Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau dalam organisme lain dan

atas beban organisme yang ditumpangi. Parasit dapat dibedakan, menjadi : Endo-

parasit (Helminth (cacing), yang terdiri dari cacing : Nematoda (cacing gilik),

Cestoda (cacing pita) dan Trematoda (cacing daun) (Dwinata, dkk. 2017).
Selain cacing juga terinfeksi oleh Protozoa darah dan protozoa saluran cerna,

serta Ekto-parasit artropoda kelas Insekta, (kutu, pinjal, lalat dan nyamuk), dan kelas

araknida (caplak dan tungau). Parasit akan merugikan hospes definitive,karena :

berkompetisi memperebutkan makanan dengan hospes definitive, Menghisap darah,

cairan getah bening atau eksudat, Merusak jaringan tubuh, Menimbulkan radang,

Memudahkan masuknya pathogen lain, Menghasilkan berbagai substansi toksik

seperti (hemolysin, histilysine, antikoagulan dan produksi toksik dari

metabolismenya), Menimbulkan reaksi alergi, dapat menstimulir terjadinya kanker,

Membawa beberapa penyakit (Vektor), Menimbulkan penyumbatan secara mekanis

(Dwinata, dkk. 2017).


Contoh : cacing Ascaris suum jika jumlahnya banyak dapat menyumbat saluran

pencernaan babi, Dapat menghncurkan sel, karena mengadakan pertumbuhan

didalamnya, Contoh : protozoa (Eimeria sp, menghancurkan sel epitel saluran cerna,

Plasmodium sp, Leucocytozoon dan Haemoproteus, menghancurkan sel darah

merah unggas), Menurunkan resistensi tubuh hospes terhadap penyakit lainnya.

Sebagian besar infeksi dengan parasit cacing berlangsung tanpa gejala atau

menimbulkan gejala ringan oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat

dibutuhkan karena diagnosis yang berdasarkan gejala klinis kurang akurat. Misalnya

1
infeksi cacing pada babi yang disebabkan oleh cacing Ascaris suum perlu dilakukan

pemeriksaan feses untuk menemukan telur cacing. Pemeriksaan feses diperlukan

untuk menemukan adanya telur, larva, ookista , tropozoit dan kista dari parasit.

Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat

sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan

tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu

parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk

pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan

yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa

usus maka bahan yang akan di periksa adalah feses, Agar parasit dalam cairan tubuh

tadi dapat diidentifikasi dengan mudah, maka mereka tidak boleh berubah bentuk

atau rusak (Dwinata, dkk. 2017).


1.2 Rumusan masalah
Bagaimana menggunakan metode pemeriksaan secara cepat dan baik untuk

infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya dengan menggunakan NaCl 0.9

%/lugol/eosin 2% ?
1.3 Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana menggunakan metode

pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-

telurnya dengan menggunakan NaCl 0.9 %/lugol/eosin 2%.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama

dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun

2
saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern , dalam

beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh

pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang

memerlukan pemeriksaan feses, cara pengumpulan sampel yang benar serta

pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang

dilakukan oleh klinisi. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan umum maupun

khusus, dilakukan juga pemeriksaan feses dan pemeriksaan darah untuk mendukung

hasil diagnosis. Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode natif, metode

sentrifuse, metode Parfitt and Banks (Dwinata, dkk. 2017).

2.2 Pemeriksaan Feses Kualitatif

1. Pemeriksaan Natif (Langsung)

Metode natif dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk

infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara

pemeriksaan ini menggunakan larutan lugol atau eosin 2%. Penggunaan eosin

dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran di

sekitarnya.Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur

cacing semua spesies, biaya yang diperlukan sedikit, serta peralatan yang digunakan

juga sedikit. Sedangkan kekurangan metode ini adalah dilakukannya hanya untuk

infeksi berat, infeksi ringan sulit dideteksi. Metode natif dilakukan dengan cara

mencampur feses dengan sedikit air dan meletakkannya di atas gelas obyek yang

ditutup dengan deckglass dan memeriksa di bawah mikroskop (Dwinata, dkk. 2017).

