Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEMRIKSAAN URIN

DI SUSUN OLEH

NAMA : NURHAYATI UMASUGI

NIM : P07172319031

TINGKAT : II A

M. K : KIMIA KLINIK

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN
AMBON
2020
KATA PNGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat
,Inayah, Taufik, dan HidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
tugas makalah dengan judul “ PEMERIKSAAN URIN ” ini dengan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Ibu Ramdhani M.Natsir, S.Farm.,M.Si.,Apt pada mata kuliah Kimia
Klinik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan
tentang PEMERIKSAAN URIN bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Ramdhani M.Natsir,


S.Farm.,M.Si.,Apt selaku dosen mata kuliah Kimia Klinik yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Semoga makalah ini PEMERIKSAAN URIN dapat menambah


pengetahuan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

Saya menyadari, bahwa laporan PEMERIKSAAN URIN yang Saya buat


ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, Bahasa, maupun
penulisannya. Oleh karena itu, Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang

Ambon, September 2020


Penulis

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar belakang
b. Rumusan masalah
c. Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN

a. Pengertian urin
b. Tahapan pemeriksaan
c. Contoh hasil pemeriksaan

BAB III : PENUTUP

a. Kesimpulan
b. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan
pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan dari manusia untuk
penentuan jenis penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat
berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat (Sukorini,
dkk.,2010). Kondisi kesehatan setiap orang tentunya saling berbeda antara
satu dengan yang lainnya.Aktivitas metabolisme setiap orang berbedabeda
dikarenakan hal tersebut, sehingga berpengaruh terhadap komponen yang
terkandung didalamnya. Tubuh manusia terdapat dua komponen hasil
metabolisme, yaitu komponen yang masih dapat dipergunakan kembali
yang nantinya akan diserap oleh tubuh melalui tubulus ginjal dan
komponen yang tidak diperlukan oleh tubuh yang nantinya akan dibuang
dalam bentuk urine. Komponen yang jumlahnya tidak sesuai dengan nilai
normal, tentunya akan menyebabkan ketidakseimbangan didalam tubuh
atau bahkan menjadikan indikasi abnormalnya fungsi organ tertentu.
Pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta
tentang ginjal dan saluran urine, tetapi juga mengenai faal berbagai organ
dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pancreas, cortex adrenal, dll
(Gandasoebrata, 2007). Untuk itu diperlukan adanya pemantauan
kandungan didalam urine secara berkala. Pemantauan tersebut sering
dikenal dengan istilah urinalisis.
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urine secara maksroskopis,
kimia dan mikroskopis untuk skrining infeksi saluran kemih, penyakit
ginjal dan penyakit organ lain yang dapat dari metabolit abnormal dari
urine penderita. Tes makroskopis meliputi warna, kejernihan,pH, berat
jenis, bau dan pengukuran volume. Tes mikroskopis untuk mengetahui
unsur-unsur yang terdapat pada sedimen urine dan kimia urine yang
meliputi protein dan glukosa dengan menggunakan mikroskop, sedangkan
tes kimia dilakukan dengan menggunakan carik celup yang dilakukan
secara manual maupun dengan alat Urine Analyzer (Fitriyani, 2014). Hasil
dari pemeriksaan laboratorium tersebut tentunya digunakan untuk tindak
lanjut keputusan penanganan pasien, maka dari itu hasil pemeriksaan
laboratorium harus bermutu.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana tahapan pra analitik, analitik dan pasca analitik pada
pemeriksaan urin ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui proses tahapan pemeriksaan urin
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian urin
Urinalisis (urinalysis) berasal dari kata urine dan analysis yang
diartikan sebagai pemeriksaan terhadap air kencing secara kimiawi dan
mikroskopis (Moeliono dkk, 2001). Urinalisis merupakan pemeriksaan
terhadap bahan yang berasal dari cairan tubuh manusia berupa air kencing
atau urine secara fisik, kimia, dan mikroskopis (Gandasoebrata, 2013).
Manfaat pemeriksaan urinalisis antara lain:
 Diagnostik infeksi saluran kemih
 Pemeriksaan batu ginjal
 Pemeriksaan ginjal
 Skrining kesehatan
 Evaluasi berbagai penyakit ginjal
 Memantau perkembangan penyakit ginjal

