Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

Anatomi Fisiologi Hepar


Tujuan Disusunnya Makalah Ini untuk Memenuhi Tugas Anatomi
Fisiologi

DOSEN MATA KULIAH

Dr.drg.Masriadi, S.K.M., S.Kg., S.Pd.I., M.Kes., MH.

DISUSUN OLEH

 CITRA NAWIRAEDA 14120200020


 ARSYSTRY FIRDANI 14120200022
 MARWANDA 14120200021
 RAHDIATUL HADAWIA 14120200011

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PRODI IL5MU KESEHATAN MASYARAKAT

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

yang telah memberi rahmat dan ridho-Nya kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Pengaruh Kekurangan Zat Gizi Terhadap Anemia Defisiensi

Besi pada Wanita”. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum

sempurna dan masih banyak kekurangan yang ada. Oleh sebab

itu, saran dan masukan dari rekan – rekan akan sangat berguna

dan berarti bagi penulis untuk dapat menyempurnakan makalah

ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………….

LATAR BELAKANG…………………………..

RUMUSAN MASALAH………………………..

TUJUAN………………………………………..

MANFAAT……………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………..

 Defenisi Hati………………………………
 Anatomi Fisiologi Hati………………………
 Fungsi Hati…………………………………..
 Jenis Sel Dasar Hati………………………….
 Sistem Billier………………………………….
 Enzim Hati……………………………………..
 Cara Kerja Hati………………………………..
 Fibrosis Hati…………………………………….
 Patogenitas Fibrosis Hati………………………..
 Kematian Sel……………………………….

BAB III PENUTUP…………………………………..

KESIMPULAN…………………………………

SARAN……………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hati merupakan salah satu organ pencernaan dan juga

termasuk dalam sistem ekskresi manusia. Hati memiliki

banyak sekali fungsi yang penting bagi tubuh, karena hati

mengatur segala proses metabolisme dalam tubuh. Kerusakan

pada hati akan berakibat fatal bagi tubuh.

Beberapa penyakit hati dapat digolongkan ke dalam

penyakit kronis dan juga ada yang dapat disembuhkan. Perlu

penanganan yang khusus bagi para penderita kelainan hati.


1.2. RUMUSAN MASALAH

1.) Apa definisi hati (hepar) itu?

2.) Bagaimana fungsi dari hati?

3.) Apa saja penyakit kerusakan hati dan bagaimana kelainan

itu?

1.3. TUJUAN

1.) Untuk menginformasikan kepada pembaca tentang definisi

dari hepar atau hati.

2.) Untuk memberi penjelasan kepada tentang fungsi hati.

3.) Untuk menginformasikan apa saja penyakit atau kelainan

pada kerusakan hati..

1.4. MANFAAT

1.) Agar pembaca dapat mengetahui dan mengenali apa itu

hati.

2.) Agar pembaca dapat mengetahui fungsi hati.

3.) Agar pembaca tahu bagaimana penyakit – penyakit

kerusakan hati itu


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hepar ( hati ) merupakan kelenjar terbesar di tubuh,

dengan berat 1,5 kg atau lebih. Hati menampung semua bahan

yang diserap dari usus, kecuali lemak, melalui vena porta.

Hati merupakan pusat dari metabolisme tubuh. Dalam hati

terjadi proses – proses sintesa, modifikasi, penyimpanan,

pemecahan serta ekskresi dari berbagai macam zat yang

dibutuhkan untuk hidup. Hati memiliki fungsi yang sangat

beragam dan rumit.

Hati diliputi simpai jaringan ikat fibrosa (Glisson) dan

membentuk septa jaringan ikat tipis yang masuk ke dalam hati

dari porta hepatis dan membagi – bagi hati dalam lobus dan

lobulus. Sel – sel parenkim hati (hepatosit) tersusun berupa

lempengan saling berhubungan dan bercabang, membentuk

anyaman tiga dimensi. Diantara lempengan – lempengan ada


sinusoid darah (mirip kapiler darah). Penampang hati tampak

berlobuli segienam. Di sudut – sudut lobuli terlihat lebih

banyak jaringan ikat, yang mengandung cabang – cabang

vena porta, cabang arteri hepatika, dan duktus biliaris (saluran

empedu). Daerah ini disebut daerah portal (kanal portal).

Di dalam hati terdapat beberapa macam lobulus : lobulus

klasik (lobulus hati), labulus portal, dan asinus hati (unit

fingsional). Lobulus klasik dibatasi oleh daerah portal

(biasanya hanya tampak tiga dari enam sudutnya) dan

dipusatnya terdapat lubang, yaitu vena sentralis yang

menampung darah dari sinusoid. Jadi, darah mengalir dari

daerah portal (cabang vena porta dan cabang arteri hepatika)

ke dalam sinusoid, lalu ke vena sentralis. Sebaliknya empedu,

yang diekskresi sel – sel hati, mengalir melalui kanalikuli

biliaris ke duktis biliaris di daerah portal. Lobulus portal

mempunyai daerah portal sebagai daerah pusatnya, dan

bersudutkan tiga vena sentralis. Jadi lobulus ini terdiri atas

jaringan yang menyalurkan empedu ke dalam duktus biliaris

di daerah portal. Asinus hati (unit fungsional), seperti halnya


lobulus portal, tidak jelas batas – batasnya. Tidak semua sudut

dari lobulus klasik ada daerah portalnya. Daerah yang tidak

memiliki daerah portal ini tetap mendapat darah dari asinus

hati. kedua sudut belah ketupatnya adalah vena sentralis.

