“SIMPATOMIMETIK”
Disusun oleh:
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat,
dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Farmakologi Simpatomimetik. Terima
kasih kami sampaikan kepada Ibu Dr. Refdanita, M.Si, Apt selaku dosen mata kuliah
Farmakologi yang telah memberikan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami tentang Simpatomimetik. Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan
karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh kerena itu
penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Pengertian simpatomimetik
2. Penggolongan obat simpatomimetik
3. Indikasi obat simpatomimetik
4. Efek samping obat simpatomimetik
BAB II
PEMBAHASAN
1. Epinefrin ( Adrenalin)
Bentuk levo dari neurohormon SS bersama turunannya NA dibebaskan dari ujung-
ujung saraf adrenergik yang dirangsang. Zat ini dihasilkan oleh anak ginjal (medulla kelenjar
adrenal) dan berperan pada metabolisme karbohidrat dan lemak.Epinefrin merupakan suatu
hormon yang bekerja sebagai neurotransmitter, yang merupakan sebuah hormon katekolamin
dari derivat monoamin dari asam amino fenilalin dan tirosin. Formula kimianya adalah
C9H13NO3.
Epinefrin berperan penting pada reaksi stress, bekerja meningkatkan denyut jantung
dan tekanan darah, dilatasi pupil dan meningkatkan kadar gula darah serta mendistribusikan
darah menuju kulit dan organ-organ dalam.
Kerja dari epinefrin menyerupai stimulasi dari saraf adrenergik. Tingkat kerjanya
pada reseptor α dan β. Aksinya terutama pada reseptor β di pembuluh darah dan otot polos
lainnya.
Epinefrin memiliki semua khasiat adrenergis α dan β, tetapi efek β lebih kuat.
Epinefrin mempunyai efek meningkatkan tekanan darah (vasopresor) yang sangat kuat.
Epinefrin juga meningkatkan tekanan darah melalui aktivitas adrenoseptor β1 jantung
(kronotropik dan inotropik positif) sehingga cardiac output naik, dan stimulasi
adrenoseptor α pada otot polos dinding pembuluh darah kulit dan mukosa ( vasokonstriksi).
Efek vasokonstriksi epinefrin terutama pada arteriola kecil dan sfingter prekapiler sehingga
menaikkan tahanan perifer. Pada dosis kecil epinefrin juga mengaktivasi
adrenoseptor β2 pada otot polos dinding pembuluh darah dalam bundle otot lurik dan
pembuluh koroner, berakibat vasodilatasi. Pada dosis besar terjadi dominasi aktivitas
adrenoseptor α1 sehingga tekanan perifer meningkat, dan aktivasi adrenoseptor β1 sehingga
curah jantung meningkat. Kedua hal itu meningkatkan tekanan darah.
Ketika epinefrin diberikan secara bolus ke pembuluh vena secara cepat akan
meningkatkan tekanan darah terutama sistol dengan cara (1). Stimulasi otot jantung secara
langsung dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel; (2). Meningkatkan denyut
jantung; (3). Kontraksi arteriola-arteriola di kulit, mukosa dan sirkulasi daerah lien.
Ketika diberikan secara drip intravena secara perlahan, epinefrin hanya meningkatkan
systole yang tidak begitu bermakna, dan menurunkan tekanan diastole. Meskipun kadang-
kadang terjadi peningkatan tekanan nadi, tetapi hal ini tidak berarti meningkatkan tekanan
darah rata-rata. Karena itu, mekanisme reflek kompensasi dengan cara peningkatan tekanan
darah langsung di jantung oleh epinefrin seperti halnya katekolamin yang aksinyasangat
dominan pada reseptor α.
Tekanan perifer total menurun akibat aksi epinefrin pada reseptor β di otot polos
pembuluh darah dan akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Terkadang efek
vasodilator dari obat ini pada sirkulasi predominan sehingga tekanan sistol sedikit meningkat
akibat efek obat yang diberikan secara drip intravena. Efek utama epinefrin adalah stimulasi
jantung secara langsung dan peningkatan cardiac output..
