Anda di halaman 1dari 78

IDENTIFIKASI CACING KREMI (Enterobius vermicularis)

PADA ANAK DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN SOROPIA


SULAWESI TENGGARA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari

Oleh:
MUHAMMAD ADNAN HIDAYATULLAH
P00341019028

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2022
i
ii
iii
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri
Nama : Muhammad Adnan Hidayatullah
Nim : P00341019028
TTL : Ameroro, 13 Maret 2000
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam

B. Pendidikan
1. TK Kuncup Pertiwi, Kec. Uepai, Kab. Konawe, tamat tahun 2007
2. SD Negeri 1 Ameroro, Kec. Uepai, Kab. Konawe, tamat tahun 2012
3. MTs Negeri 1 Konawe, Kec. Unaaha, Kab. Konawe, tamat tahun 2015
4. SMA Negeri 1 Unaaha, Kec. Unaaha, Kab. Konawe, tamat tahun 2018
5. Tahun 2019 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari Jurusan Teknologi Laboratorium Medis

iv
MOTTO

“Mengejar apa yang pantas untuk dikejar dan tinggalkan apa yang tidak
pantas untuk dilanjutkan”

“Kita tidak tumbuh dalam keadaan yang mudah tetapi kita akan tumbuh dalam
keadaan yang sulit”

“Disetiap kesulitan pasti ada kemudahan”

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat”


(QS. Al-Baqarah : 45)

Karya tulis ini kupersembahkan untuk


Almamaterku
Ayah dan Ibuku tercinta
Keluargaku tersayang
Teman-temanku tersayang
Bangsa dan Agama
Doa dan nasehat untuk menunjang keberhasilanku

v
ABSTRAK

Muhammad Adnan Hidayatullah (P00341019028) Identifikasi Cacing Kremi


(Enterobius vermicularis) Pada Anak Di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia
Sulawesi Tenggara. Yang dibimbing oleh Reni Yunus sebagai pembimbing I dan
Aswiro Hasan sebagai pembimbing II
Pendahuluan : Kecacingan merupakan penyakit yang banyak dirasakan oleh
anak-anak. Infeksi kecacingan tidak bisa dipandang biasa, karena bisa
mengganggu proses tumbuh kembang pada anak. Adapun beberapa jenis cacing
yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi parasit didalam tubuh manusia
adalah cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing kremi. Sehingga
anak menjadi kekurangan gizi, kekurangan daya tahan tubuh, kekurangan protein,
kehilangan berat badan dan tentu saja mudah terkena penyakit. Infeksi cacing ini
terjadi apabila menelan telur matang atau larva dari telur yang menetas di daerah
perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Waktu yang diperlukan untuk
keberlangsungan daur hidupnya, yaitu mulai dari tertelannya telur matang sampai
menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung ±
2 minggu sampai 2 bulan. Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di
sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing
Enterobius vermicularis pada anak-anak di wilayah pesisir Kecamatan Soropia
Sulawesi Tenggara dan untuk mengetahui persentase angka kecacingan di Desa
Bajoe, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara
Metode : Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
bersifat deskriptif yaitu melalui uji laboratorium, yang dilakukan pada bulan
April-Juni 2022. Sampel penelitian berjumlah 17 orang yang diambil secara
Purposive Sampling. Data yang berasal dari data sekunder dan data primer dengan
instrumen penelitian adalah lembar informed concent dan kuesioner
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 responden, yang positif (+)
terinfeksi kecacingan Enterobius vermicularis dan kecacingan dengan jenis yang
berbeda yaitu Ascaris lumbricoides sebanyak 1 responden, sedangkan yang
negatif (-) terinfeksi kecacingan Enterobius vermicularis sebanyak 16 responden
Kesimpulan : Sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, ditemukan
telur cacing Enterobius vermicularis pada salah satu anak di wilayah pesisir
Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara dan dari 17 anak yang menjadi responden
menunjukkan sebagian kecil positif kecacingan yaitu (5,9%) sebanyak 1 orang
dan sebagian besar negatif kecacingan yaitu (94,1%) sebanyak 16 orang, sehingga
dapat disimpulkan tingginya angka kecacingan di Desa Bajoe, Kecamatan
Soropia, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara
Kata Kunci : Anak-anak, feses, sedimentasi, telur, Enterobius vermicularis
Daftar Pustaka : 34 buah (1997-2021)

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala berkah
karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma-III Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Kendari. Penulis menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai
pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada :

1. Teguh Fathurrahman, SKM, MPPM, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Kendari
2. Reni Yunus, S.Si., M.Sc, selaku Ketua Jurusan Teknologi Laboratorium
Medis Poltekkes Kemenkes Kendari, sekaligus dosen pembimbing I
3. Aswiro Hasan, S.Pd., M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan KTI ini
4. Tuty Yuniarty, S.Si., M.Kes dan Ahmad Zil Fauzi, S.Si., M.Kes, selaku dosen
penguji yang telah memberikan arahan perbaikan demi kesempurnaan Karya
Tulis Ilmiah ini
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes
Kemenkes Kendari, seluruh staf dan karyawan yang telah membantu. Serta
segala fasilitas dan pelayanan akademik selama penulis menuntut ilmu di
Poltekkes Kemenkes Kendari
6. Kantor Badan Riset Sulawesi Tenggara yang telah memberikan izin
penelitian kepada peneliti dalam penelitian ini

vii
viii

7. Ayah (Irwan As), Ibu (Hj. Sukmawati S.Pd.I), Kakak (Wanti Puspita Sari
S.Pi) dan semua Keluarga saya yang telah memberikan bantuan berupa
dukungan, material dan moral. Serta
8. Sahabat dan seluruh teman-teman Teknologi Laboratorium Medis angkatan
2019 serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

Akhir kata saya berharap semoga Allah SWT dapat membalas segala
kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan semua orang.

Kendari, 05 Juli 2022

Penulis
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas Akademi Poltekkes Kemenkes Kendari, saya yang bertanda


tangan dibawah ini :

Nama : Muhammad Adnan Hidayatullah


NIM : P00341019028
Program Studi : D-III
Jurusan : Teknologi Laboratorium Medis
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah

Demikian pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Poltekkes Kemenkes Kendari Hak bebas royalti Non-ekslusif (Non-
ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Identifikasi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) Pada Anak Di Wilayah
Pesisir Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak bebas royalti Non-
ekslusif ini Poltekkes Kemenkes Kendari berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantum nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Kendari Pada tanggal : 05 Juli 2022


Yang menyatakan,

Muhammad Adnan Hidayatullah

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................iii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
ABSTRAK....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .......................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumuan Masalah.................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................6
A. Tinjauan Umum Kecacingan ................................................................ 6
B. Tinjauan Umum Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) .................... 7
C. Tinjauan Umum Anak ........................................................................ 12
D. Tinjauan Umum Pemeriksaan Telur Cacing........................................ 14
BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................. 16
A. Dasar Pemikiran ................................................................................. 16
B. Kerangka Pikir ................................................................................... 18
C. Variabel Penelitian ............................................................................. 19
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ......................................... 19

x
xi

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 20


A. Jenis Penelitian................................................................................... 20
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 20
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 20
D. Prosedur Pengumpulan Data............................................................... 21
E. Instrument Penelitian .......................................................................... 21
F. Prosedur Penelitian ............................................................................. 22
G. Jenis Data ........................................................................................... 23
H. Pengolahan Data ................................................................................ 24
I. Analisis Data ...................................................................................... 24
J. Penyajian Data ................................................................................... 24
K. Etika Penelitian .................................................................................. 24
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 26
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 26
B. Pembahasan ....................................................................................... 31
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 35
A. Kesimpulan ........................................................................................ 35
B. Saran .................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cacing Enterobius vermicularis ...................................................... 7


Gambar 2. Telur Enterobius vermicularis ......................................................... 8
Gambar 3. Cacing dewasa Enterobius vermicularis betina ................................ 8
Gambar 4. Cacing dewasa Enterobius vermicularis jantan ................................ 9
Gambar 5. Siklus hidup Enterobius vermicularis .............................................. 9
Gambar 6. Desa Bajoe Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe ..................... 26

