Anda di halaman 1dari 7

PARASIT DAN PENYAKIT IKAN

Acanthocephala (Echynorhynchus)

KELOMPOK 16
PERIKANAN - B
RIFQI ABDUROHMAN
INTAN NADIFAH
GILANG FAJAR
EKA AGUSTINA

230110140114
230110140096
230110140127
230110140110

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

I.

Klasifikasi Acanthocephala

Klasifikasi Acanthocephala (Kohlreuther, 1771):


Kingdom

: Animalia

Subkingdom : Eumetazoa
Phylum

: Acanthocephala

Superphylum : Platyzoa
Order

: Archiacanthocephala
: Eouacanthocephala
: Palaecanthocephala

Genus

: Echynorhynchus

Gambar 1. Echinorhynchus
II.

Ciri Morfologi
Acanthocephala berasal dari bahasa yunani Acanthos "duri" dan Kephale "kepala"

merupakan invertebrata sepanjang hidupnya sebagai parasit. Acanthocephala disebut juga


sebagai cacing kepala duri, bagian kepala cacing Acanthocephala yang disebut proboscis.
Probosis dilengkapi duri berkait, dan leher dapat ditarik masuk ke dalam badan bagian
anterior. Protrudible proboscis bahwa biasanya ditutup dengan berduri kait (maka nama
umum: cacing kepala berduri). Kepala ini dikenakan cincin kait bengkok yang diatur dalam
baris horizontal, dan dengan kait ini membantu melekatkan dirinya ke jaringan dari inangnya.
Mungkin kait berjumlah dua atau tiga, bentuk biasanya lebih panjang dan sepanjang kepala,

dengan beberapa baris lebih kokoh, hidung pendek kait di sekitar dasar kepala. Kepala yang
digunakan untuk menembus dinding usus. Belalai yang berongga dipisahkan dari rongga
tubuh oleh septum atau selubung belalai.

Gambar 2. Bagian kepala berduri (probosis) cacing Acanthocephala


Bentuk tubuh Acanthocephala adalah selindris memanjang ukurannya kurang lebih
1-2 cm, kecuali jenis Gigantorhynhus figas 10-65 cm. Jumlah spesies 1.150 telah diuraikan.
Jenis host (inang) Acanthocephala sebagai medium di antranya adalah Invertebrata,
vertebrata, burung dan mamalia. Duri yang terdapat pada proboscis merupakan senjata yang
berbentuk seperti mata kail berfungsi sebagai pengait dan menempelkan dirinya pada bagian
usus host (inang). Acanthocephala adalah jenis parasit yang sangat kompleks siklus hidupnya,
dikatakan kompleks karena mampu hidup dalam jaringan fisiologi hostnya serta mempunyai
kemampuan hidup tanpa oksigen (anaerob). Artikel pertama tentang phylum Acantocephala
ditulis pertama kali adalah ilmuan asal Italia yakni : Francesco Redi pada tahun 1684,
kemudian

pada

tahun

1771

oleh

Koelreuther

mengusulakan

namanya

"Acanthocepala, Muller independetly memanggil mereka Echinorhynchus pada tahun


1776. Rudolphi tahun 1809 secara resmi beri nama mereka Acanthocephala.

Gambar 3. Ciri Morfologi Acanthocephala

Acanthocephala merupakan salah satu kelompok aschelminthes yang semua


anggotanya hidup sebagai endoparasit yang memerlukan dua hospes dalam daur hidupnya.
Stadium dewasa muda hidup sebagai parasit pada crustasea dan insekta, sedangkan stadium
dewasanya hidup di dalam saluran pencernaan vertebrata, khususnya ikan . Pada yang
dewasa, tubuhnya dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : probosis, leher, dan badan. Tubuh
pada umumnya berukuran kecil yaitu hanya mencapai beberapa cm. Individunya bersifat
diesis, organ kelamin jantan dan betina terpisah. Reproduksinya dengan cara seksual
(kopulasi), dan fertilisasinya internal. Pada umumnya acanthocephala tidak mempunyai
sistem ekskretori yang khusus, dinding tubuhnya tidak dilapisi oleh kutikula, dan mempunyai
otot sirkular dan longitudinal, sistem sirkulasinya dengan sistem saluran lakuna.
III.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang disebabkan oleh parasit genus Echynorhynchus
lebih menyerang kepada organ dalam seperti usus, misalnya jika telur
dimakan arthropoda, maka larva Echynorhynchus akan keluar

dari

cangkang dan menembus dinding usus inang perantara, untuk kemudian


menetap di dalam hemocoel. Apabila kemudian ada ikan, burung atau
mamalia (carnivora) memakan arthropoda yang mengandung larva
Echynorhynchus tersebut, maka cacing tersebut akan menempel pada
dinding usus dengan bantuan probosis yang berduri. Cacing endoparasit
yang

