Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PARASITOLOGI

“TAENIA SAGINATA (CACING PITA)”

Disusun Oleh : Hana Anggita (P21345119034)

Kelas : 1 D3 A

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA 2

Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120


Telp. 021.7397641, 7397643 Fax. 021.7397769
E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id
DAFTAR ISI

PEMBAHASAN

a. Nama penyakit ............................................................................... 1


b. Hospes ............................................................................................ 2
c. Cara penyebaran ............................................................................ 2
d. Habitat ........................................................................................... 3
e. Diagnosa ....................................................................................... 4
f. Gejala Klinis .................................................................................. 5
g. Cara Infeksi ................................................................................... 5
h. Epidemiologi ................................................................................. 6
i. Cara Pemberantasan .................................................................... 7
j. Morfologi ........................................................................................ 8
k. Siklus hidup .................................................................................... 8
l. Gambaran Umum .......................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12

PEMBAHASAN
Taksonomi dari Taenia saginata

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Famili : Taeniidae

Genus : Taenia

Spesies : Tenia Saginata

A. NAMA PENYAKIT

Taeniasis merupakan penyakit yang yang disebabkan oleh infeksi cacing pita. Cacing pita ini
bisa menjangkiti manusia dan hewan. Meski infeksi cacing ini bisa ditangani dengan mudah,
infeksi ini bisa menyebar ke organ lainnya di dalam tubuh. Kondisi inilah yang bisa berujung
pada masalah kesehatan lainnya yang lebih serius.

1
Cacing pita memiliki ukuran tubuh yang besar, beberapa di antaranya bisa tumbuh hingga 9
meter di dalam tubuh. Sayangnya, pengidap taeniasis tidak mengetahui keberadaan cacing di
dalam tubuhnya. Kondisi ini baru disadari ketika mereka melihat bagian tubuh cacing yang
keluar saat buang air besar.

B. HOSPES

Manusia merupakan hospes definitif kedua spesies Taenia, sedangkan sapi merupakan hospes
perantara untuk spesies Taenia saginata.

Taenia saginata memiliki dua host yang menginfeksi yaitu : host definitif dan host perantara.

 Host definitif : yaitu pada manusia, cacing dewasa menghabiskan sebagian waktu dalam
usus kecil manusia. Para scolex terhubung ke lapisan epitel usus dan karena luas
permukaan kecil itu menghubungkan ke respon yang sangat imunologi terjadi dalam
tubuh untuk kehadiran cacing pita itu. Taenia saginata akan menghasilkan banyak telur
yang akan mengangkat Ed melalui kotoran manusia dan diteruskan ke host menengah.
 Host perantara : sapi bertindak sebagai hospes perantara dalam reproduksi siklus hidup
ketika telur melewati kotoran host definitif terinfeksi dicerna oleh sapi. Enzim
pencernaan akan memecah kulit telur tebal dan memungkinkan untuk membentuk
zigot. Zigot kemudian menembus lapisan lendir dan memasuki sirkulasi bovid tersebut.
Disinilah tahap larva muda dari T.saginata membentuk kista berisi kacang polong,
cairan, juga dikenal sebagai "cycticercus" dan kista ini tampaknya membentuk huruf s
dalam otot dan kadang-kadang terlihat pada organ tertentu seperti paru-paru dan hati.

C. PENYEBARAN

 Penyebaran di dunia
Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia. Penyebaran Taenia dan
kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di daerah tropis karena
2
daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk
perkembangan parasit ini. Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi
Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak
mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di
Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin.
Salah satu bukti lebih luasnya penyebaran Taenia di daerah tropis yaitu
ditemukannya spesies ketiga penyebab taeniasis pada manusia di beberapa negara Asia
yang dikenal dengan sebutan Taiwan Taenia atau Asian Taenia. Asian Taenia dilaporkan
telah ditemukan di negara-negara Asia yang umumnya beriklim tropis seperti Indonesia,
Thailand, Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. Kini Asian Taenia disebut Taenia asiatica.
Kejadian T. asiatica yang tinggi terutama ditemukan di Pulau Samosir, Indonesia.
 Penyebaran di Indonesia
Infeksi cacing pita Taenia tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Papua. Di
Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia ditemukan 66,3% (106 orang dari 160
responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi.
Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba
benjolannya di bawah kulit. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita
sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi. Dari 257 pasien yang
menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya
sistiserkosis pada otak.

