Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PARASITOLOGI

MIKOLOGI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

BERLIANA YUNI DWI YANTI (P21345119016)

CINDY FADHILAH MURYANTO (P21345119017)

GRACE YANTHREE SINAGA (P21345119033)

HANA ANGGITA (P21345119034)

MUHAMAD NUR ALIF (P21345119047)

D-III KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar tanpa halangan yang berarti.
Dalam penyelesaian makalah dari tugas ini, tidak lepas dari bimbingan dan arahan
serta bantuan dari berbagai pihak. Pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Parasitologi dengan materi yaitu Mikologi.

Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat konstruktif
selalu penyusun harapkan. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Jakarta, 30 Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.1 Sifat Umum, Morfologi, Siklus Hidup..................................................................3
2.1.1 Ragi (Yeasts)..............................................................................................5
2.1.2 Kapang (Molds)..........................................................................................6
2.2 Cara Penularan....................................................................................................11
2.3 Cara Diagnosa dan Pemeriksaan Laboratorium.........................................12
BAB III PENUTUP.....................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................17
3.2 Saran...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak


termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan
mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glucan, dan
sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan
jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai sel,
sedangkan sel tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai
protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan
berkembang biak secara aseksual, seksual, atau keduanya.
Ilmu yang mempelajari jamur disebut mikologi (dari kata Yunani mykes
yang berarti jamur dan logos yang berarti ilmu). Mikologi kedokteran ialah ilmu
yang mempelajari jamur serta penyakit yang ditimbulkannya pada manusia.
Penyakit yang disebakan oleh jamur disebut mikosis. Mikosis yang mengenai
permukaan badan yaitu kulit, rambut dan kuku, disebut mikosis superfisialis.
Mikosis yang mengenai alat dalam disebut mikosis profunda atau mikosis
sistematik.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan adalah:

1) Bagaimanakah sifat umum, morfologi, dan siklus hidup mikologi?

2) Bagaimana cara penularan mikologi?

3) Bagaimana diagnosa dan pemeriksaan laboratorium?

1
1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan untuk makalah ini adalah:

1) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasitologi

2) Untuk mengetahui sifat umum, morfologi, dan siklus hidup mikologi

3) Untuk mengetahui penularan mikologi

4) Untuk mengetahui diagnosa dan pemeriksaan laboratorium

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sifat Umum, Morfologi, Siklus Hidup


 Sifat Umum

Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai klorofil


sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti
tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organic yang berasal dari hewan,
tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain, kemudian dengan menggunakan enzim
zat organic tersebut diubah dan dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian
diserap oleh jamur sebagai makanannya. Sifat inilah yang menyebabkan
kerusakan pada benda dan makanan, sehingga menimbulkan kerugian dan
diperlukan biaya yang besar untuk mencegah kerusakan tersebut. Dengan cara
yang sama, jamur dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan hewan sehingga
dapat menimbulkan penyakit.

Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Jamur
juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat
ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas.

Di alam bebas terdapat lebih dari 100.000 spesies jamur dan kurang dari 500
spesies diduga dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Dari sekian
banyak jamur tersebut diperkirakan 100 spesies bersifat pathogen pada manusia
dan sekitar 100 spesies hidup komensal pada manusia (bersifat saprofit), tetapi
dapat menimbulkan kelainan pada manusia bila keadaan menguntungkan untuk
pertumbuhan jamur tersebut. Keadaan ini disebut risiko, misalnya penderita
immunocompromised. Perubahan sifat jamur dari komensal menjadi pathogen
dikelompokkan sebagai jamur oppurtunis.

Jamur yang menimbulkan penyakit pada manusia, biasanya hidup pada zat
organic atau di tanah yang mengandung zat organic seperti humus, tinja binatang
(unggas, kelelawar). Dalam keadaan demikian, jamur dapat hidup terus-menerus
sebagai saproba tanpa melalui daur sebagai parasite pada manusia. Sebaliknya jika

3
jamur juga dapat hidup didalam atau di permukaan larutan zat anorganik di
laboratorium.