membutuhkan

inang

perantara

sebelum

mencapai

inang

utama. Dalam jumlah yang besar, Acanthocephala genus Echynorhynchus


dapat merusak dinding usus binatang vertebrata.
IV. Siklus Hidup
Secara umum distribusi Acanthocephala secara geografis melalui inang (host)
mereka, sehingga dapat kita prediksi penyebaran dan distribusi secara merata atau tidak
tergantung pada penyebaran hostnya. Acanthocephala memiliki siklus hidup yang kompleks,
melibatkan beberapa host pada tahap perkembangannya. Hospes awal pertama adalah
moluska. Dalam hospes perantara Acanthocephala bergerak masuk melalui rongga tubuh ke
dalam usus, kemudian pada tahap ini akan melakukan transformasi infektif. Parasit kemudian
dilepaskan pada tahap dewasa oleh hospes pertama ketika dilepaskan parasit ini akan
membentuk dirinya seperti bulatan sehingga host berikutnya menelannya sebagai makanan

hingga ke usus, dalam usus parasit ini akan berkembang hingga dewasa. belalai atau duri
yang terdapat pada proboscis akan berkembang hingga menancap diding usus host lebih lama
semakin kuat. Pada tahap ini semua organ siap untuk bereproduksi sebab kecepatan tumbuh
dan berkembang lebih matang, kemudian tumbuh dan berkembang pula organ seksnya.
Cacing jantan akan melakukan hubungan seks menggunakan eksresi kelenjar ke alat kelamin
betina, kemudian perkembangan embrio pada betina dan terjadilah siklus kehidupan baru.
Struktur alat reproduksi pada Acanthocephala bagian belakang belalai ke arah
belakang tubuh (ekor) yang disebut ligamen. Pada jantan, terdapat dua testis yang berada
pada bagian sisi. Pada saat vas terbuka akan menghasilkan tiga diverticula atau seminales
vesiculae. Pada jantan juga memiliki tiga pasang kelenjar segmen dibagian belakang alat
kelamin (testis), yang mensekresi kesaluran deferentia vasa. Kemudian menjulur keluar pada
saat posterior terbuka. Sedangkan pada betina terdapat sel telur, seperti pada alat reprodukisi
pada jantan berbentuk bulat memanjang sepanjang ligamen. Sejumlah ovarium masuk
melalui saluran rongga ke tubuh dan kemudian mengapung besama fluida. Kemudian, telur
dibuahi sehingga terbentuknya embrio muda di dalam rahim. Pada saluran rahim terdapat dua
lubang kecil yang terletak pada bagian punggung, sehingga embrio yang lebih matang akan
melewati kedua lubang ini ke rahim, kemudian telur keluar melalui saluran tubuh. Bagaimana
dengan ovarium ataupun embrio yang lebih muda melewati kedua lubang sehingga tidak
mengendap didalamnya, jika berhasil lolos melalui rongga ke tubuh atau keluar melalui
terbukanya kedua lubang kecil punggungnya. Embrio yang lolos pada induknya akan keluar
bersamaan dengan kotoran pada melalui saluran pencernaan inangnya.
V.

Pengendalian
Pengendalian untuk mengurangi terinfeksinya oleh parasit Achantochephala yaitu

dengan cara melakukan beberapa pendekatan, seperti :


1. Pendekatan lingkungan dilakukan dengan menjaga kualitas air supaya tetap mendukung
bagi kehidupan ikan, menjaga wadah budidaya tetap bersih dan sehat dan menghindari
pengggantian air yang mendadak sehingga tidak menyebabkan ikan menjadi stress.
Selain itu penggunaan probiotik/bioremediasi kini sudah banyak dilaksanakan.
2. Pendekatan inang dilakukan dengan cara penanganan ikan yang baik/tidak kasar,
sehingga tidak mengakibatkan ikan menjadi luka/lecet dan tidak stress, pengaturan
kepadatan ikan yang disesuaikan dengan ukuran ikan dan daya dukung lahan, pemberian
pakan yang tepat mutu (mengandung bahan nutrisi yang diperlukan oleh ikan). Pakan

yang diberikan harus sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan (tepat ukuran). Selain itu
pemberian pakan harus tepat waktu pemberian artinya kapan waktu yang tepat untuk
memberi pakan. Jika memberikan pakan alama seperti arthropoda, harus dijamin
kebersihannya dari ancaman terkontaminasi Achantochepala.
3. Pendekatan patogen, pada prinsipnya kita menjaga supaya virulensi patogen tidak
meningkat. Virulensi patogen biasanya berkaitan erat dengan makin memburuknya
lingkungan dan juga dengan derajat stres dari inangnya. Jadi supaya patogen tidak
meningkat patogenitasnya kita harus menjaga agar kondisi lingkungan tidak semakin
buruk dan menjaga agar inang tetap dalam keadaan kondisi yang prima. Kondisi
lingkungan yang makin buruk akan memacu perkembangan patogen lebih meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E & Liviawaty, E. 2003. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.
Yogyakarta. 42 hal.
Amin, O. 2013. Classification of Acanthocephala. Folia Parasotologica. 60 [4] : 273-305
Natadisastra Djaenudin,dkk. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang.
Jakarta:
EGGPoore.
2002.
Aegidae
Alitopus
typus.
http://www.mdfrc.org.au/bugguide/
Ragil,
Dhimas.
2010.
Hama
dan
Penyakit
Ikan.
Mikrobiologi.
http://id.scribd.com/doc/44270902/Hama-Dan-Penyakit-Ikan-Mikrobiologi#scribd
Sahar, T., Ibrahim, M., dan Edna, S. 2006. Acanthocephalan Infection: Case Report Ann
Saudi Med. 26(4): 321-324

Anda mungkin juga menyukai