Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II
PERCOBAAN 5
OBAT-OBAT OTONOM (SIMPATOMIMETIKA)

DISUSUN OLEH

Nama :1. Ade Pratiwi (PO.71.39.0.14.040)


2. Alfira Mutiara (PO.71.39.0.14.042)
3. Andika Oktasari (PO.71.39.0.14.044)
4. Apdhila Putri (PO.71.39.0.14.046)

Tanggal Praktikum : Senin, 18 April 2016

Dosen Pembimbing : Dr. Drs. Sonlimar Mangunsong., Apt, M.Kes

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
2016
LAPORAN AKHIR
PERCOBAAN 5
OBAT-OBAT OTONOM (SIMPATOMIMETIKA)
SENIN, 18 APRIL 2016

Nama : 1. Ade Pratiwi


2. Alfira Mutiara
3. Andika Oktasari
4. Apdhila Putri
Kelas : Reguler II B
Kelompok : Ganjil
Sub Kelompok :I

I. Tujuan Percobaan

Memahami efek beberapa obat pada sistem saraf simpatis terutama


pada mata.

II. Teori
Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa
dikendalikan oleh kesadaran umum namun dapat berjalan sesuai
fungsinya. Sistem saraf ini berfungsi mengendalikan dan memelihara
organ-organ tubuh bagian dalam misalnya jantung, saluran nafas, saluran
cerna, kelenjar-kelenjar dan pembuluh darah. Obat otonom adalah obat
yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel
saraf sampai dengan sel efektor. Secara anatomi susunan saraf otonom
terdiri atas praganglion, ganglion dan pascaganglion yang mempersarafi
sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan
simpatis dan parasimpatis. Obat-obat otonom simpatomimtika terutama
bekerja pada reseptor yang diperantarai syaraf simpatik. Terutama
golongan obat adrenergic karena efeknya mirip perangsangan syaraf
adrenergik atau efek neurotransmitter adrenergik. Syaraf simpatik terutama
memberi respons terhadap stimulus “ fight or flight”.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan
parasimpatis memperlihatkan fungsi antagonis. Bila yang satu
menghambat suatu fungsi maka yang lain memacu fungsi tersebut. Contoh
midriasis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis dan miosis dibawah
pengaruh parasimpatis.
Respon sel efektor pada peransangan saraf otonom.
Organ efektor Impuls Impuls
adrenergik/simpatis kolinergik/parasimpatik
Mata Midriasis Miosis
Jantung Denyut bertambah Denyut menurun
Vena Konstriksi, dilatasi -
Sekresi kel. Lbng Berkurang Bertambah
Alat kelamin Ejakulas Ereksi
Kel. keringat Sekresi local Sekresi umum
Kerja obat adrenergik dibagi dalam 7 jenis yaitu:
1) Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan
mukosa, dan terhadap kelenjar liur dan keringat.
2) Penghambatan organ perifer : otot polos, usus, bronkus, dan pembuluh
darah otot rangka.
3) Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi.
4) Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan
kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan.
5) Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot,
lipolosis dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
6) Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan
hormon hipofisis.
7) Efek parasimpatik, dengan akibat hambatan atau peningkatan
penglepasan neurotransmitter NE atau Ach (secara fisiologis, efek
hambatan lebih penting).

