Anda di halaman 1dari 13

IMUNOLOGI TRANSPLANTASI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Ta’ala Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang. Hanya dengan rahmat serta petunjuk-Nya,

 penulisan referat dengan judul : “Imunologi Transplantasi” ini dapat diselesaikan.

Penulisan referat ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi.
Dengan selesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap dosen
mata kuliah Imunologi yang telah memberikan bimbingan terkait mata kuliah ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

November, 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Bab I Pendahuluan

Baab II Pembahasan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau organ, disebut
dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke individu yang lain. Individu yang
memberikan graft disebut dengan donor, sedangkan yang mendapatkan graft disebut dengan
resipien. Apabila graft ditempatkan pada lokasi anatomi normalnya maka prosedur ini disebut
dengan transplantasi orthotopik, sedangkan jika ditempatkan pada lokasi lain maka disebut
dengan transplantasi heterotropik. Istilah lain yang termasuk dalam transplantasi adalah
transfusi yang berarti memindahkan sel darah atau plasma dalam sirkulasi dari satu individu
pada individu yang lain.

Transplantasi merupakan tindakan pilihan bila suatu alat atau jaringan tubuh yang
vital rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi atau rusak permanen akibat proses penyakit
(Baratawidjaja, 2009). Transplantasi sebagai suatu pendekatan terapi telah berkembang
selama 40 tahun terakhir sehingga saat ini, transplantasi ginjal, hepar, jantung, paru,
pancreas dan sumsum tulang secara luas telah digunakan. Lebih dari 30.000 transplantasi
ginjal, jantung, paru, liver, danpancreas dikerjakan di Amerika setiap tahun. Saat ini,
transplantasi dari organ dan sel lainnya sedang dikembangkan (Abbas et al, 2007).

Faktor utama yang membatasi kesuksesan transplantasi adalah respon imun dari
resipien terhadap jaringan donor. Hal ini ditemukan pada seseorang yang mendapatkan
penggantian kulit yang mengalami kerusakan akibat kebakaran dari donor yang tidak
memiliki hubungan terbukti terjadi kegagalan. Kegagalan ini terjadi akibat suatu proses
inflamasi yang disebut sebagai rejeksi (Abbas et al, 2007). Rejeksi merupakan hasil dari
proses reaksi inflamasi yang merusak jaringan transplant. Penelitian pada tahun 1940s dan
1950s menunjukkan bahwa rejeksi graft merupakan fenomena imunologi, karena diketahui
adannya spesifisitas dan memori yang dimediasi oleh limfosit (Abbas & Lichtman, 2009).
Antigen yang perlu mendapat perhatian utama pada proses transplantasi adalah antigen
golongan dari ABO, sistem HLA yang polimorfik, antigen minor yang menyangkut
golongan darah non-ABO dan antigen yang berhubungan dengan kromosom sex
(Baratawidjaja, 2009). Antigen dari allograft yang berperan utama sebagai target rejeksi
adalah protein major histocompatibility complex (MHC) (Abbas & Lichtman, 2009).

Imunologi transplantasi penting terkait dengan dua alasan, yaitu selain karena respon
rejeksi imunologi yang hingga saat ini masih menjadi barier utama pada proses transplantasi,
respon imun terhadap molekul allogeneik model studi mekanisme aktivasi limfosit (Abbas et
al, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu transplantasi ?
2. Macam- macam transplantasi

C. Tujuan Penulisan
yaitu untuk memenuhi tugas makalah dalam mengisi materi pembelajaran. Tujuan
lainnya yaitu dengan mempelajari materi transpalasi organ tubuh ini kita dapat
mengetahui bagaimana hukumnya,
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Istilah pada transplantasi


2.1.1 Istilah Khusus

Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau organ,


disebut dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke individu yang lain.
Individu yang mmeberikan graft disebut dengan donor, sedangkan yang mendapatkan
graft disebut dengan resipien (Abbas et al, 2007).

Istilah khusus pada tranplantasi didasarkan pada asal jaringan tubuh yang
dicangkokkan dari donor ke resipien.

