PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya kegiatan praktikum ini adalah, agar:
1. Mahasiswa mampu menganalisa biokimia saliva yang meliputi pengukuran
pH, viskositas, buffer, reaksi reduksi gula, aktivitas enzim amylase dan garam
Ca.
2. Setelah mahasiswa melakukan analisa maka diharapkan mahasiwa mampu
menjelaskan proses biokimia yang terjadi pada saliva saat melakukan
fungsinya berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap hasil percobaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
lidah dan terbagi atas kelenjar mukus anterior dan campuran pada posterior.
Kelenjar lingual posterior terdapat pada gabungan dengan lingual tonsil dan
permukaan lateral lidah. Merupakan kelenjar mukus murni. Kelenjar serus
(von ebner) mengalir ke dalam saluran-saluran di sekeliling papilla
circumvallata. Kelenjar bukal dan labial ditemukan pada pipi dan bibir. Unit
terminal secretory mengandung sekresi mukus dan serus. Kelenjar palatinal
merupakan murni mukus dan ditemukan pada palatum lunak dan uvula, dan di
dalam regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatina
merupakan mukus murni yang berlokasi di lipatan glossopalatina
(repository.usu.ac.id).
Pada kondisi istirahat rata-rata aliran saliva berkisar 0,3 ml/menit, nilai
dibawah 0,1 ml/menit disebut hiposalivasi sedangkan nilai diantara 0,1-0,25
ml/menit rendah, dan meningkat hingga sekitar 2,5-5 ml/menit bila ada
stimulasi. Nilai normal untuk laju aliran saliva yang ditimulasi adalah 1,0-3,0
ml/menit. Nilai dibawah 0,7 ml/menit disebut hiposalivasi dan nilai 0,7-1,0
ml/menit dikatakan rendah. Kelenjar saliva terdiri dari dua kelenjar sekresi
utama yaitu sel serus dan sel mukus. Sel serus dan mukus berbeda dalam
struktur yang dapat dilihat secara histologi dengan menggunakan mikroskop
elektron, dan tipe dari komponen makromolekular yang dihasilkan dan
disekresikan. Umumnya sel serus menghasilkan protein dan glikoprotein,
sejumlah enzim, anti mikoba, ikatan kalsium, dan lainnya. Produk utama dari
sel mukus adalah mucin. Walaupun mucin juga merupakan glikoprotein tetapi
berbeda dari glikoprotein sel serus dalam struktur proteinnya. Mucin
menyebabkan saliva kental sehingga viskositasnya lebih tinggi. Molekular
tinggi mucin (MG1) dan molekular rendah mucin (MG2) telah diisolasi dari
karakteristik biokimia merupakan glikpoprotein. MG1 dan MG2 adalah mucin
yang dominan di dalam saliva, memberikan perlindungan sebagai pelumas
dan anti mikroba jaringan mulut. MG1 terdapat pada acini mukus kelenjar
submandibular, sublingual, labial dan palatinal. Tempat sintesis MG2
kontroversial di dalam acini mukus kelenjar submandibular dan labial, dan
4
acini serus di kelenjar submandibular, sublingual, labial, dan palatinal
(Amerongan, 1991)
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan,
kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan
untuk mengalir. Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu, viskositas akan
turun dengan naiknya suhu, konsentrasi dari suatu larutan juga mempengaruhi
viskositas, semakin tinggi konsentrasi larutan maka viskositas semakin tinggi.
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran
yang diberikan oleh suatu cairan. Kebanyakan viskometer mengukur suatu
kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila
cairan itu mengalir cepat, maka berarti viskositas dari cairan itu rendah
(misalnya air). Dan cairan itu mengalir lambat, maka cairan itu memiliki
viskositas tinggi (misalnya madu). Viskositas dapat diukur dengan mengukur
laju aliran cairan yang melalui tabung berbentuk silinder
(repository.usu.ac.id).