1. Proses Pembentukan
Organ yang berperan dalam pembentukan urine yaitu ginjal. Di dalam
ginjal, zat sisa metabolisme akan dipilah-pilah kembali. Hasil pemilahan
tersebut berupa zat yang sudah tidak berguna dan zat yang masih bisa
dipergunakan kembali. Zat yang tidak berguna tersebut akan dikeluarkan
dari tubuh, sedangkan zat-zat yang masih dapat dipergunakan lagi akan
dikembalikan ke sirkulasi (Riswanto, dan Rizki, 2015).
Nefron terdiri atas seperangkat glomerulus dan tubulus.
Glomerulus mempunyai fungsi filtrasi, sedangkan tubulus mempunyai
fungsi sekresi dan reabsorbsi. Setidaknya salah satu dari tiga proses
berikut akan dialami suatu zat ketika diangkut melalui darah ke sistem
filtrasi kompleks ginjal, yaitu filtrasi glomerular, sekresi tubular dan
reabsorbsi tubular (Riswanto, dan Rizki, 2015).
Filtrat glomerulus memiliki zat-zat yang masih dibutuhkan oleh
tubuh, sehingga filtrat akan berpindah dari dalam tubulus ke plasma
kapiler peritubulus. Perpindahan ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus.
Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar sebagai urine, tetapi akan diangkut
oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kembali ke jantung untuk
diedarkan. Zat-zat yang akan diserap kembali adalah glukosa, sodium,
klorida fosfat, dan beberapa ion bikarbonat yang terjadi secara pasif di
tubulus proksimal. Jika tubuh masih membutuhkan sodium dan ion
bikarbonat maka terjadi penyerapan kembali secara aktif pada tubulus
distal (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan ke papilla renalis
(Lauralee, 2011). Tubulus proksimal berfungsi menahan ion-ion (K+,
Na+, Cl-, HCO3-), reabsorbsi glukosa dan asam amino, serta
mengeliminasi ureum dan kreatinin. Ansa Henle berperan dalam
pembentukan tekanan osmotik (Sudiono, Iskandar, Halim, et al., 2006).
Setelah zat yang masih dibutuhkan tubuh diserap kembali, proses
selanjutnya adalah sekresi tubulus yaitu perpindahan selektif zatzat dari
darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sisa dari penyerapan kembali
yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya
diteruskan ke luar tubuh dalam bentuk urine (Lauralee, 2011).

