Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HIGIENE INDUSTRI
“Iklim Kerja/Suhu (ISBB)”

OLEH:
Syabaniah Haq J1A120088
Ulan Fatimah J1A120090
Vivilahi Ribut Mekarsuci J1A120093
Adinda Gadis Wiradara J1A120107
Alma Putri Indar Sari J1A120111
Anggreini Elsa Teken J1A120120
Anggri Sandika Fikriansyah J1A120121
Anisa Fitriani J1A120122
Astyawati Zahrani Ramadhan J1A120129
Dina Reski Amalia J1A120138
Elsa Putriani Gunawas J1A120145
Erica Caroline J1A120146

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kita semua rahmat dan hidayah-nya sehingga kelompok kami bisa menyelesaikan
Makalah Higiene Industri mengenai “Iklim Kerja/Suhu (ISBB)” ini dengan
lancar tanpa ada kendala sedikitpun.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Indah Ade Prianti, SKM., M.PH selaku dosen pengampu
Mata Kuliah Higiene Industri. Kami sebagai penyusun juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang turut memberikan dukungan dalam pembuatan
makalah ini.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan
langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kelompok kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Sekian dan terima kasih

Kendari, 23 Oktober 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
A. Latar Belakang .......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan ....................................................................................................... 7
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 8
A. Definisi Iklim Kerja .................................................................................. 8
B. Macam-macam Iklim Kerja ....................................................................... 8
C. Faktor-faktor Iklim Keselamatan Kerja ................................................... 10
D. Pengukuran Iklim Kerja .......................................................................... 13
E. Penerapan Iklim Kerja Di Tempat Kerja .................................................. 15
F. Dampak Iklim Kerja Pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja.................. 18
G. Pengendalian Iklim Kerja ........................................................................ 19
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 21
A. Kesimpulan ............................................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempat kerja yaitu suatu tempat yang di dalamnya terdapat tenaga kerja
yang bekerja atau lingkungan yang sering dimasuki oleh tenaga kerja untuk
urusan suatu usaha serta adanya sumber-sumber bahaya. Jadi dapat dipastikan
bahwa di tempat kerja pasti terdapat potensi bahaya yang mengancam
keselamatan dan kesehatan pekerja. Keselamatan kerja merupakan salah satu
faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Saat ini telah banyak industri
yang menggunakan peralatan kerja dan mesin-mesin produksi yang canggih,
sehingga dapat diharapkan memberikan hasil produksi yang maksimal.
Kemajuan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
kerja sekitar, karena semakin meningkat pula jumlah dan jenis bahaya yang
ada di tempat kerja maka dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Bahaya yang ada di tempat kerja dapat berpengaruh terhadap
keselamatan, kesehatan, dan produktivitas tenaga kerja (Sunaryo & Sahri,
2019).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki makna perlindungan
bagi tenaga kerja yang merupakan aset penting dan berharga bagi organisasi
dari terjadinya kecelakaan kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK).
Sehingga diperlukannya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman yang
mendukung tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya dan mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal (Sunaryo & Sahri, 2019).
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan aliran udara dan panas radiasi. Iklim kerja panas bermula dari
munculnya energi panas yang berasal dari sumber panas yang dipancarkan
langsung atau melalui perantara dan masuk ke lingkungan kerja, dan menjadi
tekanan panas sebagai beban tambahan bagi tenaga kerja. Hal tersebut dapat
memperburuk kondisi kesehatan dan stamina tenaga kerja bila ditambah
dengan beban kerja fisik yang berat. Sehingga tenaga kerja tersebut akan

