PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Efek lokal itu artinya pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal, misalnya hanya
mempengaruhi daerah kulit yang dioleskan obat. Efek sistemik adalah pengaruh dari obat
yang (biasanya) diberikan melalui sistem fisiologis tubuh, misalnya obat penurun panas yang
diminum per oral.
Terdapat beberapa prinsip-prinsip dalam pengujian efek lokal obat pada efek obat pada
membran dan kulit mukosa, yaitu:
1. Zat-zat yang dapat menggugurkan bulu bekerja dengan cara memecahkan ikatan
S-S pada keratin kulit, sehingga bulu mudah rusk=ak dan gugur.
2. Zat-zat korosif bekerja dengan cara oksidasi, mengendapkan protein kulit,
sehingga kulit atau membran mukosa akan rusak.
3. Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek lokal yang berbeda pula,
karena koefisien partisi yang berbeda-beda dalam berbagai pelarut dan juga karena
permeabilitas kulit akan mempengaruhi penetrasi fenol ke dalam jaringan.
4. Zat-zat yang bersifat astringen bekerja dengan cara mengkoagulasikan protein,
sehingga permeabilitas sel-sel pada kulit atau membran mukosa yang dikenainya
menjadi turun, dengan akibat menurunnya sensitivitas di bagian tersebut.
Anestetika local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila di kenakan secara
local pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetik local menghilangkan
keterangan dari organ akhir yang menghantarkan nyeri dan menghilangkan kemungkinan
penghantaran dari serabut saraf sensible secara bolak-balik pada tempat tertentu sebagai
akibat dari rasa sensasi nyeri hilang untuk sementara hilang. Kerja anastetik local pada ujung
saraf sensorik tidak spesifik. Hanya kepekaan berbagai struktur yang di rangsang berbeda.
Misalnya, fungsi motorik tidak terhenti dengan dosis umum untuk anastetik local teruma
karena serabut saraf motorik mempunyai diameteryang lebih besar dari serabut sensorik.
Anastesi lokal dibedakan menjadi 4 macam, yaitu anastesi permukaan, metoda regnier,
anastesi konduksi dan anastesi infiltrasi.
Prinsip kerja dari anastesi permukaan yaitu Pada anestetik permukaan, anestetik local
pada mukosa atau permukaan luka dari sana berdifusi ke organ akhir sensorik dan
kepercabangan saraf terminal. Pada epidermis yang utuh ( tidak terluka ) maka anestetik local
hamper tidak mampu menembus lapisan tanduk.
Prinsip pengujian anestesi lokal pada metode regnier ini adalah mata yang normal
memberikan respon terhadap sentuhan pada kornea dengan menunjukkan refleks okuler
sementara mata yang dianestesi, refleks tadi baru muncul setelah berkali-kali kornea disentuh,
sebanding dengan kekuatan kerja anestetika tidak adanyarefleks okuler setelah kornea
disentuh 100 kali dianggap sebagai tanda adanya anestesi lokal.
Pada anestetika konduksi, anestetik local disuntikan di sekitar saraf tertentu yang
dituju dan hantaran rangsang pada tempat ini diputuskan. Bentuk khusus dari anestesi
konduksi ini adalah anestesi spinal; anestesi peridural, dan lain lain.
Sedangkan Pada anestesi infiltrasi, anestetik local disuntikkan ke dalam jaringan,
termasuk juga diisikan ke dalam jaringan. Dengan demikian selain organ sensorik, juga
batang batang saraf kecil dihambat.
1.2. Tujuan
1. Dapat memperkirakan bentuk menifestasi efek lokal dari berbagai obat terhadap kulit
dan membran mukosa berdasarkan cara-cara kerja masing-masingnya, serta
mengapresiasikan penerapan ini dalam situasi praktis.
2. Menyadari sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membran mukosa dari
berbagai obat yang bekerja secra lokal.
3. Dapat mengapresiasikan peran pelarut terhadap intensitas kerja fenol dan dapat
mengajukan kemungkinan pemanfaatan ini dalam situasi praktis.
4. Dapat merumuskan persyaratan-persyaratan farmakologi untuk obat obat yang secara
oral.
5. Mengenal teknik anestesi untuk menyebabkan anestesi lokal pada beberapa hewan
coba.
6. Memahami faktor-faktor yang melandasi perbedaan-perbedaan dalam sifat dan potensi
anestesi lokal.