2.3 Jenis-jenis telur cacing

3
A. Ascaris lumbricoides. Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan telur cacing

Ascaris lumbricoides yang memiliki ciri-ciri, telur berbentuk oval, kulit luar tebal

dan tidak rata, kulit telur terdiri dari dua lapisan di dalam telur, terdapat embrio.

Gambar 2.3.1 Ascaris lumbricoides

B. Cacing Tambang (Necator americanus/Ancylostoma duodenale). Berdasarkan

hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, ditemukan telur cacing tambang (Necator

americanus/Ancylostoma duodenale) dengan ciri-ciri, telur berbentuk lonjong

simetris, kulit telur bagian luar tipis, antara kulit telur dan sel telur terdapat cairan

bening, di dalam telur terdapat beberapa sel.

Gambar 2.3.2 Cacing Tambang

C. Oxyuris/Enterobius vermicularis Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah

dilakukan, ditemukan telur cacing Oxyuris- /Enterobius vermiculari, yang

mempunyai ciriciri, telur berbentuk lonjong, asimetris (menyerupai huruf D),

dengan dinding dua lapis, kulit telur bagian luar tipis, di dalam telur terdapat sel

telur jika dibuahi (Febriyadi,dkk. 2018).

4
Gambar 2.3.3 Oxyuris/Enterobius vermicularis

2.4 Siklus Hidup

Cacing dewasa hidup dalam rongga usus halus manusia, panjang cacing

betina 20-24 cm, vulva membuka kedepan pada 2/3 bagian posteriortubuh,

penyempitan lubang vulva di sebut kopulasi dan cacing jantan 15-31 cm bagian

posterior melengkung ke depan terdapat kloaka dengan 2 spikula yang dapat

ditarik. Cacing betina dapat bertelur sampai 200.000 butir sehari, yang dapat

berlangsung selama masa hidupnya kira-kira 1 tahun. Perbedaan cacing jantan dan

cacing betina berdasarkan ekor dimana cacing jantan memiliki ekor yang melingkar

dengan spikula sedangkan betina lurus dan lancap (Muslim, 2009).

Telur ini tidak menetas bersama tinja manusia tetapi keluar bersama tinja

hospes. Telur cacing yang dibuahi disebut fertilized, bentuk ini ada dua macam

yaitu mempunyai cortex disebut fertilized corticateddan dan telur yang tidak

mempunyai cortex disebut fertilized decorticated. Memiliki ukuran telur 60x45

mikron, telur yang dibuahi berbentuk oval berdinding tebal berwarna kekuning-

kuningan dilapisi oleh albuminoid yang tidak rata isinya embrio yang belum

membelah terdiri dari 3 lapisn yaitu, lapisan albuminoid atau lapisan luar memiliki

5
permukaan yang tidak rata bergerigi dan berwarna kecoklatan dikarenakan pigmen

empedu (Muslim, 2009).

Sedangkan telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong lebih panjang dan

dindingnya lebih tipis berisi granula. Telur ini dihasilkan dari betina yang tidak

subur atau terlalu cepat dikeluarkan oleh betina yang subur berukuran 90x40

mikron. Telur dn larva dibentuk sesudah kira-kira 3 minggu (Muslim, 2009).

2.5 Cara penularan

Cara penularan (taransmisi) Nematoda dapat terjadi secara langsung dan

tidak langsung. Mekanisme penularan berkaitan erat dengan hygiene dan sanitasi

lingkungan yang buruk. Penularan dapat terjadi dengan :

1. Menelan telur infektif (telur berisi embrio)


2. Larva (filariorm) menembus kulit
3. Memakan larva dalam kista
4. Perantara hewan vector

Dewasa itu cara penularan Nematoda yang paling banyak adalah melalui

aspek SiolmTrasmitted Helminth yaitu penularan melalui media tanah (Azis,

Dkk,2008).