2.2. Anatomi Fisiologi Hati

Unit fungsional dari hati adalah lobulus yang berbentuk

silindrik dengan panjang beberapa milimeter dan dengan

diameter 0,8 – 2 mm. Dalam hati manusia terdapat 50000 –

100000 lobuli tersebut. Lobuli hati tersusun di sekeliling vena

sentralis yang mengalirkan darah ke arah vena hepatika dan

selanjutnya menuju vena cava inferior. Lobuli itu sendiri pada

dasarnya tersususn atas beberapa lembaran yang terdiri dari

sel – sel hati yang menyebar secara radial dari vena sentralis

seperti jari – jari roda. Tiap lembaran tersebut biasanya

tersusun setebal 2 sel hati. di antara sel – sel hati yang

berdekatan serta diantara lembaran sel – sel hati tersebut

terdapat saluran empedu kecil (bile kanalikuli) yang bermuara

dalam saluran empedu yang lebih besar dalam septa antara


dua lobulus hati yang berdekatan. Di dalam septa sersebut

juga terdapat venula porta yang menerima darah dari vena

porta. Dari venula ini darah mengalir ke cabang – cabang

sinusoid yang terletak di antara lembaran – lembaran sel hati,

dan dari sini darah mengalir ke vena sentralis. Dengan

demikian, sel – sel hati akan mendapat darah dari vena porta

secara terus – menerus. Selain venula porta, di dalam septa

interlobulerjuga terdapat arteriola hepatika. Arteriola ini

sebagian memberikan darah kepada jaringan septa dan

sebagian lagi menuju sinusoid.

Sinusoid venula dibatasi oleh dua jenis sel, yaitu sel

endotil yang khas dan sel – sel Kupfer yang sebenarnya

adalah sel retikuloendotil yang mampu mengadakan

fagositosis kuman – kuman atau benda – benda asing yang

ada dalam darah. Sel – sel endotil yang membatasi sinusoid

venosa tersusun sedemikian rupa sehinggan dinding dari

sinusoid itu sangat “porous”. Dibawah dinding sinusoid ini,

yaitu di antara sel – sel endotil dengan sel – sel hati terdapat

satu ruangan yang amat sempit yang disebut rongga dari


Disse. Karena “porousnya” dinding sinusoid tersebut, maka

zat – zat yang ada dalam plasma dapat bergerak dengan bebas

ke dalam rongga disse. Bahkan protein plasma pun dapat

bebas berdifusi ke dalam rongga tersebut.

Di dalam septa interlobuler juga terdapat sejumlah besar

saluran getah bening terminal yang mempunyai hubungan

langsung dari rongga Disse. Dengan demikian, cairan yang

berlebihan yang ada dalam rongga dari Disse akan dialirkan

melalui saluran getah bening tersebut.

2.3. Fungsi Hati

Dalam garis besar, fungsi hati dibagi menjadi 4 macam,

yaitu :

1) Fungsi Vaskuler : untuk menimbun dan melakukan

filtrasi darah.

Setiap menit mengalir 1200 cc darah portal ke dalam

hati melalui sinusoid hati, seterusnya darah mengalir ke

vena sentralis menuju vena hepatika untuk selanjutnya

masuk ke dalam vena cava inferior. Selain itu, dari


arteria hepatika mengalir masuk kira – kira 350 cc

darah. Darah arterial ini akan masuk ke dalam sinusoid

dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa,

jumlah aliran darah ke hati diperkirakan sekitar 1500 cc

tiap menit. Aliran darah ke hati ini dapat diukur dengan

cara menempatkan alat pengukur elektromagnetik

dalam arteria hepatika dan vena porta secara langsung.

2) Fungsi Ekskretorik : membentuk empedu dan

mengekskresikannya ke dalam usus. Hati mengekresi

zat – zat yang berasal dari dalam sel hati, misalnya

bilirubun, kolesterol, garam empedu dan sebagainya ke

dalam empedu. Di samping itu, ke dalam empedu juga

diekskresi zat – zat yang berasal dari luar tubuhmisalnya

logam – logam berat, beberapa macam zat warna

(termasuk BSP) dan sebagainya.

Fungsi ini diukur dengan beberapa tes, misalnya :

bilirubin serum, bilirubin urin, urobilinogen dalam urin,

stercobilin dalam tinja, dan asam empedu. Disamping


itu, fungsi ini juga diukur dengan menyuntikkan bahan

– bahan dari luar yang mengalami proses yang hampir

sama dengan bilirubin, misalnya dengan BSP, ICG dan

Rose Bengal Radioaktif.

Bahan – bahan tersebut pada umumnya disuntikkan

dengan dosisi tertentu dan kemudian diukur kadarnya

dalam dalam darah dalam waktu tertentu setelah

penyuntikan.

3) Fungsi metabolik : untuk metabolisme karbohidrat,

lemak, protein, vitamin, dan juga untuk memproduksi

tenaga.

- Metabolisme Karbohidrat

Dalam metabolisme karbohidrat, hati berfungsi

sebagai tempat penyimpanan karbohidrat, tempat

mengubah galaktosa menjadi glukosa, tempat

terjadinya glukogenesis dan tempat pembentukan zat

– zat kimia penting yang merupakan hasil antara


dalam metabolisme karbohidrat. Hati mempunyai

fungsi buffer glukosa, bila glukosa dalam darah

berlebihan, maka glukosa akan diambil oleh hati dan

ditimbun sebagai glikogen, sebaliknya bila glukosa

dalam darah berkurang maka glikogen akan dipecah

menjadi glukosa kembali. Pada seorang penderita

dengan kelainan hati yang cukup parah, setelah

makan sejumlah besar karbohidrat maka kadar

glukosa dalam darahnya akan meningkat tiga kali

lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan kadar

glukosa orang normal.

