atau jaringan yang ditrasplantasi. Graft dapat diletakkan pada lokasi anatomis
merupakan cadaver (biasanya sudah mati batang otak pada manusia), living
dalam jumlah besar dengan resepien), atau living unrelated LURD (individu
Transplantasi organ sudah banyak digunakan dalam pengobatan dengan cara mengganti
organ dan jaringan yang tidak berfungsi dengan organ atau jaringan yang sehat. Secara
teknis transplantasi adalah proses mengambil sel, jaringan atau organ yang disebut graft
dari satu individu dan menempatkannya pada individu yang berbeda. Individu yang
memberikan graft disebut donor sedangkan individu yang menerima cangkok disebut
resipien atau host. Penggunaan transplantasi organ secara klinis untuk mengobati
penyakit pada manusia terus meningkat selama 45 tahun terakhir. Ada transplantasi sel
induk hematopoietik, ginjal, hati, jantung, paru, pancreas. Dulu yang menjadi masalah
dalam transplantasi adalah teknik pembedahan, tetapi saat ini yang menjadi masalah
Beberapa istilah dalam transplantasi yaitu autologous graft, graft singeneik, graft
Autologous graft adalah sebuah graft yang ditransplantasikan dari satu individu ke
individu yang sama. Graft singeneik adalah sebuah graft yang ditransplantasikan antara
dua individu yang secara genetik identik. Graft allogeneik adalah sebuah graft yang
ditransplantasikan antara dua individu yang secara genetik berbeda tetapi masih satu
spesies. Graft xenogeneik adalah sebuah graft yang ditransplantasikan antara individu-
sebagai molekul asing pada allograft. Xenoantigen adalah molekul asing pada xenograft.
Reaksi limfosit dan antibodi terhadap alloantigen atau xenoantigen disebut alloreaktif
atau xenoreaktif.
Transplantasi sel atau jaringan dari satu individu ke individu lain yang secara genetik
adaptif. Contoh pasien luka bakar yang mendapat donor kulit dari orang yang tidak ada
hubungan genetic seringkali gagal, masalah ini tampak 1-2 minggu setelah tindakan
menunjukkan molekul yang berperan terhadap reaksi penolakan yang kuat adalah major
kegagalan transplantasi, antibodi HLA kini dikenal sebagai epitop spesifik yang secara
struktural dapat didefinisikan melalui perbedaan asam amino antara alel-alel HLA.
Molekul MHC allogenik dari graft dapat disajikan untuk pengenalan oleh sel T resipien
melalui dua jalur berbeda yaitu jalur langsung dan jalur tidak langsung.
Dari sisi legalitas transplantasi organ atau donor organ di Indonesia, aturan hukumnya
sudah diatur melalui UU nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan serta PP nomor 18
tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi
Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Undang-undang ini memperbolehkan donor
adanya reaksi penolakan (graft mayoritas bersifat allograft) dan membutuhkan obat
tambahan yang bersifat penekan system imun (imunosupresi). Obat penekan sistem imun
ini pun beresiko terjadinya infeksi sekunder yang memperberat kondisi pasien. Oleh
karena itu pencegahan sebelum terjadinya kerusakan organ baik itu pencegahan bersifat
primer dan sekunder perlu diutamakan dalam pelayanan kesehatan. Dengan berfungsinya
https://www.uc.ac.id/fk/transplantasi-organ/
Penolakan Transplantasi
Penolakan transplantasi
Mikrograf yang menunjukkan
penolakan transplantasi paru-paru
transplantasi.[1]
Penolakan ini sendiri merupakan respons imun adaptif (melalui perantara sel T pembunuh
https://id.wikipedia.org/wiki/Penolakan_transplantasi
transplantasi adalah proses pemindahan suatu organ atau jaringan tubuh (graft) dari
jaringan atau organ yang rusak dengan organ donor yang sehat mampu untuk
meningkatkan kualitas hidup bagi banyak pasien. Transplantasi ginjal yang sukses untuk
Berdasarkan hubungan antara donor dan resipien, pemindahan jaringan/organ terbagi atas
spesies.