Pada saluran nafas epinefrin menstimulasi adrenoseptor β2 pada otot polos bronkus
sehingga timbul bronchodilatasi. Efek itu tampak jelas jika sebelumnya sudah ada
bronchokonstriksi. Adrenalin yang punya efek vasokonstriksi melalui stimulasi
adrenoseptor α sehingga dapat mengurangi kongesti mukosa hidung dan memperkuat efek
pelebaran saluran nafas.
Epinefrin merupakan zat endogen yang amat penting dalam pengaturan metabolisme
karbohidrat. Epinefrin meningkatkan glikogenolisis di dalam hepar dan otot rangka,
menghambat sekresi insulin melalui stimulasi adrenoseptor α ( lebih dominant daripada
naiknya sekresi insulin melalui stimulasi adrenoseptor β2). Epinefrin juga memacu
pemecahan lemak (lipolisis) melalui aktivasi adrenoseptor β1 dan meningkatkan aktivitas
lipase.
Penggunaan epinefrin terutama sebagai analeptikum, yaitu obat stimulant jantung
yang aktif sekali pada keadaan darurat, seperti kolaps, syok anafilaktik, atau henti jantung.
Obat ini sangat efektif pada serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena peroral
adrenalin akan diuraikan oleh getah lambung. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa
epinefrin dapat mencegah perlengketan platelet dengan neutrofil.
Penggunaan epinefrin harus mempertimbangkan bahwa senyawa ini akan
meningkatkan penggunaan oksigen, dan karena itu walau terjadi vasodilatasi atreria koronaria
dapat menimbulkan serangan angina pectoris.
Indikasi pemberian Epinefrin secara intravena adalah untuk pengobatan
hipersensitivitas akut (obat reaksi anafilaktik, serum hewan dan reaksi allergen), pengobatan
serangan asma akut karena dapat menghilangkan reaksi bronkospasme yang tidak bereaksi
dengan obat-obat yang lain., juga digunakan untuk pengobatan dan pencegahan serangan
jantung, serangan stroke dan adam stroke sindrom. Pada serangan henti jantung terutama
ventrikel, yang pertama harus dipertimbangkan untuk melakukan tindakan dari luar yaitru
dengan melakukan pijat jantung luar dan atau defibrilasi elektrik. Pemberian epinefrin dapat
dengan pace maker, pungsi intrakardial dan injeksi intramiocardial mungkin dapat efektif.
Dosis dewasa pemberian epinefrin secara intravena untuk menghilangkan
bronkospasme adalah 0,1-0,25 mg (1-2,5 ml epinefrin dalam larutan 10,000ml), pemberian
epinefrin dianjurkan secara drip. Pada neonatus boleh diberikan 0,01 mg/kgbb. Untuk bayi
dosis insial yang adekuat sekitar 0,05 mg dan akan bertahan selama 20-30 menit pada
serangan asma.
Dosis pada serangan jantung adalah 0,5- 10 mg ( 5- 10 ml dalam larutan 10,000).
Epinefrin dapat diberikan selama melakukan resusitasi dengan di injeksikan intravena 5
ml setiap 5 menit.5
Injeksi intra kardial hanya boleh dilakukan oleh orang yang terlatih, dan pemberian
intravena tidak dapat dilakukan. Dosis pemberian intrakardial mulai dari 0,3 sampai 0,5 mg
(3-5 ml dalam larutan 10,000).
Pemberian epinefrin harus hati-hati pada pasien hipertiroid, hipertensi, dan aritmia
cordis, juga pada pasien yang terdapat hambatan monoamine oksidase (MAO) harus
diwaspadai karena dapat meningkat tekanan darah. Epinefrin tidak boleh digunakan dengan
obat simpatomimetik lain (misal isoproterenol) karena kemungkinan dapat meningkatkan
efek dan toksisitas.
Epinefrin tidak dapat melewati sawar darah – otak. Efek sentral yang terlihat setelah
pemberian adrenalin (misalnya rasa takut) adalah murni reflektoris. Katekolamin yang ada di
otak yang menjalankan fungsi penghantar rangsang, tidak diambil dari sirkulasi darah,
melainkan disintesis sendiri di otak.