- Metabolisme Lemak

Walaupun metabolisme lemak dapat terjadi pada

hampir semua sel tubuh, tetapi beberapa aspek

tertentu dalam metabolisme lemak terjadi lebih cepat

di dalam sel hati. beberapa fungsi khas dari hati

dalam metabolisme lemak adalah :


 Oksidase beta dari asam lemak dan pembentukan

asam lemak asetosetat yang sangat tinggi.

 Pembentukan lipoprotein.

 Pembentukan kolesterol dan fosfolipid dalam

jumlah yang sangat besar.

 Perubahan karbohidrat dan protein menjadi

lemak dan asam lemak dalam jumlah yang

sangat besar.

Untuk memperoleh tenaga dari lemak netral,

maka lemak tersebut harus dipecah terlebih dahulu

menjadi gliserol dan asa lemak. Kemudian dengan

cara oksidasi beta maka asam lemak tesebut dipecah

mejadi radikal asetil yang kemudian membentuk

asetil koenzim A. Asetik Co-A ini kemudian akan

ikut siklus krebs dan menghasilkan tenaga yang

besar. Karena hati tidak bisa menggunakan

keseluruhan asetil Co-A yang dihasilkan, maka

sebagian akan diubah menjadi asam asetoasetat yang


merupakan kondensasi dari dua molekul asetil Co-A.

Asam asetoasetat ini merupakan suatu asam yang

sangat larut dalam asam itu akan keluar dari dalam

sel hati menuju cairan ekstraseluler dan akhirnya

masuk ke dalam peredaran darah. Jaringan yang

membutuhkan akan mengambil asam aseto asetat

ini, kemudian akan diubah menjadi asetil Co-A dan

kemudian menjadi tenaga.

- Metabolisme Protein

Fungsi utama hati dalam metabolisme protein

adalah:

 Deaminasi asam amino.

 Pembentukan urea untuk membersihkan cairan

tubuh dari amoniak.

 Sintesa dari protein plasma

 Interkonversi di antara asam – asam amino yang

berbeda dan senyawa – senyawa lain yang


penting dari proses – proses metabolik dari

tubuh.

Untuk bisa dimanfaatkan dalam bentukan tenaga

atau untuk dapat diubah menjadi karbohidrat

maupun lemak, maka asam – asam amino harus

mengalamai deaminasi terlebih dahulu.

Pembentukan urea dalam hati dangat penting,

artinya untuk mengambil amoniak dari dalam tubuh.

Seperti diketahui, amoniak merupakan zat yang

toksik dan berasal dari banyak sumber yaitu dari hati

sendiri sebagai hasil samping katabolisme asam

amino, dari usus dan dari ginjal. Sintesa urea terjadi

dalam hati dengan mengikutsertakan beberapa

macam asam amino yaitu ornithine, citruline,

arginine dan asam aspartat, melalui siklus krebs.

4) Fungsi pertahanan tubuh : hati merupakan suatu alat

tubuh dimana dilakukan detoksifikasi dari bahan –


bahan yang beracun yang dilakukan dengan jalan

konjugasi, reduksi, metilasi, asetilasi, oksidasi dan

hidroksilasi. Di samping itu, fungsi pertahanan tubuh

dilakukan oleh sel – sel kupfer baik dengan fagositosis

langsung, maupun dengan pembentukan antibodi.

- Fungsi detoksifikasi

Hati memegang peranan kuncu dalam

detoksiikasi dari berbagai macam bahan, bail yang

berasal dari luar tubuh misalnya racun atau obat –

obatan, ataupun bahan yang berasal dari dalam

tubuh sendiri misalnya hormon – hormon, amoniak

dan lain sebagainya.

- Fungsi detoksifikasi dilakukan dengan dua cara,

yaitu:

 Dengan konjugasi yang mengubah senyawa –

senyawa yang tidak larut dalam air menjadi larut,

sehingga dengan demikian senyawa itu dapat

diekresikan ke dalam empedu maupun air seni


dan dikeluarkan dari tubuh. Proses ini dicapai

dengan menkonjugasikan senyawa tersebut

dengan asam glukoronid, sulfat, dan lain-lain.

 Inaktivasi dari senyawa – senyawa yang toksis

dengan cara reduksi, oksidasi, hidroksilasi,

metilasi dan asetilasi.

- Fungsi perlindungan

Sel – sel kupfer yang terdapat pada dinding sinusoid

hati mempunyai kemampuan fagositosis yang sangat

besar sehingga dapat membersihkan sampai 99%

dari kuman – kuman yang ada dalam vena porta

sebelum darah menyebar melewati seluruh sinusoid.

Selain itu, sel kupler juga mampu mengadakan

fagositosis terhadap benda – benda lain misalnya

pigmen – pigmen sisa jaringan, dan lain sebagainya.

Selain itu sel kupler menghasilkan iminoglobulin

yang merupakan alat penting dalam

penyelenggaraan kekebalan humoral. Selain itu,


dihasilkan berbagai macam antibodi yang timbul

pada berbagai kelainan hati tertentu, misalnya anti

mitokondrial antibody (AMA), smooth muscle

antibody (SMA), dan antinclear antibody (ANA).

Jenis Sel Dasar Pada Organ Hepar


Sel Hepatosit

 Hepatosit membentuk sekitar 80% dari sel-sel di hati.


