Anda di halaman 1dari 15

Biomedik III

Nematoda Usus

Oleh :
Kelompok 3
1. Aryangga Pratama 5. Andi Mutmainna Andis
2. Nurul Annisa S. 6. Nurdianti
3. Syahardi Winna 7. Hanifah Nurul Mufliha
4. Nurul Pratiwi Army 8. Khaerunnisa

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Hasanuddin
BAB I

PENDAHULUAN

A. FAKTA MASALAH
Nematoda adalah cacing yang berbentuk bulat panjang (gilig) atau
seperti benang. Istilah nematode berasal dari bahasa yunani yang terdiri
dari dua kata yaitu nema yang berarti berenang dan ode yang berarti
seperti. Nematode merupakan hewan tripoplastik dan pseudoselomata
(berongga tubuh semu). Berdasarkan penelitian yang kami dapat dari
berbagai jurnal yaitu banyaknya nematode usus masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang sering dijumpai baik di kota maupun di desa
di Indonesia. Infeksi nematode usus ditularkan melalui tanah yang
tercemar telur cacing, tempat tinggal yang tidak saniter dan cara hidup
yang tidak bersih ,menjangkit mahluk hidup dan banyak juga nematoda
yang berkembang di daerah tempat pembuangan sampah. Tinggi
rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan
pribadi dan sanitasi lingkungan. Diantara cacing usus yang menjadi
masalah kesehatan adalah kelompok soil transmitted helminth atau cacing
yang ditularkan melalui tanah.

B. PERTANYAAN MASALAH
1. Bagaimana kesimpulan dari hasil penelitian nematode usus
berdasarkan tabel rekapitulasi?
2. Apa saja faktor penyebab dan aspek kesehatan yang ditimbulkan oleh
nematode usus?
3. Bagaimanakah solusi dari masalah yang timbul akibat nematoda usus?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kesimpulan hasil penelitian nematode usus
berdasarkan tabel rekapitulasi.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab dan aspek kesehatan yang
ditimbulkan oleh nematode usus.
3. Untuk mengetahui solusi dari masalah yang timbul akibat nematode
usus.
BAB II

PEMBAHASAN

A. TABEL REKAPITULASI DAN KESIMPULAN TABEL

N NAMA NIM Kesimpulan


o
1 Aryangga K11115521 Spesies telur nematoda usus yang
Pratama mengkontaminasi sayuran kubis (Brassica
oleracea) yang digunakan sebagai sayur lalapan
mentah pada warung makan lesehan di Kelurahan
Warungboto Kota Yogyakarta, meliputi spesies
telur Ascaris lumbricoides (83,3%), Trichuris
trichiura (16,7%), namun spesies Cacing tambang
dan Enterobius vermicularis tidak ditemukan.
2 Nurul Annisa S K11115030 Hasil penelitian telur cacing nematode usus dari 30
sampel diperoleh 5 sampel positif dan 25 sampel
negatif. Dengan presentase 16,67 % yang
mengandung telur cacing Nematoda Usus. Jenis
telur cacing yang ditemukan adalah Ascaris
lumbricoides dan 83,33 % sampel yang negatif.
3 Syahardi Winna K11115007 Prevalensi hasil pemeriksaan tinja dari 49 siswa
yang ditemukan nematoda usus telur cacing adalah
28,6% ( 14 siswa ) dan yang tidak ditemukan ada
71,4% ( 35 siswa ). Serangan telur yang
ditemukan adalah Asracaris lumbricoides 64,3%
( 9 siswa ), telur cacing tambang sebesar 14,3% ( 2
siswa ), dan 21,4% ( 3 siswa ) telur cacing
Oxyuris/ Enterobius vermicularis.
4 Andi K11115026 Prevalensi infeksi cacing Ascarissuum di Lembah
Mutmainna Baliem sebesar 20%, dan di pegunungan Arfak
Andis sebesar 0%. Prevalensi Infeksi cacing
Strongyloides ransomi di Lembah Baliem sebesar
0%, dan di Pegunungan Arfak sebesar 30%.
Prevalensi infeksi cacing Globocephal
usurosubulatus di Lembah Baliem sebesar 80%,
dan di Pegunungan Arfak sebesar 30% dan
Prevalensi infeksi cacing Macracanthorhyn
cushirudinaceus di Lembah Baliem sebesar 50%,
dan di Pegunungan Arfak sebesar 5%.
5 Nurul Pratiwi K11115031 Jenis telur cacing yang ditemukan adalah telur
Army Ascaris lumbricoides sebanyak 6 sampel (14,28%),
telur Trichuris trichiura sebanyak 3 sampel
(7,14%), dan 2 sampel (4,76%) lalapan kubis
terkontaminasi kedua jenis telur cacing ini.
6 Nurdianti K11115058 Hasil menunjukkan sebanyak 18 anak (6,16%)
yang positif terinfeksi cacing. Prevalensi tertinggi
T. trichiura (3,08%).
7 Hanifah Nurul K11115315 Hasil pemeriksaan faeces petani di Desa Waiheru
Mufliha Kecamatan Baguala Kota Ambon ditemukan
bahwa dari 139 responden, terdapat 106 responden
(76,3%) yang positif keberadaan telur cacing pada
faeces nya jumlah telur Ancylostoma duodenale
berkisar antara 1-25 telur. Sebanyak 36% (50
responden) memiliki jumlah telur pada kategori 6-
10 yang merupakan kelompok jumlah telur
tertinggi.
8 Khaerunnisa Dari 96 sampel feses sapi ternyata 59 sampel atau
61,46% terinfeksi cacing parasit usus ,sedangkan
37 sampel lainnya atau 38,54% tidak terinfeksi.
Pada pemeriksaan 12 sampel feses kerbau ternyata
9 sampel atau 75% terinfeksi cacing parasit usus,
sedangkan 3 sampel lainnya atau 25% tidak
terinfeksi. dapat dilihat bahwa jumlah telur yang
paling banyak secara berurutan terdapat pada
Paramphistomum cervi, Trichostrongylus axei dan
Strongyloides papillosu.