4
5

memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja yang
bekerja di lingkungan kerja dengan suhu nyaman yaitu 24°C sampai dengan
26°C. Selain itu lingkungan kerja dengan suhu tinggi lebih banyak
menimbulkan permasalahan dibandingkan dengan lingkungan kerja dengan
suhu rendah karena manusia lebih mudah melindungi diri dari pengaruh suhu
rendah dibanding suhu tinggi (Sunaryo & Sahri, 2019).
ACGIH telah menentukan parameter untuk mengevaluasi iklim kerja
panas dengan WBGT (Wet Bulb Globe Temperature) atau dengan ISBB
(Indeks Suhu Basah dan Bola). Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe
Temperature Index) yang selanjutnya disingkat ISBB adalah parameter untuk
menilai tingkat iklim kerja panas yang merupakan hasil perhitungan antara
suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola. Suhu kering adalah suhu
yang ditunjukkan oleh thermometer bola basah alami (Natural Wet Bulb
Thermometer), Suhu Basah Alami adalah suhu yang ditunjukkan oleh
thermometer bola basah alami Suhu Bola adalah suhu yang ditunjukkan oleh
thermometer bola. Apabila tenaga kerja terpapar oleh panas melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan maka dapat menimbulkan
terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja yang berdampak pada
menurunnya produktivitas kerja. Iklim kerja panas dapat menyebabkan
gangguan baik fisiologis maupun psikologis pada tenaga kerja. Respon
fisiologis yang terjadi antara lain adalah vasodilatasi, peningkatan denyut
nadi dan suhu tubuh inti. Respons fisiologis dapat diukur dengan peningkatan
kehilangan keringat, denyut nadi dan suhu tubuh inti. Tenaga kerja yang
terpapar oleh panas secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya heat
rash, heat cramp, heat syncope, heatexhaustion, heatstroke, malaria,
dehidrasi dan hipertermia (Sunaryo & Sahri, 2019).
Penelitian di Australia pada buruh tambang bawah tanah dengan suhu
lingkungan kerja 36,2oC menunjukkan bahwa 60% pekerja memulai shift
bekerja dalam keadaan dehidrasi. Penelitian lain di Australia pada pekerja
outdoor menunjukkan bahwa 79% pekerja mengalami dehidrasi. Di Indonesia
Penelitian pada tenaga kerja bagian boiler di PT. Albasia Sejahtera Mandiri
6

Semarang, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara


iklim kerja panas terhadap dehidrasi dengan nilai p value sebesar 0,023 atau p
≤ 0,05. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa iklim kerja panas
mempengaruhi kondisi pekerja yaitu dehidrasi (Sunaryo & Sahri, 2019).
Oleh karena itu, diperlukan adanya pengendalian iklim kerja yang
tinggi. Adapun pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni
pengendalian secara umum dan pengendalian secara khusus. Pengendalian
secara umum terdiri atas training (pendidikan/latihan) dan pengendalian
tekanan panas melalui penerapan hygiene industri di perusahaan. Sedangkan
pengendalian secara khusus terdiri atas pengendalian secara teknis,
pengendalian secara administratif, dan perlindungan (Sunaryo & Sahri,
2019).
Berdasarkan uraian di atas, maka kami tertarik untuk membuat makalah
yang membahas tentang iklim kerja/suhu (ISBB), agar penulis maupun
pembaca dapat menambah pengetahuan/memahami mengenai apa itu iklim
kerja, macam-macam iklim kerja, faktor-faktor iklim kerja, bagaimana cara
melakukan pengukuran iklim kerja, bagaimana penerapan iklim kerja di
tempat kerja, dan dampak serta pengendalian iklim kerja.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian iklim kerja!
2. Jelaskan macam-macam iklim kerja!
3. Apa saja faktor-faktor iklim keselamatan kerja?
4. Bagaimana cara melakukan pengukuran iklim kerja?
5. Bagaimana penerapan iklim kerja di tempat kerja?
6. Apa saja dampak iklim kerja pada keselamatan dan kesehatan kerja?
7. Bagaimana pengendalian atau cara mengatasi iklim kerja yang buruk?
7

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian iklim kerja.
2. Untuk mengetahui macam-macam iklim kerja.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor iklim keselamatan kerja.
4. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran iklim kerja.
5. Untuk mengetahui bagaimana penerapan iklim kerja di tempat kerja.
6. Untuk mengetahui dampak iklim kerja pada keselamatan dan kesehatan
kerja.
7. Untuk mengetahui pengendalian atau cara mengatasi iklim kerja yang
buruk.
8

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Iklim Kerja


Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas.
Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim kerja adalah hasil
perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas
radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai
akibat pekerjaannya (Eka et al., 2019).
Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara,
kecepatan gerakan udara, dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja.Iklim
kerjayang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat
menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan
produktivitas kerja. Suhu udara yang dianggap nikmat bagi orang Indonesia
adalah berkisar24°C- 26°Cdan selisih suhu di dalam dan diluar tidak boleh
lebih dari 50C. Batas kecepatan angin secara kasaryaitu 0,25 sampai 0,5
m/dtk (Sunaryo & Sahri, 2019).

