Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH URINALISIS DAN CAIRAN TUBUH

“FISIOLOGI CAIRAN SEMEN DAN PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS,


KIMIA, DAN MIKROSKOPIS CAIRAN SEMEN”

DISUSUN OLEH:
ELISA TRIANI
NIM: 51122016

DOSEN PEMBIMBING:
BASTIAN, S.Si.T., M.Biomed
NBM: 1319320

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
IKEST MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

‫ميحرلا نمحرلا هللا‬ ‫بسم‬


Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas limpahan
rahmatnya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan. makalah ini akan membahas tentang
“Fisiologi Cairan Semen Dan Pemeriksaan Makroskopis, Kimia, Dan
Mikroskopis Cairan Semen” Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada bapak
Bastian.S.Si.T.,M.Biomed sebagai dosen pengampu mata kuliah “Urinalisis dan
cairan tubuh” yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan saya. Maka dari itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan sehingga makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Demiian makalah ini saya buat semoga dapat bermanfaat bagi yang membaca
khususnya mahasiswa/I ikesT MUHAMMADITAH Palembang.

Palembang, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Cairan Semen
2.1.1 Definisi Semen ..............................................................................4
2.1.2 Spermatogenesis ............................................................................4
2.1.3 fisiologis semen .............................................................................6
2.1.4 Pematangan Sperma ......................................................................6
2.2 Pemeriksaan Cairan Semen
2.2.1 Pemeriksaan Makroskopis Cairan Semen .....................................7
2.2.2 Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Semen .....................................10
2.2.3 Interpretasi Hasil .........................................................................17

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................18
3.2 Saran .............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................19


LAMPIRAN ............................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk berkembang
biak. Terdiri dari testis, ovarium dan bagian alat kelamin lainnya. Reproduksi
atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal( fisiologi).
Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan
meskipun siklus reproduksi suatu manusia berhenti, manusia tersebut mash
dapat bertahan hidup, sebagai contoh manusia yang dilakukan vasektomi
pada organ reproduksinya (testes atau ovarium) tau mencapai menopause dan
andropouse tidak akan mati. (Utami, 2018)
Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah manusia
tersebut mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh
kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh
manusia.Reproduksi juga merupakan bagian dari proses tubuh yang
bertanggung jawab terhadap kelangsungan suatu generasi. Untuk kehidupan
makhluk hidup reproduksi tidak bersifat vital artinya tapa adanya proses
reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan tetapi bila makhluk tidup tidak
dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi makhluk hidup tersebut
terancam dan punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan (anak) yang
merupakan sarana untuk melanjutkan generasi. (Mundijo, 2021)
Sistem reproduksi tidak berperan dalam homestatis dan tidak esensial
bagi kelangsungan individu, namun sistem ini tetap berperan penting dalam
kehidupan seseorang. Sistem reproduksi pada pria memiliki fungsi esensial
yang menghasilkan sperma (spermatogenesis) dan menyalurkan sperma ke
wanita. Organ reproduksi primer pada pria terdiri dari sepasang testis. Pada
kedua jenis kelamin, gonad matur akan menghasilkan garnet (gametogenesis)
yaitu spermatozoa pada pria dan ovum pada wanita. Gonad juga akan
menghasilkan hormon testosteron pada pria, serta hormon estrogen dan
progesteron pada wanita (Hadi, 2020)