D. HABITAT

Cacing pita T. Saginata termasuk kedalam jenis


endoparasit yang terdapat pada usus manusia
(inang utama) dan sapi (inang sementara).

E. DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis taeniasis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:

 Analisis sampel tinja. Sampel tinja diambil untuk diteliti di laboratorim menggunakan
mikroskop guna mengidentifikasi keberadaan telur atau bagian tubuh cacing pita pada
tinja. Sampel telur cacing pita juga dapat diambil dari area anus.
 Tes darah lengkap. Tes ini bertujuan untuk melihat antibodi dalam tubuh yang bereaksi
terhadap infeksi cacing pita.
 Uji pencitraan. Dokter bisa menggunakan beberapa tes pencitraan, seperti CT scan, foto
Rontgen, MRI, atau USG, guna mengidentifikasi infeksi berat.

Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya proglotid yang aktif bergerak dalam tinja,
atau keluar spontan, juga dengan ditemukannya telur dalam tinja atau usap anus. Proglotid
kemudian dapat diidentifikasi dengan merendamnya dalam cairan laktofenol sampai
jernih.Setelah uterus dengan cabang-cabangnya terlihat jelas, jumlah cabang-cabang dapat
dihitung.

Diagnosis penyakit dapat dibuat dengan menemukan dan mengidentifikasi proglottids


(segmen), telur atau antigen dari cacing dalam tinja atau dengan cara apus dubur. Bentuk telur
cacing Taenia solium dan cacing Taenia saginata sukar dibedakan. Diagnosa spesifik dilakukan
dengan cara membedakan bentuk scolex (kepala) dan atau morfologi dari proglottid gravid.

Tes serologis spesifik akan sangat membantu dalam mendiagnosa sistiserkosis. Untuk
mengetahui adanya sistisersi pada jaringan bawah kulit dengan visual atau preparat diagnosa
pasti dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari spesimen yang diambil dari jaringan
sistiserasi. Sistisersi yang terdapat di jaringan otak dan

jaringan lunak lain dapat didiagnosis dengan menggunakan CAT scan atau MRI, atau dengan X-
ray jika sistisersi tersebut mengalami kalsifikasi.

F. GEJALA KLINIS

Gejala- gelaja orang yang terinfeksi cacing Taenia saginata terbagi menjadi dua macam, yaitu :

 Infeksi usus, jika tanda-tandanya yaitu mual, lemas, kehilangan selera makan, nyeri
perut, diare, dan berat badan turun dan penyerapan nutrisi dari makananyang tidak
memadai.
 Infeksi invasif, jika tanda-tandanya yaitu demam, benjolan atau kista, muncul reaksi
alergi terhadap larva, rentan terkena infeksi bakteri, dan adanya gejala-gejala neurologis
seperti kejang.

Proglotid dapat menyumbat appendix menimbulkan appendisitis, diare, berat badan menurun.
Sering kali penderita datang berobat karena proglotid bergeraksendiri menuju anus. Telur
Taenia saginata tidak dapatmenimbulkan sistiserkosis pada manusia. Pada pria dewasa,
keberadaan dari cacing dewasa di tubuh hospes akan mengakibatkan gejala diare, tapi
kebanyakan gejala merupakan asimptomatik. Pada beberapa kasus dapat dijumpai kolik,
nausea, kelelahan dan penurunan berat badan. Nafsu makan dapat turun tapi dapat pula naik.
Perut ada benukan bell belly dan kurang nyaman akibat penimbunan gas di saluran
pencernaan.

G. CARA INFEKSI

Infeksi akibat dari cacing pita bisa disebabkan karena dua hal, yaitu infeksi dari cacing pita
jenis Taenia saginata yang umum ditemukan pada ternak sapi dan infeksi oleh cacing pita jenis
Taenia solium yang sering ditemukan pada ternak babi. Kedua jenis cacing pita ini masuk dan
menginfeksi tubuh melalui daging yang tidak melalui proses pemasakan yang benar.