7. Mengenal berbagai faktor yang mempengaruhi kerja anestestika lokal.
8. Menghubungkan potensi kerja anestetika lokal dengan manifestasi gejala toksisitasnya
serta pendekatan rasionaal untuk mengatasi toksisitas anestetika.
9. Mengenal dan menguasai teknik untuk mencapai anestetik lokal pada hewan.
10. Mengetahui cara pemberian anestetik lokal.
11. Mengetahui cara kerja anestetik lokal.
12. Memahami faktor-faktor yang melandasi perbedaan-perbedaan dalamsifat dan potensi
anestetika lokal.
13. Mengenal berbagai faktor yang mempengaruhi kerja anestetika lokal.
14. Dapat mengkaitkan daya kerja anestetika lokal dengan manifestasi gejala keracunan
serta pendekatan rasional untuk mengatasi keracunan ini.
1.3 Manfaat
2
1. Memahami efek lokal obat dari berbagai obat atau senyawa kimia terhadap kulit dan
membran mukosa berdasarkan cara kerja masing-masing, serta dapat diaplikasikan
efek obat dalam praktik dan dampak efek lokal senyawa kimia digunakan sebagai
dasar keamanan penanganan bahan.
2. Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit.
3. Membran mukosa dari berbagai obat yang bekerja lokal.
4. Menyimpulkan persyaratan-persyaratan farmakologi untuk obat-obat yang dipakai
secara lokal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Efek lokal itu artinya pengaruh obat pada tubuh yang bersifat lokal, misalnya hanya
mempengaruhi daerah kulit yang dioleskan obat. Efek sistemik adalah pengaruh dari obat
yang (biasanya) diberikan melalui sistem fisiologis tubuh, misalnya obat penurun panas yang
diminum per oral.
Anestetika local adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila di kenakan secara
local pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetik local menghilangkan
keterangan dari organ akhir yang menghantarkan nyeri dan menghilangkan kemungkinan
penghantaran dari serabut saraf sensible secara bolak-balik pada tempat tertentu sebagai
akibat dari rasa sensasi nyeri hilang untuk sementara hilang. Kerja anastetik local pada ujung
saraf sensorik tidak spesifik. Hanya kepekaan berbagai struktur yang di rangsang berbeda.
Misalnya, fungsi motorik tidak terhenti dengan dosis umum untuk anastetik local teruma
karena serabut saraf motorik mempunyai diameteryang lebih besar dari serabut sensorik.
Anastetik local yang pertama kali ditemukan adalah kokain, yaitu
suatu alkaloid. Sifat-sifat dari anastetik local yang ideal yaitu :
1. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara permanen.
2. Toksisitas sistemisnya rendah.
3. Efektif pada penyuntikan dan penggunan local.
4. Mula kerja dan daya kerjanya singkat untuk jangka waktu yang lama.
5. Larut dalam air dengan menghasilkan larutan yang stabil dan tahan
pemanasan (proses srerilisasi.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anastetik local yang terkenal ialah bahwa obat ini
menurunkan
ketelapan
membaran
terhadap
kation,
khususnya
ion
dari
ketelapan
khususnya
saluran
natrium
terhadap
akibat
natrium.
anastetik
Blokade
local
saluran
terjadi
ion,
menurut
menutup saluran natrium, reaksi dengan reseptor terjadi pada sisi dalam
membrane.
Untuk memperpanjang daya kerjanya ditambahkan fase kontriktor
yang dapat mencairkan pembuluh darah sehingga absorbsi diperlambat,
toksisitas berkurang, mula kerja di percepat dengan khasiat yang lebih
ampuh dan lokasi pembedahan praktis tidak berdarah.
Cara pemakaian :
Menurut cara pemakaian anastetik local dibedakan:
a. Anestetik permukaan
Pada anestetik permukaan, anestetik local pada mukosa atau
permukaan luka dari sana berdifusi ke organ akhir sensorik dan
kepercabangan saraf terminal. Pada epidermis yang utuh ( tidak terluka )
maka anestetik local hamper tidak mampu menembus lapisan tanduk.
b. Metoda regnier
Pada
anestesi
metoda
regular,
refleks
okuler
timbul
setelah
1. Suntikan submukosa. Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat di balik
membrane mukosa.