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden .......................................................... 27


Tabel 2. Hasil pemeriksaan telur cacing (Enterobius vermicularis)
menggunakan metode sedimentasi ................................................... 28
Tabel 3. Distribusi frekuensi Identifikasi Cacing Kremi
(Enterobius vermicularis) Pada Anak Di Wilayah Pesisir
Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara ............................................ 30

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian


Lampiran 2. Dokumentasi Hasil Penelitian
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Lembar Kuesioner
Lampiran 5. Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Dari Badan Penelitian Dan Pengembangan
Lampiran 7. Persetujuan Penggunaan Laboratorium
Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9. Surat Keterangan Bebas Laboratorium
Lampiran 10. Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 11. Hasil Penelitian
Lampiran 12. Tabulasi Data
Lampiran 13. Surat Izin Pengambilan Data

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang tersebar dan
menginfeksi banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit cacing
masih tetap merupakan suatu masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di
beberapa bagian dunia. Pada umumnya infeksi cacing jarang menimbulkan
penyakit serius tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang
berhubungan dengan faktor higienitas dan ekonomi. Cacingan merupakan
penyakit endemik dan kronik dengan prevalensi yang cukup tinggi dan tidak
mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat
menurunnya kondisi kesehatan masyarakat (Zulkoni, 2011).
Menurut WHO (Word Health Organization) pada Tahun 2016, lebih
dari 1,5 milyar orang atau 24% dari populasi di dunia, terjadi infeksi
kecacingan yang ditularkan melalui tanah diseluruh dunia. Infeksi kecacingan
tersebut tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis, dengan jumlah terbesar
terjadi di Afrika sub-Sahara, Amerika, China dan Asia Timur. Lebih dari 267
juta manusia pra sekolah dan lebih dari 568 juta anak usia sekolah tinggal di
daerah dimana parasit ini ditularkan secara intensif, dan membutuhkan
perawatan dan intervensi pencegahan (WHO, 2019).
Sebanyak 60-80% penduduk di Indonesia, khususnya di daerah
pedesaan menderita infeksi kecacingan terutama infeksi cacing perut. Faktor
meningkatnya infeksi ini adalah letak geografik di Indonesia mempunyai iklim
yang panas akan tetapi lembab (Perdana & Keman, 2013).
Prevalensi kecacingan di Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil survei
tahun 2019 untuk penderita kecacingan di Kota Kendari Sulawesi Tenggara
berjumlah 254 orang (Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2019).

1
2

Berdasarkan hasil survei awal mengenai data kasus infeksi kecacingan


di puskesmas soropia yaitu menunjukkan tidak terdapatnya kasus infeksi
kecacingan, hal ini dikarenakan masyarakat menganggap bahwa kecacingan
bukanlah suatu penyakit yang berbahaya bagi kesehatan dan sudah sangat
lazim terjadi pada anak-anak. Masyarakat setempat pada umumnya
mengesampingkan penyakit kecacingan sehingga tidak melaporkan maupun
membawa anak-anak mereka ke pusat kesehatan masyarakat untuk
mendapatkan penanganan dari petugas kesehatan karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang resiko kecacingan.
Kecacingan merupakan penyakit yang banyak dirasakan oleh anak-
anak. Infeksi kecacingan tidak bisa dipandang biasa, karena bisa mengganggu
proses tumbuh kembang pada anak. Adapun beberapa jenis cacing yang dapat
tumbuh dan berkembang menjadi parasit didalam tubuh manusia adalah cacing
gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing kremi. Sehingga anak
menjadi kekurangan gizi, kekurangan daya tahan tubuh, kekurangan protein,
kehilangan berat badan dan tentu saja mudah terkena penyakit (Susanto, 2011).
Cacing kremi (Enterobius vermicularis) ini tidak termasuk dalam
golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah atau Non-Soil
Transmitted Helminth. Penularan infeksi kecacingan ini dapat terjadi karena
tertelannya telur melalui tangan atau makanan yang terkontaminasi (Ideham &
Suhintam, 2007).
Beberapa faktor yang menyebabkan penularan Cacing kremi
(Enterobius vermicularis) antara lain suhu udara, dimana daerah yang dingin
lebih banyak terinfeksi cacing ini dibandingkan daerah yang panas. Hal ini
disebabkan karena pada umumnya orang yang berada di daerah yang dingin
akan jarang mandi dan mengganti pakaian dalam. Debu yang menempel
setelah beraktivitas dan tidak diganti. Serta eratnya hubungan manusia antar
manusia satu dengan manusia yang lain, bahkan lingkungan yang sesuai
(Sutanto I, 2008).
3

Pemeriksaan feses terdiri dari pemeriksaan mikroskopik dan


makroskopik. Pemeriksaan mikroskopik yaitu terdiri dari dua pemeriksaan
antara lain pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti pemeriksaan secara tidak langsung
dengan menggunakan metode teknik kato, flotasi/pengapungan dan metode
sedimentasi. Metode yang sering digunakan dalam melakukan diagnosa
terhadap infeksi kecacingan adalah menggunakan metode flotasi dan metode
sedimentasi. Pemeriksaan dengan metode sedimentasi dan flotasi memiliki
kelebihan dan kekurangan. Metode sedimentasi memerlukan waktu yang lama,
sediaan yang diamati kotor, masih terdapat debris sehingga cukup menyulitkan
sewaktu proses pengamatan dibawah mikroskop, tetapi mempunyai
keuntungan karena dapat mengendapkan telur tanpa merusak telurnya.
Sedangkan pemeriksaan dengan metode flotasi tidak akurat bila berat jenis
larutan pengapung lebih rendah daripada berat jenis telur dan jika berat jenis
larutan pengapung ditambah maka akan menyebabkan kerusakan pada telur.
Adapun kelebihan menggunakan metode flotasi yaitu dapat mengidentifikasi
dengan tingkat infeksi yang masih ringan, dan juga memisahkan antara kotoran
dengan telur cacing sehingga mudah dalam proses identifikasi (Asdar dkk,
2019).
Berdasarkan hasil penelitian Renisa Ardetya Octasari (2020), yaitu
“Identifikasi Cacing Kremi Enterobius vermicularis Pada Anak Usia Dibawah
10 Tahun Di Dusun Tegalrejo, Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh,
Kabupaten Jombang”. Menggunakan metode langsung dengan penambahan 1
tetes NaCl 0,9%, kemudian di homogenkan bersama feses lalu diamati dibawah
mikroskop dan didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa sebagian besar anak
tidak terinfeksi Enterobius vermicularis yaitu 11 responden (73,3%) dan
sebagian kecil anak yang terinfeksi Enterobius dan Ascaris 4 responden
(26,7%).
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
judul mengenai “Identifikasi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) Pada
Anak Di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara”.
4

Menggunakan metode tidak langsung (Sedimentasi) sehingga telur cacing


dapat mengendap ke bawah. Untuk memperkuat peneliti-peneliti sebelumnya
yang mengangkat judul identifikasi Enterobius vermicularis, tetapi
menggunakan metode dan tempat penelitian yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat
kecacingan Enterobius vermicularis pada anak-anak di wilayah pesisir
Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing Enterobius
vermicularis pada anak-anak di wilayah pesisir Kecamatan Soropia
Sulawesi Tenggara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui persentase angka kecacingan di Desa Bajoe,
Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan dan informasi serta
dapat dijadikan sebagai bahan untuk penyuluhan kepada masyarakat
mengenai kasus kecacingan di salah satu wilayah Sulawesi Tenggara.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk menambah ilmu
tentang parasitologi khususnya tentang ilmu mengidentifikasi kasus
kecacingan.
5

3. Bagi Tempat Penelitian


Penelitian ini diharapkan menjadi penambah pengetahuan dan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat setempat tentang kasus
kecacingan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya dengan metode dan tempat penelitian yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kecacingan