2. Kandungan di dalam urine


Komposisi zat didalam urine bervariasi tergantung jenis makanan
serta air yang diminumnya. Urine normal terdiri dari air, urea, asam urat,
amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam-
garam terutama garam dapur dan zat- zat yang berlebihan dalam darah
misalnya vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan pembentuk urine
trsebut berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine berubah
sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh,
misalnya glukosa diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul
pembawa (Halander, dkk., 2000).
3. Jenis urinalisis
Urinalisis mencakup pemeriksaan makroskopik, mikroskopis dan
kimia (Hardjoeno dan Fitriani, 2007). Pemeriksaan makroskopik meliputi
tes warna, kejernihan, dan berat jenis urine. Pemeriksaan mikroskopis
untuk melihat unsur sedimen dalam urine. Pemeriksaan kimia meliputi tes
protein, glukosa, keton, darah, pH, bilirubin, urobilinogen, nitrit, dan
leukosit estrase (Mundt dan Shanahan, 2011).
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dimulai dengan tes warna dan
kekeruhan. Urine normal segar tampak jernih sampai sedikit berkabut dan
berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna
urine sesuai dengan konsentrasi urine. Urine encer hampir tidak berwarna
dan urine pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan urine
biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat dalam urine
asam atau fosfat dalam urine basa. Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh
bahan seluler berlebihan atau protein dalam urine (Riswanto dan Rizki,
2015).
b. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis termasuk pemeriksaan rutin yang
ditunjukan untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih serta
memantau hasil pengobatan (Brunzel, 2013). Pemeriksaan mikroskopis
diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya
(Riswanto dan Rizki, 2015).
c. Pemeriksaan kimia
Pemeriksaan kimia urine mencakup pemeriksaan glukosa, protein
(albumin), bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah (hemoglobin),
benda keton (asam asetoasetat dan/atau aseton), nitrit, dan leukosit esterase
(CLSI, 2001). Pemeriksaan kimia urine konvensional dilakukan dengan
tabung uji dimana ditambahkan bahan kimia cair ke dalam urine lalu
dipanaskan atau tidak dipanaskan. Hasil ditentukan berdasarkan endapan
atau kekeruhan, atau perubahan warna yang terjadi (Riswanto dan Rizki,
2015)
Perkembangan teknologi juga berpengaruh pada teknologi
pemeriksaan laboratorium. Semua parameter kimia dapat diperiksa dengan
lebih sederhana dan cepat dengan menggunakan strip reagen atau dipstick.
Prinsip pemeriksaan kimia urine metode strip adalah mencelupkan strip
kedalam spesimen urine. Dipstick akan menyerap urine dan terjadi reaksi
kimia yang kemudiaan akan mengubah warnanya dengan jenis dan tingkat
tertentu dalam hitungan detik atau menit. Warna yang terbentuk
dibandingkan dengan bagan warna masing-masing parameter strip untuk
menentukan hasil tes. Jenis dan tingkat perubahan warna tiap parameter
memberikan infomasi jenis dan kadar zat-zat kimia tertentu yang ada
dalam urine (Gandasoebrata, 2013).

