Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM REVISI

ILMU MATERIAL KEDOKTERAN GIGI II

TOPIK : Penuangan Logam (Casting)

KELOMPOK : C8

HARI PRAKTIKUM : Kamis

TANGGAL PRAKTIKUM : 31 Agustus 2017

PEMBIMBING : Moh. Yogiartono, drg.,M.Kes

NAMA :

1. Fiona Cherrilia Adji 021611133145


2. Andari Sarasati 021611133146
3. Nadya Melinda 021611133147
4. Febrianti Nuraisyah 021611133148

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
PENUANGAN LOGAM (CASTING)
1. Tujuan
a. Mahasiswa mampu melakukan proses penuangan logam campur dengan benar
memahami material yang dipakai pada tahapan proses penuangan logam.
b. Mahasiswa mampu menganalisa hasil tuangan berdasarkan pengamatan.

2. Alat dan Bahan


Alat
a. Kaca

b. Kompor

c. Oven

d. Alat tuang sentrifugal dan crubicle casting


e. Blow torch

f. Penjepit bumbung tuang

g. Pinset kecil

h. Pisau model

i. Pisau malam
j. Kaliper / jangka sorong

k. Master die
Bahan
a. Logam campur Cu alloy

3. Cara Kerja
3.1 Persiapan alat
a. Kompor untuk burn out siap untuk dinyalakan

Gambar 1. Kompor sudah siap dinyalakan

b. Kaca sudah dalam keadaan bersih

Gambar 2. Kaca sudah dibersihkan

c. Pinset kecil disediakan

Gambar 3. Pinset sudah disiapkan


d. Preheating furnace (oven) dinyalakan
e. Alat casting sentrifugal disiapkan dengan cara lengan pemutar yang telah diputar
sebanyak tiga putaran

Gambar 4. Alat casting sentrifugal sudah diputar sebanyak tiga putaran

f. Crubicle casting dipanaskan dengan blow torch

Gambar 5. Crucible casting dipanaskan menggunakan blow torch

3.2 Burn out dan preheating


a. Crubicle former dilepas dari bumbung tuang yang berisi bahan tanam
b. Burn out malam dengan cara bumbung tuang diletakkan di atas kompor dengan
posisi bagian datar dari bumbung tuang berada di atas, sedangkan bagian crubicle
menghadap ke bawah (api) dengan sudut 45o
c. Api kompor dinyalakan, bahan tanam tuang pada bumbung tuang dibakar hingga
malam habis

Gambar 6. Bahan tanam tuang dibakar


d. Setelah malam terbakar habis, bumbung tuang diambil dan diletakkan dengan
posisi bagian crubicle berada di atas. Pastikan malam terbakar habis. Pengecekan
dilakukan dengan cara menutupkan kaca pada bagian crubicle bumbung tuang.

Gambar 7. Bumbung tuang diambil dengan penjepit


e. Bumbung tuang dimasukkan ke dalam oven yang telah dinyalakan. Pintu oven
ditutup dan ditunggu hingga mencapai suhu 750oC

Gambar 8. Bumbung tuang dimasukkan kedalam oven

3.3 Pengecoran (Casting)


a. Alat tuang sentrifugal disiapkan dengan cara memutar lengan pemutar sebanyak tiga
putaran. Lengan pemutar tersebut ditahan dengan menaikkan batang penahan
b. Cawan tuang (crubicle casting) panas diletakkan pada alat tuang sentrifugal, kemudian
logam campur yang akan dituang diletakkan pada cawan tuang
c. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven, kemudian diletakkan pada alat tuang sentrifugal
d. Logam dipanaskan dengan api torch hingga cair, kemudian lengan pemutar ditarik sedikit,
batang penahan akan turun kemudian lengan pemutar dilepas hingga berputar

Gambar 9. Logam dipanaskan dengan api torch


e. Gaya sentrifugal akan mendorong logam masuk ke dalam mould bumbung tuang, putaran
diperlambat dengan cara menekan porosnya hingga lengan pemutar berhenti berputar
f. Bumbung tuang diambil, diletakkan dan didiamkan sebentar lalu dimasukkan ke dalam air
(quenching)
g. Setelah dingin hasil tuangan dikeluarkan dari dalam bumbung tuang dan dibersihkan dari
bahan tanam di bawah air mengalir
h. Hasil tuangan diambil dan diberi tanda yang disesuaikan dengan tanda saat penanaman.
Hasil tuangan dipasang pada master die dan dilihat marginal fit-nya

