Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SITOHISTOTEKNOLOGI
PEMBUATAN DAN PEWARNAAN PREPARAT
JARINGAN USUS

DOSEN PENGAMPU
Surati, ST, M.Si.Med

Disusun oleh:
DYANA ARYANINGTYAS
P1337434117047
TINGKAT III REGULER A

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


D III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah,
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Dalam makalah ini penulis membahas “Pembuatan dan Pewarnaan Preparat
Jaringan Usus”, suatu pembahasan tentang pencernaan manusia, anatomi dan
histologidari usus, kemudia pembuatan preparat jaringan usus serta pearnaan
H&E. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas semester pendek mata
kuliah Sitohistoteknologi dengan dosen pengampu Ibu Surati, ST, M.Si.Med
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran
mata kuliah Sitohistoteknologi. Dan penulis juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan
demi sempurnanya makalah ini.

Semarang, 30 Oktober 2019

Penulis

Dyana Aryaningtyas

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………. 2

Daftar isi ……………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah ……………………………………………... 4
C. Tujuan…………………………………………………………... 4
D. Manfaat…………………………………………………………. 4

BAB II ISI

A. Pencernaan………………..…….………………………………. 5
B. Usus Halus………………………….…………………………... 6
C. Usus Besar……………………………………………………… 9
D. Sitohistoteknologi……………………....……………………… 11
E. Cara Pembuatan Sediaan Sitohistoteknolog Usus..…..………… 12
F. Contoh Hasil Pewarnaan Usus dengan H&E…...……………… 14

BAB III PENUTUP

A. Simpulan…………………………………………………........... 17
B. Saran…………………………………………………………..... 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan
fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit dan merupaka salah
satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil
pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu. Histopatologi dapat
dilakukan dengan mengambil sampel jaringan kemudian
membandingkannya dengan jaringan sehat. Dengan membandigkan kedua
jarinan tersebut dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-
benar menyerang atau tidak.
Sitology adalah ilmu yang mempelajari sel. Sitology berasal dari
bahasa yunani yaitu cytos dan logos. Cytos berarti sel dan logod berarti
ilmu. Hal-hal yang dipelajari dalam biologi sel yaitu mencakup sifat-sifat
fisiologi sel seperti struktur dan organel yang terdapat di dalam sel,
lingkungan dan antaraksi sel, daur hidup, pembelahan sel hingga kematian
sel.
Pemeriksaan sitohisto dilakukan dengan membuat preparat jaringan dari
organ yang diduga mengalami gangguan. Kemudian preparat tersebut
diwarnai agar lebih udah iamati dan lebih mudah membedakan setiap
bagiannya. Untuk praktikum atau percobaan penelitian, biasanya sampel
yang digunakan yaitu hewan coba yang diberikan perlakuan khusus dan
kmudian diambil organnya sesuai kebutuhan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pencernaan manusia?
2. Bagaimana anatomi dan histologi dari usus halus?
3. Bagaimana anatomi dan histologi dari usus besar?
4. Bagaimana cara pembuatan preparat jaringan dan pewarnaan HE?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui sistem pencernaan manusia
2. Mengetahui anatomi dan histologi dari usus halus
3. Mengetahui anatomi dan histologi dari usus besar
4. Mengetahui cara pembuatan preparat jaringan dan pewarnaan HE

D. Manfaat

4
1. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca.
2. Lebih memahami tentang sitohistoteknologi.

BAB II

ISI

A. Pencernaan
Sistem pencernaan manusia adalah sebuah sistem yang membantu
manusia dalam mencerna makanan dan minuman yang dikonsumsinya
menjadi zat yang lebih mudah di cerna oleh tubuh dan diambil berbagai
kandungan di dalamnya yang berguna untuk organ dalam dan bagian
tubuh secara keseluruhan. Sistem pencernaan manusia meliputi proses
memasukan makanan ke dalam mulut (injesti), proses mengubah makanan
menjadi kecil dan lembut oleh gigi (pencernaan mekanik), proses
mengubah molekul makanan kompleks menjadi sederhana oleh enzim,
asam, ‘bile’ dan air (pencernaan kimiawi), penyerapan nutrisi dan
pembuangan kotoran (proses penyingkiran)

Bagian- bagian utama saluran pencernaan pada manusia diantaranya:


1. Mulut
2. Kerongkongan
3. Lambung
4. Usus halus
5. Usus besar
6. Anus
Proses pencernaan diawali dengan masuknya makanan ke dalam mulut
yang kemudian melalui proes pengunyahan agar menjadi halus lalu
diteruskan ke dalam lambung secara sedikit demi sedikit melalui

5
kerongkongan. Setelah berada di lambung makanan akan dilakukan proses
pencernaan kimiawi yang berkaitan dengan enzim dalam lambung.
Makanan akan berada dalam lambung selama kurang lebih 3 atau 4 jam.
setelah itu diteruskan ke usus halus, pada usus halus inilah nantinya
makanan itu akan dipilah dari kandungan yang diperlukan tubuh dan sisa
makanan diteruska ke dalam usus besar dan di ubah menjadi feses.
Sedangkan kandungan makanan yang masih diperlukan oleh tubuh
disebarkan ke berbagai bagian tubuh yang memerlukannya. Setelah sisa
makanan menjadi feses maka akan diteruskan ke rektum saat sudah penuh
dan dikeluarkan melalui anus.
B. Usus Halus
Usus halus adalah tempat terminal untuk pencernaan makanan, absorpsi
nutrisi dan sekresi endokrin. Usus halus merupakan bagian terpanjang dari
traktus gastrointestinalis dan terbentang dari ostium pyloricum gaster
sampai plica ileocaecale. Struktur berupa tabung ini panjangnya sekitar 6-
7 meter dengan diameter yang menyempit dari permulaan sampai ujung
akhir yang terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum.
1. Duodenum
a. Anatomi
Bagian pertama dari usus halus adalah duodenum. Duodenum
merupakan tabung berbentuk c dengan panjang diperkirakan 25cm
dimulai dari sfingter pylorus lambung hingga flexura
duodenojejunalis. Struktur ini terletak retroperitoneal kecuali
bagian awalnya yang dihubungkan dengan hepar oleh suatu
ligamentum hepatoduodenal, yang merupakaan bagian dari
omentum minus. Duodenum terbagi menjadi 4 bagian yaitu pars
superior duodeni, pars descendens duodeni, pars inferior duodeni,
pars ascendens duodeni.
b. Histologi
Dinding dari duodenum terdiri atas 4 lapisan. Lapisan pertama
adalah lapisan mukosa dengan muskularis mukosa, lamina propia
serta epitel. Lapisan kedua adalah jaringan ikat submukosa dengan
kelenjar duodenal (brunner). Lapisan ketiga adalah dua lapis otot
polos pada muskularis eksterna. Lapisan terakhir adalah serosa
peritoneum visceralis.
Usus halus memiliki beberapa ciri seperti jari yang disebut vili,
lapisan sel epitel kolumner berjajar dengan mikrovili yang
membentuk striated borders, dan kelenjar intestinal yang tubular
dan pendek (kripte lieberkuhn). Vili merupakan mukosa yang
mengalami modifikasi. Diantara vili terdapat intervillous space.

6
Setiap vili berisi inti yaitu lamina propria, serabut otot polos yang
menonjol dari muskularis mukosa ke vili, dan pembuluh limfatik
sentral yaitu lacteal.
Karakteristik duodenum
1) Memiliki glandula brunner pada lapisan submukosa.
Glandula ini akan memproduksi senyawa alkaline dengan
pH 8,8 hingga 9,3 untuk menetralkan kimus yang bersifat
asam dari lambung.
2) Vili duodenum luas dan pendek seperti daun (leaflike
shape)
3) Duodenum dkelilingi lapisan serosa inkomplit dan lapisan
adventitianya lebih luas dari lapisan serosa.
4) Duodenum mengumpulkan empedu dan sekresi pancreas
dari saluran empedu dan duktus pancreas. Sfingter oddi
terdapat pada ampula terminal dari dua duktus yang saling
berhubungan.
5) Dasar dari kripte liberkuhn terdapat sel paneth

2. Jejunum
a. Anatomi
Jejunum merupakan bagian kedua dari usus halus, dimulai dari
flexura duodenojejunalis dimana trakus gastrointestinalis kembali
menjadi intraperitoneal. Sebagian besar jejunum berada di kuadran
kiri atas abdomen dan lebih besar diameternya serta memiliki
dinding yang lebih tebal dibandingkan ileum. Lapisan bagian
dalam mukosa jejunum ditandai dengan adanya banyak lipatan
menonjol yang mengelilingi lumennya. Karakteristik unik jejunum
adalah adanya arcade arteriae yang kurang jelas dan vasa recta
yang lebih panjang dibandingkan dengan yang ada di ileum.
b. Histologi