1
Analisa sel spermatozoa adalah pemeriksaan yang di lakukan pada pria
untuk menilai adanya gangguan pada sperma. Data dari populasi berdasarkan
studi menunjukkan bahwa 10- 15% pasangan di dunia mengalami infertilitas.
Dimana diperkirakan kontribusi pria sekitar 25-30% pada semua kasus
infertilitas. Di Afrika, prevalensinya sangat tinggi, di sub-Sahara mulai dari
20% sampai 60% dari pasangan. Namun di Asia khususnya di Indonesia
masih belum diketahui secara pasti gambaran dari keadaan infertil tersebut.
Dari tingginya angka infertilitas di dunia, ini merupakan salah satu penyebab
morbiditas psikologi seperti stres dan depresi pada pasangan yang
mengalaminya. Dengan analisa sperma nantinya akan di dapat gambaran dari
kondisi pria dan membuktikan keterlibatannya dalam kasus infertilitas
(Utami, 2018)
Spermatozoa memiliki tiga bagian, terdiri dari kepala yang ditudungi
oleh akrosom, bagian tengah dan ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus,
yang mengandung informasi genetik sperma. Akrosom merupakan vesikel
terisi enzim yang menutupi ujung kepala, digunakan sebagai “bor enzim”
untuk menembus ovum. Akrosom merupakan modifikasi lisosom yang
dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang diproduksi oleh kompleks golgi-
retikulum endoplasma sebelum organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal
tetap inaktif hingga sperma berkontak dengan sel telur saat ketika enzim
dilepaskan. Mobilitas spermatozoa dihasilkan oleh suatu ekor panjang mirip
cambuk yang gerakannya dijalankan oleh energi yang dihasilkan oleh
mitokondria yang terkonsentrasi di bagian tengah sperma (Utami, 2018)
Semua spesimen semen merupakan reservoir yang potensial untuk virus
HIV dan hepatitis, dan tindakan pencegahan standar harus diamati setiap saat
selama analisis. Spesimen dibuang sebagai limbah biohazard. Analisis semen
untuk evaluasi fertilitas terdiri dari pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis. Parameter yang dilaporkan meliputi penampilan, volum,
viskositas, pH, konsentrasi dan jumlah sperma, motilitas, dan morfologi
(Mundijo, 2021)

2
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan cairan semen ?
b. Apa yang dimaksud pemeriksaan makroskopis, kimia dan mikroskopis
dan kimia cairan semen ?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui penjelasan cari cairan semen
b. Untuk mengetahui pemeriksaan makroskopis, kimia dan mikroskopis dan
cairan semen.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 CAIRAN SEMEN


2.1.1 Definisi Semen
Cairan semen berasal dari vas deferens dan merupakan cairan yang
terakhir diejakulasi. Semen berfungsi untuk mendorong sperma keluar
dari duktus ejakulatorius dan uretra. Cairan dari vesikula seminalis
membuat semen lebih kental. Enzim pembeku dari cairan prostat
menyebaban fibrinogen dari cairan vesikula seminalis membentuk
kuagulum y lemah. Walaupun sperma dapat hidup beberapa minggu
dalam duktus genitalia pria setelah sperma diejakulasi ke dalam
semen, akan tetapi jangka hidup sperma maksimal 24-48 jam.
(Wirawati, 2018)

2.1.2 Spermatogenesis
Proses pembentukan dan pematangan spermatozoa dimulai dengan
pertumbuhan spermatogonium menjadi sel spermatosit primer. Sel –
sel ini membelah secara mitosis menjadi dua spermatosit sekunder
yang sama besar, kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi
empat spermatid yang sama besar. Spermatid adalah sebuah sel
bundar dengan sejumlah protoplasma dan merupakan gamet dewasa
dengan sejumlah kromosom haploid. Proses spermatogenesis sangat
tergantung pada hormonal tubuh. Proses ini berlangsung dalam testis
dan lamanya sekitar 65 sampai 72 hari dan terjadi bersamaan pada
waktu yang berbeda di berbagai wilayah testis untuk produksi dan
ketersediaan sperma dewasa (Mundijo, 2021)
Produksi sperma adalah proses yang terus menerus , dimulai pada
masa pubertas dan berlanjut sepanjang hidup yang terjadi di tubulus
seminiferus. Spermatozoa dilepaskan dari tubulus seminiferus ke
dalam epididimis mengalami pematangan pasca testicular. Sebelum