2. Suntikan supraperiosteal. Pada beberapa daerah seperti maksila, bidang kortikal
bagian luar dari tulang alveolar oleh saluran vascular yang kecil.
3. Suntikan subperiosteal. Pada teknik ini, larutan anastesi didepositkan antara
periosteum dan bidang kortikal.
4. Suntikan intraoseous. Larutan didepositkan pada tulang medularis.
5. Suntikan intraseptal. Versi modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang
digunakan bila anastesi yang menyeluruh sulit diperoleh.
6. Suntikan intraligalmental atau ligament periodontal. Teknik ini umumnya
menggunakan syringe konvensional.
Contoh contoh obat anesteik local :
Lidokain
Merupakan anestesi local yang bekerja cepat dan bertahan lama
dengan kekuatan
kali prokain. Berlawanan dengan anestesi local jenis ester maka lidokain
tidak diuraikan oleh hidrolase melainkan dibiotransformasi secara oksidatif
( antara lain dealkilasi pada nitrogen ). Senyawa yang dapat dipakai
sebagai anestetika infiltrasi dan anestetika konduksi ini digunakan dalam
larutan dengan konsentrasi 0,2 1 ( -2 ) %. Perlu ditekankan bahwa
pemakaian
simpatomimetika
sebgaian
besar
dapat
dihindarkan.
Prokain
Prokain HCL , yang sebagai hidroklorida mudah larut dalam air
karena penambahan gugus dietil amino pada eloform, masih terlalu
termasuk dalam anestetika local yang sering digunakan karena sifat
diterima dengan baik. Obat ini dalam organisme akan cepat disabunkan
oleh esterase menjadi dietilaminoetanol dan asam p-amino benzoate yang
bekerja melebarkan pembuluh darah. Yang umum dalam perdagangan 0,5
% unutk anestesi infiltrasi dan 1-2 % untuk anestesi konduksi. Pemberian
tunggal terbesar secara sub cutan sebesar 0.6 gram.
Kokain
Merupakan
suatu
alkaloid
ester
dari
daun
Eritroxylon
coca
merupakan anestetika local yang tertua. Obat ini tidak digunakan lagi
6
karena
toksisitasnya
yang
tinggi,
dan
kerja
yang
menyebabkan
BAB III
PROSEDUR DAN HASIL
3.1 Prosedur
3.1.1 Efek Obat pada Membran dan Kulit Mukosa
3.1.1.1 Efek menggugurkan bulu
a) Tikus terlebih dahulu dikorbankan, lalu diambil kulitnya, kemudian kulit dibuat
potongan masing-masing 2,5 x 2,5 cm dan diletakkan di atas kertas saring.
b) Ke atas potongan-potongan kulit ini diteteskan larutan-larutan obat yang digunakan.
(Veet cream cukup dioleskan)
c) Setelah beberapa menit, dengan batang pengaduk dilihat, apakah ada bulu yang gugur.
3.1.1.2 Efek korosif
a) Tikus yang sudah dikorbankan, ususnya diambil, dipotong-potong sepanjang 5 cm.
Letakkan di atas kertas saring yang lembab, kemudian diteteskan cairan-cairan obat.
b) Setelah 15 menit, cairan yang berlebihan pada potongan usus diserap dengan kertas
saring.
c) Potongan-potongan kulit tikus yang baru diambil, direndam selama 15 menit dalam
cairan-cairan obat.
d) Potongan-potongan kulit tersebut kemudian dibilas dengan air dan cairan yang
berlebihan diserap dengan kertas saring.
3.1.1.3 Efek lokal fenol dalam berbagai pelarut
a) Beaker gelas telah disiapkan diisi dengan larutan-larutan fenol.
b) Serentak dicelupkan empat jari tangan selama 5 menit, ke dalam wadah kaca tersebut.