4. Jenis spesimen urine


Keakuratan hasil urinalisis bergantung pada pemilihan jenis
spesimen, cara pengumpulan spesimen, pengiriman spesimen, jenis wadah
yang digunakan, penanganan spesimen, dan ketepatan waktu pengujian
untuk mencegah multiplikasi bakteri dan kerusakan komponen seperti
elemen seluler dan bilirubin (McCall dan Tankersley, 2008).
a. Spesimen urine pagi pertama (First morning urine)
Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang
lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan
(Strasinger dan Lorenzo, 2016). Urine pagi pertama lebih pekat
dibandingkan urine siang hari, jadi urine ini baik untuk pemeriksaan
sedimen, berat jenis, protein, dan lain-lain (Gandasoebrata, 2013).
Urine yang kumpulkan sebaiknya urine porsi tengah atau midstream
urine (Sacher dan McPherson, 2004).
b. Spesimen urine pagi kedua
Spesimen urine ini dikumpulkan 2-4 jam setelah urine pagi
pertama. Spesimen ini dipengaruhi oleh makanan dan minuman, dan
aktivitas tubuh. Spesimen ini lebih praktis untuk pasien rawat jalan
(Strasinger dan Lorenzo, 2016).
c. Spesimen urine sewaktu (Random)
Urine sewaktu adalah urine yang dikeluarkan setiap saat dan tidak
ada prosedur khusus atau pembatasan diet untuk pengumpulan
spesimen (Sacher dan McPherson, 2004). Spesimen urine sewaktu
dapat digunakan untuk bermacam-macam pemeriksaan, biasanya
cukup baik untuk pemeriksaan urine rutin (Almahdaly, 2012).
d. Spesimen urine berdasarkan waktu (Timed collection)
1. Urine 24 jam Spesimen
urine 24 jam adalah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terus-
menerus dan kemudian dikumpulkan dalam satu wadah (Strasinger
dan Lorenzo, 2016). Spesimen urine 24 jam kadang ditampung
secara terpisah-pisah dengan tujuan tertentu (Gandasoebrata, 2013).
2. Urine post prandial
Merupakan urine yang pertama kali dikeluaran 1,5 – 3 jam setelah
makan. Spesimen ini baik digunakan untuk pemeriksaan glukosaria
(Gandasoebrata, 2013). Hasil pemeriksaan glukosa terhadap
spesimen ini digunakan untuk pemantauan terapi insulin pada
pasien dengan diabetes melitus (Strasinger dan Lorenzo, 2016).
3. Berat Jenis
Berat jenis (specific gravity) atau densitas relatif urine adalah rasio
kepadatan urine dibandingkan dengan kepadatan air suling dalam volume
dan keadaan suhu yang sama. Urine adalah air yang mengandung bahan
kimia terlarut, maka berat jenis urine merupakan indikator dari
konsentrasibahan yang terlarut dalam urine yang bergantung pada jumlah
partikel dan berat partikel dalam larutan (Strasinger dan Lorenzo, 2016).
Berat jenis merupakan pengukur kemampuan ginjal dalam
pemekatan dan pengenceran urine yang berfungsi mempertahankan
homoeostasis dalam tubuh. Kemampuan pemekatan ginjal merupakan
salah satu fungsi ginjal yang akan pertama hilang, apabila terjadi
kerusakan tubular (Strasinger and Lorenzo, 2016).
Berat jenis urine tergantung pada jumlah zat yang terlarut atau
terbawa di dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1.010.
Berat jenis urine akan kurang dari 1.010, ketika ginjal mengencerkan urine
(misalnya setelah minum air). Berat jenis urine akan naik diatas 1.010,
ketika ginjal memekatkan urine (sebagaimana fungsinya) (Pearce, 2006).
Nilai berat jenis sangat bervariasi, tergantung pada keadaan hidrasi
dan volume urine. Berat jenis urine meningkat ketika asupan cairan
sedikit, dan akan menurun ketika asupan cairan banyak. Kemampuan
ginjal dalam hal pemekatkan urine paling baik diukur dengan urine yang
memiliki berat jenis spesimen urine pagi karena pasien biasanya
kekurangan air saat tidur (Mundt dan Shanahan, 2011)
Konsentrasi atau kepekatan urine mengacu pada jumlah zat terlarut
yang ada dalam volume urine yang di ekskresikan. Urine biasanya terdiri
dari 94% air dan 6% zat terlarut. Jumlah dan jenis zat terlarut yang
diekskresikan bervariasi sesuai dengan diet, aktivitas fisik, dan kesehatan
pasien. Urine yang encer memiliki partikel terlarut lebih sedikit per
volume air. Konsentrasi urine di laboratorium klinik paling sering
dinyatakan sebagai berat jenis dan osmolalitas (Brunzel, 2013).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur berat
jenis urine adalah urinometer, refraktometer, falling drop, dan strip reagen.
Pemakaian urinometer dan refraktometer merupakan cara konvensional
dalam penetapan berat jenis urine. Pemeriksaan berat jenis secara kimia
menggunakan strip reagen yang merupakan cara penetapan berat jenis
urine yang banyak dilakukan karena lebih praktis, cepat, dan tepat. Strip
mengandung tiga bahan utama yaitu, polielektrolit, substansi indikator,
dan buffer. Prinsip metode ini didasarkan pada perubahan pKa dari
polielektrolit dalam kaitannya dengan konsentrasi ion dari urine.
Polielektrolit mengionisasi, melepaskan ion hidrogen yang sebanding
dengan jumlah daalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi ion dalam
urine, akan lebih banyak dilepaskan ion hidrogen, sehingga menurunkan
pH (McPherson dan Pincus, 2011).
Berat jenis urine yang rendah dapat terjadi karena asupan cairan
yang berlebihan, diabetes insipidus, pielonefritis, glomerulonefritis,
peningkatan tekanan intrakranial, hipertensi, penyakit kolagen, malnutrisi
protein, polidipsia, hipotermia alkalosis, dan defisit kalium yang parah.
Berat jenis urine yang rendah persisten dapat menunjukkan penyakit ginjal
karena gangguan fungsi reabsorbsi tubulus atau ketidakmampuan
memekatkan urine. Obat antidiuretik, diuretik alami (kopi,alkohol) juga
akan menghasilkan urine berat jenis rendah (Mundt and Shanahan, 2011)
Berat jenis urine yang tinggi terjadi pada diabetes melitus,
glikosuria, gagal jantung kongestif, nefrosis lipid, kehilangan cairan yang
berlebihan (dehidrasi, demam, muntah, diare), pembatasan asupan cairan,
proteinuria, toksemia kehamilan, insufisiensi adrenal, penyakit hati,
stenosis ginjal, obstruksi uropati, sindrom sekresi hormon antidiuretik
yang tidak tepat (syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
secretion, SIADHS), pemberian dekstran atau albumin per intra-vena,
sukrosa, pemberian media kontras radiografi (Mundt dan Shanahan, 2011).

