Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan
oleh cacing Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis. Enterobiasis merupakan
infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal
ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Parasit ini lebih banyak didapatkan diantara kelompok dengan tingkat
sosial yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada orang-orang dengan tingkat sosial
yang tinggi. Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai
dari yang berukuran besar seperti cacing perut, sampai yang kecil setitik seperti cacing kremi
(pinworm). Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis adalah
parasit yang hanya menyerang manusia, penyakitnya kita sebut oxyuriasis atau enterobiasis.
Oleh awam, kita sering mendengar, Kremian. (Soedarto, 1995)
Enterobiasis juga merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya
penularan telur baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya. Anak berumur 5-14
tahun lebih sering mengalami infeksi cacing Oxyuris vermicularis dibandingkan dengan
orang dewasa yang lebih bisa menjaga kebersihan dibandingkan anak-anak. Berdasarkan hal
tersebut, kami mengangkat makalah tentang cacing E.Vermicularis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Enterobius vermicularis?
2. Bagaimana morfologi dari Enterobius vermicularis?
3. Bagaimana siklus hidup dari Enterobius vermicularis?
4. Apakah memiliki dampak negatif bagi kehidupan manusia?
5. Apakah yang harus dilakukan untuk menghindari dampak negatifnya?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu Enterobius vermicularis.
2. Untuk mengetaui morfologi dari Enterobius vermicularis.
3. Untuk mengetahui siklus hidup Enterobius vermicularis.
4. Untuk mengetahui apakah memiliki dampak negatif atau tidak.
5. Untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan bila terkena dampak negatifnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Enterobius vermicularis


Enterobius vermicularis atau sering disebut cacing kremi adalah salah satu hewan dari
kelas nematoda filum Nemathelminthes. Enterobius vermicularis disebut cacing kremi karena
ukurannya sangat kecil. Cacing kremi hidup di dalam usus besar manusia.

2.2. Morfologi Enterobius vermicularis


Cacing dewasa Oxyuris vermicularis berukuran kecil, berwarna putih, yang betina
jauh lebih besar dari pada yang jantan. Ukuran cacing jantan adalah 2-5 mm, cacing jantan
mempunyai sayap yang dan ekornya melingkar seperti tanda tanya. Sedangkan ukuran cacing
betina adalah 8-13 mm x 0,4 mm, cacing betina mempunyai sayap , bulbus esofagus jelas
sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing betina berbentuk gravid melebar dan
penuh dengan telur. Bentuk khas dari cacing dewasa ini adalah tidak terdapat rongga mulut
tetapi dijumpai adanya 3 buah bibir, bentuk esofagus bulbus ganda (double bulb oesophagus),
didaerah anterior sekitar leher kutikulum cacing melebar, pelebaran yang khas disebut sayap
leher (cervical alae). (Srisari G, 2006)
Ukuran telur E.vermicularis yaitu 50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-rata 55 x 26
mikron). Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar
dan salah satu sisinya datar. Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu :
lapisan luar berupa lapisan albuminous, translucent, bersifat mechanical protection. Di dalam
telur terdapat bentuk larvanya. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000
butir setiap harinya selama 2 sampai 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati.
(Soedarto, 1995).

2.3. Daur hidup Enterobius vermicularis


Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif E.vermicularis dan tidak diperlukan
hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada malam hari dan akan
melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah : perianal dan perinium. Migrasi ini disebut
Nocturnal migration. Di daerah perinium tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara
kontraksi uterus, kemudian telur melekat didaerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif
pada tempat tersebut, terutama pada temperatur optimal 23-26 ºC dalam waktu 6 jam
(Soedarto, 1995)
2
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur matang sampai
menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kira-kira 2
minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-
telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan.
(Srisari G, 2006).

1.) Enterobius vermicularis betina dewasa betina yang bertelur menyimpan telur pada


lipatan perianal. 

2.) Infeksi terjadi melalui inokulasi sendiri (memindahkan telur ke mulut dengan tangan
yang menggaruk daerah perianal) atau melalui paparan telur di lingkungan (misalnya
permukaan yang terkontaminasi, pakaian, seprei, dll).