4. Hasil Praktikum
4.1 Hasil Bumbung Tuang 1
Bumbung tuang 1 adalah bumbung tuang yang berisi

bahan tanam tuang dengan W/P (water/powder) ratio normal,

yaitu 20 ml air dan 58 gram bubuk. Dari bumbung tuang ini

didapatkan hasil casting yang cukup baik dibandingkan yang

lain. Pada bagian bawah hasil casting (pada sisi yang terdapat

sprue) terdapat tonjolan yang mengitari permukaan tersebut

seperti sayap, namun sangat kecil. Pada permukaan luar hasil

casting juga terdapat bintil dan kekasaran pada beberapa titik.

Saat hasil casting ini dicobakan pada cetakan die, terdapat sela marginal sebesar 0,11 cm
4.2 Hasil Bumbung Tuang 2
Bumbung tuang 2 adalah bumbung tuang yang berisi

bahan tanam tuang dengan W/P ratio kecil (encer), yaitu 25

ml air dan 58 gram bubuk. Dari bumbung tuang ini

didapatkan hasil casting dengan banyak bintil-bintil kecil

pada permukaan luarnya. Permukaan hasil casting dari

bumbung tuang 2 juga memiliki beberapa titik yang kasar

permukaannya. Pada hasil casting ini terdapat sela marginal

0,7 cm saat dicobakan pada cetakan die.

4.3 Hasil Bumbung Tuang 3

Bumbung tuang 3, yang berisi bahan tanam tuang dengan

W/P ratio besar (kental),yaitu 20 ml air dan 60 gram

bubuk,menghasilkan hasil casting dengan sayap yang cukup

besar dan beberapa bintil pada permukaan luarnya. Saat hasil

casting ini dicobakan, didapatkan sela marginal sebesar 0,175

cm.