7
Histologi duodenum segmen bawah, jejunum, dan ileum,
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan duodenum
segmen atas. Hanya kelenjar duodenal (brunner) yang hanya
terdapat pada submukosa duodenum segmen atas dan tidak
ditemukan di jejunum maupun ileum.
Inti dari plica circularis dibentuk oleh jaringan ikat padat
submukosa yang terdapat arteri dan vena di dalamnya. Usus halus
dikelilingi oleh muskularis eksterna yang tersusun atas otot polos
sirkuler dan longitudinal. Diantara vili-vili terdapat kelenjar
intestinal. Di dasar kelenjar intestinal terdapat sel paneth yang
merupakan kelenjar eksokrin memproduksi lisozim. Sel paneth
juga memiliki fungsi fagositosis dengan demikian sel ini memiliki
fungsi penting untuk mengontrol flora mikroba pada usus halus.
Karakteristik jejunum
1) Vilinya memiliki bentuk yang mirip dengan jari tangan.
2) Jejunum tidak memiliki glandula brunner pada lapisan
submukosa.
3) Plaque peyeri pada lamina propria dapat ada, tetapi tidak
sedominan sepeti ileum.
4) Sel paneth dapat ditemukan pada dasar kripte liberkuhn.

3. Ileum
a. Anatomi
Ileum merupakan bagian ketiga dari usus halus yang akan
berakhir pada ileocecal junction. Dibandingkan dengan jejunum,
ileum memiliki dinding yang lebih tipis, lipatan-lipatam mukosa
yang lebih sedikit dan kurang menonjol, vasa recta yang lebih
pendek, lemak mesenterium lebih banyak, dan lebih banyak arcade
arteriae.
b. Histologi

8
Ileum memiliki karakteristik yaitu agregasi dari nodul limfatik
yang disebut plaque peyeri. Setiap plaque peyeri adalah agregasi
dari beberapa nodul limfatik yang berada pada dinding ileum
berlawanan dengan penempelan mesenterium. Sebagian besar dari
nodul limfatik menampilkan sentrum germinativum. Nodul
limfatik umumnya bersatu dan batas antara keduanya menjadi
sukar dibedakan. Nodul limfatik berasal dari jaringan limfatik pada
lamina propia. Plaque peyeri mengandung banyak limfosit B,
beberapa limfosit T, makrofag, dan sel plasma. Tidak terdapat vili
pada area lumen usus halus dimana nodul mencapai permukaan
mukosa.
Karakteristik ileum
1) Plaque peyeri, folikel limfoid (nodul) ditemukan pada mukosa
dan merupakan bagian dari submukosa.
2) Tidak terdapat glandula brunner
3) Vilinya menyerupai jari tangan, tetapi lebih pendek
dibandingkan jejunum
4) Sel paneth dapat ditemukan pada dasar kripte lieberkuhn.

C. Usus Besar
1. Anatomi
Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix
vermiformiis, colon , rectum dan canalis analis. Caecum adalah bagian
pertama usus besar dan beralih menjadi colon ascendens. Panjang dan
lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa
iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale.
Appendix vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk
cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal
peralihan ileosekal. Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15
cm, dan terbentang dari caecum sampai ke permukaan visceral dari
lobus kanan hepar untuk membelok ke kiri pada flexura coli dextra

9
untuk beralih menjadi colon transversum. Pendarahan colon
ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui arteri ileocolica
dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica superior. Vena
ileocolica dan vena colica dextra, anak cabang mesenterika
superior, mengalirkan balik darah dari colon ascendens.
Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling
besar dan paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada
mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya
antara 45-50 cm. Pendarahan colon transversum terutama terjadi
melalui arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior,
tetapi memperoleh juga darah melalui arteri colica dextra dan arteri
colica sinistra. Penyaluran balik darah dari colon transversum
terjadi melalui vena mesenterica superior.
Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon
descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke
fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi colon sigmoideum.
Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum. Panjangnya
kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Rectum
adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah
kaudal rectum beralih menjadi canalis analis.
2. Histologi
Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub
mukosa, muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel
selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis
mukosa. Usus besar tidak mempunyai plika dan vili, jadi mukosa
tampak lebih rata daripada yang ada pada usus kecil. Submukosa di
bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai
pembuluh darah dan saraf. Tampak kedua lapisan otot di muskulus
eksterna. Baik kolon tranversum maupun kolon sigmoid melekat
ke dinding tubuh oleh mesenterium, oleh karena itu, serosa
menjadi lapisan terluar pada kedua bagian kolon ini. Di dalam
mesenterium terdapat jaringan ikat longgar, sel-sel lemak,
pembuluh darah dan saraf.