Di Indonesia penyakit kecacingan adalah penyakit rakyat pada
umumnya, dan hampir dari semua usia bisa tertular. Terkhusus pada kalangan
anak usia dibawah 10 tahun. Kasus infeksi yang terjadi pada anak-anak, akan
mengakibatkan menurunnya sistem berfikir atau gangguan kemampuan pada
proses belajar. Pada orang dewasa akan menurunkan produktivitas dalam
melakukan pekerjaan. Sehingga akibat yang terjadi dalam jangka panjang
adalah menurunnya kualitas sumber daya manusia (Lengkong dkk, 2013).
Penyakit kecacingan ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan
sehari-hari, akan tetapi tidak menimbulkan penyakit yang parah dan memiliki
angka kematian yang sangat rendah. Namun dalam keadaan kronis, pada anak
akan menyebabkan kekurangan gizi, dan daya tahan tubuh yang menurun,
sehingga berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Kejadian yang dialami
oleh anak ini akan berakibat pada proses belajar yang menurun (Lengkong dkk,
2013).
Salah satu penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah
terhadap manusia melalui tangan dan kuku yang mengandung telur cacing, lalu
ke mulut bersama makanan yaitu pencemaran tanah. Tinggi dan rendahnya
tingkat kecacingan berhubungan dengan kebersihan diri dan sanitasi
lingkungan yang menjadi sumber terjadinya infeksi. Nematoda usus
merupakan kelompok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Karena
masih banyak yang mengidap infeksi ini, sehubungan banyaknya faktor yang
mempengaruhi untuk hidup suburnya parasit ini. Faktor yang mempengaruhi
antara lain keadaan iklim serta alam, pendidikan, sosial ekonomi, kepadatan
penduduk dan kebiasaan yang kurang baik (Zulkoni, 2011).

6
7

B. Tinjauan Umum Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)


1. Enterobius vermicularis

Gambar 1. Cacing Enterobius vermicularis


(Sumber : Lubis dkk, 2008)

Penyakit kecacingan ini disebabkan oleh parasit Oxyuris vermicularis


(Enterobius vermicularis) dan termasuk dalam cacing Non-Soil Transmitted
Helminth yang merupakan parasit yang paling luas penyebarannya di
seluruh dunia, terutama pada negara berkembang dan maju. Parasit jenis ini
banyak ditemukan pada anak-anak dikarenakan kurangnya menjaga
kebersihan dan kesehatan contohnya seperti mencuci tangan (Ferlianti dkk,
2019). Infeksi cacing jenis ini adalah infeksi yang umumnya terjadi pada
anak-anak karena hidup serta berkembangbiak pada usus (Purba & Ariyanti,
2016).
2. Klasifikasi Enterobius vermicularis
Nama yang umum dipakai untuk cacing ini ada beragam, diantaranya
Enterobius vermicularis, Seatworm, Pinworm, Buttworm, kemudian
penyakit yang ditimbulkan disebut Oxyuriasis atau Enterobiasis (Bernadus,
2013). Berikut klasifikasi menurut (Margono, 2012):
Phylum :Nematoda
Class :Cecernentea
Sub class :Rhabditia
Super family :Oxyuroidea
Family :Oxyuridea
Genus :Oxyuris atau Enterobius
8

Spesies :Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis


3. Morfologi Enterobius vermicularis
a. Telur Enterobius vermicularis

Gambar 2. Telur Enterobius vermicularis


(Sumber : Entjang, 2003)

Telur jenis cacing ini, berdinding 2 lapis. Lapisan luar terdiri dari
albumin dan lapisan dalam mengandung bahan lipiodal. Kandungan
albumin pada telur mengakibatkan telur tadi merangsang kulit dan mukosa
manusia, maka sewaktu dideposit di perianal, sering menimbulkan rasa
gatal. Ukuran telur 50-60 mikron x 30 mikron (Bernadus, 2007). Telur
berisi massa bergranula kecil dan teratur, atau biasanya berisi larva cacing
yang melingkar. Telur transparan dan tidak berwarna. Telur berembrio
merupakan bentuk infektif. Telur bisa menetas di daerah perianal dan larva
yang ditetaskan bisa masuk kembali kedalam usus besar melalui anus atau
retroinfeksi (Setiawan dkk, 2003).
b. Cacing dewasa Enterobius vermicularis

Gambar 3. Cacing dewasa Enterobius vermicularis betina


(Sumber : Entjang, 2003)
9

Gambar 4. Cacing dewasa Enterobius vermicularis jantan


(Sumber : Entjang, 2003)

Bila dewasa cacing ini berukuran kecil dan berwarna putih. Ukuran
cacing betina jauh lebih besar daripada cacing jantan. Cacing betina dengan
ukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Intestinumnya berakhir di anus yang terletak 1/3
dari bagian badannya, dan vulvanya terletak di pertengahan bagian
anteriornya badan. Uterus biasanya penuh dengan telur. Sedangkan cacing
jantan dewasa dengan ukuran 2-5 mm. Esofagus pada cacing jantan
melanjutkan dirinya sebagai intestinum berakhir di kloaka (Bernadus,
2007). Kutikulum cacing melebar disekitaran leher, pelebaran pada bagian
ini disebut sayap leher, tidak terdapat rongga mulut, tetapi dijumpai adanya
tiga buah bibir. Ekor cacing betina lurus dan runcing sedangkan ekor pada
jantan mempunyai bentuk yang melingkar (Soedarto, 1997).
4. Siklus Hidup Enterobius vermicularis

Gambar 5. Siklus hidup Enterobius vermicularis


(Sumber : CDC, 2013)
10

Manusia adalah satu-satunya hospes definitif dari Enterobius


vermicularis sehingga tidak ada lagi hospes perantara. Cacing betina dewasa
yang telah dibuahi akan mulai bermigrasi keanus untuk bertelur. Telur yang
dihasilkan oleh cacing betina dewasa perhari sekitar 11.000 butir yang
diletakkan di daerah perianal. Telur tersebut akan menjadi infeksius setelah
6 jam pasca dihasilkan. Telur yang infeksius ini biasanya mengandung
protein yang mudah mengiritasi dan mudah lengket baik pada pakaian,
rambut ataupun kulit. Telur akan menetap di area tersebut selama 26
minggu (Bernadus, 2007).
Infeksi cacing ini terjadi apabila menelan telur matang atau larva
dari telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar.
Waktu yang diperlukan untuk keberlangsungan daur hidupnya, yaitu mulai
dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang
bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kurang lebih 2 minggu sampai 2
bulan. Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing
jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur (Yunus,
2021).
5. Letak Geografis
Cacing ini terdapat diseluruh dunia, tetapi wilayah yang paling besar
memiliki potensi yaitu wilayah yang beriklim sedang dan tropis. Namun
demikian, dengan semakin banyaknya obat cacing yang dijual bebas maka
prevalensi kecacingan mulai menurun (Bernadus, 2007). Di Indonesia
frekuensinya cukup tinggi terutama pada anak-anak. Parasit ini banyak
ditemukan di daerah dingin daripada di daerah panas. Hal ini disebabkan
oleh kebanyakan orang di daerah yang dingin jarang mandi dan mengganti
pakaian dalamnya. Penyebaran parasit ini ditunjang dengan eratnya
hubungan antar manusia satu dengan manusia yang lain, serta dengan faktor
lingkungannya (Safar, 2010).
11

6. Patologis dan Gejala Klinis


Enterobius bisa dikatakan tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesu
yang signifikan. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar
anus, vagina dan perineum oleh cacing betina gravid yang berpindah ke area
anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal. Karena cacing
berpindah ke area anus. Maka penderita menggaruk di daerah sekitar anus
sehingga timbul luka garuk di area anus. Keadaan ini sering terjadi di
waktu malam hari sehingga penderita terganggu saat tidur dan menjadi
lemah. Cacing dewasa kadang bergerak ke usus halus bagian proksimal
sampai ke lambung, esofogus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan
di area tersebut. Beberapa gejala infeksi Enterobius vermicularis antara lain
kurang nafsu makan, berat badan menurun, cepat marah, aktivitas meninggi,
gigi menggeretak, masturbasi dan insomnia (Susanto I dkk, 2008).
7. Cara Penularan Enterobius vermicularis
Penularan biasanya dari tangan kemulut, melalui makanan, minuman
dan bahkan dengan debu (Bernadus, 2007). Cara penularannya dapat
melalui 3 jalan, yaitu :
a. Penularan dari tangan ke mulut si penderita itu sendiri (auto infection)
atau pada orang lain. Kalau di garuk, telur-telur akan melekat dibawah
kuku jari tangan dan akan terkontaminasi oleh makanan serta benda-
benda lain. Dengan cara ini, telur tersebut akan masuk kedalam mulut
anak itu sendiri atau mulut anak lain. Dengan hal tersebut terjadi
penularan cacing kremi (Enterobius vermicularis).
b. Penularan melalui pernafasan dengan menghisap udara/debu yang
tercemar telur infektif.
c. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita
itu sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal bergerak
kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa (Warner
dkk, 2010).
12