Manusia selalu terpajan jamur yang tumbuh hampir di semua tempat


terutama di daerah tropis. Meskipun demikian tidak semua orang terkena penyakit
jamur. Hal itu disebabkan sistem kekebalan di dalam tubuh manusia. Sistem
kekebalan bawaan melindungi masuknya jamur ke dalam tubuh manusia dan
sistem kekebalan didapat akan diaktifan bila jamur masuk ke dalam jaringan
tubuh. Untuk menimbulkan kelainan, jamur yang masuk kedalam jaringan harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, mengatasi sistem kekebalan didapat
dan mampu berkembangbiak.

Sebagai makhluk heterotrof jamur dapat bersifat:

1. Parasit obligat Merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada
inangnya, sedangkan diluar inangnya tidak dapat hidup misalnya,
pneumonia carinii (khamir yang menginfeksi paru- paru penderita AIDS) 
2. Parasit fakultatif adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan
inang yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang
yang cocok.
3. Saprofit merupakan jamur pelapukdan pengubah susunan zat organic
yang mati. Jamur saprofit menyerang makanannya dari organisme yang
telah mati seperti kayu tumbang dan buah yang jatuh. Sebagian besar
jamur saprofit mengeluarkan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk
mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga
mudah diserap oleh hifa.selain itu,hifa juga dapat langsung menyerap
bahan-bahan organic dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh
inangnya.

4
 Morfologi

Struktur dasar jamur adalah hifa. Tubuh jamur tersusun dari komponen
dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium (Lihat
Gambar 4.1). Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah.
Ketebalan hifa bervariasi antara 0,5 mm – 100 mm. Hifa terdiri atas sel-sel
sejenis. Sel-sel tersebut satu dan lainnya dipisahkan oleh dinding sel atau sekat
yang dinamakan Septum (jamak: septa) dan dinamakan hifa bersepta.
Morfologi jamur dibedakan berdasarkan bentuk koloninya, Ragi (yeast)
menghasilkan koloni yang kompak, seperti krim (teksturnya), dan lembab pada
permukaan medium agar. Sedangkan jamur berfilamen atau kapang (mold)
menghasilkan koloni yang berserat seperti kapas, atau seperti tepung. Beberapa
jamur patogen memiliki bentuk hidup sebagai ragi dan jamur berfilamen, disebut
dimorfik. Dimorfisme bentuk hidup dapat bersifat tergantung pada perubahan
suhu lingkungan. Bentuk kapang terbentuk pada suhu 25-30oC, sedangkan bentuk
ragi dibentuk pada suhu mencapai 35-37oC.
2.1.1 Ragi (Yeasts)
Ragi merupakan mikroorganisme uniselular, berbentuk bulat hingga
oval, berukuran antara 2 – 60 µm. Sel-sel ragi dapat bereproduksi secara aseksual
dengan membentuk tunas, dan secara seksual dengan membentuk askospora atau
basidiospora. Parameter yang digunakan untuk dapat memebdakan jenis ragi
adalah ukuran, keberadaan kapsul, dan mekanisme pembentukan tunas (budding).
Umumnya ragi merupakan anggota kelompok Ascomycota, Basidiomycota, atau
Deuteromycota. Terdapat dua istilah yang harus dibedakan dari perkembangan

5
ragi, yaitu “germ tube”dan “pseudohypae”. “Germ tube”adalah perpanjangan
dinding sel yang tidak mengalami konstriksi atau pelekukan, struktur ini dibentuk
pada saat ragi mulai membentuk hifa. “Pseudohypae”adalah perpanjangan
dinding sel yang disertai dengan pelekukan, sehingga secara morfologi akan
tampak seperti hifa bersekat.

Gambar 8.1. Pseudohifa


2.1.2 Kapang (Molds)
Struktur dasar kapang adalah hifa yang berbentuk seperti tabung
memanjang. Hifa berkembang membentuk struktur seperti benang (tampak secara
makroskopis), disebut miselium. Miselium dapat berpenetrasi ke dalam medium
untuk mengambil nutrisi bagi pertumbuhannya. Hifa vegetatif dapat berkembang
menjadi hifa reproduktif pada kondisi yang sesuai. Bagian hifa yang terdapat pada
permukaan substrat atau medium disebut hifa aerial, dapat membentuk tubuh buah
untuk memproduksi spora aseksual.
Terdapat tiga jenis hifa berdasarkan septa (segmen) atau batas antar
dinding sel satu dengan dinding sel lainnya. Hifa senositik adalah jenis hifa yang
tidak memiliki septa, hifa jenis ini dimiliki oleh kelompok Zygomycota. Hifa
dengan septa berpigmen gelap, dimiliki oleh kapang “dematiceous”; dan hifa
hialin merupakan hifa bersepta tanpa pigmen.