4
pembuahan terjadi, spermatozoa harus menjalani perubahan biokimia
lebih lanjut melalui reaksi kapasitif dan akrosom. Metode Pengukuran
secara langsung spermatogenesis kinetika in vivo menunjukkan bahwa
keseluruhan proses produksi sperma lebih pendek dari yang
diperkirakan sebelumnya. Metode kinetika in vivo dapat
mengkarakterisasi hubungan antara spermatogenesis dan kualitas
semen pada infertilitas pria, termasuk pengukuran efek paparan
gonadotoksik serta intervensi medis dan bedah
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa
hormon sebagai berikut:
a. Testosteron
Hormon Testosteron bertanggung jawab terhadap pertumbuhan
seks sekunder pria seperti pertumbuhan kumis dan jenggot,
pertambahan masa otot dan perubahan suara. Hormon testosteron
di produksi di testis, yaitu sel leydig yang berperan penting bagi
tahap pembelahan sel – sel germinal untuk membentuk sperma
dan berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer serta
mendorong spermatogenesis.
b. Luteinizing Hormon/ LH
Luteinizing Hormon dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior.
Fungsi LH adalah merangsang sel leydig untuk menghasilkan
hormon testosteron pada masa pubertas antara usia 13 sampai 15
tahun, yang berdampak pada peningkatan tinggi dan berat badan
serta pertambahan panjang penis dan testis.
c. Follicle Stimulating Hormone/ FSH
Follicle Stimulating Hormone dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
anterior. FSH berfungsi merangsang sel sertoli menghasilkan ABP
(Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium
untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pematangan
spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis.

5
Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan
waktu selama 2 hari.
d. Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel – sel sertoli ketika distimulasi oleh
FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat
androgen yang mengikat testosteron dan estrogen serta membawa
keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. e. Hormon
Pertumbuhan.
e. Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur metabolisme
testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan
pembelahan awal pada spermatogenesis.
f. Hormon Gonadotropin
Hormon gonadotropin dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon
gonadotropin berfungsi untuk merangsang kelenjar hipofisa bagian
depan (anterior) agar dapat mengeluarkan hormon FSH dan LH.
2.1.3 Fisiologi Semen/Sperma
Mortilitas dan fertilitas sperma terjadi karena gerakan flagella melalui
medium cairan. Sperma normal cendering untuk bergerak lurus dari
pada berputar. Aktivitas ini ditingkatkan dalam medium netral dan
sedikit basa. Pada medium vang sangat asam dapat mematikan sperma
dengan cepat. Aktivitas sperma dapat meningkatkan kebersamaan
dengan peningkatan suhu dan kecepatan metabolisme. Sperma pada
traktus genetalia wanita hanya dapat hidup 1-2 hari (Ferial, 2019)
2.1.4 Pematangan Sperma
Setelah terbentuk dalam tubulus seminiferus, sperma membutuhkan
waktu beberapa hari untuk melewati epididimis. Sperma bergerak dari
tubulus seminiferus kebagian awal epididimis selama 18-24 jam.
Sperma memiliki kemampuan motilitas setelah proses ejakulasi
menyekresi cairan y mengandung hormone testosterone dan estrogen,
enzim-enzim, serta nutrisi khusus untuk pematangan sperma
(Wirawati, 2018)

6
2.2 PEMERIKSAAN CAIRAN SEMEN
2.2.1 Pemeriksaan Makroskopis
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau
koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang
normal gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam
waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami
pencairan (Likuifaksi). Likuifaksi terjadi karena daya kerja dari
enzim-enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat, enzim ini
disebut enzim seminim
A. Pengukuran Volume
Volum semen yang normal berkisar antara 2 dan 5 ml. Hal
tersebut dapat diukur dengan menuangkan spesimen ke dalam
silinder bersih yang dikalibrasi dalam skala volume 0,1 ml.
Peningkatan volum dapat dilihat setelah periode abstinensia
yang lama. Penurunan volum lebih sering berhubungan dengan
terjadinya infertilitas dan mungkin menunjukkan fungsi yang
tidak baik dari salah satu organ penghasil semen, terutama
vesikula seminalis. Pengambilan spesimen yang tidak lengkap
juga harus dipertimbangkan. Cara kerja:
1. Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung
yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
2. Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala
volume 0,1 ml.
3. Baca hasil
B. Ph
pH semen menunjukkan keseimbangan antara nilai pH dari
sekresi prostat yang asam dan sekresi vesikula seminal yang
bersifat alkali. pH harus diukur dalam 1 jam ejakulasi karena
dapat terjadi penurunan CO2. pH normal semen bersifat basa
dengan rentang 7,2 hingga 8,0. Peningkatan pH menunjukkan
infeksi di dalam saluran reproduksi. Penurunan pH mungkin