Cacing pita masuk ke dalam tubuh, setelah daging yang terkontaminasi masuk ke dalam
tubuh kamu, cacing pita ini langsung menempel pada dinding bagian usus halus

dengan kuat. Cacing akan bertumbuh dan berkembang biak dengan cara menyerap nutrisi dari
makanan yang kamu konsumsi. Selanjutnya, cacing pita mulai bertelur dan dikeluarkan
bersama kotoran atau tinja.

Namun, seseorang yang mengidap Taeniasis cenderung tidak akan merasakan infeksi
tersebut dalam tubuhnya, karena penyakit ini tidak menimbulkan gejala. Biasanya, munculnya
infeksi akibat cacing pita ini menyebabkan rasa mual, penurunan nafsu makan, tubuh lemas,
dan diare. Meski begitu, gejala ini sering kali diabaikan karena cenderung sama dengan
penyakit ringan lainnya.

Semakin lama cacing pita menginfeksi tubuh kamu, maka Taeniasis yang kamu alami akan
semakin parah. Jadi, sebaiknya kamu cermati dengan baik segala perubahan yang terbilang
aneh dan baru pertama kali kamu rasakan. Kondisi ini disebabkan karena tingkat keparahan
penyakit ini bergantung pada berapa lama cacing ini menginfeksi tubuh.

Telur T. saginata yang dikeluarkan lewat tinja orang yan terinfeksi hanya bisa menular
kepada sapi dan didalam otot sapi parasit akan berkembang menjadi Cysticercus bovis, stadium
larva dari T. saginata. Infeksi pada manusia terjadi karena orang tersebut memakan daging sapi
mentah atau yang dimasak tidak sempurna yang mengandung Cysticerci; di dalam usus halus
cacing menjadi dewasa dan melekat dalam mukosa usus. Begitu juga infeksi T. solinum terjadi
karena memakan daging babai mentah atau yang dimasak kurang sempurna (“measly pork”)
yang mengandung cysticerci; cacing menjadi dewasa didalam intestinum.

H. EPIDEMIOLOGI

Kasus taeniasis di Indonesia pertama kali dilaporkan berasal dari Irian Jayatahun 1970,
dimana ditemukan 9% fases dari 170 pasien RS Enarotali menggandung telur Taenia spp.
Seluruh pasien kemungkinan terinfeksi Taenia solium dikarenakan semua pasien memiliki
hewan ternak babi sedangkan hewan ternak sapi hanya sedikit dan hanya dimiliki oleh para
pendatang. Survey di Desa Obano dekat Enarotali pada pemeriksaan 350 sampel tinja
ditemukan sebanyak 2% positif telur Taenia spp. Pada saat tersebut ditemukan outbreak
banyak masyarakat yang mengalami luka bakar akibat terjatuh di perapian akibat kejang-kejang
(epilepsi). Pada tahun 1978 Subianto

dkk. melaporkan kasus luka bakar yang disebabkan oleh gejala kejang-kejang (epilepsy). Jumlah
kasus luka bakar di RS Enarotali tahun 1973 sangat sedikit, namun priode 1973-1976 terjadi
peningkatan kasus 275 orang. Pada kelompok umur 11 tahun keatas ditemukan 88 kasus gejala
kejang-kejang, adanya nodul subkutan (benjolan kecil di bawah kulit) 33,1% dan pemeriksaan
fases ditemukan proglotid dan telur Taenia spp 16,6%.

I. CARA PEMBERANTASAN

Cara pemberantasan taenia saginata :

 Memasak daging sapi sampai matang sempurna


 Memeriksa daging sapi akan adanya cysticercosis
 Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah kontaminasi tanah
dengan tinja manusia Melakukan pendinginan daging sapi.

Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan kesehatan untuk mencegah


terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja terhadap tanah, air, makanan dan pakan ternak
dengan cara mencegah penggunaan air limbah untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging
sapi atau daging babi secara sempurna.

Lakukan diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan enterik
pada institusi dimana penghuninya diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk mencegah
terjadinya cysticercosis. Telur Taenia solium sudah infektif segera setelah keluar melalui tinja
penderita dan dapat menyebabkan penyakit yang berat pada manusia. Perlu dilakukan tindakan
tepat untuk mencegah reinfeksi dan untuk mencegah penularan kepada kontak.

Daging sapi atau daging babi yang dibekukan pada suhu di bawah minus 5oC (23oF)
selama lebih dari 4 hari dapat membunuh cysticerci. Radiasi dengan kekuatan 1 kGy sangat
efektif.