Efek epinefrin juga dapat meningkatkan aritmia cordis yang serius, epinefrin hanya
dianjurkan jika obat-obat lain yang digunakan tidak menunjukkan reaksi.
Pemberian epinefrin pada pasien yang di lakukan general anestesi dengan
cyclopropane atau haloten hidrokarbon (halotan ) yang sensitive terhadap miokardium dapat
menyebabkan aritmia cordis. Epinefrin akan menurunkan efek dari obat-obat yang memblok
reseptor β adrenergik seperti digitalis dan glikosid. Pembrian epinefrin bersama agen diuretic
dan obat anti hipertensi akan menurunkan efek obat-obat tersebut karena epinefrin juga
mempengaruhi kerja ginjal dan memblok neuron yang diproduksi oleh guanehidine, sehingga
dosis obat-obat tersebut harus dinaikkan.
Peningkatan tekanan darah arteri dapat mengakibatkan angina pectoris, rupture aorta,
dan atau perdarahan otak. Juga dapat menyebabkan aritmia cordis yang serius pada pasien
penderita sakit jantung dan pada pasien yang juga menggunakan obat-obatan yang berefek
terhadap miokardium.
Pemberian epinefrin per parenteral dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah renal dan dapat mengurangi produksi urine.
Pemberian epinefrin dianjurkan untuk terapi alergi yang parah, atau keadaan darurat
meskipun pereparat ini mengandung sodium metabisulfite dimana sulfite dapat menyebabkan
reaksi alergi termasuk reaksi anafilaktik atau bahaya yang mengancam jiwa ataupun
memperberat episode asma pada beberapa pasien.
Efek samping adrenalin yang penting pada dosis tinggi adalah nokrosis jari-jari akibat
vasokonstriksi dan akhirnya kolaps.
2. Nor Epinefrin
Adalah derivat tanpa gugus metal pada atom N. neurohormon ini khususnya
berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek vasokonstriksi dan naiknya tekanan
darah. Efek β hanya ringan kecuali kerjanya pada jantung (β1). Karena efek sampingnya lebih
ringan, maka lebih disukai penggunaannya pada syok dan sebagainya.
Norepineprin merupakan hormon katekolamin dan penetilamin dengan rumus kimia
C8H11NO3 yang dilepaskan dari kelenjar adrenal ke dalam darah. Tetapi hormon ini juga
termasuk neurotransmitter pada sistem saraf yang dilepaskan dari neuron noradrenergik
selama transmisi sinaptik. Norepineprin adalah salah satu hormon stress dan sebagian efek
pada otak untuk mengendalikan perhatian dan rangsangan. Seperti epineprin yang
mempunyai efek fight or flight respon mengaktifkan sistem saraf simpatis yang langsung
meningkatkan denyut jantung, memproduksi energi dari lemak Dan tenaga otot.11
Secara alami norepineprin diaktifkan karena situasi stress yang diaktifkan oleh
nucleus di batang otak yang disebut locus ceruleus. Nukleus ini adalah lintasan alami
norepineprin di otak . Neuron-neuron menggunakan epineprin sebagai neurotransmitternya
dimulai dari locus ceruleus sepanjang lintassan yang menuju ke korteks serebri , sistem
limbic, dan medulla spinalis. Epineprin bekerja pada reseptor aDan b.
Norepineprin di bentuk di medulla adrenal dari asam amino tirosin, reaksi pertama
dioksidasi menjadi dihidroksi penilalanin (L-DOPA) diikuti oleh dekarboksilasi selanjutnya
neurotransmitter dopamine dan akhirnya terjadi b oksidasi menjadi norepineprin selanjutnya
dapat metilasi menjadi epineprin.
Cara kerja epinefrin adalah memacu reseptor a pada pembuluh darah arteri dan vena
serta b1 pada jantung menghasilkan vasokonstriksi perifer dan stimulasi jantung dan
kontraktilitas, efek sekunder dari norepineprin terhadap kontraktilitas otot jantung adalah
vasodilatasi koroner.