3. Isograft (Isogeneic Graft) / Syngeneic adalah proses pemindahan jaringan/organ
resipien, terletak dalam daerah Major Histocompability Complex (MHC). Pada manusia,
MHC terletak pada lengan pendek kromosom enam, sementara pada tikus terletak pada
kromosom tujuh belas. Letak gen spesifik pada kromosom yang mengode antigen
disebut HLA (Human Leukocyte Antigen). MHC class I dan II berperan penting dalam
transplantasi jaringan, semakin besar kecocokan antara donor dan resipien, semakin besar
Reaksi imun yang dapat menimbulkan penolakan terhadap transplan bersifat spesifik
yang disertai dengan memori. Contohnya adalah allograft pertama pada kulit ditolak
dalam 10–14 hari, maka allograft kedua dari individu yang sama dicangkokkan lagi maka
resipien akan menolak lebih cepat lagi yaitu dalam 5-7 hari (Baratawidjaja, 1991)
Reaksi penolakan ditimbulkan oleh sel T helper resipien yang mengenal antigen MHC
alllogeneic. Sel tersebut akan menolong sel T sitotoksik yang juga mengenal antigen
MHC allogeneic dan membunuh sel sasaran. Kemungkinan lain yaitu makrofag menuju
tempat transplan atas perintah limfokin dari sel T helper sehingga menimbulkan
endotil dan nekrosis. Selain itu adalah badan mengalami panas, leukositosis dan
yang terjadi pada resipien yang menerima transplan yang mismatch (tidak cocok)
atau yang menerima allograft dan pengobatan imunosupresif yang tidak efisien
dalam usaha mencegah penolakan. Penolakan dapat terjadi beberapa hari setalah
ginjal disertai rasa sakit, penurunan fungsi dan aliran darah, dan adanya se darah
dan protein dalam urin. Penolakan akut dapat dihambat dengan cara imunosupresi
beberapa bulan sesudah organ berfungsi normal dan disebabkan oleh sensitivitas
yang timbul terhadap antigen transplan. Jika terdapat infeksi maka akan
tidak banyak berguna karena kerusakan sudah terjadi. Contoh dari penolakan
kronik adalah gagal ginjal yang terjadi perlahan-lahan dan progresif karena terjadi
prolifersai sel inflamasi pada pembuluh darah kecil dan penebalan membran
glomerulus basal.
(isograft) dengan cepat diterima resipien dan berfungsi normal. Transplan organ
dari donor allogeneic akan diterima untuk sementara waktu dan mengalami
penolakan umumnya terjadi sesuai respons CMI. Reaksi yang terjadi adalah invasi
transplan oleh limfosit dan monosit melalui pembuluh darah dan menimbulkan
ditransfusikan kepada resipien yang allogeneic dan tidak ada yang menolaknya
maka sel tersebut bereaksi dengan hospes dan menimbulkan reaksi CMI
diberbagai tempat. Sel-sel yang diserang adalah sel MHC kelas II. Gejala dari
reaksi GvH adalah pembesaran kelenjar limfoid, limpa, hati, diare, radang kulit,
rambut rontok, berat badan menurun, dan meninggal. Kematian disebabkan oleh
kerusakan sel penjamu (punya antigen MHC kelas II) dan jaringan akibat respons
CMI yang berlebih. Reaksi GvH dapat terjadi akibat transplantasi sumsum tulang
kepada resipien dengan supresi sistem imun atau akibat transfusi darah segar
kepada neonatus yang imunodefisien. Hal tersebut mudah terjadi jika sebelum
imunokompeten tidak maksimal. Oleh karena itu penolakan normal oleh resipien
Uji Histokompatibilitas (Histocompability testing) adalah uji untuk menentukan dari tipe
MHC class I dan class II pada jaringan/organ yang akan ditransplantasi, baik pada donor
maupun resipien. HLA tissue typing adalah indentifikasi dari antigen Kompleks
Histokompabilitas Mayor (MHC) kelas I dan II pada limfosit dengan teknik serologis dan
selular. Class-I typing melibatkan reaksi antara sel limfosit yang ingin diuji dengan
antisera dari HLA yang telah diketahui spesifitasnya dengan kehadiran komplemen.
Class-II typing mendeteksi antigen HLA-DR mengunakan preparasi sel B yang telah
dipurifikasi. Pengujian tersebut didasarkan pada disrupsi membran sel limfosit yang
terhadap HLA dari limfosit yang akan diuji, dan ditambah dengan komplemen kelinci dan
pewarna vital. Metode ini digunakan untuk pengujian organ transplan seperti
derajat relatif dari histokompabilitas antara pendonor dan resipien (Cruse & Lewis 2003)
Tes cross-match (Cross-matching test) adalah salah satu metode pengujian yang
antigen HLA pendonor menggunakan serum dari pasien dan sel limfosit pendonor. Hasil
tes cross-match yang positif menjadi kontraindikasi terhadap transplantasi, hal ini karena
hasil dari tes cross-match dapat diasosiasikan dengan episode penolakan yang tak
terkontrol, yang berujung pada kehilangan jaringan permanen (irreversible graft loss)
dengan cara menekan respon imun tubuh resipien. Obat-obatan yang digunakan untuk
Delves 2001)
Referensi:
Eddy, A.A. 2000. Molecular basis of renal fibrosis. Children’s Hospital and
15:290-301.
Grace, P.A., Neil R.B. 2006. At A Glance Ilmu Bedah Third Edition. Erlangga.
Jakarta.
Juliana, I.M., Jodi S.L. 2007. Komplikasi Paska Transplantasi Ginjal. J Peny
;164:1373-88.
Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang
Ramanathan R., Srinadh E.S., Ramanan V., Basarge N., Kumar A. 2013. Surgical
4.
Ajar
Underwood, J.C.E. 1994. Patologi Umum Dan Sistematik Vol.1 Edisi 2. Penerbit