B. Tahapan Pemeriksaan
1. Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan makroskopis ini dilakukan dengan mengamati keadaan yang ada
pada sampel urin meliputi:
1. Warna
Urin normal memiliki warna khusus yang menunjukkan adanya penyakit
atau infeksi.
 Urin normal berwarna kuning karena pigmen urokrom dan urobilin.
 Urin encer hampir tidak berwarna
 Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang

Beberapa keadaan warna urin dan penyebabnya adalah :


 Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen,
porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit,
rhubab (kelembak), senna.
 Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik :
obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk
fenotiazin.
 Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin,
urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara,
nitrofurantoin.
 Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
 Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
 Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
 Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam
homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat :
levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.

2. Pemeriksaan mikroskopis
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan
sedimen urin. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memutar
(centrifuge) urin lalu mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Tes ini
bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit,
epitel), silinder, silindroid, benang lendir; unsur anorganik (kristal, garam
amorf); elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp.,
spermatozoa).
1. Eritrosit
Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urin. Jumlah
eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan
pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.
2. Leukosit
Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urin adalah 0 – 4 sel.
Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi atau
tumor.
3. Epitel
Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan
saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang
berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina.
4. Silinder (cast)
Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang
terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu :
silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder
epitel dan silinder lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada
iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang lainnya
menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada tubulus
ginjal.
5. Kristal
Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan
bersama urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi
(mengeras) dan sering tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan
kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya
makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin (tergantung
banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika kristal-kristal
tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu
terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui
keseimbangan kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine,
mengeras dan terbentuk batu.
6. Benang lendir
Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih.

3. Berat jenis
Pengukuran berat jenis urin menggunakan alat yang disebut urinometer.
Urinometer adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urine dan
ditera khusus untuk penentuan tersebut. Urinometer memiliki skala
1.0000-1.0060 (tiga desimal) dan umumnya dipergunakan pada
temperatur 60oF atau 15,5 oC.

Prosedur pemeriksaan:
40 mL urin dimasukkan ke dalam gelas ukur, lepas pelan-pelan
urinometer ke dalam gelas ukur.
Pembacaan:
Rumus : berat jenis terbaca + (suhu kamar-suhu kamar)/3x0.001

4. pH urin
pH urin adalah asam. pH urin diukur menggunakan ph universal yang
dicelupkan ke dalam urin. Perubahan warna paha ph universal disamakan
pada skala pH yang ada pada bungkus pH universal. Urin yang akan
diperiksa harus memiliki pH asam karena jika pH urin sudah basa maka
bisa dikatakan bahwa urin tersebut sudah rusak karena aktivitas
mikroorganisme yang ada di dalam urin yang mengubah ureum menjadi
amoniak sehingga pH menjadi basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut
membutuhkan waktu tidak 1 menit 2 menit jadi bisa dikatakan jika ph
urin tersebut sudah berubah menjadi basa maka senyawa-senyawa yang
ada dalam urin tersebut juga sudah berubah baik bentuk maupun struktur
kimia (rusak, teroksidasi, kadar turun, dll) sehingga tidak baik digunakan
untuk digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan.