 Hepatosit adalah sel epitel polihedral besar, dengan bulatan
besar yang terletak dalam inti (2 atau lebih)
 Dikelompokkan dalam lempeng yang saling berhubungan
yang disusun menjadi ribuan lobulus polihedral kecil
 Menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen, juga vitamin
B12, asam folat dan zat besi
 Berpartisipasi dalam pertukaran dan transportasi lipid.
 Mensintesis beberapa protein plasma (albumin, globulin α
dan β, protrombin, fibrinogen
 Memetabolisme / detoksifikasi lemak
 Berpartisipasi dalam pertukaran hormon steroid.
 Mengatur kadar kolesterol
 Mensekresikan empedu (sampai 1 liter per hari)

 Sel Penyimpan Lemak (sel ITO)


 Berada di dekat hepatosit (dalam ruang perisinusoidal, tidak
dalam lumen!)
 Menyimpan sekitar 80% dari pasokan tubuh vitamin A dan
berbagai lipid lainnya (dalam kondisi normal)
 Dalam kondisi abnormal, sel-sel stellata yang diaktifkan
sangat responsif terhadap faktor pro-fibrogenik seperti
transformasi pertumbuhan ß faktor (TGF-ß).
         Berkembang biak dalam menanggapi faktor-faktor seperti
faktor penurunan platelet (PDGF)

 Sel kupffer
 Melekat pada endothelium sinusoidal (dalam lumen
sinusoid), terutama di dekat daerah Portal (= triad portal)
 Membersihkan darah tertelan bakteri patogen yang dapat
masuk ke dalam darah portal dari usus
 Menghapus eritrosit tua dan heme untuk digunakan kembali
 Bertindak sebagai sel antigen dalam kekebalan adaptif
 Merekrut sitokin dan kemokin serta memperluas populasi
sel proinflamasi lainnya di hati.

Sel endotel Hati

 Membentuk dinding pembuluh darah (sinusoid) yang


membawa darah ke seluruh hati
 Membentuk lapisan tunggal dengan ruang antara masing-
masing sel yang dikenal sebagai fenestra, yang memungkinkan
aliran efisien bahan penting untuk lulus dari darah ke hepatosit
dan sebaliknya
 Kaya enzim lisosom yang dibutuhkan untuk menurunkan
bahan endositosis

Sel Punca
Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada hati masih terdapat
jenis sel lain yaitu sel intra-hepatik yang sering disebut sel oval,
dan hepatosit duktular.Regenerasi hati
setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel
progenitor intra-hepatik dan sel punca ekstra-hepatik
(hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi
hepatosit. Namun dalam kondisi saat proliferasi hepatosit
terhambat atau tertunda, sel oval yang berada di area periportal
akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi hepatosit
dewasa. Sel oval merupakan bentuk diferensiasi dari sel
progenitor yang berada pada area portal dan periportal,
atau kanal Hering, dan hanya ditemukan saat hati
mengalami cedera. Proliferasi yang terjadi pada sel oval akan
membentuk saluran ekskresi yang menghubungkan
area parenkima tempat terjadinya kerusakan hati
dengan saluran empedu. Epimorfin, sebuah morfogen yang
banyak ditemukan berperan pada banyak organ epitelial,
nampaknya juga berperan pada pembentukan saluran empedu
oleh sel punca hepatik. Setelah itu sel oval akan terdiferensiasi
menjadi hepatosit duktular. Hepatosit duktular dianggap
merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan:
        metaplasia duktular dari hepatosit
parenkimal menjadi epitelium biliari intra-hepatik
        konversi metaplasia dari epitelium duktular menjadi hepatosit
parenkimal
        diferensiasi dari sel punca dari silsilah hepatosit
tergantung pada jenis gangguan yang menyerang hati.Pada
model tikus dengan 70% hepatektomi, dan induksi regenerasi
hepatik dengan asetilaminofluorena-2, ditemukan bahwa sel
punca yang berasal dari sumsum tulang belakang dapat
terdiferensiasi menjadi hepatosit, dengan mediasi hormon G-
CSF sebagai kemokina dan mitogen. Regenerasi juga dapat
dipicu dengan D-galaktosamina.
 SYSTEM BILIER
Fungsi utama dari system bilier adalah sebagai tempat
penyimpanan dan saluran cairan empedu ( transportasi empedu
dari hepar ke usus halus, mengatur aliran empedu, storage
(penyimpanan) dan pengentalan dari empedu ). Empedu di
produksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Empedu
terdiri dari garam empedu, lesitin dan kolesterl merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah
bilirubin, asam lemak dan garam anorganik. Di luar waktu
makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu
dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi
Empedu sendiri yaitu :
1.   Berperan utk penyerapan lemak yaitu dalam bentuk emulsi,
juga penyerapan mineral. Contoh : Ca, Fe, Cu
2.   Merangsang sekresi enzim (Contoh: lipase pankreas)
    3. Penyediaan alkalis utk menetralisir asam lambung di
duodenum
    4. Membantu ekskresi bahan-bahan yang telah dimetabolisme di
dalam hati

Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor , yaitu


sekresi empedu oleh hati , kontraksi kandung empedu dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa produksi akan
dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi , sfingter relaksasi dan empedu
mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu
seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran
empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.
Hormon kolesistokinin (CCK) dari selaput lendir usus halus
yang disekresi karena rangsang makanan berlemak atau produk
lipolitik di dalam lumen usus, merangsang nervus vagus ,
sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Demikian CCK
berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu
setelah makan, Empedu yang dikeluarkan dari kandung empedu
akan dialirkan ke duktus koledokus yang merupakan lanjutan dari
duktus sistikus dan duktus hepatikus. Duktus koledokus
kemudian membawa empedu ke bagian atas dari duodenum,
dimana empedu mulai membantu proses pemecahan lemak di
dalam makanan. Sebagian komponen empedu diserap ulang
dalam usus kemudian dieksresikan kembali oleh hati.