Efek vasokonstriksi norepinefrin adalah kecuali pada arteri koronaria akan
meningkatkan tekanan darah sistole dan diastol. Pada organ terisolasi, frekuensi jantung dan
curah jantung juga akan ditinggikan oleh norepinefrin. Karena norepinefrin hanya
mempunyai kerja β simpatomimetik yang lemah pada reseptor β2 otot polos bronchus, maka
kerja relaksasinya pada otot usus dan bronchus kecil saja. Selain itu hanya sedikit menaikkan
kadar gula darah. Norepinefrin mempunyai reaksi yang kuat terhadap reseptor α dan β1.
Metilasi N amin norepinefrin akan meningkatkan afinitas pada reseptor β. Dengan
memasukkan satu gugus alkyl yang besar pada N ini akan dapat memperbesar afinitasnya ini
sedangkan afinitas pada reseptor α akan berkurang.
Indikasi pemberian norepinefrin adalah dengan melihat kerjanya yang bersifat
vasokonstriksi maka sangat baik diberikan pada pasien perdarahan difus dengan cara
pemberian lokal. Dan juga baik sebagai tambahan pada anestetika lokal dan syok neurogenik
digunakan melalui infus tetes (drip), karena setelah diinjeksikan kenaikan tekanan darah
hanya bertahan beberapa menit. Juga digunakan pada keadaan penurunan tekanan darah
akibat hipotensi akut, terapi cardiac arrest.
Dosis pemberian epinefrin adalah Dewasa : pemberian intravena 2-3 ml/menit dengan
dosis 4 mcg/ml (8-12 mcg/menit). Untuk meningkatkan respon digunakan dosis yang lebih
tinggi (lebih dari 16 mcg/menit). Dapat juga digunakan pada pasien dengan pembatasan
cairan. Dosis pemeliharaan 2-4 mcg/menit, tetapi terkadang dibutuhkan dosis tinggi dan
penggunaan terapi jangka panjang.
Pemberian epinefrin bersama Fhuzolidone, guenitidin, MAO Inhibitor, Metildopa,
Rauwolfi alkaloid bisa meningkatkan respon tekanan, yang biasanya terjadi pada hipertensi
berat. Pemberian bersama normal saline menyebabkan nor epinefrin dapat kehilangan efek
terapinya. Dengan obat oksitosin, dapat menyebabkan hipertensi berat dan persisten. Jika
diberikan bersama Penothiazine ( contoh Clorpromazine) dapat menurunkan efek
Norefinefrin, Antidepresan Trisiklik dapat meningkatkan respon Nor epinefrin.
Reaksi-reaksi pemberian nor epinefrin pada pasien dapat mengakibatkan reaksi
terhadap organ-organ antara lain:
Cardiovaskuler: Hipotensi, meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer,
menurunkan karbon monoksida, prekordial pain, ventrikuler aritmia, reflek bradikardi
Respirasi : gangguan pernafasan.
Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, tremor, insomnia Dan ansietas.
Metabolisme : Asidosis metabolic Dan hiperglikemia.
Lain-lain : Gangren (jika disuntikkan pada pembuluh vena kecil), pembesaran tiroid,
iritasi akibat ekstravasasi, penurunan produksi urine.
Kontraindikasi pemberian epinefrin adalah hipovolemi, kecuali bila volume darah
sudah di rehidrasi. Trombosis vaskuler mesenterikus dan perifer. Kontraindikasi relatif pada
saat anestesi general dengan menggunakan halotan dan sicloprofane dan pada keadaan
hipoksia dan hiperkarbia.
3. Isoproterenol
Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan isoprenalin,
merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor β, dan
hampir tidak bekerja pada reseptor α.
Mekanisme kerja isoproterenol. Farmakodinamika Isoproterenol tersedia dalam bentuk
campuran resemik. Infus isoproterenol pada manusia menurunkan resistensi perifer, terutama
pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan mesenterium, sehingga tekanan diastolic
menurun. Curah jantung meningkat karena efek inotropik dan kronotropik positif langsung
dari obat.pada dosis isoproterenol yang biasa diberikan pada manusia, peningkatan curah
jantung umumnya cukup besar untuk mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik,
tetapi tekanan rata – rata menurun. Efek isoproterenol terhadap jantung menimbulkan
palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia yang lebih serius.
