Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PARASITOLOGI
(penyakit cacing di indonesia)

Oleh :

La ode joi
9103129061.0091

Prodi S1 kesmas Semester VI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
avicenna
kendari 2013

i
Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan apa yang
kami harapkan.

Makalah PARASITOLOGI mengenai penyakit cacingan di indonesia.


merupakan bahasan yang akan kami uraikan selanjutnya. Kegiatan ini merupakan salah
satu tugas mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat, yang menjadi pembelajaran bagi kami
agar bertambahnya wawasan kami mengenai kesehatan, terutama pada kesehatan
manusia.

Semoga apa yang kami persembahkan dapat menjadi motivasi dalam


meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa khususnya, dan masyarakat pada
umumnya. Kami mohon maaf bila ada kesalahan, olah karena itu saran yang baik sangat
kami harapkan bagi para mahasiswa guna meningkatkan kualitas makalah selanjutnya.

Kendari september 2013

ttd
( Penulis )

2
Daftar isi

Halaman juduli
Kata Pengantar...................................................................................................................ii
Daftar isiiii
BAB I. Pendahuluan
A. Latar belakang1
B. Rumusan masalah...1
C. Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II. Pembahasan
1.1 Pengertian ..2
2.1 Siklus Hidup...4
3.1 Patofisiologi ..4
4.1 Penyebab....4
5.1 Gejala.6
6.1 Epidemiologi .7
7.1 Cara penularan...7
8.1 Diagnosa ...7
9.1 Pengobatan7
10.1 Cara pencegahan..8
11.1 Faktor resiko........................................................................................................8
12.1 prevalensi penyakit cacing...12
BAB III . Penutup
A. Simpulan.................................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................16
Daftar Pustaka............17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah
satu diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas
penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena
menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi cacingan di Indonesia pada
umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang
mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini. (Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI, 2006:1).
B. Rumusan masalah
1) Pengertian Cacing tambang
2) Siklus Hidup Cacing tambang
3) Patofisiologi Cacing tambang
4) Penyebab Cacing tambang
5) Gejala Cacing tambang
6) Epidemiologi Cacing tambang
7) Cara penularan Cacing tambang
8) Diagnosa Cacing tambang
9) Pengobatan Cacing tambang
10) Cara pencegahan Cacing tambang
C. Tujuan
Memahami Pengertian cacing tambang, siklus hidup, cara penularan,
penyebab dan bagaimana cara pengobatan penderita cacing tambang pada umumnya.
Serta berusaha sebaik mungkin untuk mencegah terinfeksi cacing tambang

4
BAB II
Pembahasan

1.1 Pengertian

Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan


Necator americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan
telurnya akan dikeluarkan bersama dengan
kotoran manusia. Telur akan menetas
menjadi larva di luar tubuh manusia, yang
kemudian masuk kembali ke tubuh korban
menembus kulit telapak kaki yang berjalan
tanpa alas kaki. Larva akan berjalan jalan
di dalam tubuh melalui peredaran darah
yang akhirnya tiba di paru paru lalu
dibatukan dan ditelan kembali. Gejala
meliputi reaksi alergi lokal atau seluruh
tubuh, anemia dan nyeri abdomen.
Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus
dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000
butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-
kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya
ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing
akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas
menjadi larva rabditiform.
Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat
menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang
yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis.
Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250
mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah
menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru
menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari

5
laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa.
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama
makanan
Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan
tingkat kebersihan yang buruk. Ancylostoma duodenale ditemukan di daerah
Mediterenian, India, Cina dan Jepang. Necator americanus ditemukan di daerah
tropis Afrika, Asia dan Amerika (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No:
424/MENKES/SK/VI/, 2006:10).

Gambar : Daur Hidup Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma


duodenale) (Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/,
2006:12).

6
2.1 Siklus Hidup
Cacing tambang atau cacing cambuk adalah cacing parasit(nematoda) yang
hidup pada usus kecil, yang dapat berupa mamalia seperti kucing, anjing ataupun
manusia. Ada dua spesies cacing tambang yang biasa menyerang manusia,
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Necator americanus banyak
ditemukan di Amerika,Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, and
Indonesia,Ankylostoma duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara,
India, dan Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh
cacing tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan
lembab,dgn tingkat kebersihan yg buruk.