8. Pengobatan dan Pencegahan


Pengobatan dan pencegahan yang dapat dilakukan, diantaranya
sebagai berikut :
a. Seorang anak yang sedang menderita cacing kremi (Enterobius
vermicularis) harus mengenakan celana yang ketat pada saat tidur,
sehingga mencegah anak tersebut menggaruk-garuk anusnya.
b. Cucilah tangan dan pantat anak ketika ia baru bangun tidur atau setelah
buang air besar.
c. Mencuci tangan sebelum makan, dan menggunting kuku anak sampai
pendek.
d. Rajin mengganti pakaian dan memandikan anak terutama bagian pantat
dan kuku jari tangannya harus dicuci bersih-bersih.
e. Berikan obat cacing yang mengandung piperazine. Apabila anak
memperoleh pengobatan untuk infeksi cacing jenis ini.
f. Kebersihan adalah pencegahan yang terbaik untuk infeksi cacing kremi
ini. Walaupun obat-obatan dapat menyembuhkan, infeksi dapat kambuh
kembali jika kebersihan tidak diperhatikan. Bila mengikuti petunjuk
menjaga kebersihan dengan baik dan benar, biasanya cacing tersebut
akan lenyap dalam waktu beberapa minggu, walaupun tanpa pengobatan
(Warner dkk, 2010).
Infeksi cacing kremi merupakan infeksi yang dapat sembuh sendiri
(self imited. Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi ini dapat
berakhir) (Yunus, 2021).

C. Tinjauan Umum Anak


1. Tahap Perkembangan Anak
Perkembangan dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses
perubahan kualitatif dan kuantitatif individu pada masa kehidupannya
berlangsung. Mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak, masa
remaja, sampai masa dewasa (Fajar & Permana, 2013). Tetapi dapat juga
13

diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau


organisme. Baik jasmani maupun rohani yang menuju tingkat kedewasaan
dan kematangan secara sistematis, berkesinambungan dan progresif (Latifa,
2017).
2. Definisi Anak Usia 6-10 Tahun
Pada masa ini biasanya adalah masa untuk menampilkan perbedaan
disetiap individual, mulai dari berbagai hal yaitu kemampuan untuk
berbahasa, intelegasi, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik
juga bisa disebut dengan masa sekolah (Walansendow dkk, 2019).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Anak Kecacingan
a. Sanitasi Lingkungan Rumah
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang berfokuskan
pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Jadi alangkah baiknya mengutamakan usaha
pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan yang baik sehingga
munculnya penyakit dapat dihindari. Faktor-faktor sanitasi lingkungan
rumah antara lain terdapat sinar matahari, memakai lantai, adanya
ventilasi, jendela dan genteng kaca yang langsung menyinari tempat
tidur, sehingga beberapa jenis telur dan cacing bisa mati (Prasetyo,
2013).
b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi tahu, dan itu
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,
penciuman, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian umum pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Semakin banyak informasi
yang masuk maka akan semakin banyak pengetahuan yang didapat.
Pengetahuan sangat penting untuk tindakan seseorang (Priyoto, 2014).
Pengetahuan akan menentukan respon seseorang terhadap sesuatu.
Faktor pengetahuan merupakan hal penting yang harus dipahami karena
14

berdampak pada sikap dan perilaku, termasuk pengetahuan tentang


penyakit yang membuat kita berusaha menghindari dampak resikonya.
Pengetahuan berpengaruh terhadap penyakit kecacingan dan sangat
berperan penting dalam mencegah terjadinya penyakit kecacingan
sehingga kecenderungan pengetahuan rendah akan semakin
meningkatkan resiko infeksi pada kecacingan (Priyoto, 2014).
c. Higiene Perorangan
Higiene perorangan atau kebersihan diri secara pribadi adalah cara
atau tindakan untuk merawat kebersihan diri serta mempertahankan
kesehatan pribadi untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Dengan
higiene perorangan yang baik maka akan meminimalkan masuknya
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit atau infeksi.
Seseorang yang memiliki higiene yang buruk mempunyai potensi yang
lebih tinggi terinfeksi kecacingan (Fitri dkk, 2012).

D. Tinjauan Umum Pemeriksaan Telur Cacing


1. Metode Sedimentasi
Prinsip dari pemeriksaan metode sedimentasi adalah adanya gaya
sentrifugasi dari sentrifus yang dapat memisahkan antara suspensi dan
supernatannya sehingga telur cacing dapat terendapkan (Fuad, 2012).
Pengertian metode sedimentasi adalah memisahkan larutan
berdasarkan perbedaan berat jenis (BJ), dalam hal ini partikel yang
tersuspensi akan mengendapkan ke dasar wadah atau permukaan. Metode
sedimentasi dilakukan dengan memutarkan larutan uji atau larutan sampel
menggunakan sentrifus dengan kecepatan rotasi permenit (rpm) dalam
waktu tertentu (Gandahusada dkk, 2000).
2. Metode Flotasi dengan NaCl Jenuh
Prinsip dari pemeriksaan metode flotasi dengan NaCl jenuh adalah
adanya perbedaan antara berat jenis telur yang lebih kecil dari berat jenis
NaCl sehingga telur dapat mengapung (Fuad, 2012).
15

3. Metode Teknik Kato


Prinsip dari pemeriksaan metode teknik kato adalah feses direndam
dalam larutan gliserin hijau, dikeringkan dengan kertas saring dan
didiamkan selama 20-30 menit pada inkubator dengan suhu 40c untuk
mendapatkan telur cacing dan larva (Fuad, 2012).
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran
Infeksi yang disebabkan oleh cacing umumnya bisa dialami oleh
semua kalangan umur, akan tetapi lebih banyak dialami oleh kalangan anak-
anak yang berumur 6-10 tahun. Dikarenakan anak-anak lebih cenderung tidak
memerhatikan kebersihan di lingkungannya dan efek dari infeksi kecacingan,
salah satunya dengan tidak menjaga kebersihan diri. Hal ini menyebabkan
cacing akan dengan mudah menginfeksi anak-anak tersebut. Jenis cacing yang
lebih dominan menginfeksi anak-anak adalah jenis cacing Enterobius
vermicularis atau yang biasa dikenal dengan sebutan cacing kremi.
Cacing kremi (Enterobius vermicularis) adalah cacing yang berbentuk
kecil, tipis dan berwarna putih, yang dapat hidup dan berkembang biak di usus
besar dan rektum manusia. Cacing kremi adalah salah satu parasit yang paling
sering menginfeksi dan menyebabkan kecacingan pada manusia. Cacing kremi
dapat menyebabkan Enterobiasis yang menimbulkan gejala diantaranya rasa
gatal di daerah perianal atau anus pada malam hari dan di pagi hari. Maka dari
itu seharusnya kita harus lebih dulu mengetahui apakah sedang mengidap
infeksi Enterobius vermicularis ketika sudah merasakan gejala tersebut.
Untuk mengetahui hal tersebut harus dilakukan identifikasi terlebih
dahulu. Agar bisa mengetahui ada atau tidaknya telur cacing dari Enterobius
vermicularis ini. Pemeriksaan dari kasus kecacingan dapat dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Dalam hal ini peneliti melakukan pemeriksaan secara
kualitatif. Pemeriksaan kualitatif yang sering digunakan adalah pemeriksaan
dengan metode tidak langsung (Sedimentasi). Di awali dengan langkah awal
pengambilan sampel feses yang sudah diperoleh atau dari anak-anak umur 6-10
tahun di wilayah pesisir Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara sebanyak 17
orang anak.