5. Pembahasan
5.1 Pemanasan Mould di dalam Oven
Suhu yang kurang saat proses pembakaran mould di dalam oven dapat
mengakibatkan masih adanya sisa-sisa malam yang tertinggal di dalam mold. Adanya
sisa-sisa malam menyebabkan terjadinya porositas pada hasil casting karena terbentuk
gas yang berasal dari terjadinya kontak antara sisa-sisa karbon dari malam dengan
bahan alloy yang panas. Kadang-kadang pada hasil casting terdapat karbon yang
melekat cukup kuat sehingga sulit untuk dibersihkan. Sedangkan suhu yang terlalu
tinggi saat proses pembakaran mould di dalam oven dapat menyebabkan terjadinya
hilangnya ikatan antar molekul gypsum material . Jika ikatan antar molekul ini hilang
pada daerah permukaan mould maka akan menyebabkan permukaan mould kasar dan
tidak rata. Putusnya ikatan molekul tidak hanya terjadi pada daerah permukaan mould
saja. Pemutusan ikatan molekul ini juga menyebabkan cracking pada investment
material yang dapat dimasuki oleh logam cair saat proses casting dan menyebabkan
sayap. Selain itu terjadi pelepasan sulfur sebagai produk sampingan yang
mengontaminasi bahan alloy. Kontaminasi sulfur ini merupakan salah satu penyebab
permukaan hasil casting tidak dapat dilakukan pickling (Annusavice 2003, 340).
5.2 Quenching
Setelah casting machine berhenti berotasi, bumbung tuang dilakukan
quenching di dalam air. Air segera masuk ke dalam bumbung tuang yang
menghasilkan suara mendesis, kemudian memisahkan hasil casting dengan bahan
tanam tuang (Bhat 2006, 469).
Quenching dilakukan memiliki beberapa tujuan yang dapat diraih yaitu pada
bahan tanam tuang dan pada logam. Thermal shock yang disebabkan oleh perubahan
suhu yang drastis memberikan efek yang berbeda pada bahan tanam tuang dan pada
logam. Pada logam, proses quenching membuat jarak antar molekul logam menjadi
lebih dekat dan merapat sehingga menyebabkan logam menjadi lebih padat dan lebih
halus.Selain itu quenching menyebabkan lebih banyak terbentuknya nuclei sehingga
menghasilkan partikel yang kecil-kecil yang pada akhirnya menghasilkan metal alloy
yang lebih keras, dan memiliki nilai yield stress yang tinggi. Sedangkan pada bahan
tanam tuang, thermal shock pada proses quenching menyebabkan terjadi reaksi yang
menghasilkan bahan tanam tuang mengalami proses degranulasi, yaitu jarak ikatan
antar molekul gypsum bonded putus dan menjauh sehingga akan mempermudah
pembongkaran hasil casting dari bumbung tuang (Anusavice, 2013:222, McCabe,
2008: 55).
5.3 Marginal fit
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, semua logam hasil tuangan
memiliki marginal space. Hal ini berarti seluruh logam hasil tuangan tidak memenuhi
marginal fit. Marginal space yang dihasilkan terjadi karena kurangnya setting
expansion pada bahan tanam tuang yang digunakan sebagai mould sehingga tidak bisa
melakukan kompensasi terhadap shrinkage yang terjadi pada saat pendinginan (Bhat
2006,465). Selain itu pada saat penanaman bahan tanam tuang tidak dilakukan
penambahan liner yang merupakan salah satu penyebab mengapa tidak terjadi setting
expansion yang cukup. Liner ini berfungsi untuk menambahkan ekspansi pada bahan
tanam tuang. Pada tiga percobaan yang telah dilakukan, rata-rata marginal space yang
paling kecil adalah pada hasil casting yang menggunakan bumbung tuang III (bahan
tanam tuang kental). Hal ini sesuai dengan teori yang berlaku, bahwa semakin kental
bahan tanam tuang (rasio w:p semakin kecil) maka menghasilkan setting expansion
yang semakin besar sehingga dapat mengkompensasi shrinkage dari logam cair.
Sedangkan rata-rata marginal space yang paling besar adalah pada hasil casting yang
menggunakan bumbung tuang I (bahan tanam tuang normal). Hal ini tidak sesuai
dengan teori karena seharusnya yang memiliki marginal space yang lebih besar
adalah hasil casting yang menggunakan bumbung tuang II (bahan tanam tuang encer).
5.4 Porositas
Pada semua percobaan yang dilakukan, tidak ditemukan adanya porositas.
Overheating pada logam dapat menyebabkan logam cair mendidih dan terbentuk
gelembung-gelembung udara. Ketika logam cair ini memasuki mould maka
gelembung-gelembung udara ini juga akan masuk ke dalam mould dan membentuk
porus pada cetakan logam. Defek ini dapat dicegah dan dikurangi dengan
menghindari overheating pada alloy atau dengan penggunaan vacuum mixer (McCabe
2008, 82).
Porositas juga dapat dicegah dengan memberikan ruang antara malam wax
dengan ujung bumbung tuang sebesar lebih dari 6 mm (pada praktikum sebesar 7
mm) sebagai ventilasi bagi gas untuk keluar dari ruang mould selama proses pengisian
mould oleh logam cair (Anusavice 2013,207).
5.5 Bintil
Bintil pada hasil casting dapat disebabkan karena gelembung udara yang
terjebak di permukaan mould. Dalam pembuatan secara manual, bintil dapat
dihilangkan dengan cara pengadukan mekanik dengan menggunakan vibrator yang
cukup untuk menghindari udara terjebak. Selain itu untuk menghindari bintil pada
hasil casting dapat dilakukan dengan cara mengurangi rasio w/p pada bahan tanam
tuang sehingga porositas pada mould dapat berkurang (Anusavice 2003, 338-348).
Pada percobaan pertama menggunakan mould yang dibuat dari bahan tanam tuang
yang encer (rasio w:p besar). Hal ini menyebabkan mould memiliki porositas,
sehingga terisi dengan logam cair dan terbentuk bintil setelah mengeras. Sedangkan
pada hasil casting yang menggunakan mould III dengan rasio w:p bahan tanam tuang
paling kecil (kental) hanya ada beberapa bintil. Hal ini dikarenakan hanya ada sedikit
air yang ada di dalam mould, sehingga tidak banyak udara yang terjebak yang dapat
menghasilkan porus.
5.6 Sayap
Pembentukan sayap pada hasil casting terjadi ketika terjadi pemanasan yang
terlalu cepat pada furnace. Hal ini menyebabkan keretakan pada bahan tanam tuang
akibat dari pemutusan ikatan antar molekul bahan tanam tuang sehingga logam cair
akan memasuki daerah keretakan itu dan mengeras menjadi sayap ( McCabe 2008,
81) Pada praktikum ini dilakukan pemanasan furnace secara cepat untuk menghemat
waktu yang berakibat pada hasil praktikum yang memiliki sayap yang cukup besar.
Adanya sayap pada hasil tuangan disebabkan karena beberapa kesalahan
selama pengadukan maupun selama investing yaitu, Rasio w/p yang terlalu tinggi,
Investments Over heating, kenaikan laju suhu yang terlalu cepat sebelum malam
terbakar keluar (Bhat 2006,473 ).
5.7 Marginal yang membulat
Marginal yang membulat sebenarnya sama dengan tidak lengkapnya marginal
fit. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu yang pertama kurangnya
ventilasi udara di dalam mould. Hal ini dikarenakan oleh terlalu tebalnya jarak antara
mould dengan ujung bumbung tuang yang normalnya 6 mm. Hal ini dapat
menyebabkan back pressure pada logam sehingga menyebabkan distorsi pada hasil
cetakan. Jika udara tidak dikeluarkan dengan cepat, maka logam cair tidak dapat
mengisi ruangan tersebut sebelum mengeras. Logam cair haruslah cukup encer agar
dapat dengan mudah memenuhi ruangan mould. Viskositas yang rendah didapatkan
dari pemanasan logam yang cukup. Marginal yang membulat hanya terdapat pada
hasil casting yang menggunakan mold II dengan bahan tanam tuang dengan rasio w:p
paling kecil (kental).