5. Kejernihan urin
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat
(dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa
disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.
6. Volume urin
Volume urin normal orang dewasa 600 – 2500 ml/ hari. Jumlah ini
tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/
fisik individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol
mempunyai efek diuretic.

7. Buih
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung
menimbulkan buih namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih.
Pada urin yang baru saja dikeluarkan langsung membentuk buih putih
maka urin tersebut mengandung protein. Pada urin yang berbuih kuning
maka urin tersebut mengandung bilirubin.

8. Bau
Urin normal beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan.

3. Pemeriksaan kimia

Pemeriksaan kimia urine memberikan informasi mengenai ginjal


dan fungsi hati, metabolisme karbohidrat, dan asam-basa. Test kimia
konvensional dilakukan menggunakan tabung reaksi dan hasil ujinya
dengan mengamati adanya endapan atau kekeruhan atau perubahan warna
setelah penambahan bahan kimia cair dengan atau tanpa pemanasan. Tes
yang paling umum diigunakan sekarang ini adalah test carik celup
menggunakan strip reagen, dimana reagen ini tersedia dalam bentuk
kering siap pakai, relatif stabil, murah, volume urine yang dibutuhkan
sedikit, serta tidak memerlukan persiapan reagen (Riswanto, dan Rizki,
2015). Metode pemeriksaan kimia Dalam pemeriksaan zat terlarut dalam
urine, bisa dilakukan dengan dua metode. Yaitu metode kimia basah dan
carik celup.
a. Kimia basah
Pemeriksaan kimia basah meliputi pemeriksaan glukosa dan zat
pereduksi lain (galaktosa, laktosa, pentosa, fruktosa, dan maltosa),
protein (termasuk protein Bence Jones, dan mikroalbumin), bilirubin,
urobilinogen dan benda keton. Volume sampel yang dibutuhkan lebih
besar daripada pemeriksaan yang menggunakan strip reagen.
(Riswanto, dan Rizki, 2015)
b. Carik celup (Strip)
Tes kimia dengan metode strip reagen saat ini begitu sederhana, cepat,
dan hemat biaya (dalam hal reagen, personel) dengan sensitivitas dan
spesifitas yang tinggi dan tidak memerlukan urine dalam jumlah yang
besar untuk pengujian. Reaksi yang terlibat dalam uji strip sebagian
besar berdasarkan pada prinsipprinsip yang sama seperti pada
pemeriksaan kimia basah (Brunzel, 2013).

Reaksi diinterpretasikan dengan membandingkan warna yang


dihasilkan pada strip reagen dengan bagan warna yang disediakan oleh
produsen. Kuat/lemahnya warna yang dihasilkan berhubungan dengan
konsentrasi zat dalam urine. Tergantung pada tes yang dilakukan, hasilnya
dilaporkan sebagai 1) konsentrasi (miligram per desiliter); 2)
kecil/sedikit/trace, sedang, atau besar; 3) menggunakan sistem plus (1+, 2+,
3+, 4+); atau 4) positif, negatif, atau normal. Berat jenis dan pH adalah
pengecualian, hasilnya dilaporkan dalam satuan masing-masing (Strasinger
dan Lorenzo, 2008). Menurut panduan dari CLSI, pemeriksaan kimia rutin
untuk urine mencakup pemeriksaan glukosa, protein (albumin), bilirubin,
urobilinogen, pH, berat jenis, darah/ hemoglobin, benda keton (asam
asetoasetat dan/atau aseton), nitrit, dan leukosit esterase.
1) Glukosa