B. Macam-macam Iklim Kerja


Kemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industry telah
menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca
tertentu yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin (Sunaryo
& Rhomadhoni, 2020).
1. Iklim kerja panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang
dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu
radiasi dan sinar matahari.Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim
kerja yang terlalu tinggi adalah apa yang dinamakan dengan Hear Stress
(tekanan panas). Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang
diterima tubuh yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor
9

lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan


panas radiasi) dan faktor lain. Tekanan panas akan berdampak pada
terjadinya:
a. Dehidrasi adalah penguapan yang berlebihan yang akan mengurangi
volume darah dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan
otak akan kekurangan oksigen.
b. Heat rash, Gejala ini bias berupa lecet terus menerus dan panas disertai
gatal yang menyengat.
c. Heat Fatique, Gangguan pada kemampuan motorik dalam
kondisi panas. Gerakan tubuh menjadi lambat, kurang waspada
terhadap tugas.
d. Heat cramps, Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida
dalam darah sampai tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama
dengan kelelahan panas, kekejangan timbul secara mendadak.
e. Heat exhaustion: dikarenakan kekurangan cairan tubuh
f. Heat Sincope: Keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama
pemajanan panas dan tanpa kenaikan suhu tubuhatau penghentian
keringat.
g. Heat stroke
h. Kerusakan serius yang bekaitan dengan kesalahan pada pusat pengatur
suhu tubuh. Pada kondisi ini mekanisme pengatur suhu tidak berfungsi
lagi disertai hambatan proses penguapan secara tiba-tiba.
2. Iklim kerja dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi dengan keluhan
kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan
sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit yang
terkenal yang disebut dengan chilblains, trench foot dan frostbite.
10

C. Faktor-faktor Iklim Keselamatan Kerja


Perubahan yang terjadi baik yang terjadi di dalam (internal) ataupun di
luar (eksternal) organisasi akan sangat berpengaruh terhadap iklim kerja
organisasi tersebut. Sebagai sebuah entitas yang penting di dalam sebuah
organisasi, setiap individu tentunya mengharapkan mampu bekerja di suatu
iklim yang kondusif. Iklim yang kondusif akan menciptakan sebuah kondisi
yang mendorongnya untuk bekerja dengan giat. Berikut faktor-faktor yang
mempengaruhi iklim kerja (Kresna, 2019):
1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan sesuatu hal yang membuat hubungan
yang tetap antara individu dengan organisasi sehingga sangat menentukan
pola-pola interaksi, hubungan antar karyawan yang terkoordinir serta
tingkah laku yang berorientasi pada tugas struktur. Hal-hal terkait struktur
organisasi yang berkaitan dengan iklim kerja antara lain ukuran jabatan,
posisi jabatan dalam hierarki, derajat sentralisasi, dan orientasi terhadap
peraturan.
2. Kebijakan dan Praktik
Manajerial kebijakan dan praktik manajerial menjadi alat bagi
pimpinan untuk memberikan arahan kepada setiap karyawan pada setiap
kegiatan yang digunakan untuk pencapaian tujuan organisasi. Semua hal
dalam interaksi tersebut seperti pemberian tugas-tugas yang jelas, otonomi
yang diberikan, dan umpan balik kepada pimpinan akan menciptakan iklim
kerja yang akhirnya berorientasi pada prestasi serta membuat karyawan
akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap tujuan organisasi. Hal
sebaliknya dilakukan apabila manajemen memberikan penekanan kepada
bawahan untuk terus bekerja serta pemberian aturan dan perintah yang
cenderung kaku, maka akan membuat iklim kerja akan lebih mengarah
kepada hal-hal yang tidak bertanggung jawab, tidak mampu, dan tidak
kreatif.
11