 Transplantasi graft dari satu individu pada individu yang sama disebut dengan
autologous graft  (autograft).
 Sedangkan graft yang ditransplantasikan antara dua individu syngeneic atau
identik secara genetic disebut dengan syngeneic graft.
 Graft yang ditransplantasikan antar dua individu yang berbeda secara genetic
disebut dengan allogeneic graft (allograft). Sedangkan  Xenogeneic graft
(xenograft) merupakan istilah untuk transplantasi graft antar individu yang
berbeda spesies

2.1.2 Istilah lain


1. Hukum transplantasi
Autograft dan isograft biasanya memberikan hasil yang baik, sedang allograft
sering ditolak. Telah dibuktikan bahwa rejeksi allograft disebabkan karena reaksi
imun yang ditimbulkan oleh limfosit. Reaksi tersebut terjadi dengan memori,
sehingga jaringan kedua yang dicangkokkan dari donor yang sama akan
menimbulkan rejeksi yang lebih cepat (Baratawidjaja, 2009).
2. Histokompatibilitas
Histokompatibilitas adalah kemampuan seseorang untuk menerima graft  dan
orang lain, suatu keadaan bila tidak terjadi respons imun
3. Gen histokompatibilitas
gen yang menentukan apakah graft  dapat diterima. Banyak lokus gen yang dapat
menolak graft, tetapi yang terpenting adalah gen MHC (Baratawidjaja, 2009). Gen
MHC diwarisi sebagai suatu kelompok (haplotype), satu dari setiap orangtua.
Dengan demikian, manusia mewarisi heterozigot satu dari ayah dan satu dari ibu,
masing-masing berisi tiga kelas-I (B, C dan A) dan tiga kelas II (DP, DQ dan DR)
lokus. Seorang individu heterozigot akan mewarisi maksimal 6 kelas I. Demikian
pula, individu juga akan mewarisi gen DP dan DQ dan mengekspresikan kedua
antigen orangtuanya. Karena molekul MHC kelas II terdiri dari dua rantai yaitu
alpha dan beta, dengan beberapa determinan antigen pada setiap rantai, dan rantai
alpha dan beta DR dapat terkait dengan kombinasi cis atau trans eter, seorang
individu dapat memiliki spesifitas DR tambahan (Gambar 6B). Juga, ada lebih
dari satu gen fungsional DR rantai beta. Oleh karena itu, banyak spesifisitas
DR dapat ditemukan pada suatu individu.
4. Antigen transplantasi
Sebelum transplantasi dilakukan,harusditentukan terlebihdahulu kompatibilitas
donor dan resipien untuk mendapatkan hasil optimal dan hidup graft dan
meminimalkan penolakan (Baratawidjaja, 2009).
a. Antigen golongan darah
Kompatibilitas golongan darah ABO merupakan hal yang pertama harus
dilakukan. Antigen ABO yang merupakan golongan darah utama, ditemukan pada
permukaan sel darah merah. Gen yang memberi kodenya adalah polimorfik
(Baratawidjaja, 2009). Antigen karbohidrat ditemukan pada sel darah merah dan
beberapa jaringan lain. Kebanyakan orang mempunyai antibodi (isohemaglutinin)
yang mengenal antigen tersebut. Subyek dengan golongan A mempunyai antibodi
terhadap B, golongan B mempunyai antibodi terhadap A. Transfusi golongan
darah yang tidak sama/cocok akan ditolak.

b. Antigen histokompatibilitas mayor 


Tissue typing adalah identifikasi antigen MHC. MHC-I menentukan antigen
permukaan semua sel dalam tubuh yang memiliki nukleus yang dapat menjadi
sasaran rejeksi pada transplantasi atas pengaruh CTL, antibodi dan
komplemen. Gen-gen yang memberi kode molekul MHC adalah
polimorfik (Baratawidjaja, 2009).Antigen yang ditentukan lokus A dan B
memberikan respons kuat sedang antigen yang ditentukan lokus C hanya
memberikan respons lemah. Antigen
5. Sel passenger 
sel leukosit donor yang terdapat dalam jaringan tandur. Sel Th resipien dapat
memberikan respons terhadap antigen donor. Interaksi dapat pula terjadi antara
sel-sel sistem imun donor dan resipien karena keduanya memiliki profil MHC-II.
Leukosit donor dapat bermigrasi ke luar dari graft dan masuk ke dalam sistem
limfoid resipien (Baratawidjaja, 2009).

