dalam
urin.
Menurut Katzung (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas
amfetamin adalah sebagai berikut:
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi II. Jakarta: Salemba
Medika.
Kusuma, E. P. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawaatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Berduka Disfungsional Pada Klien Remaja Dengan
Ketergantungan Amfetamin Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Jurnal
Analisis Praktik. Vol. 6(1).
Mahar, M. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
Miratulhusda, N. W., Noor, C., dan Fadillaturrohmah. 2015. Studi Retrospektif
Penyalahgunaan Obat Pada Pasien Ketergantungan Obat Di rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum. Jurnal Media Farmasi. Vol. 12(2).
Tjay, T. H., dan F. Rahardjo. 2003. Obat obat Penting, Kkhasiat, Penggunaan
dan Efek efek Sampingnya Edisi ke 6. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Triswara, R., dan N. Carolina. 2017. Gangguan Fungsi Kognitif Akibat
Penyalahgunaan Amfetamin. Jurnal Majority. Vol. 7(1).
X. LAMPIRAN
XI. JAWABAN DARI PERTANYAAN
4. Bila terjadi keracunan, obat apa yang daapat digunakan untuk mengatasinya?
Jelaskan
Jawaban :
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan racun,dapat
mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. Jenis antidotum
yangdigunakan pada keracunan :
a.Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,reaktivator
kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
b.Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium tiosulfat.
c.Keracunan methanol dengan etanol.
d.Keracunan methenoglobin : tionin.
e.Keracunan besi : deferoksamin
f.Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti lewisit).
g.Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h.Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.
1. Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara kimia
dan farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida dalam dosis
yang setara
Jawaban : Obat-obat yang segolongan dengan asetanilida mempunyai
toksisitas yang berbeda dengan asetanilida yang lainnya. Hal ini terkait dengan
dosis pemberian, interval serta frekuensi pemberian pada setiap obat. Sebagai
contoh pada pemberian parasetamol, Kejadian toksik pada hati
(hepatotoksisitas) akan terjadi pada penggunaan 7,5-10 gram dalam waktu 8
jam atau kurang. Kematian bisa terjadi (mencapai 3-4% kasus) jika
parasetamol digunakan sampai 15 gram.
2. Jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja CN dalam menimbulkan gejala
keracunan dan kaitannya dengan obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi
keracunan pada percobaan ini.
Jawaban: Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric
(Fe+++).Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan
menjadi inaktif olehcyanida.Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif
dari dari sistem enzimcytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3
komplek dan sistem transportelektron. Bilamana cyanida mengikat enzim
komplek tersebut, transport elektron akanterhambat yaitu transport elektron
dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok.Sebagai akibatnya akan
menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racunPO2.Sianida
dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan kekuranganoksigen
dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus respirasi. Sebagai
akibattidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih bergantung
pada cytochromoksidase yang merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi
oksidatif.Selama siklusmetabolisme masih bergantung pada sistem transport
elektron, sel tidak mampumenggunakan oksigen sehingga menyebabkan
penurunan respirasi serobik dari sel. Haltersebut menyebabkan histotoksik
seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigenyang mencapai jaringan
normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya.Hal iniberbeda dengan
keracunan CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah
oksigen yang masuk.Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan
cyanidadisebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan oksigen
tersebut.
3. Apakah perbedaan rute pemberina racun dan obat berpengaruh pada efek
toksin CNyang diamati? Jelaskan
Jawaban: Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat
parenteral yan sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral,
sering tidak ada pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna
dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini
memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat
dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna,
obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau
pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat
memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam
plasma dan jaringan-jaringan.Pemberian secara intravena adalah saat obat
disuntikkan ke dalam pembuluh darah vena. Rute intravena biasanya
dilakukan untuk mendapatkan efek obat yang cepat, karena tidak diperlukan
adanya proses absorbsi seperti pada pemberian secara oral dimana melalui
ADME dan efeknya pun lebih lama bekerja dari pada melalui intravena.
Sebab, obat langsung masuk ke peredaran darah. Jika Anda menerima obat
secara intravena, obat dapat diberikan dalam suntikan langsung (bolus), atau
diinfuskan terus menerus.
Asap yang berasal dari kebakaran atau terbakarnya alat-alat sepert karet,
plastik, dan sutera membentuk asap yang mengandung sianida.
Sianida yang digunakan untuk fotografi, penelitian kimia, plastik sintetis,
proses pengolahan logam, dan industri electroplatting.
Tanaman yang mengandung sianida seperti tanaman aprikot dan tanaman
singkong. Untungnya, keracunan sianida hanya terjadi kalau Anda
terpapar secara parah oleh tanaman-tanaman tersebut.
Laetrile, komponen yang mengandung amygladin (bahan kimia yang dapat
ditemukan di buah mentah, kacang-kacangan, dan tumbuhan) sudah sering
digunakan untuk pengobatan kanker. Salah satu efek samping dari
penggunaan laetrile ini adalah racun sianida. Sampai saat ini FDA (US
Food and Drug Administration) tidak menyetujui penggunaan laetrile
sebagai pengobatan kanker. Akan tetapi, di negara lain, di Meksiko
misalnya, laetrile ini sudah digunakan sebagai pengobatan kanker dengan
nama obat “laetrile/amygdalin”.
Jenis-jenis kimia, setelah masuk ke tubuh Anda dan dicerna oleh tubuh
Anda, dapat dikonversi oleh tubuh Anda menjadi sianida. Kebanyakan,
bahan kimia ini sudah dilarang untuk beredar di pasaran. Akan tetapi
beberapa bahan kimia seperti penghapus kuteks dan cairan pengolahan
plastik mungkin saja masih mengandung sianida ini.
Asap rokok adalah sumber sianida paling umum. Sianida secara natural
terdapat pada tembakau.