3. Teknologi
Teknologi memberikan manfaat berdasarkan pada pengetahuan dan
peralatan serta diterapkan dalam pelaksanaan tugas. Hasil penelitian
Burns dan Stalker menyatakan teknologi dan suasana memiliki hubungan
yang negatif dalam penciptaan iklim kerja apabila dilaksanakan secara
rutin sehingga kepercayaan dan kreativitas menjadi rendah. Sebaliknya,
teknologi yang lebih dinamis dan penuh perubahan dapat menciptakan
alur komunikasi yang lebih terbuka, sehingga dapat mendorong penciptaan
kreativitas, kepercayaan, dan penerimaan terhadap tanggung jawab personl
akan penyelesaian tugas-tugas.
4. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal umumnya menjadi penggambaran terhadap
kekuatan-kekuatan yang berada di luar organisiasi serta dapat
mempengaruhi tujuan organisasi itu sendiri.
Di sisi lain Management Sciences for Health (MSH) menyebutkan
faktor– faktor yang ada yang mempengaruhi iklim kerja yaitu:
1. Praktik Kepemimpinan
Pimpinan di dalam organisasi berperan penting dalam menciptkan
iklim kerja di dalam lingkungan tempatnya memimpin. Beberapa tindakan
seperti memberikan visi dan menghidupkan nilai organisasional,
mengetahui secara pasti tentang keadaan para karyawannya hingga mampu
memotivasi para karyawannya untuk bisa menjawab tantangan di depan
dapat memberikan suasana kerja yang positif karena karyawan akan
merasa lebih fleksibel dan nyaman bekerja di bawah pimpinannya tersebut.
2. Praktik-Praktik Manajemen
Tindakan manajemen di dalam sebuah organisasi seharusnya mampu
memberikan dampak positif bagi iklim kerja di lingkungan organisasinya.
Kemampuan manajemen untuk mengelola perusahaan agar tetap fokus
kepada tujuan yang ingin dicapai dan disesuaikan dengan memberikan
kebijakan yang memberikan kepuasan terhadap karyawannya akan
berpengaruh pada iklim kerja. Pemberian tugas secara jelas dan umpan
12

balik dari karyawan kepada kepada atasan akan sangat menentukan


terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada prestasi sehingga karyawan
pun merasa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan
organisasi.
3. Sejarah Organisasi
Mayoritas organisasi yang memiliki banyak pengalaman baik
kesuksesan ataupun kegagalan akan lebih mudah dalam memberikan
arahan serta kebijakan baik dalam hal-hal yang terkait dengan peraturan
dan sanksi bagi para karyawannya. Hal ini akan memunculkan reputasi
perusahaan baik di mata karyawan dan lingkungan sekitar. Reputasi
tersebut tentunya akan sangat berpengaruh membentuk iklim kerja di
dalam organisasi tersebut
4. Budaya Organisasi
Budaya organisasi mengacu pada sistem yang ada dalam sebuah
organisasi dan membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.
Budaya organisasi yang terbentuk dari nilai-nilai, kepercayaan, tradisi dan
asumsi yang dianut para karyawannya.
5. Strategi Manajemen
Strategi manajemen mengacu pada hubungan anatara kesempatan
atau peluang yang ada dengan tujuan yang ada. Pendekatan terhadap
kesempatanyang ada tersebut dengan tujuan perusahaan, membuat
perusahaan akan menselaraskan kedua hal tersebut ke dalam sebuah
rencana-rencana yang harus diimplementasikan kepada karyawan dalam
sebuah strategi.
6. Struktur Manajemen
Penciptaan iklim kerja dapat juga terbentuk dari struktur manajemen
yang ada. Adanya kejelasan dalam alur koordinasi, penyampaian satu
kesatuan perintah, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
membuat suasana kerja lebih kondusif.
13

7. Lingkungan Eksternal
Permasalahan lingkungan eksternal ternyata berpengaruh dalam
penciptaan iklim kerja di dalam perusahaan. Kondisi politik dan ekonomi,
regulasi atau undang-undang yang berkaitan hubungan perusahaan dengan
karyawan, serta isu budaya dan gender akan berdampak pada kondisi
karyawan ataupun perusahaan. Apabila lingkungan eksternal ternyata
berdampak negatif bagi salah satu pihak, tentunya akan mempengaruhi
iklim kerja yang ada di lingkungan perusahaan

D. Pengukuran Iklim Kerja


Pengukuran Iklim Kerja melalui PERMENKES No 70 Tahun 2016.
Pendekatan untuk mengukur iklim kerja dapat melalui berbagai indek, antara
lain heat index, Thermal work limit dan WBGT (Wet Blube Globe
Temperatur) dan indeks lainya. Dari berbagai pola pengukuran yang sering
digunakan oleh industri, yang dijadikan rujukan oleh NIOSH ( National
Institute for Occupational Safety and Health) Amerika dan menjadi pedoman
dalam peraturan di Indonesia baik Kementerian Tenaga Kerja maupun
Kemenkes Republik Indonesia, yakni pendekatan dengan WBGT (Wet Blube
Globe Temperatur) atau Indeks Suhu Bola Basah.
Yang menarik dari peraturan menteri Kesehatan 2016 ini adalah detil
dalam langkah pengukuran iklim kerja. Disebutkan bahwa Nilai Ambang
Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas pajanan iklim
lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress) yang tidak boleh dilampaui
selama 8 jam kerja perhari sebagaimana tercnatum pada tabel 1. NAB Iklim
iklim Lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat Celcius Indeks Suhu Basah
dan Bola (0C ISBB).
14