7
berhubungan dengan peningkatan cairan prostat, obstruksi
duktus ejakulataorius, atau vesikula seminalis yang kurang
berkembang. Pemeriksaan pH pada semen dapat diterapkan
pada alas strip reagen pH urinalisis dan warnanya dibandingkan
dengan grafik dari pabrikan. Kertas pemeriksaan pH yang
khusus juga dapat digunakan.
Cara kerja:
1. Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang
terdapat dalam botol penampung
2. baca hasil
C. Bau Sperma
Sperma yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau
spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah
mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Baunya
sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin
(suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat
Cara kerja:
1. Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium
baunya.
2. Dalam laporan bau dilaporkan: khas/tidak khas. Dalam
keadaan infeksi, sperma berbau busuk/amis. Secara
biokimia sperma mempunyai bau seperti klor/ kaporit.
D. Warna sperma
Semen yang normal memiliki warna putih kelabu, tampak
translusen, dan memiliki bau basi yang khas. Ketika
konsentrasi sperma sangat rendah, spesimen mungkin tampak
hampir jernih. Peningkatan kekeruhan putih menunjukkan
adanya sel darah putih (leukosit) dan infeksi di dalam saluran
reproduksi. Variasi jumlah warna merah berhubungan dengan
adanya sel darah merah dan bersifat abnormal. Warna kuning
dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi urin, pengumpulan

8
spesimen setelah abstinensia yang berkepanjangan, dan obat-
obatan. Urin bersifat toksik terhadap sperma, sehingga
mempengaruhi evaluasi motilitas. Cara kerja: Sperma yang ada
dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar
belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup
E. Likuifaksi
Spesimen yang segar adalah semen yang ada penggumpalan
dan harus mencair dalam 30 hingga 60 menit setelah
penggumpulan. Oleh karena itu, pencatatan waktu
penggumpulan sangat penting untuk mengevaluasi pencairan
semen. Kegagalan likuifaksi yang terjadi dalam waktu 60 menit
dapat disebabkan oleh adanya kekurangan enzim prostat dan
harus dilaporkan. Analisis spesimen tidak dapat dimulai sampai
likuifaksi telah terjadi. Jika setelah 2 jam spesimen tidak
mengalami likuifaksi, volum yang sama dari saline buffer
fosfat fisiologis Dulbecco atau enzim proteolitik seperti alfa-
kimotrypsin atau bromelain dapat ditambahkan untuk
menginduksi likuifaksi dan memungkinkan sisanya dari
analisis yang akan dilakukan. Tindakan tersebut dapat
mempengaruhi pemeriksaan biokimia, motilitas sperma, dan
morfologi sperma, sehingga penggunaannya harus
didokumentasikan. Pengenceran semen dengan bromelain
harus diperhitungkan ketika menghitung konsentrasi sperma.
Granula berbentuk seperti jelly (badan gelatin) dapat
ditemukan dalam spesimen semen cair dan tidak memiliki
signifikansi klinis. Untaian mukus, jika ada, dapat mengganggu
analisis semen
F. Viskositas (Kekentalan) Viskositas spesimen mengacu pada
konsistensi cairan dan mungkin berhubungan dengan likuifaksi
spesimen. Spesimen yang mengalami likuifaksi secara tidak
lengkap bersifat menggumpal dan sangat kental. Spesimen

9
semen yang normal harus mudah ditarik ke dalam pipet dan
membentuk tetesan kecil yang tidak tampak menggumpal atau
berserabut ketika jatuh dari pipet akibat gravitasi. Tetesan yang
membentuk benang lebih panjang dari 2 cm dianggap sangat
kental dan dicatat sebagai abnormal. Derajat 0 (cair) hingga 4
(seperti gel) dapat ditetapkan untuk laporan viskositas.
Viskositas juga dapat dilaporkan sebagai rendah, normal, atau
tinggi. Peningkatan viskositas dan likuefaksi yang tidak
sempurna dapat menghambat pemeriksaan motilitas sperma,
konsentrasi sperma, deteksi antibodi antisperma, dan
pengukuran marker biokimia. Pemeriksaan viskositas ini dapat
dilakukan dengan dua cara:
1. Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau
batang pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk
benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang
yang terjadi makin tinggi viskositasnya.
2. Cara Pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang
digunakan harus kering. Cara kerja:
a. Pipet cairan sperma sampai angka 0,1
b. Tutup bagian atas pipet dengan jari
c. Arahkan pipet tegak lurus
d. Jalankan stopwatch
e. Jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan
hitung waktunya dengan detik
2.2.2 Pemeriksaan Mikroskopis
Meskipun fertilisasi dapat dicapai oleh satu spermatozoa, jumlah
sperma yang sebenarnya dalam spesimen semen merupakan ukuran
fertilitas yang valid. Berbagai faktor dapat memengaruhi
konsentrasi sperma, seperti jangka waktu abstinensia seksual