Aksi saliva sebagai pelumas sangat penting untuk kesehatan rongga
mulut, yang memfasilitasi pergerakan lidah dan bibir selama proses menelan
dan makan, dan juga penting untuk memperjelas bicara. Peran saliva sebagai
pelumas yang melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut
terhadap gesekan mekanis, panas dan iritasi kimia. Nilai viskositas normal
saliva manusia adalah 2,75-15,51 centipoise. Ada sekelompok besar bahan
(seperti polimer, emulsi, dan suspensi) dan biomaterial, seperti saliva yang
tidak dapat dijelaskan dengan sederhana viskositasnya. Viskositas saliva
tergantung pada laju geser dan waktu alir, sehingga saliva dapat digolongkan
sebagai fluida non-Newtonian. Cairan non-Newton adalah salah satu di mana
viskositas adalah fungsi beberapa variabel mekanis seperti tegangan geser
atau waktu alir. Cairan non-Newton merupakan cairan yang berubah seiring
waktu. Sifat-sifat saliva manusia disebabkan oleh glikoprotein saliva,
terutama mucin dengan berat molekul yang tinggi (MG1) yang disekresikan
oleh kelenjar sublingual, submandibular, dan palatal. Perbedaan viskositas
antara kelenjar sublingual dan submandibular tidak disebabkan oleh
5
perbedaan konsentrasi mucin yang dihasilkan oleh masing-masing kelenjar
melainkan jenis mucin yang dihasilkan. Mucin memiliki peran multifungsi di
dalam mulut yaitu sebagai pelumas permukaan, perlindungan jaringan keras
dan lunak serta lingkungan eksternal, membantu dalam pengunyahan, bicara
dan menelan (Amerongan, 1991).
Pentingnya viskositas saliva pada umumnya telah menjadi subyek dari
banyak penelitian dalam odontologi. Penurunan viskositas saliva berhubungan
dengan penurunan karies gigi, walaupun sulit untuk memeriksa laju aliran dan
viskositas secara independen satu dari yang lain.1 Hal ini sering diasumsikan
bahwa viskositas saliva terkait langsung dengan faktor-faktor seperti berat
padatan kering, protein atau kandungan mucin, glikoprotein, dan komposisi
protein yang kaya prolin (repository.usu.ac.id).
B. Buffer Saliva
Salah satu fungsi dari saliva adalah saliva berfungsi sebagai buffer.
Buffer adalah suatu sistem kimiawi yang mencegah perubahan konsentrasi zat
kimia yang lain (Dorland, 2002). Buffer saliva berfungsi untuk
mempertahankan pH didalam rongga mulut agar tetap stabil jika ditambahkan
sejumlah asam atau basa. Di dalam saliva terdapat kandungan anorganik
seperti bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer utama didalam saliva. Selain
itu juga yang berfungsi sebagai buffer adalah fosfat, urea, dan protein.
Bikarbonat memiliki peran utama karena membantu melindungi jaringan
keras dan lunak terhadap kerusakan kimia oleh asam yang dihasilkan oleh
bakteri (repository.usu.ac.id). Faktor yang mempengaruhi pH dan kapasitas
buffer dalam saliva antara lain (digilib.unimus.ac.id ):
1. Irama siang dan malam
Terjadi perubahan pH dan kapasitas buffer pada keadaan:
a. Setelah bangun tidur ( setelah istirahat ) akan tinggi tetapi kemudian
cepat turun.
b. Seperempat jam setelah makan ( stimulasi mekanik ) akan tinggi tetapi
setelah 30 60 menit turun lagi.
c. Naik sampai malam tetapi setelah itu turun.
2. Diet
6
Diet juga mempengaruhi kapasitas buffer saliva, diet yang kaya
karbohidrat akan menurunkan kapasitas buffer, sedangkan diet kaya
sayuran dan diet kaya protein menaikkan pH saliva. Diet karbohidrat akan
menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri dalam mulut,
sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri membangkitkan
pengeluaran zat zat basa seperti amoniak.
3. Perangsangan kecepatan sekresi
7
suatu reaksi kimia organik (Smith et al, 1997). Zat-zat yang diuraikan oleh
reaksi disebut substrat, dan yang baru terbentuk dari reaksi disebut produk.
Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim mempercepat
reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim ini bekerja
dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang sesuai dengan kondisi
fisiologis biologis. Aktivitas enzim disebut juga sebagai kinetik enzim.
Kinetik enzim adalah kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia.
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di
berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang terdapat
dalam saliva adalah enzim amilase. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur
selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein,
dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan
makanan. Amilase adalah suatu enzim dari golongan hidrolase yang
mengkalatalisis peristiwa hidrolisis ikatan -1,4-glucosidic dalam
polisakarida, secara sederhana amilase memecah ikatan pati menjadi bentuk
yang lebih sederhana disakarida maupun monosakarida (Dorland, 2002).