Unsur yang mempengaruhi Iklim kerja dibahas dan diberikan contoh


penilaiannya. Unsur lingkungan dengan Indeks Suhu Bola Basah, Pengukuran
Metabolisme pekerja dengan tabel kriteria beban kerja standar Berat Badan
pekerja 70 kg, dan nilai koreksi pakaian. Dalam lampiran peraturan tersbut
secara detil disampaikan langkah pengukuran iklim kerja sehingga hasil
pengukuran iklim kerja akan disesuaikan dalam tabel NAB seperti diatas.
Secara singkat langkahnya yaitu : (1) melakukan iklim kerja dengan
pendekatan ISBB menggunakan alat Heat stress Monitor sesuai pedoman
yang berlaku, yang disesuaikan anatara kondisi dalam ataua luar ruangan. (2)
Melakukan koreksi hasil pengukuran iklim lingkungan kerja denagn pakaian
kerja (3) menentukan beban kerja berdasarkan laju metabolik sesuai dengan
tabel yang terlampir, dan dikoreksi dengan berat badan pekerja 70 kg. (4)
menentukan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam satu siklus kerja (work
rest regimen) yang dinyatakan dalam persen (5) Menetapkan Nilai NAB
sesuai dengan tabel 1(6) terakhir menyimpulkan kondisi dari
hasilpengukuran, apakah sesuai, melebihi, atau dibawah nilai ambang. Hasil
tesebut dapat menjadi acuan dalam pengendalian iklim kerja di perusahaan
tersebut.
Hadirnya peraturan Menteri Kesehatan ini yang mengacu dari NIOSH
2016, cukup membantu bagi petugas sanitasi/higiene Industri dalam
mengelola dan mengukur lingkungan kerja terkait iklim kerja. Upaya akhir
15

dari kegiatan ini memastikan lingkungan kerja dalam kondisi aman dan sehat
bagi perkerjanya demi mewujudkan hak asasi pekerja.

E. Penerapan Iklim Kerja Di Tempat Kerja (Pertambangan)


Untuk dapat melakukan kajian terhadap sistem ventilasi tambang maka
dibutuhkan parameter-parameter sistem ventilasi tambang Parameter
karakteristik sistem ventilasi tambang dapat diketahui dan ditentukan sebagai
berikut (Rahmat et al., 2019):
1. Tujuan Ventilasi Tambang Secara umum tujuan dari sistem ventilasi
tambang bawah tanah adalah:
a. Menyediakan udara segar bagi pernafasan manusia.
b. Mengeluarkan gas – gas berbahaya dan beracun di dalam tambang, agar
tidak membahayakan bagi para pekerja.
c. Menurunkan suhu udara di dalam tambang, agar terciptanya lingkungan
kerja yang aman dan nyaman bagi para pekerja.
d. Menetralkan konsentrasi debu yang disebabkan kegiatan di dalam
tambang.
2. Sistem Ventilasi Tambang Jenis-jenis ventilasi dapat digolongan
berdasarkan beberapa hal berikut ini, antara lain:
a. Penggolongan berdasarkan metode pembangkitan daya ventilasi, terdiri
dari ventilasi alami dan ventilasi mesin.
b. Penggolongan berdasarkan tekanan ventilasi pada ventilasi mesin,
terdiri dari ventilasi tiup dan ventilasi sedot.
c. Penggolongan berdasarkan letak intake dan outake airway, terdiri dari
ventilasi terpusat dan ventilasi diagonal.
Untuk ventilasi mesin yang digunakan adalan mesin fan yang dibagi
tiga berdasarkan pemasanganya diantaranya:
a. Forcing System (Sistem Hembus)
Mesin fan akan memberikan hembusan udara bertekanan positif
ke front kerja dengan aliran udara yang bertekanan lebih besar
dibanding udara di atmosfer.
16

b. Exhausting System (Sistem Hisap)