Pengawasan terhadap bangkai sapi atau bangkai babi hanya dapat mendeteksi sebagian
dari bangkai yang terinfeksi; untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan tindakan secara
tegas untuk Membuang bangkai tersebut dengan cara yang

aman, melakukan iradiasi atau memproses daging tersebut untuk dijadikan produk yang masak.
Jauhkan ternak babi kontak dengan jamban dan kotoran manusia.

J. MORFOLOGI TAENIA SAGINATA

Habitat T. saginata dewasa hidup di dalam tubuh manusia dan terletak pada bagian bagian
usus halus. Ciri ciri makhluk hidup dari cacing pita dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan
panjangnya dapat mencapai 4-25 meter, walaupun kebanyakan 5 meter atau kurang. T.
saginata dewasa dapat hidup di dalam tubuh manusia dari 5 sampai dengan 20 tahun, bahkan
lebih. Kepala cacing pita disebut skoleks dan memiliki alat hisap (sucker). Skoleks berbentuk
segiempat, dengan garis tengah 1-2 milimeter, dan mempunyai 4 alat isap (sucker). Tidak
ada rostelum maupun kait pada skoleks. Leher T. saginata berbentuk sempit memanjang,
dengan lebar sekitar 0,5 milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat
struktur.
Segmen matur mempunyai ukuran panjang 3-4 kali ukuran lebar. Segmen gravid paling
ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm. Lubang genital terletak di dekat ujung posterior segmen.
Uterus pada segmen gravid uterus berbentuk batang memanjang di pertengahan segmen,
mempunyai 15–30 cabang di setiap sisi segmen. Segmen gravid dilepaskan satu demi satu, dan
tiap segmen gravid dapat bergerak sendiri di luar anus. Segmen gravid T. saginata lebih
cenderung untuk bergerak dibandingkan dengan segmen gravid T. sollium.

K. SIKLUS HIDUP

Siklus hidup cacing ini hampir sama seperti cacing pita babi. Dalam hal iniyang berlaku
sebagai hospes perantara adalah sapi atau kerbau. Sapi dapat tertular per os lewat rumput atau
airminum yang tercemar oleh feses manusia yang terinfeksi cacing tersebut. Pada pencernaan
sapi, cairan lambung serta cairan usus atau enzim
membuat telur menetas dalam 10-40 menit dan
melepaskan zigot dalam bentukheksakan embrio
yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran
pencernaanuntuk memasuki sirkulasi darah (kapiler
darah atau saluran limph). Dari pembuluh darah,
zigot akan menetap di otot dalam waktu 12-15
minggu dankemudian tumbuh larva yang
membentuk kista, seperti pada cacing cambuk.
Onchospore yang tertelan sapi akan dilepas pada
lumen ususmelalui proses enzimatik. Onchospore lalu akan menembus dinding usus,kemudian
melalui sirkulasi akan mencapai predileksinya, yakni otot jantung,rahang lidah dan diafragma.
Kista tersebut disebut Cysticercus bovis terdapat pada otot masseter, paha belakang, kelosa
serta ototlainnya. Dalam kondisi alam kehadiran Cystisercus pada otot sapi tidak berasosiasi
pada suatu gejala klinis apapun, walaupun pada pedet atau anak sapi yangterinfeksi secara
massif akan menderita miokarditis dan kerusakan hati, yangmerupakan akibat manifestasi dari
keberadaan Cystisercus di dalam hati. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia
dalam keadaaanmentah atau setengah matang, Cysticercus bovis akan mengadakan
evaginasi(penonjolan keluar). Protoskoleks akan melekat pada mukosa usus, untuk
menjadidewasa (masa inkubasi) membutuhkan 8-10 minggu. Dalam referensi lain disebutkan
bahwa cacing Taenia saginata menjadi dewasa setelah 10-12 minggu (sekitar 2 bulan). Enzim-
enzim pencernaan akan memecah kista danmelepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing
yang menempel di usus kecilakan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga
bulan. Cacing Taenia saginata yang menempel tersebut yang menyebabkan seseorang
mengalami Taeniasis (infeksi cacing pita). Padacacing jenis ini (beef tapeworm) manusia
merupakan inang (hospes) definitif. Cacing dewasa Taenia saginata menimbulkan infeksi pada
usus manusia. cacing dewasa hidup di bagian atas jejunum. Cacing ini dapat bertahan hidup
sampai 25 tahun. Pada tubuh manusia biasanya ditemukan hanya satu ekor cacing dewasa.