16
17

Langkah selanjutnya yaitu mengambil ± 2 gram feses kedalam gelas


kimia dan dicampurkan aquadest secukupnya dan diaduk agar sampel dan
aquadest larut (homogen), setelah itu suspensi disaring dan dimasukkan
kedalam tabung sentrifus sebanyak 2/3 tabung dan dilakukan sentrifugasi
selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Setelah itu supernatan dibuang
dan endapan yang tersisa ditambahkan aquadest kemudian dihomogenkan lalu
di sentrifus kembali. Lakukan kembali prosedur diatas sebanyak 2-3 kali
sampai supernatan yang dihasilkan terlihat jernih. Setelah itu endapan yang
terakhir kemudian dipipet dan diletakkan ke atas objek glass kemudian ditutup
menggunakan cover glass secara perlahan, agar tidak ada gelembung yang
terlihat pada saat pengamatan, karena bisa mengganggu proses pengamatan.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan mikroskopis, amati dibawah mikroskop
dengan perbesaran rendah (10-40x). Hasilnya dapat berupa telur cacing.
Jika setelah pengamatan ditemukan telur cacing dari Enterobius
vermicularis, maka anak yang memiliki feses tersebut mengidap infeksi
kecacingan Enterobius vermicularis. Jika tidak ditemukan telur cacing dari
Enterobius vermicularis, maka anak yang memiliki feses tersebut tidak
mengidap infeksi kecacingan Enterobius vermicularis. Tetapi jika ditemukan
telur cacing yang bukan dari jenis Enterobius vermicularis, maka anak yang
memiliki feses tersebut terinfeksi kecacingan tetapi bukan dari jenis Enterobius
vermicularis.
Hasil akhir dari penelitian ini akan menunjukkan persentase angka
kecacingan Enterobius vermicularis pada anak-anak yang berada di wilayah
pesisir Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.
18

B. Kerangka Pikir

Identifikasi Enterobius vermicularis

Analisis kualitatif

Sampel feses

Pemeriksaan tidak langsung

Teknik Kato Flotasi Sedimentasi

Sentrifugasi Gravitasi

Mikroskopis :

1. Telur cacing

Positif (+) Negatif (-)

Keterangan :
Variabel yang diteliti :
Variabel yang tidak diteliti :
19

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah cacing kremi (Enterobius
vermicularis).
2. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah anak-anak yang berumur 6-10
tahun di wilayah pesisir Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Definisi Operasional
a. Cacing kremi (Enterobius vermicularis) yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah telur cacing Enterobius vermicularis yang diperoleh dari feses
anak-anak di wilayah pesisir Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.
b. Anak-anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak-anak yang
berumur 6-10 tahun, yang bertempat tinggal di wilayah pesisir
Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.
c. Mengidentifikasi Enterobius vermicularis secara kualitatif (ada atau
tidaknya) menggunakan metode sedimentasi.
2. Kriteria Objektif
a. Positif : Bila ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis.
Dengan ciri-ciri berbentuk oval dan salah satu sisinya datar, memiliki 2
lapis dinding yang tipis dan transparan/bening (Novianti, 2018).
b. Negatif : Bila tidak ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif dimana
jenis penelitian ini digunakan peneliti untuk mengidentifikasi Enterobius
vermicularis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan sampel penelitian dilakukan di Desa Bajoe,
Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk pemeriksaan
laboratorium dilakukan di Laboratorium Parasitologi Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Juni 2022.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Berdasarkan hasil survei data awal mengenai populasi dalam penelitian ini,
didapatkan data berjumlah 56 anak-anak yang berumur 6-10 tahun, yang
bertempat tinggal di Desa Bajoe, Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.
2. Sampel
Berdasarkan jumlah populasi diatas, maka besar sampel yang diambil dalam
penelitian ini sebanyak 30% karena jumlah dari populasi <100. Jumlah
sampel yang di teliti dimasukkan dalam rumus perhitungan sampel sebagai
berikut :

20
21

- Jumlah Sampel = Besar Sampel x Jumlah Populasi


100
= 30% x 56
100
= 16,8
= 17
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 17 anak-anak yang diperoleh
langsung dari populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
feses dari anak-anak yang berumur 6-10 tahun,yang bertempat tinggal di
Desa Bajoe, Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.

D. Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini diawali dengan
pengambilan sampel feses yang dilakukan secara Purposive Sampling
berdasarkan pertimbangan tertentu dan ciri-ciri tertentu yang memiliki sangkut
paut erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Selanjutnya pemeriksaan secara kualitatif menggunakan metode sedimentasi,
pengamatan mikroskopis dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran
rendah (Objektif 10-40x). Hasilnya dapat berupa telur cacing. Persentase hasil
dari sampel akan dihitung berdasarkan berapa jumlah anak yang positif dan
berapa jumlah anak yang negatif terinfeksi Enterobius vermicularis.

E. Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan pada saat pengambilan data
penelitian antara lain :
a. Logbook
b. Lembar observasi
c. Lembar catatan
22

F. Prosedur Penelitian
1. Pra Analitik
a. Persiapan Alat
1) Batang pengaduk
2) Gelas kimia
3) Tabung sentrifus
4) Rak tabung
5) Cover glass
6) Objek glass
7) Pipet tetes
8) Pot sampel
9) Saringan kawat
10) Sentrifus
11) Mikroskop
b. Persiapan Bahan
1) Sampel feses
2) Aquadest
3) Tissue
c. Pengambilan dan Persiapan Sampel
1) Pengambilan sampel feses pada anak-anak di Desa Bajoe,
Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.
2) Persiapan sampel dilakukan dengan memasukkan sampel feses
kedalam pot sampel, kemudian dilakukan identifikasi di
Laboratorium Parasitologi Jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Analitik
1) Masukkan ± 2 gram feses kedalam gelas kimia 250ml kemudian
ditambahkan dengan aquadest secukupnya lalu suspensikan dengan
batang pengaduk.
2) Suspensi kemudian disaring kedalam gelas kimia yang lain.
23

3) Suspensi kemudian dipipet ke dalam tabung sentrifus sebanyak 2/3


tabung.
4) Kemudian disentrifugasi kedalam sentrifus selama 5 menit dengan
kecepatan 2000 rotasi permenit (rpm).
5) Setelah disentrifugasi supernatannya dibuang dan endapan yang tersisa
ditambahkan aquadest lagi, lalu dihomogenkan kembali.
6) Kemudian lakukan kembali prosedur diatas sebanyak 2-3 kali. Sampai
supernatan yang dihasilkan terlihat jernih. Selanjutnya supernatan yang
sudah terlihat jernih dibuang dan tetap menyisahkan endapan.
7) Endapan diambil menggunakan pipet tetes dan diletakkan diatas objek
glass kemudian ditutup dengan cover glass secara perlahan agar tidak
ada gelembung yang dihasilkan pada saat pengamatan dibawah
mikroskop.
8) Selanjutnya lakukan pemeriksaan mikroskopis menggunakan
mikroskop dengan perbesaran rendah (10-40x).
3. Pasca Analitik
a. Positif : Bila ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis.
b. Negatif : Bila tidak ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis.

G. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer yakni data yang diperoleh dari tempat penelitian yaitu data
populasi anak-anak yang berumur 6-10 tahun di Desa Bajoe, Kecamatan
Soropia, Sulawesi Tenggara.
2. Data Sekunder
Data sekunder yakni data yang dikumpulkan dari hasil penelitian terdahulu,
buku dan jurnal-jurnal yang telah dipublikasikan, kemudian dijadikan
sebagai landasan teoritis dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
24

H. Pengolahan Data
Data-data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari
hasil survei populasi anak-anak yang berumur 6-10 tahun di Desa Bajoe,
Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara. Setelah data dikumpulkan, maka data
tersebut diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan.
2. Coding adalah membuat atau pembuatan kode pada tiap-tiap data.
3. Tabulating adalah menyusun data dalam bentuk tabel setelah dilakukan
perhitungan data secara manual.

I. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk
mendeskripsikan hasil penelitian dari uji laboratorium. Data-data yang
diperoleh dideskripsikan serta dijelaskan, data-data kemudian diolah
sedemikian rupa sehingga dari data-data tersebut dapat menjawab rumusan
masalah yang ada.

J. Penyajian Data
Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel kemudian
dideskripsikan sehingga diperoleh hasil persentase identifikasi Enterobius
vermicularis pada anak-anak yang berada di Desa Bajoe, Kecamatan Soropia,
Sulawesi Tenggara.

K. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjek. Dalam
penelitian ini menekankan masalah etika yang meliputi:
1. Ananomiti (Tanpa Nama)
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat
ukur, hanya menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan data.
25

2. Informed Consent (Persetujuan)


Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi, bila subyek menolak, maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak-hak subyek.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
didapatkan pada hasil penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Soropia
Letak wilayah Kecamatan Soropia secara geografis merupakan
daerah pantai dengan topografi datar dan berbukit sehingga berpotensial
untuk mengembangkan sektor perikanan. Tahun 2009 telah terjadi
pemekaran Kecamatan Soropia menjadi Kecamatan Lalonggasumeeto
dan Kecamatan Soropia sehingga terjadi perubahan batas wilayah,
dimana sebelah utara berbatasan dengan Laut Banda, sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Lalonggasumeeto, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kota Kendari dan sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Bondoala dan Kecamatan Kapoiala. Akibat pemekaran
menjadi dua Kecamatan, maka luas wilayah Kecamatan Soropia berubah
menjadi 6.273 Ha atau 0,92% dari luas daratan Kabupaten Konawe.
b. Gambaran Umum Desa Bajoe Kecamatan Soropia

Gambar 6. Desa Bajoe Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

26
27

Desa Bajoe merupakan salah satu desa yang berada di wilayah


kecamatan soropia yang merupakan daerah kawasan pantai, sehingga
masyarakat setempat kebanyakan bekerja sebagai nelayan. Desa Bajoe
merupakan Desa dengan luas wilayah terkecil keempat yaitu 150 Ha atau
2,39% dari luas keseluruhan Kecamatan Soropia. Tiga Desa lainnya yang
memiliki luas wilayah terkecil yaitu Desa Leppe, Bajo Indah dan Telaga
Biru. Dimana Desa Leppe yang memiliki luas wilayah paling kecil yaitu
51 Ha atau 0,81% dari luas keseluruhan Kecamatan Soropia.
2. Data Umum
Data primer dari penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan
terhadap responden dan percakapan tanya jawab terhadap orang tua dari
responden dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung oleh
peneliti. Dari jumlah responden yang akan diteliti yaitu 17 responden.

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden

No Kode Sampel Umur Jenis Kelamin Pendidikan


1 S.1 6 Tahun P TK
2 S.2 6 Tahun L -
3 S.3 7 Tahun L -
4 S.4 6 Tahun P TK
5 S.5 6 Tahun L -
6 S.6 7 Tahun P SDN
7 S.7 6 Tahun P TK
8 S.8 6 Tahun P TK
9 S.9 6 Tahun L TK
10 S.10 10 Tahun L SDN
11 S.11 8 Tahun L SDN
12 S.12 9 Tahun L SDN
13 S.13 7 Tahun L SDN
14 S.14 7 Tahun L -
28

15 S.15 6 Tahun P TK
16 S.16 8 Tahun L SDN
17 S.17 6 Tahun L -

3. Gambaran Pemeriksaan Telur Cacing (Enterobius vermicularis)


Menggunakan Metode Sedimentasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi
Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Kendari
tentang “Identifikasi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) Pada Anak Di
Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara” menggunakan
metode sedimentasi pada anak yang berumur 6-10 tahun, bertempat tinggal
di Desa Bajoe, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara. Adapun hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil pemeriksaan telur cacing (Enterobius vermicularis)


menggunakan metode sedimentasi

No Kode Sampel Karakteristik Interpretasi Hasil


- Ditemukan telur cacing - Positif (+) telur
dengan ciri-ciri cacing Enterobius
berbentuk oval dan vermicularis
salah satu sisinya
datar, memiliki 2 lapis
dinding yang tipis,
transparan dan tidak
1 S.1
berwarna
- Ditemukan telur cacing - Positif (+) telur
dengan ciri-ciri cacing Ascaris
berbentuk lonjong, lumbricoides
berdinding tebal, berisi
embrio dan berwarna
kuning kecoklatan
2 S.2 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
3 S.3 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
29

4 S.4 Tidak ditemukan telur Negatif (-)


cacing
5 S.5 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
6 S.6 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
7 S.7 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
8 S.8 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
9 S.9 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
10 S.10 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
11 S.11 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
12 S.12 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
13 S.13 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
14 S.14 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
15 S.15 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
16 S.16 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing
17 S.17 Tidak ditemukan telur Negatif (-)
cacing

Dari tabel diatas terdapat satu sampel yang positif (+) ditemukan
telur cacing kremi (Enterobius vermicularis) dan telur cacing jenis yang
berbeda (Ascaris lumbricoides) yaitu pada Sampel 1 (S.1) dan pada Sampel
2-17 (S.2 - S.17) tidak ditemukan telur cacing kremi (Enterobius
vermicularis) dan telur cacing jenis yang berbeda.
30

Tabel 3. Distribusi frekuensi Identifikasi Cacing Kremi


(Enterobius vermicularis) Pada Anak Di Wilayah Pesisir
Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara

No Identifikasi Kecacingan Total Sampel Persentase


Enterobius vermicularis
1 Positif 1 5,9
2 Negatif 16 94,1
Jumlah 17 100

Didapatkan hasil positif terinfeksi kecacingan yaitu 1 anak dengan


jumlah persentase (5,9%) dan negatif terinfeksi kecacingan yaitu 16 anak
dengan jumlah persentase (94,1%) sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih
banyak yang tidak terinfeksi kecacingan daripada yang terinfeksi.
31

B. PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 15 dan 17
Juni 2022 di Laboratorium Parasitologi Jurusan Teknologi Laboratorium Medis
Poltekkes Kemenkes Kendari tentang Identifikasi Cacing Kremi (Enterobius
vermicularis) Pada Anak Di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia Sulawesi
Tenggara. Yang bertujuan untuk mengetahui berapa persentase anak yang
mengidap kecacingan di Desa Bajoe dengan metode sedimentasi.
Menggunakan feses anak yang berumur 6-10 tahun, diperoleh hasil sebagai
berikut : Positif (+) ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis dan telur
cacing Ascaris lumbricoides pada sampel 1 (S.1), sedangkan pada sampel 2-17
(S.2 – S.17) tidak ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis maupun
telur cacing jenis yang berbeda.
Sampel pemeriksaan diperoleh dari anak-anak yang bertempat tinggal
di Desa Bajoe, serta memerhatikan ciri fisik dari anak tersebut berdasarkan
pertimbangan tertentu dan dari ciri-ciri tertentu yang memiliki sangkut paut
erat dengan ciri-ciri anak kecacingan pada umumnya. Sehari sebelum
pengambilan sampel, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
kepada orang tua responden, setelah orang tua responden mengerti, peneliti
meminta persetujuan orang tua melalui informed consent. Setelah itu peneliti
memberikan pot sampel dan menjelaskan tata cara pengambilan sampel yang
baik dan benar kepada orang tua responden.
Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 15 dan 17 Juni 2022 di
Desa Bajoe dan diperiksakan langsung di Laboratorium Parasitologi Jurusan
Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Kendari. Sampel yang
digunakan yaitu feses segar yang dikeluarkan langsung oleh responden dan
langsung diperiksakan tanpa penambahan pengawet (formalin), dengan
responden laki-laki berjumlah 11 responden dan responden perempuan
berjumlah 6 responden, sehingga didapatkan hasil keseluruhan 17 responden.
Berusia 6 tahun berjumlah 9 responden, berusia 7 tahun berjumlah 4
responden, berusia 8 tahun berjumlah 2 responden, berusia 9 tahun berjumlah 1
responden dan berusia 10 tahun berjumlah 1 responden. Terdapat 5 responden
32