c) Bila jari terasa nyeri sebelum 5 menit, segera jari diangka dan dibilas dengan etanol
3.1.2.4 Efek astringen
Mulut dibilas atau dikumur dengan larutan tanin 1%
Alat dan Bahan:
Bahan untuk efek:
8
1. Menggugurkan bulu
: Kulit tikus
2. Korosif
: Jari-jari tangan
4. Astringen
: Mukosa mulut
Alat:
1. Alat-alat bedah
4. Pipet tetes
2. Batang pengaduk
5. Gelas ukur
3. Kertas saring
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur
Obat yang Digunakan:
UNTUK EFEK
OBAT
Larutan natrium hidroksida 20%; larutan
natrium sulfida 20%; Veet cream;
Larutan raksa (II) klorida 5%; larutan fenol
5%; larutan natrium hidroksida 10%; asam
sulfat pekat; asam klorida pekat; tingtura iod;
larutan perak nitrat 1%
Larutan fenol 5% dalam air; larutan fenl 5%
dalam etanol; larutan fenol 5% dalam gliserin
25%; larutan fenol 5% dalam minyak lemak
Larutan tanin 1%
Menggugurkan bulu
Korosif
b) Pada waktu t=0, teteskan 0,1 ml larutan obat yang akan diuji kedalam mata kelinci.
Percobaan ini diulangi setelah 1 menit (gunakan stopwatch).
c) Pada menit ke 8, dengan bantuan misai diperiksa refleks mata, yaitu dengan
menyentuhkan misai tegak lurus dibagian tengah kornea sebanyak 100 kali dengan
kecepatan yang sama. Jangan terlalu keras menyentuhnya dan ritme harus diatur.
Apabila sampai 100 kali tidak ada refleks (kelopak mata tertutup), maka dicatat angka
100 untuk respon negatif. Tetapi jika sebelum 100 kali sudah ada refleks, maka yang
dicatat adalah respon negatif sebelum mencapai angka 100.
d) Perlakuan yang sama diulang pada menit-menit ke : 15; 20; 25; 30; 40; 50; dan 60.
Jika sebelum menit-menit yang ke 60 pada sentuhan pertama sudah ada refleks, maka
menit-menit yang tersisa diberi angka satu.
e) Setelah percobaan diatas selesai, mata sebelahnya diperlakukan seperti ad 4, tetapi
hanya diteteskan larutan fisiologis
f) Jumlah respon negatif dimuat dalam sebuah tabel dan dimulai dari menit ke 8. Jumlah
tersebut menunjukan angka regnier, dimana anestesi lokal mencapai angka regnier
800, sedangkan angka regnier minimal angka 13
g) Hitunglah/jumlahkan untuk waktu-waktu tertentu semua respon negatif. Apabila pada
sekali sentuhan terjadi refleks kornea, maka angka yang dicatat adalah 1. Hitung
angka rata-rata yang diberikan utnuk masing-masing larutan yang diperoleh pada 8
kali pemeriksaan refleks kornea.
3.1.2.3 Anastesi Konduksi
a) Semua mencit dicoba dulu respon Haffner (ekor mencit di jepit dan dilihat angkat ekor
atau menit bersuara) dan hanya dipilih hewan-hewan yang member respon Haffner
negative, artinya hewan mengangkat ekor/bersuara.
b) Hewan-hewan dikelompokkan dan, ditimbang dan diberi tanda.
c) Mencit dimasukkan ke dalam silinder (kotak penahan mencit) dan hanya ekornya
yang dikeluarkan. Jumlah silinder sisesuaikan dengan jumlah mencit dari satu
kelompok.
d) Ekor mencit kemudian di jepit pada jarak 0,5cm dari pangkal ekor. Manifestasi rasa
nyeri ditunjukkan dengan reflex gerakan tubuh mencit atau dengan suara kesakitan.
Respon demikian dicatat sebagai haffner negative.
e) Pada waktu t=0, masing-masing mencit disuntik.lidokain di vena ekor; kelompok
control hanya disuntik larutan pembawanya dengan cara penyuntikan yang sama
f) Setelah waktu t=10 menit, masing-masing mencit diperiksa respon Haffner; dan
selanjutnya dilakukan hal yang sama pada t=15 dan 20 menit
g) Hasil pengamatan dicatat dalam sebuah tabel.
10
: Kelinci
2. Metoda regnier
3. Anastesi konduksi
4. Anastesi Infiltrasi
: Kelinci
Alat:
1. Gunting
2. Pipet tetes
3. Aplikator
9. Pisau cukur
4. Batang pengaduk
10. Spuit 1 ml
5. Alat suntik 1 ml
11. Spidol
6. Klem/pinset ekor
12. Peniti
UNTUK EFEK
Anastesi permukaan
Metoda regnier
Anastesi konduksi
Anastesi infiltrasi
OBAT
Larutan prokain HCl 2%,dosis 0,5 ml,
diberikan dengan penetesan; larutan lidokain
HCl 2%, 1-2 tetes
Larutan lidokain 2%, 0,5 ml; larutan prokain
HCl 2% dosis 0,5 ml.