Sistem exhausting akan memberikan hembusan udara yang
berkebalikan dengan forcing system, yaitu bertekanan negatif ke front
kerja. Tekanan negatif ini adalah tekanan yang dihasilkan oleh proses
penghisapan udara.
c. Overlap System
Merupakan gabungan dari sistemexhausting dan forcing Sistem ini
menggunakan 2 fan yang memiliki tugas berbeda satu sama lain. Ada
fan yang bertugas menyuplai udara ke front (intake fan), ada fan yang
bertugas untukmenghisap udara dari front (exhausting fan).
3. Sifat – Sifat Psychometrict Udara
Psychrometry adalah suatu ilmu yang mempelajari sifat
psychrometric (panas dan kelembaban) udara dalam kondisi tertentu
selama proses pengendalian kelembaban dan temperatur. Sifat
psychrometric yang paling mudah diukur adalah temperatur cembung
kering (Td) dan temperatur cembung basah (Tw). Kelembaban relatif
membandingkan antara kandungan tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.
4. Temperatur Efektif
Temperatur efektif adalah temperatur yang pada saat seseorang
merasa berada kondisi nyaman. Kondisi ini dipengaruhi oleh temperatur
cembung kering, temperatur cembung basah dan kecepatan aliran udara di
lokasi penambangan.
5. Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja dari hasil perhitungan temperatur efektif, maka dapat
ditentukan efisiensi kerja untuk para pekerja di setiap front kerja pada
lokasi pengamatan. Penentuan efisiensi kerja ini dilakukan sebagai koreksi
perusahaan untuk mengetahui dan menilai performa para pekerja didalam
bekerja pada masing-masing front kerja.
17

6. Banyaknya aliran Udara


Banyaknya aliran udara (Q) merupakan volume udara yang mengalir
pada suatu saluran atau jaringan per satuan waktu. Untuk dapat
menghitung banyaknya aliran udara (Q) pada front kerja dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:

Q=AxV

Dimana:

Q= Banyaknya aliran udara(m3/detik)

A= Luas penampang airways (m2)


V= Kecepatan aliran udara(m/detik)

7. Tahanan Saluran UdaraTambang (Airways Resitance)


Tahanan Saluran Udara Tambang (Airways Resitance) merupakan
jumlah kehilangan head aliran karena adanya tahanan atau hambatan yang
dialami oleh aliran udara didalam tambang bawah tanah.
8. Metode Wet Bulb Globe Temperature (WBGT)
Metode ini adalah penyederhanaan dari temperatur efektif. Metode
WBGT saat ini telah dicantumkan didalam ISO 7243, tentang Hot
environment - Estimasi heat stress pada pekerja.
9. Standar Peraturan MentriKetenagakerjaan
Standar peraturan kesehatan telah diatur dalam PERMEN No. 5
Tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja
berdasarkan nilai ambang batas iklim kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) menjelaskan tentang nilai ambang batas dalam lingkungan kerja
industri yang diadopsi dari metode wet bulb globe temperature. Nilai
Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas / pedoman
pengendalian iklim lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress) yang
tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja perhari atau 40 jam seminggu.
18

10. Perangkat Lunak Ventsim


perangkat lunak ventsim visual adalah salah satu perangkat lunak
yang dapat digunakan untuk mensimulasikan desain ventilasi tambang
bawah tanah dalambentuk tiga dimensi.

F. Dampak Iklim Kerja Pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Isu perubahan iklim yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak
langsung berdampak terhadap sektor yang mendasari kehidupan manusia
antara lain, pada bidang pangan, air, energi maupun kesehatan. Setiap negara
ikut berperan serta untuk mengatasi perubahan iklim karena hal ini
merupakan persoalan global, tidak ada batasan wilayah dampak dari
perubahan iklim (Ambari et al., 2021).
Perubahan iklim berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja.
Populasi pekerja yang terkena dampak perubahan iklim termasuk diantaranya
yaitu pekerja pertanian, pekerja bangunan, petugas penanggulangan bencana,
nelayan komersial, paramedis dan petugas pemadam kebakaran, pekerja
transportasi, dan pekerja lainnya yang terpapar kondisi cuaca di luar rumah,
terutama mereka yang melakukan pekerjaanfisikuntukjangkawaktu lama
(Ambari et al., 2021).
Di dalam lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi beban tambahan
akibat lingkungan kerja. Beban tambahan akibat lingkungan kerja tersebut
dapat berasal dari faktor kimiawi, fisik, biologis, fisiologis, pisikis.
Temperatur yang terlalu panas menjadikan perasaan cepat lelah dan
mengantuk, sebaliknya temperatur yang terlalu dingin dapat mengurangi daya
atensi dan ketidaktenangan yang berpengaruh negatif terutama pada kerja
mental, namun lingkungan kerja dengan suhu tinggi lebih banyak
menimbulkan permasalahan dibandingkan dengan lingkungan kerja dengan
suhu rendah karena manusia lebih mudah melindungi diri dari pengaruh suhu
rendah dibandingkan dengan suhu tinggi, sedangkan suhu nyaman bagi orang
Indonesia adalah antara 24-26ºC (Ambari et al., 2021).
19