6
Gambar 8.2 Jenis-jenis Hifa Kapang
Keterangan: kiri: Hifa senositik (Rhizopus), kanan: hifa hialin

Elemen yang terkecil dari jamur disebut hifa yaitu berupa benang-
benang filamen yang terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding, protoplasma,
inti dan biasanya mempunyai sekat. Hifa yang tidak mempunyai sekat disebut
hifa sinositik. Benang-benang hifa ini bercabang-cabang dan bila membentuk
anyaman disebut miselium.
Hifa berkembang biak atau tumbuh menurut panjangnya dengan
membentuk spora. Spora adalah alat reproduksi yang bisa dibentuk dalam hifa
sendiri atau oleh alat-alat khusus dari jamur sebagai alat reproduksi. Besarnya
antara 1-3µ dengan bentuknya bisa bulat, segi empat, kerucut atau lonjong.
Spora-spora ini dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang
sehingga membentuk satu hifa.
Hifa umumnya mempunyai satu sekat, tetapi ada kalanya dari satu
spora, dapat terbentuk satu hifa semu. Hifa semu dibentuk dari sel ragi. Pada
salah satu sisinya membentuk tonjolan yang lebih besar sehingga tampak
menyerupai hifa dan tidak mempunyai sekat. Anyaman dari hifa ini disebut
miselium semu.
Spora merupakan bola-bola kecil yang berukuran 1-3µ, merupakan
alat reproduksi. Ada dua macam spora yaitu :

1) Spora seksual

7
Yaitu spora yang dibentuk dalam suatu organ khusus yang sebelumnya
terjadi penggabungan dari dua hifa dan gabungan ini akhirnya membentuk alat
reproduksi yang khas, misalnya :
a. Askospora : spora-spora yang dibentuk dalam suatu kantong atau
askus.
b. Basidospora : spsora yang dibentuk pada bagian atas basidium.
c. Oospora : spora-spora yang dibentuk dalam oosit.
d. Zigospora : spora-spora yang dibentuk dari dua hifa yang sebelumnya
telah bergabung.

2) Spora aseksual
Yaitu spora yang langsung dibentuk oleh hifa tanpa melalui
penggabungan dari hifa-hifa reproduktif. Ada tiga jenis yaitu :
a. Talospora
 Artrospora yaitu spora-spora yang langsung dibentuk di dalam satu
hifa atau miselium dengan membagi protoplasma.

Gambar 8.4. Artrospora


 Blastospora yaitu anak sel yang dibentuk dari suatu sel atau induk,
umumnya pada ragi.

Gambar 8.5. Blastospora

8
 Klamidospora yaitu dari suatu hifa pada bagian tengahnya
membentuk tonjolan protoplasma, dan selanjutnya protoplasma
terbagi-bagi menjadi spora.

Gambar 8.6. Klamidospora


b. Konidiospora
Dibentuk dari ujung hifa, disini protoplasma membagi diri.
Terdapat 2 macam bentuk : makro dan mikrokonida.

Gambar 8.7. Konidiospora


c. Sporangiospora
Dibentuk dari sporangium yaitu dari ujung hifa atau miselium
khusus yang berbentuk benjolan dan dari benjolan ini dibentuk spora-
spora.

Gambar 8.8. Sporangiospora

9
 Siklus Hidup

Siklus Hidup Jamur melewati beberapa tahap atau fase. Kehidupan


jamur berawal dari spora (Basidiospora) yang kemudian akan berkecambah
membentuk hifa yang berupa benang-benang halus. Hifa ini akan tumbuh ke
seluruh bagian media tumbuh. Kemudian dari kumpulan hifa atau miselium akan
terbentuk gumpalan kecil seperti simpul benang yang menandakan bahwa tubuh
buah jamur mulai terbentuk. Simpul tersebut berbentuk bundar atau lonjong dan
dikenal dengan stadia kepala jarum (pinhead) atau primordia. Simpul ini akan
membesar dan disebut ilah kancing kecil (small button). Selanjutnya stadia
kancing kecil akan terus membesar mencapai stadia kancing (button) dan stadia
telur (egg). Pada stadia ini yang tadinya tangkai dan tudung  yang tadinya tertutup
selubung universal mulai membesar. Selubung tercabik, kemudian diikuti stadia
perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia ini terpisah dengan tudung
(pillueus) karena perpanjangan tangkai (stalk). Stadia terakhir adalah stadia
dewasa tubuh buah.