Kesimpulan tabel

Adanya telur cacing disebabkan karena kurangnya kebersihan pada seseorang.


Orang-orang yang terinfeksi cacing kebanyakan tidak menjaga kebersihan dirinya
termasuk selalu makan di sembarang tempat dan tidak memerhatikan faktor
kebersihan dari makanan tersebut.

B. FAKTOR PENYEBAB DAN ASPEK KESEHATAN


 Aryangga Pratama
Perilaku pedagang dalam mencuci sayuran kubis yang kurang
baik sehingga terdapat adanya kontaminasi telur cacing nematoda usus
dapat disebabkan oleh oleh kurangnya kesadaran pedagang dalam
menjaga kebersihan makanan yang akan disajikan kepada konsumen.
Hal ini dapat terlihat dari kubis yang disajikan hanya dipotong secara
utuh dan tidak dibuka tiap helainya. Masih banyak para pedagang
yang tidak mencuci sayuran kubis untuk disajikan kepada konsumen
sehingga jika terdapat kotoran atau telur cacing pada kubis dapat
termakan oleh konsumen.
Selain itu juga perilaku pedagang yang tidak menggunakan air
mengalir untuk mencuci sayuran kubis seperti hanya menggunakan
baskom dengan air yang tidak mengalir dan tidak di ganti-ganti dalam
proses mencuci sayuran sehingga masih perbeluang besar apabila
terdapat telur cacing maka masih tetap menempel pada sayuran kubis.
Jika terdapat kontaminasi telur nematoda usus pada lalapan kubis
maka hal ini dapat menyebabkan telur nematoda usus tersebut dapat
tertelan oleh para konsumen sehingga dapat terinfeksi telur cacing.
Selain itu, para pedagang pecel lele ada juga yang hanya mencuci
bagian luar kubisnya saja sehingga hal ini tidak akan dapat
mengurangi tingkat kontaminasi telur nematoda usus pada lalapan
pecel lele.
 Nurul Annisa S
Kesadaran petugas sampah akan pentingnya memakai APD
(Alat Pelindung Diri) masih rendah ketika bertugas sehingga
memungkinkan telur cacing masuk ke jari kuku tangan dari sampah –
sampah yang diambil.
 Syahardi Winna
Penyakit kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu
penanganan yang serius di Indonesia karena cukup banyaknya
penduduk yang menderita kecacingan. Penyakit ini dapat
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh dan terhambatnya
tumbuh kembang anak karena cacing mengambil sari makanan yang
penting bagi tubuh seperti protein, karbohidrat dan zat besi, sehingga
dapat menyebabkan anemia dan kurang gizi
 Andi Mutmainna Andis
Pada hasil penelitian prevalensi infeksi cacing nematoda
menunjukkan bahwa cacing Globocephalus urosubulatus memiliki
tingkat prevalensi yang tertinggi yaitu sebesar 80% pada lokasi
wilayah Lembah Baliem, dikarenakan cacing Globocephalus
urosubulatus memiliki distribusi penyebaran yang luas hampir di
seluruh dunia, memiliki habitat di berbagai macam kondisi geografis,
dan dapat berkembang dengan baik di daerah kaki pegunungan atau
lembah.
 Nurul Pratiwi Army
Kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) pada
lalapan kubis juga bisa dipengaruhi oleh proses penyimpanan kubis
sebelum diolah. Kubis yang digunakan sebagai lalapan di warung-
warung makan Universitas Lampung ada yang disimpan di lemari