10
sebelum pengumpulan spesimen, infeksi, atau stres. Oleh karena
itu, lebih dari satu spesimen semen harus dievaluasi untuk
pemeriksaan infertilitas. Nilai referensi untuk konsentrasi sperma
biasanya dinyatakan sebagai lebih besar dari 20 hingga 250 juta
sperma per mililiter. Konsentrasi antara 10 dan 20 juta per mililiter
dianggap garis batas (borderline). Jumlah sperma total untuk
ejakulasi dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi sperma
dengan volum spesimen. Jumlah sperma total lebih dari 40 juta per
ejakulasi dianggap normal (20 juta per mililiter × 2 mL)
A. Jumlah sperma per lapang pandang/ perkiraan densitas sperma
Cara kerja:
1. Diaduk sperma hingga homogen
2. Diambil 1-3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass
lalu ditutup dengan cover glass
3. Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
4. Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang
pandang Misalnya, dihitung berturut-turut lapang pandang:
I = 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa

Dalam laporan dituliskan terdapat 5-10 spermatozoa


perlapang pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa
dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi
spermatozoa adalah 5-10 juta/ml. Perkiraan konsentrasi
spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan
konsentrasi spermatozoa adalah 200 juta/ml. Jika perlapang
pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah
dilakukan pemeriksaan konsentrasi, dan disebut Azoospermia

11
Pada laboratorium klinis, konsentrasi sperma biasanya
dianalisis menggunakan ruang hitung Neubauer. Sperma
dihitung dengan cara yang sama seperti perhitungan jumlah sel
pada cairan serebrospinal, yaitu dengan menipiskan spesimen
dan menghitung sel-sel di ruang Neubauer. Jumlah
pengenceran dan jumlah kuadrat dihitung secara bervariasi di
antara laboratorium. Pengenceran yang paling umum
digunakan adalah 1:20 yang disiapkan menggunakan pipet
mekanis (perpindahan positif). Pengenceran semen sangat
penting karena dapat mengimobilisasi sperma sebelum
dilakukan perhitungan. Cairan pengencer tradisional
mengandung natrium bikarbonat dan formalin, yang dapat
mengimobilisasi dan menjaga selsel sperma; Namun, hasil
yang baik juga dapat dicapai dengan menggunakan larutan
salin dan air suling
Menggunakan hemositometer Neubauer, sperma
biasanya dihitung di empat kotak sudut dan kotak pusat, mirip
dengan perhitungan sel darah merah secara manual
(Gambar.1). Kedua sisi hemositometer diisi dan dibiarkan
menetap selama 3 hingga 5 menit, kemudian dilakukan
perhitungan, dan jumlah harus sesuai dalam 10%. Rata-rata
dari dua hitungan digunakan dalam perhitungan. Jika jumlah
tidak sesuai, baik pengenceran dan penghitungan dilakukan
pengulangan. Hitungan dilakukan menggunakan mikroskopis
fase atau lapangan terang. Pewarna tambahan, seperti kristal
violet, ditambahkan ke cairan pengencer untuk visualisasi saat
menggunakan mikroskop medan terang