Prokain HCl 0,2% dosis 0,5 mg/kb bb
dilarutkan dalam NaCl fisiologis.
Larutan prokain HCl 1%; lidokain HCl 1%;
prokain 1% dalam adrenalin 1:50.000;
lidokain HCl 1% dalam adrenalin 1:50.000
Percobaan
Gugur
bulu
Bahan
Percobaan
Kulit
tikus
Larutan Obat
diberikan pada
kulit
Bau awal
Efek diamati
Kaustik/gug
ur bulu
(...menit)
Efek
lainnya
Larutan NaOH
20%
Menyengat
2 menit
Larutan natrium
sulfida 20%
Bau khas
Sulit
menggugur
Iritasi,
penipisan
pada kulit
Kulit
mengeras
Veet cream
Bau
menyengat
5 menit
Bahan Percobaan
Larutan Obat
yang Diberikan
pada Kulit
Fenol 5%
HgCl 5%
Iod tinktur
Tikus
Kulit
NaOH 10%
AgNO3
HCl
H2SO4
Pengamatan
Kerusakan pada
Sifat Korosif
Jaringan
Sedikit memucat,
Korosif
mengkerut
Warna sangat
Korosif
pucat, sedikit
mengkerut
Warna seperti
Korosif
warna iod
Menipis,
Korosif
mengeras
Menjadi warna
Korosif
hitam
Mengkerut,
Sangat korosif memucat,
mengeras
Sangat korosif Sangat rusak
b) Usus
Percobaan
Bahan Percobaan
Larutan Obat
12
Pengamatan
yang Diberikan
pada Kulit
Tikus
Usus
Sifat Korosif
Fenol 5%
Kurang korosif
HgCl 5%
Korosif
Iod tinktur
Kurang korosif
NaOH 10%
Kurang korosif
AgNO3
Korosif
HCl
Sangat korosif
H2SO4
Sangat korosif
Kerusakan pada
Jaringan
Membesar, warna
menjadi merah
Sedikit
mengkerut
Berubah warna
warna iod
Warna sedikit
pudar
Mengkerut
Warna pucat
sekali
Sangat rusak
Bahan
Percobaan
Percobaan
Fenol
dalam
berbagai
pelarut
Jari tangan
Pengamatan
Rasa sensasi jari tangan
timbul ...menit (misalnya,
rasa tebal, dingin, panas, dan
sebagainya)
Menit ke 4 Gatal
Menit ke 20 Dingin
Detik ke 48 Baal/tebal
Menit ke 1:50 Dingin,
panas
Bahan Percobaan
Larutan Obat di
Kumur pada mulut
Pengamatan
Efek Astringen
Tanin 1%
Hewan
Kelinci
Mata
Obat Diteteskan
Kanan
Kiri
Lidokain
Tetrakain
10
15
20
-
30
45
60
Hewan
Mata
Kanan
Kelinci
Kiri
Obat
yang
ke ...
diteteska
n
Lidokain
HCl
Tetrakain
HCl
10
15
20
30
45
60
-40
-55
Obat
Mencit
Lidokain I
Lidokain II
Control negatif
Cara
pemberian
IV
IV
IV
14
Hewan
Kelinc
i
Kelinc
i
Bagian
Pungg
ung
kiri
Pungg
ung
kanan
Obat
Cara
pemberian
Tetra
Kain
Intra
Subkutan
Tetra
kain +
adren
alin
Intra
Subkutan
Lido
kain
Intra
Subkutan
Lido
kain +
adre
nalin
Intra
Subkutan
BAB IV
PEMBAHASAN
15
4.1 Pembahasan
4.1.1 Efek Obat pada Membran dan Kulit Mukosa
Tikus yang digunakan dalam praktikum dilakukan pengorbanan terlebih dahulu.
Pengorbanan dapat dilakukan dengan cra anastesi lokal maupun dengan cara dislokasi lokal.
Tikus yang sudah dikorbankan kemudian dikuliti (diambil kulitnya) sesuai dengan
keperluan, baik dari segi jumlah maupun ukurannya. Selain kulit, bagian usus dari tikus juga
digunakan dengan cara memotong usus tikus sepanjang 5 cm.