3
3.)  Setelah menelan telur infektif, larva menetas di usus kecil 

4.) Dan dewasa membangun diri di usus besar, biasanya di sekum. 

5.) Interval waktu dari konsumsi telur infektif ke oviposisi oleh betina dewasa adalah
sekitar satu bulan. Pada kematangan penuh, betina dewasa berukuran 8 hingga 13
mm, dan jantan dewasa 2 hingga 5 mm; rentang hidup orang dewasa adalah sekitar
dua bulan. Betina betina bermigrasi nocturnally di luar anus dan oviposit sambil
merangkak pada kulit daerah perianal. 

6.) Larva yang terkandung di dalam telur berkembang (telur menjadi infektif) dalam 4
hingga 6 jam dalam kondisi optimal.

Jarang, telur dapat menjadi udara dan terhirup dan ditelan. Retroinfeksi, atau migrasi larva
yang baru menetas dari kulit dubur kembali ke rektum, dapat terjadi tetapi frekuensi
terjadinya hal ini tidak diketahui.

Cara penularan E.vermicularis :


Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau pada orang lain
sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya alas tempat tidur atau
pakaian dalam penderita.
Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang infektif.
Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri, oleh karena
larva yang menetas di daerah perianal mengadakan migrasi kembali ke usus penderita dan
tumbuh menjadi cacing dewasa. (Srisari G, 2006)

2.4. Epidemiologi
- Asia, Australia, Afrika, Eropa, Amerika. 350 juta terinfeksi di seluruh bumi.
- Insiden tinggi di negara-negara barat terutama USA 35-41 %.
- Merupakan penyakit keluarga.
- Tidak merata dilapisan masyarakat.
- Yang sering diserang yaitu anak-anak umur 5-14 tahun.

Pada daerah tropis insiden sedikit oleh karena cukupnya sinar matahari, udara panas,
kebiasaan ke WC (yaitu sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas toilet). Akibat
hal-hal tersebut diatas maka pertumbuhan telur terhambat, sehingga dapat dikatakan penyakit

4
ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat tapi lebih dipengaruhi oleh
iklim dan kebiasaan.
Udara yang dingin, lembab dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik
bagi pertumbuhan telur. (Soejoto dan Soebari, 1996).

2.5. Diagnosa
Seseorang yang terinfeksi cacing kremi sering tanpa gejala, tepai gatal disekitar anus
adalah gejala umum. Diagnosis cacing kremi dapat dicapai dari tiga teknik sederhana. Pilihan
pertama adalah mencari cacing di perianal reqion 2 hingga 3 jam setelah orang yang
terinfeksi tidur. Pilihan kedua adalah menyentuh kulit perianal sengan pita transparan untuk
mengumpulkan kemungkinan telur cacing kremi di sekitar anus hal pertama di pagi hari. Jika
seseorang terinfeksi, telur pada pita akan terlihat di bawah mikroskop. Metode rekaman harus
dilakukan pada 3 hari berturut-turut tepat setelah orang yang terinfeksi bangun dan sebelum
dia mencuci/mandi. Karena gatal dubur adalah gejala umum dari cacing kremi, pilihan ketiga
menganalisis sample di bawah kuku di bawah mikroskop. Karena telur cacing kremi dan
cacing sering jarang di tinja, memeriksa sample tinja tidak dianjurkan. Tes serologis tidak
tersedia untuk mendiadnosis infeksi cacing kremi.
Cara memeriksa Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing dewasa atau
telur dari cacing E.vermicularis. Adapun caranya adalah sebagai berikut:
a) Cacing Dewasa
Cacing dewasa dapat ditemukan dalam feses, dicuci dalam larutan NaCl agak panas,
kemudian dikocok sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau
dimatikan dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda kecil seperti E.vermicularis
dapat juga difiksasi dengan diawetkan dengan alkhohol 70% yang agak panas. (Harold W.
Brown, 1979)
b) Telur Cacing
Telur E.vermicularis jarang ditemukan didalam feses, hanya 5% yang positif pada
orang-orang yang menderita infeksi ini. (Soejoto dan Soebari, 1996) Telur cacing
E.vermicularis lebih mudah ditemukan dengan tekhnik pemeriksaan khusus, yaitu dengan
menghapus daerah sekitar anus dengan “Scotch adhesive tape swab”. (Lynne & David,
1996).