12
Gambar 1. Kamar hitung Neubauer
Hanya sperma yang berkembang secara utuh yang
dihitung. Sperma imatur dan leukosit, sering disebut sebagai
sel "bulat", tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan.
Namun, adanya sel-sel tersebut dapat berjumlah signifikan,
dan sel-sel tersebut mungkin perlu diidentifikasi dan dihitung
secara terpisah. Pewarnaan meliputi cairan pengencer untuk
membedakan antara sel sperma imatur (spermatid) dan
leukosit, dan sel-sel tersebut dapat dihitung dengan cara yang
sama seperti sperma matur. Perhitungan leukosit yang lebih
besar dari 1 juta per mililiter berhubungan dengan terjadinya
inflamasi atau infeksi pada organ reproduksi yang dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas. Adanya spermatid lebih
dari 1 juta per mililiter menunjukkan adanya gangguan
spermatogenesis. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
infeksi virus, paparan bahan kimia toksik, dan kelainan genetik
B. Pergerakan Sperma
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (200 C
- 250 C). Dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya
diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit
sperma tidak kental, sehingga spermatozoa mudah bergerak,
akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab
dengan bertambahnya waktu maka spermatozoa akan

13
memburuk pergerakannya, serta pH dan bau mungkin akan
berubah. Gerak spermatozoa yang baik adalah gerak kedepan
dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-
zag, berputar-putar dan lain-lain. Dihitung dulu spermatozoa
yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak kurang
baik, lalu yang bargerak baik, contoh:
1. Yang tidak bergerak = 25%
2. Yang bergerak kurang baik = 50%
3. Yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Presentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat
(umumnya kelipatan 5 misalnya: 10%, 15%, 20%). Jika sperma
yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya
sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak
bergerakpun kemungkinan masih hidup
C. Morfologi
Morfologi sperma dievaluasi berdasarkan dengan adanya
struktur kepala, leher (neckpiece), badan (midpiece), dan ekor.
Abnormalitas pada morfologi kepala berhubungan dengan
penetrasi ovum yang buruk, sedangkan abnormalitas pada
leher, badan, dan ekor mempengaruhi motilitas (Strasinger KS,
Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010). Sperma yang normal
memiliki kepala berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 μm
dan lebar 3 μm dan memiliki satu ekor flagel dengan panjang
45 μm (Gambar. 2). Struktur penting untuk penetrasi pada
ovum adalah tudung akrosom yang mengandung enzim yang
terletak di ujung kepala sperma. Tudung akrosom harus
mencakup kira-kira setengah dari kepala sperma dan menutupi
kira-kira dua pertiga dari nukleus sperma. Leher melekat pada
ekor dan badan. Badan memiliki panjang kira-kira 7,0 μm dan
merupakan bagian paling tebal dari ekor karena dikelilingi oleh

14
selubung mitokondria yang menghasilkan energi yang
dibutuhkan oleh ekor untuk motilitas

Gambar. 2 Struktur normal spermatozoa


Morfologi sperma dievaluasi dengan slide yang dicat tipis di
bawah oil immersion. Pengecatan dibuat dengan menempatkan
sekitar 10 μL semen di dekat ujung buram slide mikroskop
yang bersih. Letakkan slide kedua dengan bersih, pada tepi
halus di depan tetesan semen pada sudut 45° dan tarik slide
hingga tepi tetesan semen, hal tersebut memungkinkan semen
untuk menyebar hingga ujung slide. Ketika semen
didistribusikan secara merata di seluruh slide penyebar, tarik
perlahan slide penyebar ke depan dengan gerakan kontinyu
melintasi slide pertama untuk menghasilkan pengecatan.
Pengecatan dapat dilakukan menggunakan pewarnaan Wright,
Giemsa, Shorr, atau Papanicolaou sesuai ketersediaan
laboratorium. Slide yang dikeringkan dengan udara dapat stabil
selama 24 jam. Setidaknya 200 sperma harus dievaluasi dan
adanya persentase sperma yang abnormal dilaporkan.
Abnormalitas yang diidentifikasi secara rutin dalam struktur
kepala meliputi kepala ganda, kepala besar dan amorf, kepala
berbentuk seperti jarum, kepala meruncing, dan kepala sempit.
Ekor sperma abnormal yang sering ditemui adalah ekor ganda,

15
menggulung, atau menekuk (Gambar. 2). Leher panjang yang
abnormal dapat menyebabkan kepala sperma menekuk ke
belakang dan mengganggu motilitas