3.1 Patofisiologi
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya
pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan
kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita
mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat
menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas.
Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap
sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh
banyak sebab (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No:
424/MENKES/SK/VI/, 2006:11).

4.1 Penyebab
Penyebabnya adalah cacing gelang usus, yaitu Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. Telur dari kedua cacing tersebut ditemukan di dalam tinja dan
menetas di dalam tanah setelah mengeram selama 1-2 hari. Dalam beberapa hari,
larva dilepaskan dan hidup di dalam tanah. Manusia bisa terinfeksi jika berjalan tanpa
alas kaki diatas tanah yang terkontaminasi oleh tinja manusia, karena larva bisa
menembus kulit. Larva sampai ke paru-paru melalui pembuluh getah bening dan
aliran darah. Lalu larva naik ke saluran pernafasan dan tertelan. Sekitar 1 minggu
setelah masuk melalui kulit, larva akan sampai di usus. Larva menancapkan dirinya

7
dengan kait di dalam mulut mereka ke lapisan usus halus bagian atas dan mengisap
darah.

(Gambar : Necator americanus) (Ancylostoma duodenale)

(Ancylostoma duodenale egg)

8
5.1 Gejala
Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh
kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Jumlah darah yang hiIang setiap hari
tergantung pada (1) jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada
mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri; (2) species cacing : seekor A.
duodenaleyang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5x lebih banyak darah;
(3) lamanya infeksi. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan
protein yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi
dapat menurunkan daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing
tambang tergantung pada beberapa faktor, antaza lain umur,"wormload," lamanya
penyakit dan keadaan gizi penderita. Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi
dalam tiga golongan :
I. Infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala,
walaupun penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit
lain.
II. infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan
penderita kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah,
fisik dan mentaI kurang baik.
III. infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung
dengan segala akibatnya.
Gejala lainnya adalah Ruam yang menonjol dan terasa gatal (ground itch) bisa
muncul di tempat masuknya larva pada kulit. Demam, batuk dan bunyi nafas mengi
(bengek) bisa terjadi akbiat berpindahnya larva melalui paru-paru. Cacing dewasa
seringkali menyebabkan nyeri di perut bagian atas. Anemia karena kekurangan zat
besi dan rendahnya kadar protein di dalam darah bisa terjadi akibat perdarahan usus.
Kehilangan darah yang berat dan berlangsung lama, bisa menyebabkan pertumbuhan
yang lambat, gagal jantung dan pembengkakan jaringan yang meluas pada anak-
anak. (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI, 2006:11).

9
6.1 Epidemiologi
Kejadian penyakit (Incidens) ini di Indonesia sering ditemukan pada penduduk
yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan, khususnya di
perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun
luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan
dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan
pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi
penyakit ini (Srisasi Gandahusada, 2000:15). Tanah yang baik untuk pertumbuhan
larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu 16 optimum 32oC-38oC.
Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila
keluar rumah.

7.1 Cara penularan


Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing yang
terdapat di tanah yangmenembus kulit (biasanya diantara jari-jari kaki), cacing ini
akan berpindah ke paru kemudian ke tenggorokan dan akan tertelan masuk saluran
cerna.

8.1 Diagnosa
Jika timbul gejala, maka pada pemeriksaan tinja penderita akan ditemukan telur
cacing tambang. Jika dalam beberapa jam tinja dibiarkan dahulu, maka telur akan
mengeram dan menetaskan larva.

9.1 Pengobatan
Pengobatan penyakit cacing tambang dapat dilakukan dengan berbagai macam
anthelmintik, antara lain befenium hidroksinaftoat, tetraldoretilen, pirantel pamoat
dan mebendazol. Bila cacing tambang telah dikeluarkan, perdarahan akan berhenti,
tetapi pengobatan dengan preparat besi (sulfas ferrosus) per os dalam jangka waktu
panjang dibutuhkan untuk memulihkan kekurangan zat besinya. Di samping itu
keadaan gizi diperbaiki dengan diet protein tinggi

10
10.1 Cara pencegahan
Hati-hati bila maka makanan mentah atau setengah matang terutama pada
tempat-tempat dimana sanitasi masih kurang
Masak bahan makanan sampai matang
Selalu mencuci tangan setelah dari kamar mandi/WC atau sebelum memegang
makanan
Infeksi cacing tambang bisa dihindari dengan selalu mengenakan alas kaki.
Gunakan desinfektan setiap hari di tempat mandi dan tempat buang air besar.