yang tidak bersekolah, 6 responden yang duduk dibangku taman kanak-kanak


dan 6 responden yang duduk dibangku sekolah dasar.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 17 anak yang menjadi
responden, hanya 1 anak yang positif terinfeksi kecacingan karena
ditemukannya telur cacing Enterobius vermicularis, tetapi bukan hanya telur
cacing jenis ini yang ditemukan, melainkan peneliti juga menemukan telur
cacing jenis Ascaris lumbricoides yang berada pada satu sampel sekaligus.
Ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides karena termasuk
dalam jenis cacing golongan STH (Soil Transmitted Helminth), Ascaris ialah
infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides. Infeksi
ini ditularkan melalui telur cacing pada feses manusia yang mengontaminasi
tanah pada daerah yang cukup rendah sanitasi lingkungannya. Telur cacing
tersebut akan ditularkan pada orang lain melalui bahan makanan atau sayuran
yang dikonsumsi, yang menggunakan kotoran sebagai pupuknya dan juga
dapat disebabkan karena kebiasaan mencuci tangan yang rendah dimana ketika
makan menggunakan tangan yang mengandung tanah, dimana tanah tersebut
sudah terkontaminasi telur cacing ini (Kurscheid J, 2020).
Enterobius vermicularis atau cacing kremi merupakan cacing yang
paling sering menginfeksi manusia terutama dikalangan anak-anak dibawah 10
tahun (6-10 tahun) dikarenakan kurangnya menjaga pola hidup yang sehat.
Menurut hasil penelitian, sekitar 92% menginfeksi anak dibawah 10 tahun.
Parasit Enterobius vermicularis hidup didalam usus besar (rectum) dan aktif
dimalam hari pada bagian anus (Novianti, 2018).
Pada Pra analitik penelitian ini, pengambilan sampel berasal dari
Kecamatan Soropia tepatnya di Desa Bajoe. Tempat ini peneliti pilih
dikarenakan cakupan wilayah geografisnya memungkinkan sebagai tempat
yang cukup efektif untuk perkembangan cacing yang melibatkan personal
hygiene, mulai dari lingkungan tempat anak-anak bermain dan kebersihan
setelah melakukan aktivitasnya.
Teknik pengambilan sampel dilakukan berdasarkan Purposive
Sampling dimana sampel yang diambil yaitu anak-anak dari usia 6-10 tahun.
33

Peneliti memilih anak-anak di usia tersebut dikarenakan pada usia seperti ini,
mereka mempunyai rasa ingin tahu yang begitu besar, aktivitas bermain yang
berlebihan dan lebih cenderung bermain diluar rumah yang secara langsung
aktivitas bermain melibatkan lingkungan dan orang-orang sekitar. Sehingga
secara otomatis akan bersentuhan dengan teman bermainnya yang belum
diketahui kebersihan diri dari temannya tersebut, ditambah dengan
ketidakpedulian terhadap kebersihan diri mereka sendiri.
Sampel feses yang diperoleh memiliki ciri dan perbedaan, yaitu lunak
dan padat, warna yang normal (kuning dan hitam kecoklatan) dengan bau yang
khas. Sampel feses yang diperoleh terdiri dari 17 sampel yang berbeda. Dari 17
sampel yang diambil. Hanya 1 sampel yang positif (+) ditemukan telur cacing
Enterobius vermicularis dan telur cacing Ascaris lumbricoides (5,9%) dan 16
sampel yang ditemukan negatif (-) tidak ditemukan telur cacing Enterobius
vermicularis maupun telur cacing jenis yang berbeda (94,1%).
Dilihat dari hasil penelitian sebelumnya tentang “Identifikasi Cacing
Kremi Enterobius vermicularis Pada Anak Usia Dibawah 10 Tahun Di Dusun
Tegalrejo, Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang”.
Menggunakan metode langsung dengan penambahan 1 tetes NaCl 0,9%,
kemudian di homogenkan bersama feses lalu diamati dibawah mikroskop dan
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa sebagian besar anak tidak terinfeksi
Enterobius vermicularis yaitu 11 responden (73,3%) dan sebagian kecil anak
yang terinfeksi Enterobius dan Ascaris 4 responden (26,7%) (Octasari, 2020).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua penelitian ini memiliki
persamaan pada hasil penelitian, yaitu sebagian besar anak tidak terinfeksi
kecacingan dan sebagian kecil anak yang terinfeksi kecacingan. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode sedimentasi, metode sedimentasi yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mendapatkan endapan berdasarkan perbedaan
berat jenis dalam suatu suspensi. Metode sedimentasi yaitu pemeriksaan secara
tidak langsung dengan teknik pemeriksaan kualitatif. Sampel feses diambil ± 2
gram lalu di suspensikan menggunakan aquadest, kemudian disaring dan
dimasukkan kedalam tabung sentrifus, selanjutnya dilakukan sentrifugasi
34

menggunakan sentrifus yang bertujuan untuk mengendapkan bagian-bagian


yang memungkinkan terdapatnya telur cacing. Setelah itu supernatan dibuang
dan ditambahkan aquadest lagi, lalu dilakukan pengulangan sentrifugasi
sampai supernatan yang dihasilkan terlihat jernih. Pada penelitian ini peneliti
melakukan pengulangan sentrifugasi sebanyak 2-3 kali (tergantung kondisi
kejernihan supernatannya). Kemudian endapan dipipet ke objek glass dan
ditutup menggunakan cover glass lalu diperiksa dibawah mikroskop dengan
perbesaran rendah (10-40x).
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemeriksaan dengan
menggunakan metode sedimentasi, yang pertama adalah proses sentrifugasi
sebanyak 2-3 kali yang bertujuan untuk memperoleh supernatan yang jernih
mengakibatkan banyak endapan yang terbuang dan yang kedua endapan
mempunyai kelarutan yang sangat kecil setelah disentrifugasi, sehingga susah
untuk dihomogenkan kembali. Pemeriksaan kecacingan pada penelitian ini
tidak terjadi kesalahan karena dilakukan dengan penuh ketelitian dan feses
langsung diperiksa di laboratorium setelah pengambilan sampel tanpa
penambahan pengawet (formalin), sehingga mendapatkan hasil sedemikian
rupa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih sedikit anak yang
terinfeksi kecacingan dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi
kecacingan.
Setelah diteliti lebih lanjut, penyebab anak di Desa Bajoe, Kecamatan
Soropia, Kabupaten Konawe sebagian besar 94,1% tidak terinfeksi kecacingan
dan sebagian kecil 5,9% terinfeksi kecacingan. Yaitu pada anak yang positif
terinfeksi kecacingan dengan kondisi penurunan berat badan yang sering
terjadi dan sering merasa gatal di sekitaran anusnya. Faktor lain dari banyaknya
anak yang negatif terinfeksi kecacingan atau tidak ditemukannya telur cacing
adalah pola hidup yang dijaga kebersihannya, lebih memilih bermain didalam
rumah menggunakan telepon genggamnya (bermain game), sehingga kurang
terkontaminasi di lingkungan luar dan pemberian obat cacing tiap 6 bulan
sekali oleh pihak Puskesmas Soropia.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 17
Juni 2022 tentang Identifikasi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) Pada
Anak Di Wilayah Pesisir Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Ditemukan telur cacing Enterobius vermicularis pada salah satu anak di
wilayah pesisir Kecamatan Soropia Sulawesi Tenggara.
b. Dari 17 anak yang menjadi responden menunjukkan sebagian kecil positif
kecacingan yaitu (5,9%) sebanyak 1 orang dan sebagian besar negatif
kecacingan yaitu (94,1%) sebanyak 16 orang, sehingga dapat disimpulkan
tingginya angka kecacingan di Desa Bajoe, Kecamatan Soropia, Kabupaten
Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
B. Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya mengenai pemeriksaan kecacingan
Enterobius vermicularis pada anak-anak maupun orang dewasa dengan
menggunakan metode yang berbeda seperti pemeriksaan secara langsung yaitu
metode anal swab (pemeriksaan langsung pada anus).