Gambar 3. Bentuk abnormal kepala dan ekor spermatozoa


D. Perhitungan Sel Bulat
Diferensiasi dan enumerasi sel bulat (sperma imatur dan
leukosit) juga dapat dilakukan selama pemeriksaan morfologi.
Granulosit yang positif terhadap peroksidase merupakan bentuk
dominan leukosit dalam semen dan dibedakan dari sel
spermatogenik dan limfosit menggunakan pewarnaan
peroksidase. Dengan menghitung jumlah spermatid atau
leukosit yang terlihat dalam hubungannya dengan 100 sperma
matur, jumlah per mililiter dapat dihitung menggunakan rumus
berikut, di mana N merupakan jumlah spermatid atau neutrofil
yang dihitung per 100 sperma matur, dan S merupakan
konsentrasi sperma dalam juta per mililiter:
C=NXS
100
Metode ini dapat digunakan jika perhitungan tidak dapat
dilakukan pada perhitungan hemositometer dan untuk
memverifikasi jumlah yang dilakukan oleh hemositometer.
Jumlah leukosit lebih dari 1 juta per mililiter per ejakulasi

16
menunjukkan kondisi inflamasi yang berhubungan dengan
infeksi dan kualitas sperma yang buruk dan dapat mengganggu
motilitas sperma serta integritas DNA
2.2.3 Interprestasi Hasil Analisa Sperma
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan
untuk analisa sperma yang normal, sebagai berikut:
1. Volume total cairan lebih dari 2 ml
2. Konsentrasi sperma paling sedikit 20 juta sperma/ml
3. Morfologinya paling sedikit 15% berbentuk normal
4. Pergerakan sperma lebih dari 50% bergerak kedepan, atau 25%
bergerak secara acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi
5. Adanya sel darah putih kurang dari 1 juta/mlAnalisa lebih
6. lanjut (tes reaksi antiglobulin menunjukkan partikel ikutan
yang ada kurang dari 10 % dari jumlah sperma)

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisa sel spermatozoa adalah pemeriksaan yang di lakukan pada pria
untuk menilai adanya gangguan pada sperma. Spermatozoa memiliki tiga
bagian, terdiri dari kepala yang ditudungi oleh akrosom, bagian tengan dan
ekor. Proses pembentukan spermatozoa melalui 3 tahapan yaitu proses
mitotik, meiosis dan pengemasan. Kelainan spermatozoa dilakukan
pemeriksaan melalui metode Analisa spermatozoa. Pemeriksaan ini di lakukan
secara makroskopik dan mikrospkopik. Pada pemeriksaan makroskopik di
lakukan pemeriksaan volume, pH, viskositas, liquefaksi, warna, bau, dan
koagulum. Pada pemeriksaan mikroskopis dilakukakn perhitungan jumlah
spermatozoa per lapangan pandang, pergerakan / motilitas dan morfologi.
Hasil dari pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis di laporakan
dalam ringkasan hasil pemeriksaan Analisa spermatozoa
Kelainan spermatozoa yaitu aspermia, azoospermia, hypospermia,
hyperspermia, oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia,
necrozoospermia, leucospermia, haemospermia.

3.2 Saran
Penulis tentunya menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan
berpedoman banyak sumberserta kritik yang membangun dari pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

Utami, Putri. 2018. Profil Spermatozoa Secara Makroskopik. Departemen


Biologi. Universitas Hasanuddin. Makasar
Mundijo, trinawati dkk. 2021. Pengaruh Usia Pria Terhadap Analisis Semen.
Universitas muhammadiyah Palembang. Palembang
Hadi, Cahyana Dkk. 2020. Otomatisasi Penentuan Hasil Analisis Sperma
Menggunakan Algoritma Decision Tree. Jawa Timur. Indonesia
Wirawati, Putri Ayu Ida. 2018. Metode Pemeriksaan Sperma. Universitas
Udayana. Denpasar
Ferial, W Eddyman. 2019. Deteksi Dini Suspek Infertilitas Berdasarkan Analisis
Makroskopik Spermatozoa. Depertemen Biologi FMIPA. Universitas
Hassanudin

19
LAMPIRAN

20
21
22
23
24

Anda mungkin juga menyukai