11.1 Faktor resiko

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prevalensi infeksi cacing tambang


adalah 61,2%. Sedangakn Prevalensi infeksi cacing tambang berdasarkan kebiasaan
BAB yaitu 78,6% untuk yang BAB di sembarang tempat dan 58,4 untuk yang BAB
di kakus. Prevalensi berdasarkan munum obat dalam waktu 3 bulan terakhir yaitu
63,5% untuk yang tidak minum obat dan 28,6% untuk yang minum obat. Prevalensi
berdasarkan kebiasaan memakai alaskaki yaitu 69,7% untuk yang tidak biasa
memakai alas kaki dan 37,1% untuk yang biasa memakai alas kaki. Besarnya faktor
resiko terinfeksi berdasarkan kebiasaan memakai alas kaki adalah 1,88 artinya
kebiasaan memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya
infeksi cacing tambang.

Dari hasil tersebut diharapkan adanya upaya untuk melakukan penyuluhan


tentang pentingnya kegunaan pemakaian alas kaki/sepatu but pada waktu bekerja dan
membiasakan untuk selalu buang air besar dikakus. Untuk penelitian lebih lanjut
dapt dikembangkan dan pemeriksaan besarnya derajat infeksi, pemeriksaan kadar
Hb, pemeriksaan sampel tanah danpembiakan telur cacing tembang untuk
indentifikasi dan membedakan antara larva cacing Necato americanus dan
Ancylostoma duodenale

11
12.1 Prevalensi Penyakit Cacingan Di Indonesia

Distribusi Prevalensi Cacingan pada anak SD di Kabupaten Terpilih


Tahun 2002 2008

Grafik di atas menunjukan bahwa prevalensi pada tahun 2008 terjadi penurunan
prevalensi cacingan di daerah terpilih yaitu tahun 2008 = 24,1 % Sedangkan pada tahun
2008 tidak dilaksanakan survei
Grafik 1
Prevalensi Cacingan tahun 2008

12
Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 propinsi, mempunyai range yang
cukup tinggi yaitu antara 2,7 % - 60,7 %. Prevalensi terendah di Sulut (2,7 %) dan
tertinggi di Banten (60,7 %) Sedangkan distribusi prevalensi cacingan menurut jenis
cacing pada anak SD di Kabupaten terpilih di 27 Propinsi, tahun 2002 2008, dapat
dilihat pada grafik dibawah ini
Grafik 2
Distribusi Prevalensi cacingan menurut Jenis Cacing

Grafik di atas menunjukkan bahwa prevalensi menurut jenis cacing yang paling tinggi
adalah cacing Cambuk dan yang paling rendah adalah cacing Tambang.

Dalam sebuah artikel disebutkan prevalensi penyakit cacingan yang masih tinggi
di kalangan masyarakat, terutama di kalangan anak-anak berikut ini artikelnya

13
Prevalensi Cacingan di Kalangan Anak Masih Tinggi

Kamis, 28 April 2011 18:55 WITA | Daerah

MAKASSAR - EDUKASI BAHAYA CACINGAN. Dua siswa SD


melihat cacing kremi dengan alat mikroskop di Akarena, Makassar, Sulsel (28/4).
Kegiatan edukasi pada siswa SD untuk mensosialisasikan pentingnya melakukan
langkah-langkah pencegahan terhadap bahaya caingan pada anak-anak. Dari hasil
survei pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi cacingan berkisar
antara 2,2 persen hingga 96,63 persen, dimana masih ada area yang memiliki
prevalensi cacingan yang cukup tingg. (FOTO ANTARA/Sahrul Manda
Tikupadang)
Makassar (ANTARA News) - Prevalensi cacingan pada anak usia
sekolah di Indonesia masih tinggi yakni berkisar 2,2 persen hingga 96,3 persen.
"Ini berdasarkan hasil survei pada 2003 pada 40 SD di 10 provinsi,"
kata Brand Manager Combantrin PT Johnson dan Johnson Indonesia Ariani
Rudjito di Pantai Akkarena, Makassar, Kamis.
Menurut dia, merujuk hasil survei tersebut, kondisi ini menunjukkan
prevalensi cacingan cukup tinggi dan menjadi masalah serius yang harus
ditanggapi secara cepat.
Alasannya, cacingan dapat menyebabkan anak menjadi kurang gizi
(malnutrisi), anemia dan kecerdasannya menurun. Selain itu, dapat mempengaruhi
perkembangan fisik dan kecerdasan serta memicu penyakit lainnya muncul.
Menyadari hal tersebut, lanjut dia, pihaknya melakukan program
edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya melakukan langkah-langkah