Isoproterenol melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis otot
polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos bronkus
dan saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada asma,
selain menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan histamine
dan mediator – mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini juga
dimiliki oleh β2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah
dibandingkan dengan epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin
melalui aktivasi reseptor β2 pada sel – sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek
terhadap reseptor α yang menghambat sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin
dalam menimbulkan efek penglepasan asam lemak bebas dan efek kalorigenik
Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah.
Kontraindikasi untuk pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan
serangan angina. Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan
muka merah. Kadang – kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien
dengan penyakit arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan
aritmia ventrikel yang fatal.
4. DOPAMIN
Mekanisme kerja dopamine. Farmakodinamik nya Precursor NE ini mempunyai kerja
langsung pada reseptor dopaminergik dan adrenergic, dan juga melepaskan NE endogen.
Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah,
terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh darah koroner. Stimulasi reseptor
D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Infus dopamin dosis rendah akan
meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+ . Pada dosis yang
sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivasi
adrenoseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang menambah efeknya pada
jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini
karena dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya
sedikit peningkatan di tempat – tempat lain.dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan
sistolik dan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanda mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit
meningkat ). Akibatnya dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah
disertai dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung yang
berat. Pada kadar yang tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor
α1 pembuluh darah. Karena itu bila dopamin di gunakan untuk syok yang mengancam jiwa,
tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak,
tetapi dopamin yang di berikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar
melewati sawar darah-otak.
Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor α2 dengan
afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, α1 dan β tidak berarti. Obat ini merupakan
vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna
dengan kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam.
Fenoldopam mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen
dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah
penghentian 2-jam infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit
kepala, muka merah, pusing, takikardia atau bradikardia.
Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor
D1, D2 dan β2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan efek
hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok. Pada
pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan
menurunkan resistensi vascular sistemik.
Indikasi nya untuk pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia. Kontraindikasi nya
dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat MAO. Efek
samping nya, dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama
infuse dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala,
hipertensi dan peningkatan tekanan diastolic.
5. Dobutamin
Mekanisme kerja dobutamin . Farmakodinamika nya struktur senyawa dobutamin mirip
dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang besar pada gugus amino. Dobutamin
merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d. Isomer / adalah α1-agonis yang
poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer / dominan, sehingga
terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1. Isomerd 10 kali lebih poten
sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif untuk reseptor β1 daripada β2.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik
dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak
berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1diimbangi oleh vasodilatasi melalui
reseptor β2 ), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung
menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang
sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding
isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini
sebanding. Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung
dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer
relative tidak berubah.
Farmakokinetiknya, Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai
katekolamin tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada
pemberian SK. Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai
aerosol atau sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik
untuk COMT tetapi bukan substrat yang baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih
panjang daripada epinefrin. Isoproterenol diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak
sebaik epinefrin dan NE. Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya
efektif pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat – obat ini resisten terhadap
COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per oral.
Indikasi nya pengobatan pada jantung. Kontraindikasinya pasien dengan fibrilasi atrium
sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat konduksi AV. Efek sampingnya tekanan
darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama pemberian dobutamin.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Contoh Obat Adrenergik antara lain : Epinefrin, Norepinefrin, Isoproterenol, Dopamin,
Dobutamin, Amfetamin, Metamfenamin, Efedrin, Metoksamin, Fenilefrin, Mefentermin,
Metaraminol, Fenilpropanolamin, Hidroksiamfetamin dan Etilnorepineprin. Semua contoh
obat adrenergic tersebut memiliki mekanisme kerja dalam tubuh, indikasi,kontraindikasi,
serta efek samping yang berbeda – beda namun di khususkan untuk memacu adrenalin.
Sehingga pemakaiannya harus diperhatikan agar tidak menimbulkan efek yang tidak
diinginkan dalam tubuh dengan tetap memperhatikan kontraindikasi pada pasien yang
bersangkutan agar pemakaiannya maksimal.