Pada stadia kancing yang telah membesar akan terbentuk bilah. Bilah yang
matang akan memproduksi basidia dan Basidiospora, kemudian tudung
membesar. Pada waktu itu, selubung universal yang semula membungkus seluruh
tubuh buah akan tercabik. Tudung akan terangkat keatas karena memanjangnya
batang, sedangkan selubung universal yang sobek akan tertinggal di bawah dan
disebut cawan. Tipe perkembangan tubuh buah seperti ini disebut tipe
angiocarpic.

Pada tipe perkembangan yang lain, yaitu gymnocarpic, lapisan universal tidak
terbentuk. Sisi dari pembesaran tudung dihubungkan dengan batang oleh selubung
dalam. Pada waktu bilah membesar, selubung dalam tercabik dan melekat melingkari
batang membentuk cincin atau anulus. Sebagai organisme yang tidak berklorofil, jamur
tidak dapat melakukan proses fotosintetis seperti halnya tumbuh-tubuhan. Dengan
demikian jamur tidak adapat memanfaatkan langsung energi matahari. Jamur mendapat
makanan dalam bentuk jadi seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati.

10
Bahan makanan ini tidak akan diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh
hifa  menjadi  tumbuh senyawa yang dapat diserap dan dignakan untuk tumbuh dan
berkembang. Semua jamur yang edibel (dapat dimakan) bersifat saprofit, yaitu hidup
dari senyawa organik yang telah mati.

Jamur merupakan golongan fungi yang membentuk tubuh buah yang


berdaging. Tubuh buah ini umumnya berbentuk payung dan mempunyai akar
semu  (rhizoid), tangkai, tudung serta terkadang disertai cincin dan cawan volva.

Ordo Agaricales dapat tumbuh dan menyebar luas pada berbagai habitat.
Berdasarkan habitat tumbuh dibedakan berbagai jamur yang termasuk spesies
tropis atau spesies sub tropis. Beberapa spesies menunjukkan kekhususan dalam
memilih habitat tumbuh, misalnya menyukai area yang terbuka dan cukup cahaya.
Sementara spesies yang lain menyukai habitat yang terlindung dan berkayu.
Dalam satu habitat juga ada spesies yang menunjukkan lebih menyukai media
tumbuh atau substrat tertentu seperti substrat berkayu, daun-daun mati atau
kotoran binatang (coprophilous).   

2.2 Cara Penularan

Faktor penyebaran penyakit jamur di Indonesia adalah suhu dan


kelembabannya yang tinggi. Keadaan lingkungan tersebut merupakan suasana
yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di
semua tempat. Selain faktor lingkungan, disebutkan bahwa keadaan sosial
ekonomi menjadi faktor yang akan mempengaruhi terjadinya infeksi jamur. Hal
ini terkait dengan kemiskinan yang berhubungan dengan tempat tinggal dengan
kepadatan yang tinggi sehingga meningkatkan penularan secara skin to skin antar
anggota keluarga, akses pelayanan kesehatan yang rendah, interaksi yang erat
dengan hewan ternak, dan rendahnya tingkat kebersihan hingga mencapai
kondisi suboptimal.

Jamur penyebab penyakit berada saprofit di tanah, limbah, sampah/tumbuh-


tumbuhan busuk dan humus. Juga tumbuh di kayu dan cat pada lingkungan
lembab dan tirai kamar mandi. Lesi diduga terjadi melalui inokulasi langsung

11
pada kulit yang sebelumnya mengalami trauma minor. Dapat terjadi
autoinokulasi. Dicurigai dapat penularan dari manusia ke manusia, yang biasanya
jarang terjadi, tapi ada yang menyanggahnya.