14
pencegahan, sekaligus pengobatan, agar generasi muda tidak menurun
kualitasnya.
"Kota Makassar merupakan kota kelima yang dikunjungi setelah
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Medan," katanya.
Sementara dalam rangka menyambut Hari Waspada Cacing yang
dirangkaikan dengan peringatan Hari Anak Indonesia pada 23 Juli mendatang,
Combantrin menggelar program edukasi pada siswa SD bersama guru dan orang
tua di Makassar.
Menanggapi hal tersebut, salah seorang siswa SD Negeri Sudirman,
Makassar Ahmad Yani mengatakan, sangat senang mengikuti kegiatan itu.
Sekitar 60 persen orang Indonesia mengalami infeksi cacing.
Kelompok umur terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60
persen itu, 21 persen di antaranya menyerang anak usia SD dan rata-rata
kandungan cacing per orang enam ekor. Data tersebut diperoleh melalui survei
dan penelitian yang dilakukan di beberapa provinsi pada tahun 2006.
Hasil penelitian sebelumnya (2002-2003), pada 40 SD di 10 provinsi
menunjukkan prevalensi antara 2,2 persen hingga 96,3 persen. Sekitar 220 juta
penduduk Indonesia cacingan, dengan kerugian lebih dari Rp 500 miliar atau
setara dengan 20 juta liter darah per tahun. Penderita tersebar di seluruh daerah,
baik di pedesaan maupun perkotaan. Karena itu, cacingan masih menjadi masalah
kesehatan mendasar di negeri ini.

15
BAB III
Penutup
A. Simpulan
Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di
rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina
menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Daur hidup cacing tambang adalah
sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam
tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Infeksi paling sering
ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk.
Gejalanya adalah Anemia karena kekurangan zat besi dan rendahnya kadar protein di
dalam darah bisa terjadi akibat perdarahan usus.penularanmelalui larva cacing yang
terdapat di tanah yangmenembus kulit, Pengobatan dengan anthelmintik, antara lain
befenium hidroksinaftoat.

B. Saran
1. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging
ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
2. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
3. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan
menjelang makan atau sesudah buang air besar.
4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja
segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak
mencemari sumber air.
5. Bila sudah terjadi infeksi cacing tambang maka penderita harus segera di beri obat
cacingan atau segera di bawa ke dokter untuk tindakan lebih lanjut

16
Daftar pustaka

1. FINE, J.D., : Loeffler s syndrome ? Letter. Arch. Dermatol., 117 :677, 1979.
2. KARYADI, D., TARWOTJO, 1., BASTA, S., SUKIRMAN, HUSAINI, ENOCH,
H., MARGONO, S.S. and SALIM, A., : Nutritionand Health Status of
Construcrion Workers at Three Selected Sitesin West Java, Indonesia. Bull. Penel.
Keseh. (Bull. Hlth. Studies in Indon.) No. 2, 1: 47 77, 1974.
3. KNOWLES, J.H. : Other disorders of the lung, dalam Wintrobe,M.M., Thorn,
G.W., Adams, R.D. (eds) : Harrison s Principles of Internal Medicine ed. 6, New
York, Mc Graw-Hill Book Co Inc., 1970, pp. 1370 1371.
4. LIE, K.J. and SANDOSHAM, A.A., : The pathology of classical filariasis due to
Wuchereria bancrofti and Brugia malayi and adiscussion of occult filariasis.
Seminar on filariasis and Immunology of Pazasitic Infections, Singapore, May 31
June 2, 1968
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Cacing_tambang
7. http://www.scribd.com/search?cat=cacing+tambang&sq=Search#913
8. http://www.pdf-search-engine.com/cacing-tambang-pdf.html

17

Anda mungkin juga menyukai