10
D. Sitohistologi
Sitohistoteknologi terdiri dari sito yang berarti sel dan hito yang
berarti jaringan. Jadi sitohistoteknologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari sel-sel dan jaringan tubuh sebagai upaya untuk
mendiagnosa adanya kelainan-kelainan dalam tubuh, diagnosis
histositopatologi sampai saat ini masih merupakan kunci dalam
diagnose sebagian besar penyakit. Ketepatan diagnosis histopatologi
dan sitopatologi tergantung pada penanganan dan pengolahan bahan
pemeriksaan yang baik sehingga dapat diinterpretasi serta dapat
dikembangkan lebih lanjut untuk pemeriksaan molekuler dan genetic,
kompetensi dasar dokter spesialis patologi anatomi, kompetensi dasar
tenaga laboratorium/ analis laboratorium.
Untuk membantu mempermudah pengamatan dilakukan staining
yaitu mewarnai preparat dengan pewarnaan tertentu. Dalam
pewarnaan ini sel dan komponen dalam jaringan akan menangkap
molekul-molekul zat warna, tidak menimbulkan partikel-partikel zat
warna pada jaringan, sehingga jaringan tampak tranparan, biasaya
digunakan pewarnaan H&E (Hematoxylin Eosin)
Pewarnaan H&E prinsipya inti sel berwarna asam akan menarik zat
atau larutan yang bersifat basa, maka inti akan berwarna biru atau
ungu dari zat hematoxylin. Sitoplasma bersifat basa akan menarik zat
atau larutan yang bersifat asam, maka sitoplasma akan berwarna
merah dari zat eosin.

11
E. Cara Pembuatan Sediaan Sitohistoteknolog Usus
Praktikum atau percobaan sitohistoteknologi sering menggunakan
hewan coba untuk melihat adanya kelainan pada organ tubuh. Contoh
hewan yang sering dijadikan hewan coba yaitu tikus, kelinci, katak,
marmut, mencit. Biasanya pada praktikum hewan coba akan diberikan
perlakuan khusus. Setelah itu dilakukan perlakuan khusus maka dilakukan
pembedahan untuk diambil organnya. Pada kali ini kita akan membahas
tentang usus. Setelah dilakukan pembedahan maka dilakukan pembuatan
slide dengan cara sebagai berikut
1. Fixation
a. Specimen berupa potongan organ telah dipotong secara representatif
kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.
b. Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali.
2. Trimming
a. Organ dikecilkan hingga ukuran ±3mm.
b. Potongan organ tersebut dimasukkan kedalam tissue cassette.
3. Dehidrasi
a. Mengeringkan air dengan meletakkan tissue cassette pada kertas tisu
b. Dehidrasi dengan
1) Alkohol 70% selama 0,5 jam
2) Alkohol 80% selama 0,5 jam
3) Alkohol 90% selama 0,5 jam
4) Alkohol 96% selama 0,5 jam
5) Alkohol absolut selama 1 jam
6) Alkohol absolut selama 1 jam
7) Alkohol absolut selama 1 jam
8) Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam
4. Clearing
Untuk membersihkan sisa alkohol dilakukan clearing dengan xylol I
dan II masing-masing selama 1 jam.
5. Impregnansi
Impregnansi dilakukan dengan menggunakan paraffin selama 1 jam
dalam oven suhu 65oC.
6. Embending
a. Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan memanaskan
beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.
b. Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam
cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas 58oC
c. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.