Kulit dan usus yang sudah ada tadi di letakkan diatas kertas saring dan mulailah
dengan pengujian yang sudah ditentukan.
Pada pengujian efek menggugurkan bulu, menghasilkan yakni hasil uji menunjukkan
adanya kerontokan bulu setelah diberikan larutan natrium hidroksida 20%. Hal ini terjadi
karena garam natrium hidroksida bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit,
sehingga bulu akan rusak dan mudah gugur.
Pada pengujian efek korosif, beerapa halyang dapat diamati adalah:
HgCl2 pada usus akan menyebabkan usus menjadi sedikit mengkerut. Sedangkan pada
kulit akan menyebabkan kulit menjadi sangat pucat dan sedikit mengkerut.
Fenol 5% pada usus menyebabkan usus menjadi membesar dan berubah warna
menjadi merah. Sedangkan pada kulit menjadi sedikit memuccat dan mengkerut.
H2SO4 pada usus akan menyebabkan usus menjadi sangat rusak. Sedangkan pada kulit
Fenol 5% + air akan menimbulkan rasa gatal pada lokasi yang terkena.
Fenol 5% + alkohol menimbulkan rasa dingin.
Fenol 5% + gliserol menimbulkan rasa baal/tebal pada detik ke 48 dan rasa dingin,
Efek astringen dilkukan dengan mengkumurkan larutan tanin ke dalam mulut. Kita ketahui
bahwa astringen sangat banyak ditemukan pada tanaman yang memiliki rasa kelat-pahit.
Seperti gambir, sirih, teh, dan lain sebagainya.
16
17
Dari hasil praktikum, didapat hasil pengamatan seperti yang dicantumkan diatas. Pada
menit ke 5 setelah pemberian pertama larutan uji, kedua mata kelinci tidak memberikan
refleks mata. Pada mata kanan kelinci yang ditetesi larutan Lidokain HCl, mengalami refleks
mata pada menit ke 15 yang disentuh oleh misai sebanyak 40 kali. Setelah itu, berturut-turut
pada menit ke 20,30,45,60 yang terjadi pada Mata Kanan adalah 1, yang berarti refleks mata
pada menit-menit tersebut ketika disentuh misai sudah ada refleks sebanyak 1 kali. Sedangkan
pada Mata Kiri kelinci yang ditetesi larutan Tetrakain HCl, mengalami refleks mata pada
menit ke 20 yang disentuh oleh misai sebanyak 55 kali. Setelah itu berturut-turut pada menit
ke 30,45,60 yang terjadi pada Mata Kiri adalah 1, yang berarti refleks mata pada menit-menit
tersebut ketika disentuh misai sudah ada refleks sebanyak 1 kali.
Sesuai prinsipnya anestetika lokal dapat dikatakan tercapai jika refleksokuler tidak
terjadi sampai penyentuhan 100 kali pada kornea kelinci uji. Kemungkinan hal ini terjadi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : Penetesan obat yang tidak tepat kedalam
konjungtiva mata kelinci, kondisi fisiologis kelinci yang berbeda-beda sehingga respon yang
ditunjukkan pun berbeda, dosis yangdiberikan masih belum tepat untuk menimbulkan efek
anestetika
lokal pada
hewan
uji,
pengamatan
praktikan
yang
tidak
tepat
atau
Dari hasil percobaan diatas didapatkan data yang kami praktekan tidak sesuai dengan
teori yang ada. Kerja obat tetrakain lebih lambat dari kerja obat lidokain, obat tetrakain
golongan lambat dan obat lidokain golongan sedang. Tetapi dari data tabel diatas ditemukan
bahwa kerja obat tetrakain lebih cepat dari obat lidokain.
Jika obat tetrakain ditambahkan adrenalin kerja obat akan lebih lama dibanding
tetrakain tanpa ditambahkan adrenalin, tetapi hasil percobaan kami ternyata kerja obat
tetrakain + adrenalin lebih cepat. Untuk obat lidokain jika ditambahkan adrenalin maka kerja
obat menjadi lama, hasil percobaan kami kerja obat dari penggabungan dari lidokain +
adrenalin sama dengan kerja obat lidokain yang tanpa ditambahkan adrenalin.