2.6 Macam-Macam Metode Pemeriksaan

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat

Praktikum parasitologi dilaksanakan pada hari kamis pukul 13.00 – 15.00 yang

bertempat di laboratorium mikrobiologi Stikes Bina Mandiri Gorontalo.

3.2 Pra Analitik

1. Alat

6
1. lidi/batang korek api,

2. kaca penutup,

3. kaca objek,

4. mikroskop cahaya.

2. Bahan

1. larutan NaCl 0.9 %

2. lugol/eosin 2.0 %

3.Tinja anak kecil

3.3 Analitik

1. Mempersiapkan alat yang dibutuhkan

2. Mencuci tangan rutin sesuai teknik aseptic (procedural) dan memakai sarung

tanga sebelum kontak dengan sampel

3. melakakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap sampel pemeriksaan

4. meneteskan satu tetes larutan NaCl 0.9 %/lugol/eosin 2 % keatas kaca objek

5. Dengan lidi mengambil sedikit feses (± 1-2 mg) dan mencampurkan dengan

tetesan larutan sampai selesai dan menjadi suspense yang rata.

6. pada pewarnaan eosin cara pembuatan sediaan sama, hanya saja sediaan harus

tipis, sehingga warnanya merah jambu muda. Bila warnanya merah jambu tua

atau jingga maka sediaan terlampau tebal

7. pada pewarnaan dengan lugol cara pembuatan sediaan sama, namun sediaan tidak

terlalu tipis.

8. membuang bila ada bagian-bagian atau serat yang kasar

7
9. menutup dengan kaca penutup ukuran 22 x 2x2 mm dengan perlahan-lahan,

sedemikian rupa sehingga tidak terbentuk gelembung-gelembung udara.

10. memeriksa secara sistematik dengan menggunakan pembesaran rendah (obyektif

10x).

11. bila menemuka obyek yang dicurigai adanya parasit memeriksa dengan

pembesaran yang lebih kuat ( obyektif 40x) dan menggambar temuan yang ada.

BAB IV

8
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

No Nama Gambar Keterangan

.
1. Larutan lugol Negative.

3.2 Pembahasan

Pada praktikum ini kita melakukan pemeriksaan kualitatif atau pemeriksaan

secara cepat dan baik untuk infeksi yang besar dengan menggunakan metode

langsung secara natif. Metode natif dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat

dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan telur-

telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan lugol atau eosin 2%.

Penggunaan eosin dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing

dengan kotoran di sekitarnya.Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat dalam

pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang diperlukan sedikit, serta

peralatan yang digunakan juga sedikit. Sedangkan kekurangan metode ini adalah

dilakukannya hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit dideteksi. Metode natif

dilakukan dengan cara mencampur feses dengan sedikit air dan meletakkannya di

atas gelas obyek yang ditutup dengan deckglass dan memeriksa di bawah

mikroskop. Dan yang kita campurkan adalah feses dan lugol setelah itu diperiksa

9
dengan menggunakan mikroskop dan hasil dari pemeriksaan itu menunjukan bahwa

tidak adanya parasit yang ditemukan di dalam feses tersebut, jadi dinyatakan

negative atau tidak adanya parasit dalam feses tersebut.

BAB V

10
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah pada pemeriksaan nematoda

usus dengan menggunakan metode langsung secara natif dengan menggunakan feses

anak kecil yang dicampurkan lugol tidak ditemukan parasit atau hasilnya negative.

5.2 Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya, lebih bias teratur dalam praktikum, tidak

ceroboh dalam melakukan praktikum dan harus bisa menjaga kekompakan dalam

praktikum, agar praktikum bisa lebih berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

11
Dwinata made, dkk. 2017 . Identifikasi parasit cacing . Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Udayana.

Febriyadi Andi, dkk. 2018. Jurnal Jenis-Jenis Cacing Nematode Usus Yang

Menginfeksi Siswa Madrasah Ibtidaiyah Darul Ikhsaniah (MI) Muara Musuh

Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Roakan Hulu. Fakultas Keguruan Dan

Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian.

12

Anda mungkin juga menyukai