2.2 Penolakan alograf


Penolakan allograft melibatkan serangkaian respons humoral dan seluler Respon imun
yang terlibat dalam rentang penolakan allograft a berbagai macam mekanisme yang
ditentukan. Antibodi yang terbentuk sebelumnya dapat mengikat jaringan donor,
membentuk nidus untuk membunuh langsung melalui komplemen endapan. Antibodi
juga dapat berfungsi bersama dengan pembunuh alami (NK) sel dalam cara sitotoksik
sel yang bergantung pada antibodi untuk melisis jaringan target yang tidak cocok. Sel
CD4 + mengenali molekul MHC kelas II jaringan donor (HLA-DP, HLA-DQ, HLA-
DR), dan diinduksi mengeluarkan interleukin-2 (IL-2), interferon gamma (IFN-γ), dan
tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Ini pada gilirannya mengaktifkan sel CD8 +, sel
NK, dan makrofag masuk. Sel CD4 + Th1 juga memberi sinyal untuk aktif kelompok
Th2 CD4 + untuk mengeluarkan sitokin interleukin-4 (IL-4), interleukin-5 (IL-5), dan
interleukin-10 (IL-10), yang dapat menginduksi sel B untuk menjalani aktivasi dan
produksi imunoglobulin, serta perpindahan kelas isotipe. Mekanisme yang terlibat
memungkinkan penetapan kategori penolakan, termasuk hiperakut, dipercepat, akut,
dan kronis
a. Penolakan hiperakut
penolakan hiperakut ditandai dengan oklusi trombotik vaskularisasi graft yang terjadi
dalam beberapa menit sampai beberapa jam sesudah transplantasi dan terjadi
anastomose pembuluh darah host dengan pembuluh darah graft (Abbas & Lichtman,
2009). Hal ini disebabkan destruksi oleh antibodi yang sudah ada pada sirkulasi
resipien terhadap tandur/antigen donor akibat transplantasi, transfusi darah atau
kehamilan sebelumnya. Antibodi yang terikat pada endothelium tensebut
mengaktifkan komplemen yang menimbulkan edem dan perdarahan interstisial dalam
jaringan graft  sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan (Baratawidjaja,
2009).
b. Penolakan akut
Penolakan akut merupakan proses injuri vaskuler dan parenchymal yang dimediasi
oleh sel T dan antibody yang biasanya dimulai minggu pertama setelah transplantasi
(Abbas & Lichtman, 2009). Penolakan akut terlihat pada resipien yang sebelumnya
tidak disensitisasi terhadap  graft.  Hal ini merupakan rejeksi umum yang sering
dialami resipien yang menerima graft  yang missmatch atau yang menerima allograft
dan pengobatan imunosupresif yang kurang dalam usaha mencegah penolakan.
Rejeksi dapat terjadi sesudah beberapa minggu sampai bulan setelah tandur/ ginjal
tidak berfungsi sama sekali dalam waktu 5-21 hari (Baratawidjaja, 2009).
c. Rejeksi kronik

hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa bulan


sampai tahun sesudah organ berfungsi normal. Hal ini disebabkan oleh
sensitivitas yang timbul terhadap antigen graft  atau oleh karena timbulnya
intoleransi terhadap sel T. Kadang timbul sesudah pemberian imunosupresan
dihentikan. Infeksi yang ada akan mempermudah timbulnya rejeksi yang kronik.
Pada transplantasi ginjal, gejala gagal ginjal terjadi perlahan-lahan dan
progresif. Pemeriksaan histologik menunjukkan proliferasi sejumlah besar sel
mononuklear yang memacu hal ini, terutama sel T. Mekanisme rejeksi tidak
jelas, tetapi sesudah transplantasi, respons memori (dan primer) yang
menimbulkan produksi antibodi dan imunitas selular terhadap HLA yang
memerlukan waktu lama dapat berperan. Antigen transplantasi minor juga dapat
memacu respons imun yang cukup berarti dan menimbulkan penolakan. Oleh
karena kerusakan sudah terjadi, pengobatan dengan imunosupresi tidak lagi
banyak berguna (Baratawidjaja, 2009).