L. GAMBARAN UMUM

Cacing Pita dari sapi telah dikenal sejak dulu , akan tetapi identifikasi cacing tersebut baru
menjadi jelas setelah tahun 1782 ,karena karya Goeze dan Leuckart .Sejak itu,

diketahui adanya hubungan antara infeksi cacing Taenia saginata dengan larva sistisercus
bovis ,yang ditemukan pada daging sapi .Bila seekor anak sapi diberi makan proglotid gravid
cacingTaenia Saginata, maka pada dagingnya akan ditemukan sistiserkus bovis.

Taenia saginata adalah nama untuk cacing pita dan dalam format binomial nomenklatur. Taenia
berasal dari taedium kata yang diterjemahkan menjadi jijik dan kelelahan. Taenia saginata
adalah parasit sehingga habitat dan gizi berasal dari organisme lain.

Taenia saginata adalah cacing parasit yang datar telah berkembang cukup efisien dari waktuke
waktu untuk beradaptasi cara yang luar biasa menyerap nutrisi dan menyelesaikan siklushidup
yang kompleks.

Taenia saginata memiliki dua host yang menginfeksi yaitu : host definitif dan host perantara.
 Host definitif : yaitu pada manusia, cacing dewasa menghabiskan sebagian waktu dalam
usus kecil manusia. Para scolex terhubung ke lapisan epitel usus dan karena luas
permukaan kecil itu menghubungkan ke respon yang sangat imunologi terjadi dalam
tubuh untuk kehadiran cacing pita itu. Taenia saginata akan menghasilkan banyak telur
yang akan mengangkat Ed melalui kotoran manusia dan diteruskan ke host menengah.
 Host perantara : sapi bertindak sebagai hospes perantara dalam reproduksi siklus hidup
ketika telur melewati kotoran host definitif terinfeksi dicerna oleh sapi. Enzim
pencernaan akan memecah kulit telur tebal dan memungkinkan untuk membentuk
zigot. Zigot kemudian menembus lapisan lendir dan memasuki sirkulasi bovid tersebut.
Disinilah tahap larva muda dari T.saginata membentuk kista berisi kacang polong,
cairan, juga dikenal sebagai "cycticercus" dan kista ini tampaknya membentuk huruf s
dalam otot dan kadang-kadang terlihat pada organ tertentu seperti paru-paru dan hati.

Cacing pita dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Tubuh datar sangat ideal untuk menyerap
jumlah maksimum nutrisi karena itu luas permukaan terhadap volume. Sebuah scolex dibentuk
sehingga dapat melekat pada inangnya, terutama ketika ruang hidup utamanya adalah dalam
usus. Cacing pita juga mengambil keuntungan dari usus

10

untuk membantu melanjutkan siklus hidup dan bereproduksi, sehingga mengembangkan


tersegmentasi proglotid yang akan pecah dan melewati feses. Feses pada inang difinitif akan
dilepaskan ke lingkungan eksternal dan sapi kemudian akan makan rumput yang terkontaminasi
dengan telur memungkinkan larva untuk memiliki hospes perantara untuk tinggal.
11

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam 1. Penerbit Karunika Jakarta, Universitas
Terbuka. 148 hal.

Anonimous, 2005. Iler (Coleus scutellarioides L. Benth). Pusat Data dan Informasi –
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. http//www.pdpersi.co.id/.../news/arsip_
alternatif. php3 [16 Maret 2005]

De Padua, L. S., N Bunyaprahatsara and R.H.M.J. Lemmens. 1999. Plant Resources of South East
Asia No. 12 (1) Medicinal and Poisonous Plants. Blachuys Publisher, Leiden. 711p

Goodman, L. S. and Gilman, A. 1960. The Pharmacological Basis of Therapeutics. New York:
MacMillan Company. 1831 p.

gross, J. 1987. Pigments in Fruits. Academic Press: London.


12

Anda mungkin juga menyukai