Cara Kerja Obat Otonom


Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi
system kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
 Adrenergik
Metiltirosin memblok sintesis NE. Sebaliknya metildopa,
penghambat dopa dekarboksilase, seperti dopa sendiri didekarboksilasi
dan dihidroksilasi menjadi a-metil NE. Guanetidin dan bretilium juga
mengganggu pelepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pelepasan transmitor
 Adrenergik
Banyak obat dapat meningkakan pelepasan NE. Tergantung dari
kecepatan dan lamanya pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan.
Tiramin, efedrin , amfetamin, dan obat sejenisnya menyebabkan
pelepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga mengahasilkan
efek simpatomimetik. Sebaliknya reser pin, dengan memblok transport
aktif NE ke dalam vesikel menyebabkan pelepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO.
Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan depot NE di
ujung saraf.
3. Ikatan dengan reseptor
Obat yang enduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang
mirip dengan efek transmitor disebut agonis. Obat yang hanya
menduduki reseptor tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat
hilangnya efek transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor)
disebut antagonis atau bloker.
Contoh obat kolinergik : hemikolinium, toksin botolinus, atropine,
pirenzepin, trimetafan, dll.
Contoh obat adrenergic : guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin,
klonidin, salbutamol, doxazosin, dll.
4. Hambatan destruktif transmitor
 Adrenergik
Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf
merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergic.
Hambatan proses ini oleh kokain dan impiramin mendasari peningkatan
respon terhadap perangsangan simpatis oleh obat tersebut.
Penggolongan Obat Adregenik
Adrenergika dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni:
1) Obat adrenergik kerja langsung
Agonis bekerja langsung terikat pada reseptor adrenergik tanpa
berinteraksi dengan neuron presinaptik. Reseptor yang diaktifkan ini
mengawali sintesis pembawa pesan kedua dan menimbulkan sinyal di
dalam sel. Sama seperti adrenalin dan noradrenalin, merangsang
reseptor adrenergik. Bergantung pada reseptor yang mana senyawa
tersebut bekerja, dibedakan atas α-simpatomimetik dan β-
simpatomimetik. Ciri obat adrenergik kerja langsung adalah bahwa
responnya tidak berkurang setelah terlebih dulu diberikan reserpin atau
guanetidin yang menyebabkan deplesi NE dari saraf simpatis, tetapi
bahkan meningkat karena adanya peningkatan sintesis reseptor sebagai
mekanisme kompensasi terhadap hilangnya neurotransmiter.
2) Obat adrenergik kerja tidak langsung
Noradrenalin disintesa dan disimpan di ujung-ujung saraf
adrenergik dan dapat dibebaskan dari depotnya dengan jalan
merangsang saraf bersangkutan, dan dapat pula dengan cara
perantaraan obat-obat seperti efedrin,amfetamin,guanetidin dan reserpin.
Agonis adrenergik bekerja tidak langsung menyebabkan pelepasan
noreprinefrin dari ujung presinaptik.
Contoh obat adrenergik yang bekerja secara tidak langsung
adalah amfetamin dan tiramin, artinya menimbulkan efek adrenergik
melalui penglepasan NE yang tersimpan dalam ujung saraf adrenergik.
Karena itu, efek obat–obat ini menyerupai efek NE, tetapi timbulnya lebih
lambat dan masa kerjanya lebih lama. Senyawa–senyawa yang tertahan
dalam vesikel akan mengurangi jumlah NE yang tersimpan. Jika saraf
distimulasi, sejumlah tertentu gelembung sinaps akan mengalami
eksositosis dan mengeluarkan isinya. Jika gelembung ini mengandung
feniletilamin yang kuran poten disbanding NE, maka efek perangsangan
simpatis akan berkurang.

Penggunaan Obat Adregenik


Berdasarkan titik kerjanya pada sel- sel efektor dari ujung
adrenergic dibagi menjadi reseptor (α) alfa dan (β) beta, dan
berdasarkan efek fesiologisnya dibagi menjadi alfa1, alfa2,beta1, dan
beta2. Pada umumnya stimulasi pada reseptor menghasilkan efek- efek
sebagai berikut:
 Alfa 1, mengaktifkan organ- organ efektor seperti otot –otot polos
(vasokontriksi) dan sel- sel kelenjar dengan efek tambahannya sekresi
ludah dan keringat.
 Alfa 2, menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf- saraf
adrenergic dengan efek turunya tekanan darah.
 Beta 1, memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
 Beta 2, bronkodilatasi dan stimulasi metabolism glikogen dan lemak.
Penggunaan obat-obat adrenergic, antara lain:
 Shock, dengan memperkuat kerja jantung(β1) dan melawan hipotensi
(α),contohnya adrenalin dan noradrenalin.
 Asma, dengan mencapai bronkodilatasi (β2), contohnya salbutamol dan
turunannya, adrenalin dan efedrin.
 Hipertensi, dengan menurunkan day atahan perifer dari dinding
pembuluh melalui penghambat pelepasan noradrenalin(α2), contohnya
metildopa dan klonidin.
 Vasodilator perifer, dengan menciutkan pembuluh darah di pangkal betis
dan paha (cladicatio intermitens).
 Pilek (rhinitis), guna menciutkan selaput lender yang bengkak(α)
contohnya imidazolin, efedrin, dan adrenalin.
 Midriatikum, ysaitu dengan memperlebar pupil mata (α), contohnya
fenilefrin dan nafazolin.
 Anoreksans, dengan mengurangi napsu makan pada obesitas (β2),
contohnya fenfluramin dan mazindol.
 Penghambat his dan nyeri haid (dysmenore) dengan relaksasi pada otot
rahim (β2), contohnya isoxuprin dan ritordin.