Metode strip reagen dinilai lebih bagus dibandingkan uji kimia basah
tradisional karena lebih spesifik untuk glukosa dan waktu pengujian relatif
singkat. Strip reagen untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa
oksidase dan peroksidase, serta zat warna (kromogen), seperti orto-tuluidin,
kalium iodida, tetrametilbensidin atau 4- aminoantipirin. Perubahan warna
yang terjadi tergantung pada kromogen yang digunakan dalam reaksi. Hasil
tes positif harus dikaitkan dengan temuan yang lain, seperti berat jenis,
keton dan albumin. Namun yang lebih penting, korelasi harus dilakukan dengan
kadar glukosa darah serta riwayat penyakit, riwayat keluarga dan gambaran klinis
(Riswanto,2015)

No. Warna Hasil


1. Biru Negatif
2. Biru kehijauan Ada gula
3. Kuning kehijauan 1+
4. Coklat kehijauan 2+
5. Jingga-kuning 3+
6. Merah bata dengan endapan 4+

2) Protein

Metode yang digunakan dalam strip reagen untuk deteksi protein


adalah kolorimetri. Indikator yang digunakan pada berbagai strip reagen dan
perubahan warna yang dihasilkan dapat berbeda tergantung produsen strip
reagen ( Mundt dan Shanahan, 2011).

3) Bilirubin

Pemeriksaan rutin terhadap bilirubin urin dalam strip reagen


menggunakan reaksi diazo. Bilirubin bereaksi dengan garam diazoniu dalam
suasana asam menghasilkan azodye, dengan warna mulai dari coklat atau
merah. Reaksi warna strip reagen untuk bilirubin lebih sulit
diinterpretasikan daripada reaksi strip reagen untuk analit lainnya dan
mudah dipengaruhi oleh pigmen lain yang ada dalam urine (Strasinger dan
Lorenzo, 2008).

4) Urobilinogen

Tes skrining urobilinogen didasarkan pada reaksi aldehid Erlich, dimana


urobilinogen beraksi dengan senyawa diazonium (p-
dimethylaminobenzaldehyde) dalam suasana asam membentuk warna merah
azo. Namun, adanya bilirubin dapat mengganggu pemeriksaan karena
membentuk warna hijau (Mundt dan Sahanahan, 2011).

5) pH

kebanyakan merk strip reagen menggunakan dua macam indikator


(indikator ganda), yaitu metil merah dan bromtimotil biru, dan bereaksi
dengan ion H+ memberikan warna jingga, hijau, dan biru seiring dengan
peningkatan pH. Strip reagen mengukur rentang pH 5,0 sampai 9,0 dengan
estimasi pengukuran 0,5 sampai 1, tergantung produsen strip reagen
(Riswanto, dan Rizki, 2015).

6) Berat jenis

Penetapan berat jenis urin menggunakan strip reagen lebih praktis, cepat,
dan tepat daripada metode konvensional. Strip mengandung tiga bahan
utama, yaitu polielektrolit, substansi indkator dan buffer. Pembacaan
dilakukan dalam interval 0,005 dari berat jenis 1,000 sampai 1,030. Urine
yang mengandung glukosa atau urea tinggi menyebabkan berat jenis
cenderung tinggi dan protein sedang atau ketoasidosis dapat menyebabkan
berat jenis cenderung rendah (Riswanto, dan Rizki, 2015).

7) Darah
Pemeriksaan dengan strip reagen mendeteksi eritrosit, hemoglobin bebas,
maupun mioglobin, namun reaksi sensitif terhadap hemoglobin dan
mioglobin daripada eritrosit. Pad reagen diresapi dengan kromogen
tetrametilbenzidin dan peroksida. Adanya eritrosit utuh akan memberikan
reaksi berupa bintik – bintik hijau, sedangkan hemoglobin bebas dan
mioglobin akan memberikan warna hijau atau hijau- biru tua (Mundt dan
Shanahan, 2011).

8) Keton

Strip reagen berisi sodium nitroprusid (nitroferisianida) dan buffer basa


yang bereaksi dengan keton urine membentuk warna ungu atau merah
marum. Sampel urine untuk pemeriksaan benda keton adalah urine acak
atau sewaktu. Hasil pemeriksaan keton dilaporkan secara kualitatif (negatif,
1+, 2+, 3+) atau semikuantitatif (negatif, 5, 15, 40, 80, 160 mg/dL)
(Riswanto, dan Rizki, 2015).