35
DAFTAR PUSTAKA

Asdar, dkk. 2019. Identifikasi Telur Soil Transmitted Helminth pada feses anak-
anak menggunakan metode flotasi di Desa Nusliko Kecamatan Weda
Kabupaten Halmahera Tengah. Jurnal Kesehatan published By
Ternate.Vol 12 no 12, 199-204.

Bernadus. 2013. Parasitologi Kedokteran: Helmintologi Kedokteran. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Bernadus S., 2007. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

CDC. 2013. center for disease control and prevention.


https://www.cdc.gov/parasites/whipworm/biology.html.

Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2019. Prevalensi kecacingan di Sulawesi


Tenggara Kendari.

Entjang I., 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

Fajar, D. and Permana, W. 2013 ‘Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia7


s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin’, Perkembangan Keseimbangan
pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin, 3(1).
doi:10.15294/miki.v3i1.2657.

Ferlianti, R., Donanti, E. and Hardjanti, A. 2019 ‘Pemeriksaan Anal Swab


Berulang untuk Meningkatkan Keakuratan Diagnosis Oxyuris vermicularis
pada Anak-anak Di Kelurahan Tanah Tinggi , Johar Baru Examination of
Repeated Anal Swabs to Improve the Accuracy of Diagnosis of
Oxyurisvermicularis in Children i’, 27(2), pp. 84 89.

Fitri, J., Saam, Z., Hamidy, M. Y. 2012. Analisis Faktor-Faktor Risiko Infeksi
Kecacingan Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Angkola Timur
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Jurnal Ilmu
Lingkungan.Vol:6(2).

Fuad.F. 2012. Perbandingan Hasil Permeriksaan Telur Cacing Soil Transminatted


Helminth Pada Tanah Dengan Metode Flotasi Nacl Jenuh (Willis) Dan
Metode Suzuki, Skripsi, Universitas Muhamadiyah Semarang.

Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. 2000. Parasitologi Kedokteran.


Jakarta:FKUI.

Ideham, B. dan Suhintam, P. 2007. Helmintologi Kedokteran. Surabaya:


Airlangga University Press.
36
37

Kurscheid J, Laksono B, Park MJ, Clements ACA, Sadler R, Mc Carthy JS, dkk.
Epidemiology of soil-transmitted helminth infections in Semarang, Central
Java, Indonesia. PLoS Negl Trop Dis. 2020; 14 (12): e0008907.

Latifa, U. 2017 ‘Aspek Perkembangan pada Anak Sekolah Dasar : Masalah dan
Perkembangannya’, Journal of Multidisciplinary Studies, 1(2).

Lengkong, B., Joseph, W. and Pijoh, V. 2013 ‘Hubungan antara Higiene


Perorangan dengan Infestasi Cacing pada Pelajar Sekolah Dasar Negeri
47Kota Manado’, 05.

Lubis, S. M., Pasaribu, S., & Lubis, C. P., 2008. Enterobiasispada Anak, Vol
9,No.5.

Margono. 2012. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta:


FKUI.

Novianti, F. R. 2018 ‘Deteksi Kecacingan ( Enterobius vermicularis ) Pada Anak


Sdn Latsari 1 Usia 7-10 Tahun’, p. 31.

Octasari, R. A. 2020. Identifikasi Cacing Kremi Enterobius Vermicularis Pada


Anak Usia Dibawah 10 Tahun Di Dusun Tegalrejo, Desa Pacar peluk,
Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang. (Karya Tulis Ilmiah).
Jombang: Stikes Insan Cendekia Medika DIII Analis Kesehatan.

Perdana AS dan Keman S. Hubungan higiene tangan dan kuku dengan kejadian
enterobiasis pada siswa SDN Kenjeran No. 248 Kecamatan Bulak
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2013; 7(1): 7-13.

Prasetyo, 2013. Parasitologi Kedokteran Parasit Usus. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran.

Priyoto, 2014. Teori Sikap dan Perilaku Dalam Kesehatan. Penerbit Nuha
Medika: Yogyakarta.

Purba, Y. and Ariyanti, P. 2016 ‘Jurnal Analis Laboratorium Medik’, Jurnal


Analis Laboratorium Medik, 1(1), pp. 38–42.

Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran, Edisi Khusus. Cv, Yrama


Widya.

Setiawan H., Mansyur M, E., Rianti, D.D., 2003. Korelasi Antara Prevalensi
Enterobiasis Vermicularis Dengan Higienes Perorangan Pada Anak Usia 5
–18 Tahun Di Desa Karangasem Kecamatan Kutorejo Kabupaten
38

Mojokerto. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 5,


4–12.

Soedarto., 1997. Entomologi Kedokteran, Jakarta. EGC.

Susanto I, dkk, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, edisi ke 4, FKUI, Jakarta, hal
6, 2008.

Susanto K, 2011. Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Siswa SD Kelas 4-6
Terhadap Penyakit Kecacingan Yang Ditularkan Melaui Tanah Serta
Factor Yang Mempengaruhinya Di SD Islam Ruhana. Skripsi. Jakarta UIN
Syarif Hidayatullah.

Sutanto, I. I. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

Walansendow, P., Mulyadi and Rivelino, H. 2019 ‘Faktor-faktor yang


mempengaruhi tingkat prestasi anak usia sekolah di SD GMIM
tumpengansea dua kecamatan pineleng’, Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.

Warner D. dkk,. 2010. Apa yang anda kerjakan bila tidak ada dokter.
Yogyakarta.Yayasan Essentia Medica.

WHO 2019. Infeksi Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah.

Yunus, R. Buku Ajar Parasitologi 1 Teori dan Praktikum Untuk Mahasiswa


Teknologi Laboratorium Medik. Yogyakarta: Deepublish (CV BUDI
UTAMA). 2021.

Zulkoni, H. A. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika. 2011.


Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan :
- Batang pengaduk - Gelas kimia

- Tabung sentrifus - Rak tabung

- Cover glass - Objek glass

- Pipet tetes - Pot sampel


- Saringan kawat - Sentrifus

- Mikroskop - Sampel feses

- Aquadest - Tissue
Persiapan Sampel :
- Proses pemberian pot sampel dan
mengisi lembar kuesioner

- Proses pengambilan sampel


Prosedur Kerja :
- Proses memasukkan feses kedalam - Proses menambahkan aquadest
gelas kimia

- Proses mengaduk feses dan - Proses penyaringan suspensi


aquadest hingga homogen kedalam gelas kimia lain

- Proses pemipetan suspensi - Proses sentrifugasi


kedalam tabung sentrifus
- Proses pengulangan sentrifugasi - Proses pengambilan endapan
sampai supernatan terlihat jernih (sedimen) menggunakan pipet tetes
(2-3 kali pengulangan)

- Proses meneteskan endapan - Proses menutup sediaan


(sedimen) diatas objek glass menggunakan cover glass

- Proses pemeriksaan dibawah


mikroskop
Lampiran 2. Dokumentasi Hasil Penelitian

No Kode Sampel Gambar Hasil Pengamatan

1 S.1 (+) Positif telur cacing Enterobius vermicularis

(+) Positif telur cacing Ascaris lumbricoides

2 S.2

(-) Negatif telur cacing

3 S.3

(-) Negatif telur cacing


4 S.4

(-) Negatif telur cacing

5 S.5

(-) Negatif telur cacing

6 S.6

(-) Negatif telur cacing

7 S.7

(-) Negatif telur cacing


8 S.8

(-) Negatif telur cacing

9 S.9

(-) Negatif telur cacing

10 S.10

(-) Negatif telur cacing

11 S.11

(-) Negatif telur cacing


12 S.12

(-) Negatif telur cacing

13 S.13

(-) Negatif telur cacing

14 S.14

(-) Negatif telur cacing

15 S.15

(-) Negatif telur cacing


16 S.16

(-) Negatif telur cacing

17 S.17

(-) Negatif telur cacing


Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Lembar Kuesioner
Lampiran 5. Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Dari Badan Penelitian Dan Pengembangan
Lampiran 7. Persetujuan Penggunaan Laboratorium
Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9. Surat Keterangan Bebas Laboratorium
Lampiran 10. Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 11. Hasil Penelitian
Lampiran 12. Tabulasi Data
Lampiran 13. Surat Izin Pengambilan Data

Anda mungkin juga menyukai