ENZIM HATI
1.      Alanine aminotransferase ( ALT )
adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. Enzim ini biasanya
terkandung dalam sel-sel hati. Jika hati terluka,sel-sel hati
menumpahkan enzim-enzim kedalam darah, menaikan tingkat-
tingkat enzim dalam darah dan menandai kerusakan hati.
Aminotransferase-aminotransferase mengkatalisasi reaksi-reaksi
kimia dalam sel - sel dimana suatu  kelompok amino ditransfer
dari suatu  molekul donor ke suatu molekul penerima. ALT
adalah enzim yang dibuat dalam sel hati ( hepatosit ), jadi lebih
spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain.
Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada
selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan
peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan
oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan
penyakit pada saluran cairan empedu.
2.      AST (Enzim aspartate aminotransferase )
adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung,
ginjal dan otak. Jadi tes inikurang spesifik untuk penyakit hati.
Dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALTdan
AST akan serupa.
3.      Fosfatase alkali
meningkat pada berbagai jenis penyakit hati, tetapi peningkatan
ini juga dapatterjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait
dengan hati. Fosfatase alkali sebetulnya adalahsuatu kumpulan
enzim yang serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan
selaput dalamhati, tetapi juga ditemukan dalam banyak jaringan
lain. Peningkatan fosfatase alkali dapat terjadi bila saluran cairan
empedu dihambat karena alasan apa pun. Di antara yang lain,
peningkatan pada fosfatase alkali dapat terjadi terkait dengan
sirosis dan kanker hati.
4.      GGT
sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain
yang beracun pada hatisecara berlebihan. Enzim ini dibuat dalam
banyak jaringan selain hati. Serupa dengan fosfatasealkali, GGT
dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran
cairan empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT
dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati,
bahkan juga pada orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai
reaksi pada beberapaobat dan zat, termasuk alkohol, jadi
peningkatan GGT kadang kala ( tetapi tidak selalu ) dapat
menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis
sebagai pengganti gula.

Cara Kerja Hati


1. Dalam Proses Ekskresi
 Hemoglobin dipecah menjadi zat besi, globin, dan hemin.
zat besi, diambil & disimpan dlm hati, yg nantinya dikembalikan
k sumsum tlg blkg
globulin, digunaan lg utk metabolisme protein, membentk
hemoglobin baru
hemin, diubah menjadi bilirubin & biliverdin. dikeluarkan ke
usus 12jari n di oksidasi mnjd urobilin, yg mnjd pewarna coklat
pd feses.

2. Pengikatan Racun
arginin asam amino arginin -> as. amino ortinin + urea
asam amono ortinin mengikat NH3 n CO2 yg bersifat racun bagi
tubuh
asam amino ortinin diubah mnjd as. amino sitrulin.
asam amino sitrulin + NH3 -> as. amino
(ulang lagi prosesnya)
shg akn trus dihasilkan urea, yg dibuang ke ginjal, utk
dikeluarkan besama urin.
racun -> urea -> dikeluarkan dari tubuh.

FIBROSIS HATI
Penyakit hati kronis adalah penyakit hati yang berlangsung lebih
dari enam bulan.36 Pada fibrosis hati terbentuknya jaringan ikat
yang terjadi sebagai respon terhadap cedera hati, diawali oleh
cedera hati kronis ditandai oleh aktivasi Hepatic Stellate Cells
(HSC) dan produksi berlebih komponen Matriks Ekstraseluler
(MES). Penumpukan protein matriks ekstraseluler yang
berlebihan akan menyebabkan gangguan arsitektur hati, terbentuk
jaringan ikat yang diikuti regenerasi sel hepatosit.2,6 Bila fibrosis
berjalan secara progresif, dapat menyebabkan sirosis hati 1,2,3,4.
Penentuan derajat fibrosis mempunyai peranan penting dalam
hepatologi karena pada umumnya penyakit hati kronis
berkembang menjadi fibrosis dan dapat berakhir menjadi sirosis.
Selain penting untuk prognosis, penentuan derajat fibrosis hati
dapat mengungkapkan riwayat alamiah penyakit . 1,2 dan faktor
faktor resiko yang berkaitan dengan progresifitas penyakit untuk
dijadikan panduan variasi terapi antifibrotik Patogenesa fibrosis
hati merupakan proses yang sangat kompleks yang melibatkan sel
stellata hati (HSC) sebagai sel utama, sel kupffer, lekosit,
berbagai mediator, sitokin, growth factors dan inhibitor, serta
berbagai jenis kolagen.

II.7.A. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya fibrosis


hati.
Transformasi sel normal menjadi sel yang fibrotik merupakan
proses yang sangat rumit. Terdapat interaksi antara HSC dengan
sel-sel parenkimal, sitokin, growth factor, berbagai protease
matriks beserta inhibitornya dan MES. 1,2,3.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya fibrosis hati.
1. Cedera hati
2. Inflamasi yang ditandai oleh Universitas Sumatera Utara a.
Infiltrasi dan aktivasi dari berbagai sel seperti : netrofil, limfosit,
trombosit dan sel-sel endotelial, termasuk sel kupffer. a.
Pelepasan berbagai mediator, sitokin, growth factor, proteinase
berikut inhibitornya dan beberapa jenis substansi toksik seperti
reactive oxygen spesies (ROS) dan peroksida lipid.
3. Aktivasi dan migrasi sel HSC ke daerah yang mengalami
cedera.
4. Perubahan jumlah dan komposisi MES akibat pengaruh HSC
serta pengaruh berbagai sel, mediator dan growth factor.
 5. Inaktivasi HSC, apoptosis serta hambatan apoptosis oleh
berbagai komponen yang terlibat dalam perubahan MES.