12
d. Dipindahkan satu persatu dari tissue casette ke dasar pan dengan
mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya.
e. Pan dimasukkan ke dalam air
f. Paraffin yang berisi potongan usus dilepaskan dari pan dengan
dimasukkan ke dalam suhu 4-6oC beberapa saat.
g. Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan
menggunakan scalpel/ pisau hangat.
h. Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan dibuat
ujungnya sedikit meruncing
7. Cutting
a. Pemotongan dilakukan di ruangan dingin
b. Sebelum dipotong blok didinginkan dahulu di lemai es
c. Dilalukan pemotongan kasar lalu dilanjutkan dengan pemotongan
halus dengan ketebalan 4-5 mikron. Pemotongan dilakukan
menggunakan rotary microtome dengan disposable knife.
d. Dipilih lembaran potonganyang paling baik, kemudian dimasukkan
ke dalam waterbath suhu 60oC. Setelah paraffin sedikit hilang ambil
dengan objek glass dengan posisi seperti menyendok. Pastikan posisi
jaringan ditengah-tengah slide atau pada sepertiga atas atau bawah.
e. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada incubator selama 24 jam
hingga jaringan melekat sempurna.
8. Pewarnaan Hematoksilin Eosin
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide dipilih slide yang
terbaik selanjutnya secara berurutan masukkan ke dalam zat kimia
dibawah ini.
a. Dilakukan deparafinisasi
1) Larutan xylol I selama 5 menit
2) Larutan xylol II selama 5 menit
3) Ethanol absolut selama 1 jam
b. Hydrasi
1) Alkohol 96% selama 2 menit
2) Alkohol 90% selama 2 menit
3) Alkohol 80% selama 2 menit
4) Alkohol 70% selama 2 menit
5) Alkohol 50% selama 2 menit
6) Air selama 10 menit
c. Pulasan
1) Haris Hematoksilin selama 15 menit
2) Bilas air mengalir
3) Celupkan pada hcl 0,5% 1-2 kali.

13
4) Carbonat 0,5% selama 1-2 menit
5) Bilas air 1 menit
6) Eosin selama 1-3 menit
d. Dehidrasi
1) Alkohol 70% selama 2 menit
2) Alkohol 80% selama 2 menit
3) Alkohol 90% selama 2 menit
4) Alkohol 96% selama 2 menit
5) Alkohol absolut slama 2 menit
e. Penjernihan
1) Xylol I selama 2 menit
2) Xylol II selama 2 menit
9. Mounting
Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan diatas tisu tepat datar,
ditetesi dengan bahan mounting yaitu entelan dan ditutup dengan deck
glass. Cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.
10. Pengamatan
Kemudian slide diamati dengan menggunkan mikroskop.

F. Contoh Hasil Pewarnaan Usus Menggunakan HE

Jaringan duodenum dengan Jaringan jejunum dengan


pewarnaan HE pewarnaan HE

14
Jaringan ileum dengan Jaringan usus ikan garing
pewarnaan HE dengan pewarnaan HE

Jaringan usus ikan garing


dengan pewarnaan HE

Jaringan ileum pada babi dengan pewarnaan HE

15
Jaringan ileum pada babi dengan pewarnaan HE

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sitohistoteknologi adalah suatu ilmu yang mempelajari sel-sel dan
jaringan tubuh sebagai upaya untuk mendiagnosa adanya kelainan-
kelainan dalam tubuh, diagnosis histositopatologi sampai saat ini
masih merupakan kunci dalam diagnose sebagian besar penyakit.
Untuk mengamati jaringan usus maka dilakukan pembuatan jaringan
usus dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin. Dimana inti akan
berwarna biru atau ungu karna menyerap hematoxylin dan sitoplasma
berwarna merah karena menyerap eosin.
B. Saran
Untuk menambah pengetahuan bisa membaca makalah atau jurnal
lain yang berisi tentang jenis-jenis pewarnaan preparat
sitohistoteknologi dan memahami cara pewarnaannya .

17
DAFTAR PUSTAKA

Salamadian. 2016. Sistem Pencernaan Pada Manusia. Diakses pada


https://salamadian.com/sistem-pencernaan-manusia-penjelasan-lengkap/ (28
Oktober 2019)

Ananto, Arif Sigit. 2018. Pengaruh Pemberian Minyak Jelantah Terhadap


Perbedaan Rerata Kerusakan Gambaran Histologi Jaringan Usus Halus Tikus
Jantan (Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley. Bandar Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Diakses pada http://digilib.unila.ac.id (28
Oktober 2019)

Siagian, Yessy Anatalia. 2016. Gambaran Histologis dan Tinggi Vili Usus Halus
Bagian Ileum Ayam Ras Pedaging yang di Beri Tepung Daun Kelor (Moringa
oleifera) dalam Ransum. Makassar: Program Studi Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Diakses pada http://repository.unhas.ac.id
(28 Oktober 2019)

ND Hartono. 2018. Anatomi dan Histologi Usus Halus. Semarang: Universitas


Diponegoro. Diakses pada http://eprints.undip.ac.id (28 Oktober 2019)

18

Anda mungkin juga menyukai