III. Alat dan bahan


 Bahan:
a. Efedrin 0,036% (Efedrin 50mg/ml)
b. Epinefrin 0,086% (Efinefrin 1mg/ml)
c. Prostigmin 0,023%. (Neostigmin 0,5mg/5ml)
 Alat:
a. Penggaris dengan skala millimeter
b. Pipet tetes
c. Lampu senter
 Hewan Coba: Kelinci albino/ 2 ekor Marmut

IV. Prosedur Kerja


1. Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan satu kelinci/ Marmut
2. Tetesi mata kanan dengan 2 tetes Efedrine, lima menit kemudian
bandingkan mata kanan dengan mata kiri. Kemudian mata kiri ditetesi
dengan 2 tetes Adrenalin dan 15 - 20 kemudian bandingkan antara
mata kanan dan mata kiri. Tes terhadap refleks cahaya (dengan lampu
senter) refleksi kornea, keadaan vasa darah pada konjunctiva.
3. Dua puluh menit kemudian tetesi mata kanan dengan Prostigmin 2
tetes catat apa yang terjadi.
4. Sepuluh menit kemudian tetesi mata kiri dengan Efedrin 2 tetes, catat
apa yang terjadi.
5. Buat data tabulasi ukuran diameter pupil mata yang ditetesi dengan
masing-masing obat, kesimpulan.

V. Hasil Pengamatan

obat yang mata kanan mata kiri refleks cahaya


jam
diberikan horizontal vertikal Horizontal vertikal kanan kiri
normal 13.5 4 mm 2 mm 4 mm 2 mm
efedrin HCl 13.58 5 mm 3 mm
efinefrin HCl 14.15 5,5 mm 3 mm
refleks cahaya + +
Neostigmine 14.50 4 mm 2 mm
efedrin HCl 15.00 2 mm 1,5 mm
VI. Pembahasan
Dari praktikum kali ini, yang menggunakan hewan coba seekor
kelinci yang pada tiap matanya ditetesi dengan beberapa obat,
perubahan yang terjadi secara berturut, yaitu :
1) saat diteteskan obat Efedrin 0,036% pada mata kanan, terjadi
perubahan yang menunjukkan pupil/kornea mata kelinci menjadi
membesar dari keadaan normalnya.
2) saat diteteskan obat Epinefrin 0,086% pada mata kiri, terjadi
perubahan yang menunjukkan pupil/kornea mata kelinci menjadi
membesar dari keadaan normalnya. Dan lebar horizontalnyapun
bertambah.
3) saat diteteskan obat Prostigmin 0,023% pada kedua matanya,
terjadi perubahan yang menunjukkan pupil/kornea mata kelinci
bagian kanan menjadi lebih kecil dibandingkan mata kelinci
bagian kiri. Hal ini dikarenakan, pemberian obat pada mata kelinci
bagian kanan lebih dulu daripada mata kelinci bagian kiri
sehingga reaksinya lebih dulu saat pengukuran hasilnya berbeda.
4) Saat ditetesi mata kiri dengan efedrin untuk yang terakhir pada
mata bagian kiri terjadi perubahan yang menunjukkan pupi/kornea
mata kelinci menjadi mengecil

VII. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum dan mengamati perubahan yang
terjadi, dapat disimpulkan bahwa pemberian beberapa obat tersebut
dapat mempengaruhi kerja saraf otonom terutama pada bagian mata
kelinci yang menyebabkan pupil membesar ataupun mengecil.
DAFTAR PUSTAKA

 www.wikipedia.com
 Obat – obat Penting
 A Textbook of Clinical Pharmacology and Therapeutics 5th edition
halaman 423
 http://upa-fafa.blogspot.co.id/2014/05/obat-obat-pada-sistem-
saraf-otonom.html
Palembang, 18 April 2016

Ade pratiwi Alfira Mutiara


NIM. PO.71.39.0.14.040 NIM.PO.71.39.0.14.042

Andika Oktasari Apdhila Putri


NIM.PO.71.39.0.14.044 NIM.PO.71.39.0.14.046

Dosen Pembimbing :
1. Dr. Drs. Sonlimar Mangunsong., Apt, M.kes
2. Drs. Benjamin M. Noer., Apt, M.M
3. Mona Rahmi Rulianti, M.Farm, Apt

Anda mungkin juga menyukai