2.3 pengobatan dan pencegahan alograf

Immunosupresi untuk Mencegah atau Mengobati Rejeksi Allograft Imunosupresi


merupakan pendekatan utama untuk mencegah dan memenejemen rejeksi
transplantasi. Berbagai metode immunosupressi telah banyak digunakan

a. Imunosupresan yang menghambat atau mebunuh sel limfosit T.


Di antara bahan-bahan yang menekan respons imun, banyak yang bersifat sitotoksik
terhadap limfosit T. Contoh bahan-bahan tersebut adalah serum anti- limfosit (ALS)
atau Anti-Lymphocyte Globulin (ALG). Bahan imunosupresan lainnya adalah steroid
yang mencegah migrasi neutrofil dan produksi IL-i, IL-6 dan IL-i2. Bahan sitotoksik
seperti azatioprin, metotreksat dan sikiofosfamide dapat membunuh sel yang
berproliferasi sedangkan siklosporin A, FK506 dan Rapamisin mencegah produksi IL-
2 atau respons terhadap IL-2 (Baratawidjaja, 2009). Immunosupresif yang paling
penting saat ini adalah inhibitor calcineurin termasuk siklosporin dan FK-506 (Abbas
et al, 2007).
b. Anti-metabolit 
Anti-metabolit menekan respons imun melalui toksin yang membunuh sel T
yang sedang proliferasi. Agen ini mencegah maturasi limfosit dan juga
membunuh sel T matur yang sedang berproliferasi akibat stimulus alloantigen
(Abbas et al, 2007). Contohnya ialah azatioprin dan mercaptopurin yang
mencegah sintesis RNA. Klorambusil dan sikiofosfamid merupakan bahan yang
meng-alkyl-kan DNA dan juga memiliki efek antimetabolit dan mencegah
metabolisme DNA (Baratawidjaja, 2009).
c. Antibodi yang bereaksi dengan struktur permukaaan sel T 
Pada kebanyakan transplantasi, rejeksi terutama disebabkan CMI atas peran utama sel
T. Antibodi terhadap jaringan asing berkompetisi dengan sel T untuk mengikat
antigen transplantasi sehingga antibodi tersebut dapat mencegah penghancuran oleh
CMI. Pencegahan rejeksi dan perpanjangan masa hidup graft oleh antibodi spesifik
disebut enhancement dan antibodi tersebut disebut enhancing antibody
d. Agen yang mengeblok jalur kostimulator sel T 
agen yang dapat mengeblok jalur kostimulator sel T digunakan untuk mencegah
rejeksi allograft akut. Hal ini karena agen ini dapat mencgah pengirima signal kedua
yang dibutuhkan dalam aktivasi sel T. bentuk soluble dari CTLA-4 melakukan fusi
dengan domain Fc IgG mencegah molekul B7 pada APC untuk berinteraksi dengan
CD28 sel T 9 (Abbas et al, 2007).
e.  Bahan anti-inflamasi

Steroid adrenokortikoid (prednison dan prednisolon) mempunyai


khasiat anti- inflamasi. Efek steroid ialah menstabilkan membran
lisosom sehingga mencegah penglepasan enzim lisosom yang dapat
merusak jaringan. Steroid juga mencegah rejeksi dan presentasi antigen
oleh APC ke sel T, migrasi neutrofil, produksi IL- 1, IL-6 dan IL-2
(Baratawidjaja, 2009).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Transplantasi merupakan tindakan pilihan bila suatu alat atau jaringan tubuh yang
vital rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi atau rusak permanen akibat proses penyakit.
transplantasi merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau organ, disebut dengan
graft , dari satu individu dan memindahkannya ke individu yang lain. Individu yang
memberikan graft disebut dengan donor, sedangkan yang mendapatkan graft disebut
dengan resipien.
Transplantasi jaringan dari satu individu kepada resipien yang tidak identik secara
genetic menimbulkan respon imun spesifik yang disebut dengan penolakan graft
yang dapat menghancurkan graft.
DAFTAR PUSTAKA

 Baratawidjaja K, Rengganis I. Imunologi Dasar, Edisi Kedelapan. Jakarta: Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009.
 Abbas A, Lichtman A, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology, SixthEdition.
Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2007.
 Introductory immunology Basic conceps for interdisciplinary applications, Jeffrey K.
Actor

Anda mungkin juga menyukai