9) Nitrit

Dasar tes kimia nitrit adalah kemampuan bakteri tertentu untuk mereduksi
nitrat (NO3) menjadi nitrit (NO2). Nitrit terdeteksi oleh reaksi Greiss,
dimana nitrit pada pH asam bereaksi dengan amina aromatik (asam p-
arsanilat atau sulfanilamide) membentuk senyawa diazonium yang
kemudian bereaksi dengan tetrahidrobenzoquinolin menghasilkan warna azo
yang merah muda (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Spesimen yang baik
untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi pertama (McPherson dan Pincus,
2011).

10) Leukosit

Uji strip reagen mendeteksi esterase leukosit yang ditemukan dalam granula
azurofilik leukosit granulositik (neutrofil, eosinofil dan basofil ), serta
monosit dan makrofag. Prinsipnya adalah aksi esterase leukosit memecah
ester yang diresapkan dalam pad reagen membentuk senyawa aromatik.
Segera setelah hidrolisis ester, reaksi azocoupling terjadi antara senyawa
aromatik yang dihasilkan dan garam azodium yang disediakan dalam pad
tes menghasilkan warna azo dari krem sampai ungu (Riswanto, dan Rizki,
2015).

C. Contoh Pemeriksaan pra anlitik dan packa analitik sebagai berikut:


1. Pemeriksaan sedimen 1) Pra Analitik Kesalahan pada pemeriksaan
sedimen urine, sebagian besar (32 – 75%) terjadi pada tahap pra analitik
(McPherson dan Pincus, 2011). Faktor pra analitik yang dapat
mempengaruhi hasil diantaranya persiapan pasien, pengambilan
spesimen, waktu pemeriksaan dan termasuk pada saat preparasi sampel
(Riswanto dan Riski, 2015). Tahapan pengambilan spesimen urine
mencakup pengumpulan, pengiriman dan pengewetan spesimen
(Riswanto dan Rizki, 2015). Keadaan spesimen urine sangat
mempengaruhi hasil pemeriksaan sedimen, maka sebaiknya urine yang
diperiksa dalam keadaan segar. Jika urin terpaksa harus disimpan
sebelum pemeriksaan dilakukan, maka ditambahkan bahan pengawet
untuk menghambat perubahan susunannya. Mengawetkan sedimen
sangat penting jika akan dilakukan penilaian secara kuantitatif atas
unsurunsur dalam sedimen. Urine yang akan diperiksa sedimennya
dapat diberi pengawet berupa formaldehida. Larutan formaldehida 40%
sejumlah 1 – 2 ml dapat digunakan untuk mengawetkan selama 24 jam
(Gandasoebrata, 2013). Larutan formaldehida 10% sebanyak 4 tetes
dapat digunakan untuk mengawetkan 100 cc spesimen urine (Lembar
dkk, 2013). Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan membilas
wadah penampung spesimen urine dengan formaldehida untuk
mengawetkan sel-sel dan silinder (Strasinger dan Lorenzo, 2016).
Tahapan preparasi sedimen urine meliputi sentrifugasi. Spesimen urine
harus disentrifugasi untuk mendapatkan sedimen. Spesimen urine
mulanya dihomogenkan, kemudian dituang ke dalam tabung
sentrifugasi dan dilakukan sentrifugasi. Kecepatan dan lama waktu
sentrifugasi harus konsisten. Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit
dengan kecepatan 1500-2000 putaran per menit (rpm) atau 400-500
gaya sentrifugal relatif (rcf) untuk menghasilkan sedimen yang optimal
dengan sedikit kemungkinan elemen (Riswanto dan Rizki, 2015).
Macam sentrifus terdiri dari sentrifugasi diferensial dan sentrifugasi
gradien densitas. Prinsipnya pada sentrifugasi diferensial merupakan
pemisahan partikel berdasarkan ukuranya.

Anda mungkin juga menyukai