Patogenesis Dermatofitosis
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu :

 Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara


langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara
sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan (silent
“carrier”). Bahkan melalui kontak dekat atau melalui benda-benda Yang
terkontaminasi.
 Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi
dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah / tempat
tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan
utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
 Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia oleh paparan langsung. Secara
sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi


pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan
melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus
jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan
diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan
menimbulkan reaksi jaringan atau radang.
Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkahutama, yaitu: perlekatan
pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon
pejamu.

12
2.3 Cara Diagnosa dan Pemeriksaan Laboratorium

 Cara Memastikan Penyakit Jamur Pemeriksaan tampilan secara


klinis.

1. Pemeriksaan dengan bantuan sinar lampu Wood (UV)yaitu menghasilkan


sinar ultraviolet 360 nm (atau sinar “hitam” yang dapat digunakan untuk
membantu evaluasi pengakit-penyakit kulit tertentu.
2. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH
3. Pemeriksaan biakan untuk mengetahui jenis jamurnya yaitu dilakukan
dengan menanamkan sampel pada media buatan yaitu menggunakan media
agar dextrose sabouraud. Tujuan dilakukan pemeriksaan ini yaitu sebagai
penyokong pemeriksaan langsung (KOH)
4. Metode heinriclis
5. Metode slide culture (microculture)
6. Metode riddle

 Diagnosis Lab

1. Tampilan secara teknis dapat dilihat langsung misalnya pada jamur penyebab
panu yang dapat dilihat secara langsung dengan ciri-ciri bersisik, gatal pada
saat berkeringat, putih dan kasar.
2. Pemeriksaan dengan bantuan sinar lampu Wood (UV)yaitu menghasilkan
sinar ultraviolet 360 nm (atau sinar “hitam” yang dapat digunakan untuk
membantu evaluasi pengakit-penyakit kulit tertentu.
3. Pemeriksaan Jamur Secara Mikroskopik
Prinsip Larutan KOH 10% atau 20% akan melisiskan kulit, kuku dan rambut
sehingga bila mengandung jamur, dibawah mikroskop akan terlihat hypa dan
atau spora. Pemeriksaan KOH (kalium hidroksida) merupakan pemeriksaan
yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis pada setiap kasus kelainan kulit
pada infeksi jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan

13
pengerokkan kulit pada bagian kulit yang mengalami infeksi jamur. Hasil
yang diterapkan pada pemeriksaan ini ditemukannya elemen jamur beruoa hifa
panjang dan artrospora (hifa bercabang) yang berarti bahwa penyebab
kelainan kulit pada pasien disebabkan oleh jamur nakal (dermatofita) . Tujuan
Menemukan adanya hypa dan atau spora pada kulit, kuku dan rambut.
a. Alat :
- Mikroskop
- Kapas
- Pipet Tetes
- Scapel                                     
- Petridish                                 
- Obyek Glass   
- Cover Glass    

b. Bahan :
- KOH 10 %
- KOH 10 %
- Alkohol

c. Langkah Kerja :

Kulit

 Kulit yang akan diambil sampelnya dibersihkan dengan kapas alkohol


70% untuk menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya.  
 Bagian yang aktif dan didapati jamur di kerok dengan skalpel dengan
arah dari atas kebawah. 
 Objek glass yang telah ditetesi KOH 10% 1-2 tetes diletakkan dibawah
bagian yang dikerok (untuk melisiskan keratin)

14
 Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah
pinggir terlebih dahulu. Dikerok dengan skapel sehingga memperoleh
skuama yang cukup.
 Lalu tutup dengan cover glass.
 Letakkan di atas kapas beralkohol di petridisc, kemudian dibawa ke lab
 Untuk pemeriksaan, fiksasi sebanyak 3x kemudian periksa dibawah
mikroskop perbesaran 10x – 40x