Amilase terutama diproduksi dalam Parotis, tetapi juga dalam SM ( 20%).
Protein ludah Parotis terdiri atas 25% amilase. Amilase dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu (Winarno, 1986):
a. -amilase, yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian
dalam molekul, karenanya disebut endoamilase.
b. -amilase, yang menghidrolisis unit-unit gula dari ujung molekul pati,
karenanya disebut eksoamilase.
c. Glukoamilase, yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula
nonpereduksi substrat pati.
8
Bagan 1. Pengaruh enzim -Amylase
(http://www.bem.fmipa.its.ac.id)
9
4. Konsentrasi atau jumlah enzim mempengaruhi karena konsentrasi enzim
berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin tinggi
konsentrasi maka kerja enzim akan semakin baik dan cepat.
5. Suhu Seperti juga pH. Semua enzim mempunyai kisaran suhu optimum
untuk kerjanya.
6. Produk Akhir Reaksi enzimatis selalu melibatkan 2 hal, yaitu substrat
dan produk akhir. Dalam beberapa hal produk akhir ternyata dapat
menurunkan produktivitas kerja enzim.
10
1 pH indikator universal
Beker Glass
2
Tabung reaksi
3
4 Gelas ukur
Piring porselen
5
Bunsen
6
11
B. Bahan
No Nama Bahan Gambar
2 HCl 1 n
3 NaOH 1 n
4 Larutan K-oksalat
5 Larutan kanji 1%
12
6 Larutan Yodium
7 Larutan Benedict
8 Akuades
9 Kasa
10 Saliva
13
Tabel 2. Bahan Praktikum Saliva
B. Buffer Saliva
1. Ambil 5 ml ludah dan masukkan kedalam tabung reaksi yang bersih.
2. Tambahkan 2 tetes larutan asam cuka kedalam tabung.
3. Tambahkan lagi 3 tetes larutan asam cuka pada menit kedua karena belum
terjadi endapan.
4. Amati proses prepitisasi yang terjadi.
5. Tuangkan ludah yang sudah diberi larutan asam cuka kedalam tabung
reaksi yang lain.
6. Perhatikan perubahan viskositas yang ada.
14
D. Aktivitas Enzim Amilase Saliva
1. Aktivitas enzim amilase saliva dengan pemanasan.
a. Mengambil sebanyak 25 ml larutan kanji 1% dan masukkan ke dalam
gelas beker.
b. Menambahkan ke dalam gelas beker itu 10 ml ludah yang sudah
terlebih dahulu di panasi sampai suhu air mendidih selama 10 menit.
c. Menunggu kira-kira 3 menit, kemudian ambillah 5 tetes campuran
ludah-kanji dan masukkan ke dalam cekungan piringan porselen.
d. Menambahkan ke dalam cekungan porselen itu satu tetes larutan
yodium dan amati terjadinya warna biru pada campuran itu.
e. Mengulangi percobaan dengan interval 1 menit sampai reaksi yodium
dengan kanji menjadi negatif.
f. Mengambil sebanyak 5 ml campuran ludah-kanji dan masukkan ke
dalam tabung reaksi tersebut beberapa tetes asam cuka dan beberapa
tetes larutan K-oksalat. Amati perubahan yang terjadi dalam tabung
reaksi tersebut.
2. Aktivitas enzim amylase saliva tanpa pemanasan
a. Mengambil sebanyak 25 ml larutan kanji 1 % dan masukkan ke dalam
gelas beker.
b. Menambahkan ke dalam gelas beker tersebut 10 ml ludah dan aduklah
sampai tercampur rata kanji dengan ludah. Menunggu kira-kira 3
menit, kemudian ambilah sedikit campuran ludah-kanji dan masukkan
ke dalam cekungan piringan porselen.
c. Menambahkan ke dalam cekungan porselen itu 1 tetes larutan yodium
dan amati terjadinya warna biru pada campuran itu.
d. Mengulangi percobaan dengan interval 1 menit sampai reaksi yodium
dan kanji menjadi negatif.
e. Mengambil sebanyak 5 ml campuran ludah-kanji dan masukkan ke
dalam tabung reaksi yang bersih.