Ketidaksesuaian percobaan kami dengan teori dikarenakan keadaan fisiologis kelinci,
lalu dalam proses penyuntikannya mungkin tidak tepat. Atau karena factor internal dari
kelinci tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Efek Obat pada Membran dan Kulit Mukosa
19
1. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan obat yang mempunyai pengaruh
pada tubuh bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh obat ini dalah
obat-obat yang bersifat anastesi lokal ataupun trasndermal.
2. Beberapa efek dari obat lokal yang dapat ditemui adalah menggugurkan bulu, korosif,
dan astringen.
3. Efek menggugurkan bulu dengan natrium sulfida 20% lebih lebat gugurnya dan
banyak (rontok).
4. Korosif adalah sifat suatu substansi yang dapat menyebabkan benda lain hancur atau
memperoleh dampak negatif.
5. Fenol merupakan senyawa yang dapat menembus kulit dan mampu menyebabkan
terjadinya keratolisis pada kulit.
6. Jari tangan yang dicelupkan kedalam larutan fenol ditambah air mengalami agak tebal.
7. Jari tangan yang diclupkan kedalam larutan fenol yang ditambah alkohol akan
mengalami rasa dingin.
8. Jari tangan yang dicelupkan kedalam larutan fenol yang dicampurkan dengan gliserin
mengalami dingin lalu panas dan fenol yang dicampurkan minyak lemak mengalami
rasa tebal.
9. Astringen adalah zat yang dapat menyebabkan pengerutan selaput lendir setelah
pemberian lokal.
5.1.2 Efek Obat pada Membran dan Kulit Mukosa
1. Masa kerja tetrakain pada anastesi permukaan 30 menit sedangkan lidokain hanya 5
menit.
2. Anestetika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obatyang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panasatau
dingin.
3. Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Metode Regnier.
4. Prinsip pengujian ini mata yang normal memberikan respon terhadap sentuhan pada
kornea dengan menunjukkan refleks okuler sementara mata yang dianestesi, refleks
tadi baru muncul setelah berkali-kali kornea disentuh, sebanding dengan kekuatan
kerja anestetika tidak adanya refleks okuler setelah kornea disentuh 100 kali dianggap
sebagai tanda adanya anestesi lokal.
5. Pemberian larutan Lidokain untuk mata kanan, dan pemberian larutan Tetrakain pada
mata sebelah kiri
6. Kelinci diperiksa refleks okuler nya menggunakan misai yang disentuhkan pda kornea
hewan uji
7. Jika refleks mata tidak sesuai, maka dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Penetesan obat yang tidak tepat kedalam konjungtiva mata kelinci, kondisi fisiologis
20
kelinci yang berbeda-beda sehingga respon yang ditunjukkan pun berbeda, dosis
yangdiberikan masih belum tepat untuk menimbulkan efek anestetika lokal pada
hewan uji, pengamatan praktikan yang tidak tepat atau waktu pengamatan juga
mempengaruhi hasil pengamatan tersebut.
8. Lidokain memberikaan efek anastesi lokal dengan cara anastesi konduksi pada mencit
9. Lidokain II memberikan efek yang lebih lama daripada lidokain I dikarenakan jumlah
dosis mempengaruhi efek kerja obat.
10. Anastesi infiltrasi adalah penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di
sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Diberikan ditempat yang dibius ujung-ujung
sarafnya.
11. Hasil pengamatan Tetrakain tidak terjadi getaran otot pada menit ke 5-45 hewan uji,
Tetrakain + adrenalin tidak terjadi getaran otot 15-45, lidokain tidak ada getaran otot
pada menit ke 5-45, lidokain + adrenalin tidak terjadi getaran otot pada menit ke 5-45
PEMBAHASAN SOAL
a) Efek Obat pada Membran dan Kulit Mukosa
1. Apakah ada perbedaan bau dari obat-obat menggugurkan bulu sebelum dan sesudah di
gunakan?
Jawab :
Tidak ada perubahan atau perubahan bau yang jelas terjadi sebelum dan sesudah dari
obat-obat penggugur bulu yang digunakan dalam percobaan diatas.
2. Mungkinkah suatu obat bekerja korosif tanpa menggugurkan bulu dan sebaliknya?
Jawab :
Mungkin, sebab efek korosif timbul sebagian disebabkan oleh bentuk larutan yang
digunakan, ada kalanya suatu larutan itu jika di teteskan pada suatu tempat atau kulit
menghilangkan bulu dan sebaliknya.