Apabila tenaga kerja terpapar oleh panas melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB) yang diperkenankan maka dapat menimbulkan terjadinya penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja yang berdampak pada menurunnya
produktivitas kerja.Iklim kerja panas dapat menyebabkan gangguan baik
fisiologis maupun psikologis pada tenaga kerja. Respon fisiologis yang terjadi
antara lain adalah vasodilatasi, peningkatan denyut nadi dan suhu tubuh inti.
Respons fisiologis dapat diukur dengan peningkatan kehilangan keringat,
denyut nadi dan suhu tubuh inti. Tenaga kerja yang terpapar oleh panas secara
terus menerus dapat menyebabkan terjadinya heat rash, heat cramp, heat
syncope, heat exhaustion, heat stroke, malaria, dehidrasi dan hipertermia
(Sunaryo & Sahri, 2019).
Salah satu dari penyebab kelelahan juga adalah lingkungan kerja yang
ekstrim. Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat
terdapat sistem aktifitas bersifat simpatis dan inhibisi bersifat parasimpatis.
Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari
setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Sunaryo & Sahri, 2019).
Suhu udara yang meningkat secara signifikan juga dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan jantung.Dan apabila seseorang mengalami dehidrasi serta
terpapar panas yang ekstrim maka dapat berpotensi memicu kerusakan pada
otak. Hal tersebut bisa dipastikan juga mempengaruhi perilaku manusia
(Ambari et al., 2021).

G. Pengendalian Iklim Kerja


Pengendalian dampak dari iklim kerja panas yaitu dipusatkan disekitar
penyebabnya. Cara pengendalian yang biasa digunakan adalah pengedalian
secara umum dan pengendalian secara khusus (Sunaryo & Rhomadhoni,
2020).
20

1. Pengendalian secara umum


a. Training (pendidikan/latihan)
Yang dimaksud disini adalah pendidikan atau pelatihan bagi calon
tenaga kerja sebelum ditempatkan yang dilaksanakan secara berkala
(periodik).
b. Pengendalian tekanan panas melalui penerapan hygiene industri di
perusahaan.
Yang dimakasud adalah tindakan-tindakan yang diambil oleh
perorangan untuk mengurangi resiko penyakit yang disebabkan oleh
panas. Termasuk pengendalian tekanan panas melalui penerapan
hygiene yaitu Pengandalian cairan, Aklimatisasi, Self determination,
Diet, makanan yang terlalu manis atau mengandung karbohidrat
berlebihan tidak dianjurkan karena akan menahan cairan melalui ginjal
atau keringat, Gaya hidup dan status kesehatan, Pakaian kerja.
2. Pengendalian secara khusus
Pengendalian secara khusus dapat dilaksanakan dengan 3 cara:
a. Pengendalian secara teknis
Cara ini mencakup mengurangi beban kerja, menurunkan suhu
udara, Menurunkan kelembaban udara, Menurunkan panas radiasi.
b. Pengendalian secara administratif
Adalah perubahan cara kerja yang dilakukan dalam upaya untuk
membatasi resiko pemajanan.
c. Perlindungan perorangan
Adalah suatu cara pengendalian yang dilaksanakan perorangan
(setiap pekerja). Untuk tekanan panas, perlindungan perorangan
terutama berupa suatu pakaian pendingin, namun juga dapat termasuk
pakaian yang dapat memantulkan panas radiasi yang tinggi dalam
lingkungan tempat kerja panas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan aliran udara dan panas radiasi. Iklim kerja panas bermula dari
munculnya energi panas yang berasal dari sumber panas yang dipancarkan
langsung atau melalui perantara dan masuk ke lingkungan kerja, dan menjadi
tekanan panas sebagai beban tambahan bagi tenaga kerja. Hal tersebut dapat
memperburuk kondisi kesehatan dan stamina tenaga kerja bila ditambah
dengan beban kerja fisik yang berat. Sehingga tenaga kerja tersebut akan
memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja yang
bekerja di lingkungan kerja dengan suhu nyaman yaitu 24°C sampai dengan
26°C. Selain itu lingkungan kerja dengan suhu tinggi lebih banyak
menimbulkan permasalahan dibandingkan dengan lingkungan kerja dengan
suhu rendah karena manusia lebih mudah melindungi diri dari pengaruh suhu
rendah dibanding suhu tinggi.
Pengendalian dampak dari iklim kerja panas yaitu dipusatkan di sekitar
penyebabnya. Cara pengendalian yang biasa digunakan adalah pengedalian
secara umum dan pengendalian secara khusus. Pengendalian secara umum
terdiri atas training (pendidikan/latihan) dan pengendalian tekanan panas
melalui penerapan hygiene industri di perusahaan. Sedangkan pengendalian
secara khusus terdiri atas pengendalian secara teknis, pengendalian secara
administratif, dan perlindungan.