Patogenitas Fibrosis hati


Fibrosis hati adalah terbentuknya jaringan ikat yang terjadi
sebagai respon terhadap cedera hati, diawali oleh cedera hati
kronis yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, ketergantungan
alkohol, nonalkoholik steatohepatitis dan penyebab lainnya.
Fibrosis hati terjadi dalam beberapa tahap. Jika hepatosit yang
rusak mati, diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom
dan pelepasan sitokin dari matriks ekstrasel. Sitokin ini bersama
dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel kupffer di
sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, limfosit dan
monosit). Berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin kemudian
dilepaskan dari sel kupffer dan dari sel inflamasi yang terlibat.
Faktor pertumbuhan dan sitokin ini selanjutnya :
 - Mengubah sel HSC penyimpan lemak di hati menjadi
miofibroblas
 - Mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrofag aktif
- Memicu prolifrasi fibroblas
Aksi kemotaktik transforming growth factor β (TGF- β) dan
protein kemotaktik monosit (MCP-1), yang dilepaskan dari sel
HSC (dirangsang oleh tumor necrosis factor α (TNF-α), platelet-
derived growth factor (PDGF), dan interleukin akan memperkuat
proses ini, demikian pula dengan sejumlah zat sinyal lainnya.
Akibat sejumlah interaksi ini (penjelasan yang lebih rinci belum
dipahami sepenuhnya), pembentukan matriks eksraseluler
ditingkatkan oleh miofibroblas dan fibroblas, yang berarti
peningkatan penimbunan kolagen (Tipe I, III, IV), proteoglikan
(dekorin, biglikan,lumikan, agrekan), dan glikoprotein
(fibronektin, laminin, tenaskin dan undulin) di ruang disse.
Fibrinolisis glikoprotein di ruang disse menghambat pertukaran
zat antara sinusoid darah dan hepatosit, serta meningkatkan
resistensi aliran di sinusoid . Jumlah matriks yang berlebihan
dapat dirusak (mula-mula oleh metaloprotease), dan hepatosit
dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas di pusat
lobulus hati, pergantian struktur hati yang sempurna
dimungkinkan terjadi. Namun jika nekrosis telah meluas
menembus parenkim perifer lobulus hati, akan terbentuk septa
jaringan ikat. Akibatnya, regenerasi fungsional yang sempurna
tidak mungkin lagi terjadi dan akan terbentuk nodul yang dikenal
dengan sirosis.

Aktivasi sel HSC


Terjadinya fibrosis hati dimulai dengan aktivasi HSC yang dibagi
dalam beberapa fase,walaupun pada kenyataannya proses ini
berlangsung simultan dan tumpang tindih.

A. Fase inisiasi
Merupakan fase aktivasi HSC menjadi miofibroblas yang bersifat
proliferatif, fibrogenik dan kontraktil. Terjadi induksi cepat
terhadap gen HSC akibat rangsangan dari parakrin yang berasal
dari sel-sel inflamasi, hepatosit yang rusak, sel-sel duktus biliaris
serta perubahan awal komposisi MES. Perubahan-perubahan
tersebut menyebabkan HSC responsif terhadap berbagai sitokin
dan Universitas Sumatera Utara stimulasi lokal lainnya. Pada fase
inisiasi ini, setelah cedera pada sel hati, terjadi stimulasi parakrin
terhadap HSC oleh sel-sel yang berdekatan dengan HSC seperti
sel endotelial dan hepatosit serta sel kupffer, platelet dan lekosit
yang menginfiltrasi lokal cedera hati. Stimulasi parakrin berupa :
1. Inflamasi akibat pelepasan berbagai sitokin seperti IL-1, IL-4,
IL-5, IL-6, IL-13 yang terutama di hasilkan oleh limfosit TH2,
pelepasan berbagai sitokin, faktor-faktor nekrosis dan interferon
yang dihasilkan oleh sel kupffer.
2. Oksidasi, terutama oleh reactive oxygen (ROS) dan peroksida
lipid yang dihasilkan oleh netrofil dan sel kupffer.
Oksidanoksidan tersebut meningkatkan sintesis kolagen oleh
HSC.
3. Pelepasan dan aktivitas berbagai growth factors yang terutama
dihasilkan oleh sel kupffer yang teraktivasi oleh sel-sel endotelial
lainnya.
4. Pengeluaran proteinase
5. Gangguan reseptor HSC. Peroxisome proliferator activated
reseptor yang terdapat pada reseptor HSC.

B. Fase “pengkekalan” (perpetuation phase)


Terjadi respon selular akibat proses inisiasi. Pada fase ini terjadi
berbagai reaksi yang menguatkan fenotip sel aktif melalui
peningkatan ekspresi berbagai faktor pertumbuhan dan responnya
yang merupakan hasil rangsangan autokrin dan parakrin, serta
akselerasi remodelling MES. Fase ini sangat dinamis dan
berkesinambungan.
 Fase pengkekalan ini merupakan hasil stimulasi parakrin dan
autokrin, meliputi tahap proliferasi, fibrogenesis, peningkatan
kontraktilitas, pelepasan sitokin proinflamasi, kemotaksis,
retinoid loss dan degradasi matriks.
Tahap akhir dari fase pengkekalan adalah degradasi matriks,
yuang diatur oleh keseimbangan antara matrix metalloproteinase
(MMP) dan antagonisnya yaitu TIMP (tissue inhibitor
metalloproteinase). Degradasi MES terdiri dari degradasi
restoratif yang merusak kelebihan jaringan parut, dan yang
menyebabkan degradasi patologik adalah MMP- 2 dan MMP-9
dimana kedua enzim ini merusak kolagen tipe IV, serta membran
type metalloproteinase 1 dan 2 ( aktivator MMP-2)
C. Fase resolusi
Pada fase ini jumlah HSC yang aktif berkurang dan integritas
jaringan kembali normal. Terjadi 2 keadaan pada fase ini yaitu
reversi, dimana terjadi perubahan HSC aktif menjadi inaktif dan
apoptosis. Pada cedera hati apoptosis dihambat oleh berbagai
faktor dan komponen matriks yang terlihat dalam proses
inflamasi, dimana yang berperan penting dalam menghambat
apoptosis adalah IGF-1 dan TNF-γ.