Rambut

 Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut


yang warnanya tidak mengkilap lagi.
 Objek glass tetesi dengan KOH 20%
 Ambil sehelai rambut, potong dengan gunting
 Letakkan di objek glass, tutup dengan cover glass
 Letakkan di atas kapas beralkohol di petridisc, kemudian dibawa ke lab
 Untuk pemeriksaan, fiksasi sebanyak 3x kemudian periksa dibawah
mikroskop perbesaran 10x – 40x
 Kuku 
 Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bawah kuku yang sudah
rusak atau dari bahan kukunya sendiri.
 Kuku dibersihkan dengan alkohol 70%.
 Kemudian kuku di kerok menggunakan skapel dan taruh pada objek
glass kemudian tuangi dengan KOH 20-40% 1-2 tetes dan tutup dengan
cover glass.
 Simpan di petridisc yang telah ada kapas beralkohol untuk diperiksa di
lab
 Fiksasi  sebanyak 3x kemudian periksa dibawah mikroskop perbesaran
10x – 40x dan dilihat dibawah mikroskop perbesaran 10x. Dan yang
dicari adalah hifa dan sporanya.

15
 Metode penanaman PDA

a) Alat dan Fungsi

b) Bahan dan Fungsi

c) Prosedur Kerja
Di ambil cawan petri yang berisi jamur dalam PDA dari dalam incase.
Kemudian di panaskan jarum loop di atas bunsen untuk pengkondisian
aseptis lalu di dinginkan dengan menggoreskan jarum loop
di media yang tidak ada jamur nya. Setelah itu di ambil jamur yang ber

16
hifa, proses ini di lakukan di dekat bunsen untuk pengkondisian aseptis.
Jamur di goreskan pada cover glass, lalu di tetesi NaFis karena NaFis
merupakan larutan isotonik. Setelah itu cover glass ditutup dengan objek
glass cekung dan di ballik agar hifa tidak rusak sehingga dapat
diamati. Lalu diamati preparat dibawah mikroskop  dan di gambar
hasilnya.
untuk pengamatan mikroskopis, sebelumnya dibuat
preparat dengan meletakkkan koloni jamur diatas gelas
objek, ditetesi dengan aquades d a n   laktofenol untuk
pemotretan. Lalu tutup dengan gelas penutup dan diamati dibawah
mikroskop

17
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fungi merupakan mikroorganisme eukariota yang sebagian besar bersifat


multiseluler. Fungi atau cendawan terdiri dari kapang dan khamir. Secara umum
Fungi hidup dengan 3 cara yaitu sebagai saprofit, parasitik dan diomorfis. Fungi
adalah heterotrof yang mendapatkan nutriennya melalui penyerapan (absorpsi).

Fungi menempati lingkungan yang sangat beragam yang berasosiasi secara


simbiotik dengan banyak organisme baik di darat maupun di air. Sebagian besar
fungi adalah organisme multiseluler dengan hifa yang dibagi menjadi sel-sel oleh
dinding yang bersilangan atau septa. Dinding sel pada fungi dilindungi oleh
Selulosa dan Kitin (polisakarida yang mengandung unsur N). Fungi dapat
berkembang biak dengan dua cara yaitu cara seksual dan aseksual.

Berdasarkan pada cara dan ciri reproduksinya terdapat empat kelas


cendawan sejati atau berfilamen di dalam dunia Fungi yaitu: Phycomycetes,
Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.

3.2 Saran

Berdasarkan pengalaman dan pembahasan materi ini, maka kami


memberikan beberapa saran dan imbauan khususnya kepada pembaca dan penulis
selanjutnya. Diharapkan dengan saran dari kami, para pembaca mampu
memahami dan mendalami materi secara menyeluruh. Bagi penulis selanjutnya,
kami menghimbau gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk memahami materi 
sebelum melakukan proses penulisan makalah dan gunakan pula waktu sebaik
mungkin pada saat proses penulisan.

Dengan penyusunan makalah ini, diharapkan bagi mahasiswa untuk


selanjutnya dapat membuat makalah dan mengembangkannya sehingga lebih
dimengerti mengenai Mikologi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis diIndonesia. Dalam: Budimulya U,


Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S, editor.
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.
hlm. 1–6.

Cholis M. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam: Budimulya U,


Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S, editor.
Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.
hlm. 7–18.

http://idrissamiun.blogspot.com/2015/12/makalah-mikologi-sekilas-tentang-fungi.html

https://www.academia.edu/12378356/PARASITOLOGI

Mikrobiologi dan Parasitologi Keperawatan oleh Dr. Padoli, SKp., M.Kes. hlm.
62

Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: 2013. hlm. 307-315

19

Anda mungkin juga menyukai