2.6. Gejala Klinis

5
Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis yang
menonjol berupa pruritus ani, di sebabkan oleh iritasi di sekitar anus akibat migrasi cacing
betina ke perianal untuk meletakkan telur-telurnya. Gatal-gatal di daerah anus terjadi saat
malam hari, karena migrasi cacing betina terjadi di waktu malam.
Cacing betina gravid, sering mengembara dan bersarang di vagina serta tuba fallopi.
Sementara sampai di tuba fallopi menyebabkan salphyngitis. Kondisi ini sangat berbahaya,
terutama pada wanita usia subur, sebab dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya
saluran tuba. Cacing juga sering ditemukan di appendix. Hal ini bisa menyebabkan apendisitis,
meskipun jarang di temukan. (DB Jelliffe, 1996).

2.7. Pengobatan Dan Pencegahan


Pengobatan enterobiasis efektif jika semua penghuni rumah juga di obati, infeksi ini
dapat menyerang semua orang yang berhubungan dengan penderita. Obat-obatan yang di
gunakan antara lain piperazin, pirvinium, tiabendazol dan stilbazium iodida (Gandahusada et
al., 2006).
Pengobatan enterobiasis adalah sebagai berikut:
 Piperazin sulfat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 8 hari,

 Pirvinium pamoat, di berikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g )
dan di ulangi 2 minggu kemudian,

 Piranthel pamoat, di berikan dengan dosis 11mg/kg berat badan single dose, dan
maksimum 1 gram,

 Stilbazium Iodida, dengan dosis tunggal 10-15 mg/kg berat badan. Warna tinja akan
menjadi merah karena obat ini.

· Pencegahan dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti sprei
teratur, ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah, potong
kuku secara rutin, hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Kalau perlu toilet dibersihkan
dengan menggunakan desinfektan.
· Selain itu, peningkatan kesehatan perorangan dan kelompok digabung dengan terapi
kelompok dapat membantu pencegahan (Garcia dan Bruckner, 1996).

6
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
E.Vermicularis atau Enterbius vermicularis adalah salah satu hewan dari kelas nematoda
filum Nemathelminthes yang sering disebut cacing kremi. Cacing dewasa E.vermicularis
berukuran kecil, berwarna putih, yang betina jauh lebih besar dari pada yang jantan, dan
ujung posterior cacing jantan melingkar sedangkan yang betina lurus meruncing. Telur E.
vermicularis berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan
salah satu sisinya datar. Daur hidup E.Vermicularis dimulai dari terinfeksinya manusia
sebagai hospes oleh cacing kremi kemudian cacing dewasa akan bertelur di daerah perianal.
Jika telur cacing tertelan oleh hospes yang tidak terinfeksi maka cacing akan berkembang di
dalam hospes lain dan mengulang kembali daur hidupnya tersebut. Cara memeriksa
Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing dewasa atau telur dari cacing
E.vermiculsris dengan metode “Scotch adhesive tape swab”. Pengobatan enterobiasis efektif
jika semua penghuni rumah juga di obati, infeksi ini dapat menyerang semua orang yang
berhubungan dengan penderita.

7
DAFTAR PUSTAKA

Brown, Harrold W. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: PT Gremedia.

Gandahusada dkk, 2006. Parasitologi Kedokteran, Edisi IV. FKUI, Jakarta.

Garcia, Lynne S dan Bruckner, David A. 1996. Alih Bahasa Dr. Robby Makimian Ms.
Diagnostic Parasitologi Kedokteran. EGC.

Jelliffe, DB., 1996. Assessment of the Nuttritional Stats of the Community.WHO. Geneva.

Soedarto. 1995. Buku ajar parasitologi kedokteran: Handbook of medica (parasitologi).


Jakarta: Sagung Seto.

Srisari, G., 2006. Parasitologi Kedokteran edisi ke 3. Jakarta: EGC.

Soejoto dan Soebari. 1996. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan Helmintologi. Solo:
EGC.
https://www.cdc.gov/parasites/pinworm/biology.html (Diakses:21 November 2019).

Anda mungkin juga menyukai