15
f. Menambahkan sebanyak 10 ml dan panasi untuk beberapa menit.
Mengamati perubahan warna yang terjadi dalam tabung reaksi
tersebut.
E. Garam Ca pada Saliva
Uji untuk menunjukkan adanya garam Ca dalam ludah segar dapat
dikerjakan dengan cara sebagai berikut:
1. Ambillah 5ml ludah segar dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang
bersih.
2. Tambahkan kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut dua tetes asam
cuka dan dua tetes larutan K-oksalat.
3. Amati perubahan yang terjadi dalam tabung reaksi tersebut.
B. Buffer Saliva
Pada percobaan didapatkan perubahan viscositas pada saliva yang
telah diberi asam cuka. Viscositas saliva yang sebelumnya serous berubah
menjadi mucus setelah ditetesi dengan asam cuka. Ketika saliva ditetesi
dengan larutan asam cuka sebanyak 2 tetes, masih belum terlihat adanya
presipitasi (pengendapan) protein pada saliva, sehingga diberi 3 tetes lagi
larutan asam cuka, maka akan terlihat butiran butiran yang berwarna putih
pada saliva meskipun tidak begitu jelas.
16
Gambar 2. Presipitasi pada saliva
17
1. Aktivitas enzim amilase saliva dengan pemanasan.
5 tetes campuran ludah-kanji pada piringan porselen setelah di
tambahkan 1 tetes yodium pada menit pertama warnanya berubah menjadi
biru tua. Setelah terus di lakukan penetesan yodium dengan interval 1
menit selama 5 menit warnanya tetap biru tua tidak berubah.
18
memberikan tampilan yang berwarna biru, menandakan dalam kanji
terdapat gula pereduksi.
19
Gambar 8. Reaksi benedict
dan gula pereduksi pada
campuran saliva dan kanji
20
Gambar 10. Endapan garam Ca
pada dasar tabung reaksi
2.5 Analisa
A. Viskositas Saliva
Pada percobaan saliva, viskositas yang didapat adalah serous. Hal
tersebut terjadi karena dengan stimulus mekanis, kelenjar yang aktif bekerja
adalah kelenjar parotis yang menghasilkan sekret bersifat serous. Berbeda
halnya jika tidak mendapatkan stimulus, maka kelenjar yang aktif adalah
kelenjar submandibula yang menghasilkan sekret serous dan mukus, tetapi
lebih ke serous. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,67,0
dengan rata-rata pH 6,7. Namun, hasil yang di dapat adalah pH saliva 8 atau
basa. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran
saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva.
B. Buffer Saliva
Pada percobaan saliva berfungsi sebagai buffer karena kandungan
yang terdapat dalam saliva ( fosfat, bikarbonat ) akan berikatan dengan larutan
asam cuka ( CH3COOH ) yang merupakan asam lemah, sehingga nanti akan
terbentuk suatu protein yang nantinya akan terpresipitasi atau mengendap
pada dasar tabung reaksi.
HO
denaturasi
C=O + Asam Pengumpalan protein ( presipitasi )
R HC
NH2
21
Bagan 1. Skema uji presipitasi (Patong, 2007)
22
pada kondisi suhu tertentu. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
enzim memiliki kondisi khusus agar dapat bekerja, pada suhu ruangan
(tempat dilakukannya percobaan) merupakan suhu yang sesuai bagi
amilase untuk tetap dapat memecah pati menjadi disakarida maupun
monosakarida terbukti dengan warna yang biru bening setelah ditetesi
iodium.
Pada uji kandungan gula pereduksi menggunakan reagent benedict,
seharusnya dengan pencampuran reagent dan dpanaskan menunjukan
tampilan warna jingga. Namun pada saat dilakukannya percobaan tidak
menunjukkan hal tersebut, ini berarti dalam saliva dan larutan kanji 1%
tersebut tidak terdapat glukosa. Bisa juga hal tersebut disebabkan kesalahan
praktikan, karena pemanasan dilakukan diatas Bunsen, seharusnya
pengujian gula pereduski oleh reagent benedict menggunakan pemanasan
waterbath sehingga pemanasan terjadi secara perlahan keseluruh bagian
dengan kecepatan panas yang terkontrol.