B. Saran
Saran yang diperlukan untuk perbaikan kedepannya yaitu perlu
komitmen manajemen untuk menindak tegas dalam penyesuaian kondisi fisik
lingkungan kerja. Departeman K3 tetap memberikan pengarahan kepada
pekerja mengenai kenyamanan dalam bekerja dan batas waktu yang diberikan
kepada pekerja sebelum melakukan pekerjaan, yang disesuaikan dengan iklim
kerja dan lamanya bekerja. Meningkatkan pengawasan kepada pekerja selama

21
22

melakukan pekerjaan, terutama pada pekerjaan yang berbahaya/berisiko


tinggi mengakibatkan kecelakaan.
Perlunya pengendalian iklim kerja baik dalam lingkungannya maupun
pekerjanya. Pengendalian tersebut yaitu Pengendalian secara umum seperti
Training (pendidikan/latihan), pengendalian tekanan panas melalui penerapan
hygiene di perusahaan atau tempat kerja. Hingga pengendalian secara khusus
yaitu mengurangi beban kerja, menurunkan suhu udara, menurunkan
kelembaban udara, Menurunkan panas radiasi, pengendalian secara
administratif, dan perlindungan perorangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ambari, W., M, A., & Anggaraini, M. D. (2021). Pengaruh Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja (K3) Serta Iklim Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
Melalui Variabel Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Produksi Pada Pt.
Kunango Jantan Padang Pariaman. Jurnal Matua, 3(2), 375–392.
Eka, L., Darjati, & Dn, A. T. (2019). Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kelelahan
Tenaga Kerja. Gema Lingkungan Kesehatan, 17(2), 100–104.
Kresna. 2019. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja (skripsi dan tesis).
https://konsultasiskripsi.com/2019/09/08/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
iklim-kerja-skripsi-dan-tesis/, diakses pada 23 Oktober 2022.
Maftuh, M., Haryanti, T., & Johar, S. A. (2021). Pengaruh Iklim Kerja Panas
Terhadap Kelelahan Kerja Pada Operator Steam Di Pt . Xyz Boyolali. Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1), 141–
147.
Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor per.13/Men/X/2011 tahun
2011 Tentang Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat
kerja.
PERMENKES No 70 Tahun 2016, Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri.
Rahmat, RA, Munir, S., & Sriyanti, S. (2019). Evaluasi Sistem Ventilasi Tambang
Emas Ciguha PT Antam Tbk. Ubpe Pongkor, Desa Bantarkaret Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Prosiding Teknik
Pertambangan , 468-477.
SNI 16-7061-2004 Pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu
basah dan bola ICS 17.200.10 Badan Standardisasi Nasional.
Sunaryo, M., & Rhomadhoni, M. N. (2020). Gambaran Dan Pengendalian Iklim
Kerja Dengan Keluhan Kesehatan Pada Pekerja. Mtph Journal, 4(2), 171–
180.
Sunaryo, M., & Sahri, M. (2019). Evaluasi Iklim Kerja Di Bagian Produksi Pada
Industri Keramik Di Wilayah Gresik. Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1), 29–35.

23

Anda mungkin juga menyukai