Perubahan Matriks Ekstraseluler


Pada jaringan hati normal terdapat MES yang merupakan
kompleks yang terdiri dari tiga group makromolekul yakni
kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Makromolekul utama
adalah group kolagen yang paling dikenal pada fibrosis hati,
terdiri dari kolagen interstisial atau fibrillar (kolagen tipe I,III)
yang memiliki densitas tinggi dan kolagen membran basal
(kolagen tipe IV) yang memiliki densitas rendah di dalam ruang
Disse. Kolagen terbanyak pada jaringan hati yang normal adalah
kolagen tipe IV.
Pada fibrogenesis terjadi peningkatan jumlah MES 3 sampai 8
kali lipat, dimana kolagen tipe I dan tipe III menggantikan
kolagen tipe IV.
Glikoprotein adhesif yang dominan adalah laminin yang
membentuk membran basal dan fibronektin yang berperan dalam
proses perlekatan, diferensiasi dan migrasi sel. Proteoglikan
merupakan protein yang berperan sebagai tulang punggung MES
dalam ikatannya dengan glikosaminoglikan. Pada fibrogenesis
terjadi peningkatan fibronektin, asam hialuronat, proteoglikan
dan berbagai glikokonjugat. Pembentukkan jaringan fibrotik
terjadi karena sintesis matriks yang berlebihan dan penurunan
penguraian matriks. Penguraian matriks tergantung kepada
keseimbangan antara enzim-enzim yang melakukan degradasi
matriks dan inhibitor enzim-enzim tersebut. Akumulasi MES
lebih sering berawal dari ruang Disse perisinusoid terutama pada
metabolic zone 3 di asinus hati (perivenous) menuju fibrosis
perisentral.

 Kematian Sel Hati


Struktur dan fungsi hati yang normal tergantung pada
keseimbangan antara kematian sel dan regenerasi sel. Kematian
sel hati dapat terjadi melalui dua proses, yakni nekrosis dan
apoptosis. Pada nekrosis yang merupakan keadaan yang diawali
oleh kerusakan sel, terjadi gangguan integritas membran plasma,
keluarnya isi sel dan timbulnya respon inflamasi. Respon ini
meningkatkan proses penyakit dan mengakibatkan bertambahnya
jumlah sel yang mati.
Mekanisme apoptosis merupakan respon tubuh untuk
menyingkirkan sel yang rusak, berlebihan maupun sel yang sudah
tua. Terjadi fragmentasi DNA sedangkan organel sel tetap viabel.
Saat dibutuhkan tambahan hepatosit, sel hati yang inaktif
dirangsang oleh berbagai mediator termasuk sitokin untuk masuk
kedalam fase G1 dari siklus mitosis sel, dimana berbagai faktor
pertumbuhan termasuk nuclear factors yang merangsang sintesis
DNA, keadaan ini disebut regenerasi. Pada keadaan sirosis hati
terjadi regenerasi secara cepat dan berlebihan sehingga nodul
nodul beregenerasi. Pada kerusakan hati yang luas, hepatosit
dapat dihasilkan oleh sel-sel yang berhubungan dengan duktus
biliaris yang disebut dengan sel oval dan dari stemsel
ekstrahepatik seperti sumsum tulang.

Kelainan Pada Hati


a. Hepatitis

Hepatitis adalah radang hati yang disebabkan oleh

virus. Virus hepatitis ada beberapa macam, misalnya

virus hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis C. Hepatitis


yang disebabkan oleh virus hepatitis B lebih berbahaya

daripada hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis

A.

1) Hepatitis A

Virus hepatitis A biasanya berkembang dengan baik

dalam sel hati, virus tersebut masuk ke dalam usus

melalui empedu kemudian dikeluarkan melalui

kotoran. Virus tersebut kemudian ditularkan melalui

makanan yang tidak bersih atau terkontaminasi atau

tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air

besar. Virus ini tidak ditularkan melalui air liur atau

air seni.

Gejala – gejala hepatitis A :

- Mual

- Muntah

- Kehilangan nafsu makan

- Demam ringan
- Kelelahan

- Nyeri sendi
Hepatitis A dapat diobati dengann cara hidup sehat

dan pola makan yang baik, serta dengan konsultasi ke

dokter. Pencegahannya dapat dengan suntikan

immuno globulin sampai dengan vaksinasi.

2) Hepatitis B

Hepatitis B lebih berbahaya daripada hepatitis A.

Virus hepatitis B menyebabkan infeksi menahan pada

sekitar 300 juta orang diseluruh dunia.