pendingin dan ada juga yang tidak. Pedagang yang tidak menyimpan
sayuran di lemari pendingin biasanya hanya meletakkan sayuran di
dapur atau di keranjang sayur yang belum diketahui kebersihannya.
Bila tempat penyimpanan sayuran tidak bersih dan lembab,
memungkinkan untuk telur Soil Transmitted Helminths (STH) untuk
bertahan dan berkembang menjadi bentuk infektif.
Kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths (STH) juga
dapat terjadi pada sayuran kubis yang disimpan di lemari pendingin.
Penyimpanan sayuran dilemari pendingin dapat mempertahankan
kesegaran dari sayuran, namun perlu diketahui bahwa pendinginan di
lemari pendingin tidak dapat menghilangkan atau merusak telur cacing.
Telur Ascaris lumbricoides dapat bertahan pada suhu kurang dari 8ºC
walaupun pada suhu ini dapat merusak telur Trichuris trichiura
(Siskhawahy, 2010). Selain itu kontaminasi silang juga dapat terjadi
pada lemari pendingin. Kontaminasi silang bisa terjadi apabila sayuran
segar tercampur dengan sayuran lain yang berpotensi mengandung
telur Soil Transmitted Helminths (STH) (Muyassaroh, 2012).
 Nurdianti
Anak umur 5 tahun ke bawah kemungkinan masih banyak
menghabiskan waktu di rumah dan mendapat pengawasan ekstra dari
orang tuanya dari segi higiene dan sanitasi. Kecenderungan prevalensi
kecacingan lebih tinggi pada anak laki-laki dan pada umur 6-10 tahun
dapat dihubungkan dengan faktor kebiasaan bermain. Umumnya anak
laki-laki pada usia tersebut lebih banyak bermain diluar rumah dan
kontak dengan tanah yang merupakan media penularan cacing.
 Hanifah Nurul Mufliha
Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Samidjo (2009)
bahwa jenis cacing tambang banyak terjadi di daerah pedesaan, juga
banyak menginfeksi para pekerja di daerah perkebunan yang kontak
langsung dengan tanah. Penyebab infeksi ada hubungannya dengan
kebiasaan defikasi di tanah. Habitat yang cocok untuk pertumbuhan
larva cacing adalah tanah gembur, misalnya humus dan pasir.
Selain itu kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian
tinja sebagai pupuk kebun memberikan kontribusi yang sangat besar
dalam penyebaran infeksi penyakit ini, para petani seringkali
menggunakan pupuk organik berupa humus, kotoran ternak bahkan
kotoran manusia untuk meningkatkan kesuburan tanah sehingga
kontaminasi cacingan dapat terjadi, Yang mana proses pembuatan
pupuk kandang melibatkan kontak antara kulit dengan tanah yang
merupakan faktor resiko penularan cacing, kurangnya kebersihan
perorangan atau lingkungan, dapat juga terjadi karena pencemaran
tanah oleh telur cacing, kebersihan perorangan dan sanitasi.
 Khaerunnisa
Berdasarkan survei di beberapa pasar hewan di Indonesia
menunjukkan bahwa 90% hewan ternak sapi dan kerbau mengidap
penyakit cacingan yaitu cacing hati (Fasciola hepatica), cacing gelang
(Neoascaris vitulorum) dan cacing lambung (Haemonchus contortus).
Penyebab cacingan antara lain konsumsi hijauan yang masih
berembun dan tercemar vektor pembawa cacing.