21
3. Sebutkan menurut saudara beberapa persyaratan yang sebaiknya dipenuhi obat ataum
sediaan farmasi untuk dapat digunakan sebagai obat berefek lokal agar menjamin
keamanan pemakainannya?
Jawab :
Syarat-syarat anastesika lokal yang ideal adalah :
Toksisitas sistematis yang rendah.
Efeketif secara penyuntikan atau penggunaan lokal pad selaput lendir.
Waktu dimulai daya kerjanya sesingkat mungkin dan untuk jangka waktu yang
lama.
Tidak merangsang jaringan.
Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf pusat.
Dapat larut dalam air sambilmenghasilkan larutan yang stabil juga terhadap
pemasangan pada waktu sterilisasi.
1. Kokain merupakan suatu alkalod ester yang merupakan anestetika lokal tertua. Obat
ini tidak lagi digunakan karena toksisitasnya yang tinggi dan kerja yang menyebabkan
efek ketergantungan.
2. Penggolongan anestetika lokal :
Jenis ester : kokain, prokain, tetrakain, etoform.
Golongan amida asam : Lidokain
Fomokain
3. Anestetika lokal yang digunakan untuk anestetika permukaan adalah, lidokain,
fomokain, etoform.
4. Keburukan yang terjadi pada kornea mata adalah akan rusak nya kornea mata dan
tidak berfungsi secara baik.
- Metoda Regnier
1. Apakah yang perlu diperhatikan pada persiapan larutan obat mata agar dapat terjamin
khasiatnya?
2. Pada percobaan, mata kelinci harus terlindung dari cahaya langsung, jelaskan!
3. Sebutkan anestetika lokal mata yang digunakan, selain pada percobaan ini!
Jawaban :
22
1. Hal yang perlu diperhatikan pada persiapan larutan obat Mata agar dapat terjamin
khasiatnya, diantaranya :
Larutan Steril
Jernih
Bebas Partikel Asing, sehingga tidak mengiritasi
Sedapat Mungkin Isotonis
Sedapat Mungkin Isohidris
Biasa
mengandung
Pengawet (untuk
mencegah
pertumbuhanatau
saat digunakan)
Mengandung Pendapar yang sesuai (untuk mencegah kenaikan pH yang di
sebabkan oleh pelepasan lambat ion hidroksil oleh wadah kaca dan menjaga
bahan aktif obat dala cairan dan kontak yang lebih panjang dengan jaringan)
2. Ketika cahaya mengenai mata sinyal saraf terbentuk dan dikirimkan ke otak, untuk
memberikan pesan tentang keberadaan cahaya dan kekuatan cahaya. Bagian terluar
mata yaitu kornea menerima cahaya dari sumber cahaya meneruskannya ke pupil.
Lalu otak mengirim balik sinyal dan memerintahkan sejauh mana otot di sekitar
selaput pelangi harus mengkerut. Pupil yang merupakan celah lingkaran yangdibentuk
iris yang dapat mengecil dan membesar, untuk menentukan kuantitas cahaya yang
masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pada mata yang terkena cahaya mata akan
bekerja lebih keras dan menegang, karena pupil akan membesar sehingga
menimbulkan tekanan dan kejang pada otot-otot di sekitar mata yang membuat kelinci
lebih sering mengalami kedipan dibandingkan pada keadaanyang terlindung cahaya
pupil akan mengecil jadi ketika mata kelinci terkena cahaya langsung akan
menyebabkan obat tidak berpengaruh sempurna terhadap mata kelinci oleh sebab itu
mata kelinci harusterlindungi dari cahaya langsung.
3. Anestesi lokal untuk mata selain Prokain yang merupakan golongan senyawa ester
23
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Praktikum Farmakologi. Penuntun Praktiuk Farmakologi. Jakarta: ISTN. 2008
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, DEPKES RI, Jakarta.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (9th ed.) (Setiawan, L., Tengadi,
K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta : RGC, 1997
Katzung, B.G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan Begambar. Edisi
Kedua. Jakarta: Penerbit Widya Medika.
Mardjono, Mahar. 1995. Farmakologi dan terapi edisi 4, Jakarta : Gaya Baru
Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5, Jakarta : Gaya Baru
Mutschler, Ernest, 1991. Dinamika obat edisi V. Bandung : ITB
Tjay, hoan dan kirana rahardja, 2008. Obat-obat penting edisi VI. Jakarta : PT Gramedia
www.scribd.com
www.google.com
24