5.8 Hasil yang tidak lengkap


Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal. Kondisi logam yang kurang encer
saat dimasukkan ke dalam mould dapat menyebabkan logam tidak bisa masuk mould
dengan lancar untuk memenuhi ruang mould. Selain itu, jika suhu mould tidak cukup
panas maka dapat menyebabkan pendinginan dini pada logam sehingga logam akan
mengeras sebelum benar-benar mengisi ruang mould. Kondisi dimana kekurangan
logam yang akan dicairkan juga bisa menyebabkan cetakan yang tidak lengkap.
Jumlah putaran mesin, kecepatan rotasi, panjang lengan mesin dan kepadatan alloy
dapat memengaruhi hal tersebut. Jumlah putaran ditentukan oleh besar kecilnya
cetakan, jika cetakan yang ingin dibuat berukuran besar, maka jumlah putaran mesin
sentrifugal harus ditambahkan. Pada cetakan yang besar penggunaan sprue lebih dari
satu dapat dilakukan untuk memastikan bahwa logam cair mengisi mould dan
penggunaan ukuran sprue yang sesuai juga menentukan kondisi hasil casting
(McCabe 2008, 81-82). Pada praktikum ini tidak dihasilkan cetakan yang kekurangan
logam.
5.9 Perubahan warna
Perubahan warna permukaan dan kekasaran hasil casting dapat dihasilkan oleh
kontaminasi sulfur yang disebabkan oleh temperature dan kandungan sulfur yang
tinggi dari api. Interaksi antara logam cair dengan sulfur menghasilkan lapisan hitam
atau abu-abu. Jika pada proses melting logam digunakan api dalam zona oksidasi,
maka akan membuat logam teroksidasi sehingga permukaan logam menjadi
kehitaman. Oksida logam ini dapat dihilangkan dengan menggunakan proses pickling
yaitu dengan menggunakan HCl 50% (Anusavice 2013,224).

6. Daftar Pustaka
Annusavice K. J. 2013. Philips Science of Dental Materials. 12th ed. St Louis :
Elsevier Saunders. pp: 201, 207, 222, 224
McCabe, JF and Walls, Angus W.G. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Victoria:
Blackwell, Inc. pp 55, 81-2.
Anusavice KJ. 2003. Philips Scince of Dental Materials. St. Louis: Saunders
Elsevier. p: 338-348.
Bhat VS. 2006. Science of Dental Materials. New Delhi: CBS Publisher and
Distrivutor. p: 465-473.

Anda mungkin juga menyukai