C. SOLUSI
 Aryangga Pratama
Perlu dilakukan penyuluhan kepada pedagang warung makan
lesehan mengenai kontaminasi telur nematoda usus pada sayuran kubis
(Brassica oleracea) yang digunakan sebagai sayur lalapan mentah
pada warung pecel lele di Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta.
Pencucian sayur dengan air yang mengalir akan membuat sayur
menjadi bersih.
 Nurul Annisa S
Hasil penelitian diatas bisa saja berubah bila petugas sampah
memperhatikan kebersihannya. Karena dengan memperhatikan
kebersihan adalah suatu cara untuk mencegah terjangkitnya penyakit
cacingan.
 Syahardi Winna
Sesering mungkin mengonsumsi karbohidrat dan protein untuk
menghindari penyakit anemia yang disebabkan oleh cacing. Dan juga
jangan terlalu sering kontak dengan tanah karena tanah merupakan
tempat berkembang biaknya para cacing dan siklus hidupnya
membutuhkan tanah untuk proses pematangan.
 Andi Mutmainna Andis
Dari hasil penelitian ini menunjukkan nilai prevalensi infeksi
nematoda dan intensitas yang cukup tinggi, dapat disarankan untuk
mendapat perhatian lebih terhadap pola pemeliharaan tenak babi yang
dari tradisional menjadi lebih intensif. Kemudian juga melakukan
tindakan pencegahan dini dengan pemberian obat antihelmintik.
 Nurul Pratiwi Army
Cara mencuci sayuran dan teknik mencuci merupakan hal yang
perlu diperhatikan sebelum sayuran disajikan sebagai lalapan.
Pencucian sayur dengan air yang mengalir akan membuat sayur
menjadi bersih, karena air yang datang ke sayur dalam kondisi bersih
akan membawa kotoran, debu, kuman, parasit dan lain sebagainya ke
air buangan yang telah terlepas dan terbawa air, menyajikan lalapan
sayur dengan sarung tangan atau penjepit makanan
 Nurdianti
Dilakukan pengobatan rutin, direkomendasikan adanya
kegiatan penyuluhan yang intensif mengenai pentingnya menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Pemerintah setempat sebagai
pemegang kebijakan disarankan lebih mendukung eliminasi
kecacingan pada anakanak dengan memprogramkan kegiatan
surveilans serta mengalokasikan anggaran lebih pada kegiatan tersebut.
 Hanifah Nurul Mufliha
Bagi dinas pertanian untuk membuat program terencana
mengurangi prevalensi infeksi cacing salah satunya dengan mengganti
penggunaan pupuk kandang ke pupuk humus atau pupuk hijau. Selain
itu bagi petugas pelayanan kesehatan perlu melakukan upaya promotif
melalui penyuluhan kesehatan kepada kelompok petani untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat baik individu, masyarakat dan
lingkungan, selalu menggunakan APD khusunya pengalas kaki dan
sarung tangan sebelum kontak langsung dengan tanah agar terhindar
dari infeksi cacing melalui tanah.
 Khaerunnisa
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Nematoda adalah cacing yang berbentuk bulat panjang (gilig) atau
seperti benang. Istilah nematode berasal dari bahasa yunani yang terdiri
dari dua kata yaitu nema yang berarti berenang dan ode yang berarti
seperti.
Nematoda usus berkembang biak akibat lingkungan yang tidak bersih
dan seseorang yang tidak menjaga kebersihan dirinya. Tidak memakai alas
kaki dan memakan makanan di pinggir jalan yang tidak terjamin
kebersihan merupakan salah satu penyebab seseorang terkena cacing jenis
nematode usus.
B. SARAN
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah masyarakat
seharusnya sadar akan pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan
sekitar. Karena dari situlah muncul berbagai macam penyakit yang
berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu, juga masyarakat seharusnya
mulai diberitahukan mengenai berbagai macam parasit yang berbahaya
dan dampaknya terhadap kesehatan serta bagaimana cara mencegah dan
mengobatinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aryangga Pratama: Suryani, Dyah. S.Si, M.Kes, 2011, Hubungan


Perilaku Mencuci Dengan Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada
Sayuran Kubis (Brassica Oleracea) Pedagang Pecel Lele Di
Kelurahan Warungboto Kota Yogyakarta, Jurnal Kesehatan
Masayarakat Universitas Ahmad Dahlan, 11 halaman.
2. Nurul Annisa S: Ruhimat, Undang dan Herdiyana, 2014, Gambaran
Telur Nematoda Usus Pada Kuku Petugas Sampah Di Tempat
Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Ciangir Kelurahan Kota Baru
Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya, Jurnal Kesehatan Bakti
Tunas Husada, 6 halaman.
3. Syahardi Winna: , 2015, Jenis-Jenis Cacing Nematoda Usus Yang
Menginfeksi Siswa Madrasah Ibtidaiyah Darul Ikhsaniah (Mi) Muara
Musu Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu, Jurnal
Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasir
Pengaraian, 5 halaman.
4. Andi Mutmainna Andis: , 2014, Infeksi Cacing Nematoda Pada Usus
Halus Babi Di Lembah Baliem Dan Pegunungan Arfak Papua, Buletin
Veteriner Udayana, 6 halaman.
5. Nurul Pratiwi Army: , , Identification Of Soil Transmitted Helminths’
Egg On Fresh Cabbage (Brassica Oleracea) At Lampung University
Food Stalls, ,10 halaman
6. Nurdianti: , 2014, Prevalensi Soil Transmitted Helminth (Sth) Pada
Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Malinau Kota Kabupaten Malinau
Provinsi Kalimantan Timur, Jurnal BUSKI, 6 halaman.
7. Hanifah Nurul Mufliha: , 2013, Gambaran Parasit Soil Transmitted
Helminths Dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Serta Tindakan Petani
Sayur Di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambo, Jurnal
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin, 12 halaman.
8. Khaerunnisa: Nofyan, Erwin.dkk, 2010, Identitas Jenis Telur Cacing
Parasit Usus Pada Ternak Sapi (Bo N
9. s sp) dan Kerbau (Bubalus sp) Di Rumah Potong Hewan Palembang,
Jurnal Penelitian Sains Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, 4
halaman

Anda mungkin juga menyukai