2. Aktivitas enzim amilase saliva dengan pemanasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai pengujian
aktivitas enzim amilase dengan menggunakan reagent iodium dengan
perlakuan tanpa pemanasan saliva membuktikan bahwa enzim amilase
bekerja pada kondisi suhu tertentu. Penetesan dilakukan secara berulang
setiap satu menit sekali, sebenarnya disini suhu merupakan salah satu
faktor penentu efesiensifitas kerja enzim , enzim pada dasarnya adalah
senyawa biomolekular kompleks yang salah satu komponennya adalah
protein yang akan mengalami perubahan struktur dan fungsi jika diberi
perlakuan pemanasan. Sebaliknya suhu yang rendah mampu mengganggu
kerja enzim, hal ini dikarenakan semua reaksi kimia khususnya yang
berlangsung didalam tubuh memerlukan suhu optimum yang
dipersyaratkan untuk terjadinya reaksi , karena suhu optimum ini akan
membuat partikel-partikel atau molekul molekul substrat atau reaktan
menjadi lebih cepat sehingga banyak terjadi tumbukan antar molekul
substrat yang menghasikan produk, dan kerja enzim didalam reaksi
23
biokimiawi adalah menurunkan energi aktivasi yang diperlukan oleh suatu
substrat untuk mencapai keadaan transisional. Jika suhu naik, maka
benturan antara molekul bertambah, sehingga reaksi kimia akan meningkat,
dan sebaliknya. Bila diberi perlakuan termal berlebihan dapat
menyebabkan denaturasi koenzim (kompenen enzim yang berupa protein).
Denaturasi adalah kerusakan struktural dari sebuah makromolekul (enzim
amilase) yang disebabkan beberapa faktor sehingga tidak dapat mengubah
amilum menjadi maltosa dengan produk antara berupa dekstrin. Akibatnya,
amilum yang bereaksi dengan indikator warna, larutan iodium, tetap
menghasilkan warna biru tua meskipun didiamkan dalam waktu yang lama.
Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna biru tua yang makin
lama makin jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim
amilase dapat menjalankan fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa.
Pada percobaan kali ini dapat dilihat campuran ludah-kanji yg sudah di
tetesi yodium tidak berubah warna tetap biru tua, ini menandakan bahwa
enzim amilase tidak bekerja. Jadi karena pemanasan yang berlebihan yaitu
sampai suhu air mendidih pada saliva menyebabkan fungsi katalitik enzim
musnah juga kerusakan struktural enzim yg dalam hal ini adalah enzim
amilase.
24
saliva submandibularis dan jumlah yang lebih besar dari saliva parotis dengan
kecepatan aliran yang tinggi. Saliva parotis hanya mempunyai konsentrasi
kalsium setengah dari yang ada pada saliva submandibula
(denticha.multiply.com).
Endapan garam Ca yang terdapat pada dasar tabung reaksi disebakan
oleh Ion Ca+ yang menggeser ion K+ yang pada kalium oksalat. Peningkatan
konsentrasi kalsium dapat menyebabkan terbentuknya kalkulus. Kalkulus
yang dahulu disebut tartar atau calcareous deposits terdiri atas deposit plak
yang termineralisasi , yang keras yang menempel pada gigi. (Ogston dan F.J
Harty, 1995). Sehingga dapat disimpulkan bahwa saliva mengandung kalsium.
Kalsium pada saliva berfungsi untuk remineralisasi enamel. Namun, pada
keadaan tertentu, apabila konsentrasi kalsium terlalu banyak, maka dapat
menyebabkan terjadinya kalkulus terutama di sisi lingual gigi insisivus
bawah.
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
Nolte WA. 1982. Oral microbiology with basic microbiology and immunology. 4th
ed. Saint Louis: Mosby
Ogston R dan F.J Harty. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Smith AL (Ed) et al. 1997. Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology.
Oxford [Oxfordshire]:Oxford University Press
http://denticha.multiply.com/journal/item/1
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20097/3/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
27
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-suwantoa2a-5186-3-
bab2.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8585/1/000600052.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/45830361?
extension=pdf&ft=1304100697<=1304104307&uahk=ndw3Oz7l6wspGzYqWd3cu
Le26IE
Diakses pada tanggal 30 April 2011
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19073/4/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 30 April 2011
28