Hepatitis B dapat ditularkan melalui darah, jarum

suntik, hubungan seks dan melalui kelahiran. Setiap

orang yang tinggal dan atau memiliki hubungan

dengan orang yang terinfeksi virus hepatitis B ini

harus mendapat vaksinasi. Vaksinasi juga wajib

diberikan bagi para tenaga kesehatan yang memiliki

kemungkinan kontak secara langsung dengan

penderita hepatitis B.
b. Penyakit Kuning

Penyebab : Penyakit kuning disebabkan oleh

tersumbatnya saluran empedu yang mengakibatkan

cairan empedu tidak dapat dialirkan ke dalam usus dua

belas jari, sehingga  masuk ke dalam darah dan warna

darah menjadi kuning. Kulit penderita tampak pucat

kekuningan, bagian putih bola mata berwarna

kekuningan, dan kuku jaripun berwarna kuning. Hal ini

terjadi karena di seluruh tubuh terdapat pembuluh darah

yang mengangkut darah berwarna kekuningan karena

bercampur dengan cairan empedu.

c. Sirosis Hati

Penyebab :

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah lanjut

dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat

banyaknya jaringan ikat di dalam hati. Sirosis hati

dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang

berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena


penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran

empedu.

Penyembuhan  :

Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan

untuk mengobati komplikasi yang terjadi (seperti

muntah dan berak darah, asites/perut membesar, mata

kuning serta koma hepatikum).

d. Hati Berlemak

Penyebab :

Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak

melebihi 5 % dari berat hati atau mengenai lebih dari

separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering

berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis

hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi

alkohol berlebih disebut ASH (Alcoholic

Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol disebut

NASH (Nonalcoholic Steatohepatitis).


e. Kanker Hati

Penyebab  :

Kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada

jaringan hati. Kanker hati yang banyak terjadi adalah

Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC merupakan

komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis,

terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C

dan hemochromatosis.

f. Koletasis dan Jaundice

Penyebab :

Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan

memproduksi dan pengeluaran empedu. Lamanya

menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya

penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus,

juga adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan

kolesterol di hati. Adanya kelebihan bilirubin dalam

sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada

kulit, membran mukosa dan bola mata disebut jaundice.


Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna

urin menjadi lebih gelap, sedangkan faeces lebih

terang.
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh,
terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di
bawah diafragma. Hati juga merupakan organ tubuh yang
paling besar dan paling kompleks. Berdasarkan fungsinya,
hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hati berbentuk
seperti baji dan merupakan pabrik kimia pada tubuh
manusia. Hati manusia terbagi menjadi 2 bagian yaitu lobus
kanan dan lobus kiri.
Secara anatomi, hati dapat dibahagikan kepada
empat lobus yaitu lobus kanan (right lobe), lobus kiri (left
lobe), caudate lobe, dan quadrate lobe. Lihat
gambar untuk penerangan yang lebih jelas.
Fungsi hati adalah  hati menghasilkan empedu
(bilus) yang mengandung zat sisa dari perombakan eritosit
di dalam limpa, menyimpan gula dalam bentuk glikogen,
mengatur kadar gula darah, tempat pembentukan urea dari
ammonia, menawarkan racun, membentuk vitamin A dari
provitamin A dan tempat pembentukan fibrinogen
protrombin.
Fungsi utama dari system bilier adalah sebagai
tempat penyimpanan dan saluran cairan empedu.
Enzim pada hati yaitu Alanine aminotransferase
( ALT ), AST ( Enzim aspartate aminotransferase ) ,
Fosfatase alkali,  GGT.

III.2 SARAN
Hati merupakan organ yang sangat penting bagi manusia.
Terkadang banyak orang yang tidak memperhatikan kesehatan
hati mereka. Mereka tidak tahu bahwa hati memiliki fungsi yang
sangat penting dalam tubuh manusia. Dengan makalah ini
diharapkan para pembaca lebih bisa menjaga hati mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula; Anatomy

and Physiology:an

easy learner. Alih bahasa, Palupi Widyastuti.

Jakarta : EGC, 2003.

Sievert, William, Melvyn G. Korman, Terry Bolin. Segala

Sesuatu Tentang

Hepatitis;The Hepatitis Alphabet. Alih bahasa, Surya

Satyanegara. Jakarta:EGC, 2010.

Tambayong, Jan. Anatomi & Fisiologi untuk Keperawatan.

Jakarta : EGC, 2001.

Mashudi, Sugeng. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar.

Jakarta : Salemba

Medika, 2011. No telp. (021)7818616.

Soemohardjo, Soewignjo, dkk. Tes Faal Hati. Bandung : Alumni,

1983. Kotak

pos 272 ,Bandung.


Makhrudy, Husein. Anatomi Fisiologi Hati dan Empedu.(online)

from:

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk perawat eds


10. Jakarta : EGC
Evelyn C. Pearce. 2005. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis.
Jakarta : PT. Gramedia
http://www.scribd.com/doc/165375249/Enzim-Hati diunduh
pukul 4.15 tanggal 16.10.13
Nurachman, Elly, dkk. 2011. Dasar – Dasar Anatomi dan
Fisiologi. Jakarta: Salemba Medika
Nurhayati, Nunung. 2006. IPA BIOLOGI BILINGUAL untuk
SMP/MTs. Kelas IX.Bandung: PT. Yrama Widya
Saktiyono. 2006. IPA BIOLOGI SMP dan MTs. Kelas IX.
Jakarta: Esis
Karnota, Bambang K. 2006. FOKUS BIOLOGI. Jakarta: PT.
Erlangga
Saktiyono. 2006. IPA BIOLOGI SMP dan MTs. Kelas VIII.
Jakarta: Esis
http://nh-inspiration.blogspot.com/2013/01/fungsi-dan-
pengertian-hati-pada-manusia.html

Guyton & Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC


                Nurachmah, Elly., Rida Angriani. 2011. Dasar-dasar
Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Salemba Medika.
                   Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk
Perawat  eds 10. Jakarta : EGC
                Evelyn C. Pearce. 2005. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai