Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan kerja dan kesehatan kerja adalah upaya untuk menjamin dan

menjaga kesehatan serta keutuhan jasmani dan rohani para tenaga kerja

khusunya manusia, untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Keselamatan kerja dan kesehatan kerja termasuk salah satu program

pemeliharaan yang ada di perusahaan. Pelaksanaan program keselamatan kerja

dan kesehatan kerja bagi karyawan sangatlah penting karena bertujuan untuk

menciptakan sistem keselamatan dan kesatuan kerja dengan melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mengurangi kecelakaan. Masalah keselamatan kerja kesehatan dan

kerja bukan hanya semata–mata tanggung jawab pemerintah saja melainkan

tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat

(Mangkunegara, 2009).

Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia

mencapai tahap industrialisasi. Salah satu konsekuensi dari perkembangan

industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar perusahaan di

Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam

perusahaan supaya terus menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan

demikian diharapkan ada peningkatan kualitas serta kuantitas produksi untuk

mencapai keuntungan yang maksimal. Dalam menjalankan kegiatan produksi

dan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, diperlukan pula

1
2

perlindungan terhadap tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek

yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan

moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral

bangsa. Perlindungan tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan

keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja (Adi dkk.,

2013).

Salah satu faktor penentu keselamatan kerja dan kesehatan kerja para

pekerja adalah iklim kerja. Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi yang

dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh. Manusia adalah mahluk

homeotherm dan mampu mempertahankan suhu inti tubuh yang relatif konstan

walau terpapar suhu lingkungan yang bervariasi luas. Suhu inti tubuh

berfluktuasi sekitar 37ºC, sedangkan suhu bagian luar tubuh misalnya kulit

lebih dingin dan bervariasi tergantung kondisi lingkungan. Tergantung macam

pekerjaan yang dilakukan, antara 80- 90% energi kimia yang dihasilkan dalam

rangka memasok daya untuk menggerakkan tubuh, berubah menjadi energi

panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh sampai lebih dari 40ºC. Sebaliknya

bila ia tidak aktif dan iklim adalah dingin, maka tubuh tidak membentuk panas

untuk mencegah menurunnya suhu inti tubuh dan suhu inti tubuh dapat

menurun sampai lebih rendah dari 35ºC dan terjadilah kondisi yang disebut

hipotermia. Dalam lingkungan iklim kerja panas jika tubuh tidak melepaskan

panas, maka temperatur tubuh akan meningkat 1ºC setiap jam. Panas tubuh

dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang
3

dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses

metabolisme ini berlangsung terus- menerus, walaupun tidak konstan, tubuh

harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi

penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan temperature (Aisyah,

2016).

Iklim kerja yang panas atau tekanan panas dapat menyebabkan beban

tambahan pada sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang

berat di lingkungan yang panas, maka darah akan mendapat beban tambahan

karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang sedang bekerja.

Disamping itu harus membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit.

Hal demikian juga merupakan beban tambahan bagi jantung yang harus

memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari pekerjaan ini, maka frekuensi

denyut nadipun akan lebih banyak lagi atau meningkat. Peningkatan denyut

nadi akan menyebabkan munculnya keluhan subjektif pada pekerja, sehingga

dapat mengurangi performansi pekerja (Haditia, 2012), dalam penelitiannya

mengenai analisis pengaruh suhu tinggi lingkungan dan beban kerja terhadap

konsentrasi kerja juga menyatakan bahwa konsentrasi pekerja yang

direpresentasikan melalui uji inspeksi visual secara signifikan dipengaruhi oleh

faktor suhu lingkungan serta menyatakan bahwa faktor suhu dan beban kerja

berkontribusi sebagai penyebab kecelakaan kerja.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Fahri &

Pasha, 2010), mengenai kebisingan dan tekanan panas dengan perasaan

kelelahan kerja pada tenaga kerja, menyatakan bahwa tekanan panas


4

merupakan salah satu faktor terjadinya perasaan kelelahan kerja yang

dirasakan oleh tenaga kerja. Selain itu, pengaruh tekanan panas juga

berdampak bagi kesehatan pekerja. Salah satunya adalah terjadinya kristalisasi

urin pada pekerja yaitu berupa kristalisasi urin kalsium oksalat.

Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkaitan

dengan temperatur tempat kerja, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Lingkungan Kerja untuk temperatur tempat kerja, Ditetapkan : Nilai

Ambang Batas (NAB) untuk iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu,

kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat

pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya

meliputi tekanan panas dan dingin. Tekanan yang dapat dihadapi oleh tenaga

kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakibatkan penyakit atau

gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak melebihi dari 8

(delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu. NAB terendah untuk

ruang kerja adalah 25°C untuk beban kerja yang berat dan NAB tertinggi

adalah 32,2°C untuk beban kerja yang ringan, tergantung pada beban kerja dan

pengaturan waktu kerja (Permenaker, 2018). Di Indonesia salah satu faktor

yang menonjol sebagai penyebab gangguan kesehatan pekerja adalah

lingkungan kerja yang panas.

Lingkungan kerja dengan suhu yang tinggi dapat mengganggu kesehatan

tenaga kerja seperti heat cramps,heat exhaustion,heat stroke dan miliaria. Heat

cramps dialami dalam lingkungan yang suhunya tinggi,sebagai akibat


5

bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium (Na) dari

tubuh,dan sebagai akibat dari minum banyak air tapi tidak diberi garam untuk

mengganti garam natrium yang hilang. Heat cramps mengakibatkan kejang

otot pada tubuh dan perut yang sakit. Disamping kejang tersebut terdapat pula

gejala yang biasa terjadi pada heat stress yaitu pingsan, kelemahan dan

muntah. Heat exhaustion biasanya ditandai dengan penderita berkeringat

banyak, suhu tubuh normal atau subnormal, tekanan darah menurun dan denyut

nadi bergerak lebih cepat. Selain itu panas dapat menyebabkan terjadinya

dilatasi pembuluh darah perifer, sehingga keseimbangan peredaran darah akan

terganggu (Telan, 2012).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa iklim kerja sangat

mempengaruhi produktivitas tenaga kerja sebab dengan lingkungan kerja yang

aman, nyaman, dan kondusif sesuai dengan standar yang berlaku maka dapat

menghasilkan barang atau jasa yang baik dan juga sangat menguntungkan bagi

tenaga kerja agar terhindar dari kecelakaan dan bahaya dari pekerjaannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diketahui tingkat tekanan panas dari

pengukuran suhu basah dan bola (ISBB), pengukuran kecepatan angina

(Anemometer), dan pengukuran kelembapan udara (Higrometer).

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Diketahuinya cara mengoperasikan alat ukur iklim kerja dengan

menggunakan heat stress monitor, hygrometer, dan anemometer.


6

2. Diketahuinya nilai ISBB, kecepatan angin dan kelembaban udara pada

tempat kerja dan membandingkannya dengan standar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Definisi Iklim Kerja

Peraturan Menteri ketenagakerjaan republik indonesia Nomor 5 Tahun

2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, Iklim

Kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan

udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh Tenaga

Kerja sebagai akibat pekerjaannya meliputi tekanan panas dan dingin. Iklim

kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi menimbulkan potensi

bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja

bila berada pada kondisi yang ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang

melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan menurut standar

kesehatan (Tarwaka, 2008).

Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan

dingin yang berada di luar batas standar kesehatan dapat menyebabkan

meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat sehingga bisa terjadi

dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat. Persoalan tentang

bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstri

menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat

bervariasi dandipengaruhi oleh banyak faktor. Namun demikian secara umum

kita dapat menentukan batas kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan

temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dengan menentukan rentang

toleransi terhadap temperatur lingkungan (Suma’mur, 2009).

7
8

Iklim kerja adalah keadaan lingkungan kerja yang diukur dari perpaduan

antara suhu udaha (suhu basah dan suhu kering), kelembapan udara, kecepatan

aliran udara, dan radiasi (Sirajuddin, 2019). Iklim kerja adalah kombinasi dari

suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi yang

dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh. Dalam lingkungan iklim kerja

panas jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan

meningkat 1oC setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel,

mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna ke bentuk energi lain,

terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung

terusmenerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas

pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang

menyebabkan peningkatan temperatur (Adi, dkk., 2013).

Berdasarkan penjelasan di atas kelompok 3 menyimpulkan bahwa , iklim

kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin

dan suhu radiasi yang sumbernya dari tubuh yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja, akibat dari suhu dingin dan suhu

panas yang ekstrim yang tidak dapat di terima oleh tubuh.

B. Tinjauan Umum Tentang Jenis-Jenis Iklim Kerja

Dalam setiap lingkungan kerja, semua tenaga kerja akan menghadapi

tekanan lingkungan. Tekanan lingkungan tersebut dapat berasal dari kimia,

fisik, biologis, dan psikis. Tekanan lingkungan kerja fisik khususnya

lingkungan kerja panas memegang peranan yang penting, oleh sebab itu

lingkungan kerja harus diciptakan senyaman mungkin supaya didapatkan


9

efisiensi kerja dan meningkatkan produktivitas. Lingkungan kerja yang

nyaman dapat dilihat dari kondisi iklim di tempat kerja yang sesuai. Iklim kerja

di tempat kerja mempengaruhi kondisi tenaga kerjanya.

1. Iklim Kerja Panas

Seorang tenaga kerja memiliki beban kerja dan memiliki karakteristik

individu seperti: usia, jenis kelamin, masa kerja, intake cairan, status gizi

dan kebiasaan merokok. Besarnya respons fisiologis tenaga kerja terhadap

tekanan panas dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan upaya

pengendalian baik secara teknis administratif maupun penggunaan alat

pelindung diri sehingga penyakit akibat kerja dapat dicegah dan

produktivitas kerja tetap optimal. Paparan panas dapat diukur dengan

menggunakan iklim kerja yang merupakan kombinasi dari suhu udara,

kelembaban, suhu radiasi dan kecepatan udara yang dapat diukur dengan

menggunakan ISBB. Makin besar nilai ISBB makin besar pula panas yang

diterima tenaga kerja. Tenaga kerja yang menerima iklim kerja panas

tersebut akan memberikan respon fisiologis antara lain perbedaan suhu

tubuh, denyut nadi dan tekanan darah. Peningkatan suhu tubuh > 38°C akan

mengakibatkan kejadian heat strain (Adinigsih, 2013).

Temperatur yang terlalu panas dapat menimbulkan efek fisiologis pada

tubuh seperti meningkatnya kelelahan, efisiensi kerja fisik dan mental

menurun, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-

organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat dan produksi keringat

bertambah. Sebaliknya temperatur yang terlalu dingin mengurangi daya


10

atensi, mengurangi efisiensi, keluhan kaku atau kurang koordinasi otot dan

ketidaktenangan yang berpengaruh negatif terutama pada kerja mental.

Dengan demikian penyimpangan dari batas kenyamanan suhu baik diatas

maupun dibawah nyaman akan berdampak buruk pada produktivitas kerja.

Temperatur yang dianjurkan di tempat kerja yaitu sekitar 24-26°C (suhu

dingin) dan kelembaban 65%-95%. Suhu tersebut merupakan suhu nikmat

di Indonesia (Suma’mur dalam Tarwaka dkk, 2004). Melakukan pekerjaan

dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi hasil kerja tenaga

kerja dan dapat mengganggu kenyamanan dalam melakukan pekerjaan.

Dalam lingkungan iklim kerja panas jika tubuh tidak melepaskan panas,

maka temperatur tubuh akan meningkat 1°C setiap jam. Panas tubuh

dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang

dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses

metabolisme ini berlangsung terusmenerus, walaupun tidak konstan, tubuh

harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi

penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan temperatur. Sebaliknya

bila ia tidak aktif dan iklim adalah dingin, maka tubuh tidak membentuk

panas untuk mencegah menurunnya suhu inti tubuh dan suhu inti tubuh

dapat menurun sampai lebih rendah dari 35oC dan terjadilah kondisi yang

disebut hipotermia.

Salah satu efek tekanan panas pada pekerja adalah kelelahan. Kelelahan

adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari

kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.


11

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat

sistem aktifitas (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah

kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap

individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan

penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, dkk., 2004).

Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur

yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha rnempertahankan keadaan

normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi diluar tubuh, tetapi untuk

menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia dapat

menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur

luar tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin

dari keadaan tubuh normal. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang

Indonesia adalah sekitar 24° C sampai 26°C.

Suhu tinggi dapat mengakibatkan heatcramps, heat exhaustion dan

heatstroke. Heat exhaustion biasanya terjadi oleh karena cuaca yang sangat

panas, terutama bagi mereka yang belum beraklimatisasi terhadap udara

panas. Penderita biasanya berkeringat banyak, sedangkan suhu badan

normal atau subnormal. Tekanan darah menurun dan denyut nadi lebih

cepat dari biasanya. Pekerja yang terpapar panas akan merasa lelah dan

lemah.

Menurut Adi dkk (2013), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan

menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan


12

memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Pembebanan otot secara statis pun (static muscular loading) jika

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI

(Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon dan lain-lain

yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

Selain itu, karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin

lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah

(recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.

Salah satu efek tekanan panas pada pekerja adalah kelelahan. Kelelahan

adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari

kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat

terdapat sistem aktifitas (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat

parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang

berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada

kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh

(Tarwaka dkk, 2004).

Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai

temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha

rnempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang

sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang

terjadi di luar tubuh, tetapi untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya,

yaitu bahwa tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan


13

temperatur luar jika perubahan temperatur luar tidak lebih dari 20% untuk

kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan tubuh normal.

Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia adalah sekitar 24°C

sampai 26°C. Suhu tinggi dapat mengakibatkan heat cramps, heat

exhaustion, dan heat stroke. Heat exhaustion biasanya terjadi oleh karena

cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang belum beraklimatisasi

terhadap udara panas. Penderita biasanya berkeringat banyak, sedangkan

suhu badan normal atau subnormal. Tekanan darah menurun dan denyut

nadi lebih cepat dari biasanya. Pekerja yang terpapar panas akan merasa

lelah dan lemah.

Menurut Adi dkk (2013), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan

menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan

memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika

dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI

(Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon dan lain-lain

yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).

Selain itu, karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin

lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah

(recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.

Iklim kerja dapat menimbulkan proses perpindahan panas. Perpindahan

panas dapat terjadi dengan cara seperti di bawah ini (Suma’mur, 2014):
14

a. Konduksi ialah perpindahan panas antara tubuh dan benda-benda sekitar

melalui sentuhan atau kontak langsung.

b. Konveksi adalah pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan melalui

kontak udata dengan tubuh.

c. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang

panas tergantung suhu benda-benda disekitarnya. Tubuh menerima atau

kehilangan panas melalui mekanisme radiasi.

d. Kehilangan panas melalui penguapan dapat terjadi melalui keringat yang

dikeluarkan oleh tubuh pada saat melakukan pekerjaan dengan penguapan

di permukaan kulit.

Pencegahan terhadap panas supaya tidak menimbulkan gangguan pada

tubuh meliputi: air minum, garam, makanan, istirahat, tidur dan pakaian

(Depkes RI dalam Muffichatum, 2006). Dengan uraian sebagai berikut:

a. Air minum

Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam

lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi

akibat berkeringat dan pengeluaran urin.

b. Garam (NaCl)

Pada keluaran keringat yang banyak, perlu menambah pemberian

garam, akan tetapi tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan

haus dan mual.


15

c. Makanan

Sesudah makan, sebagian besar darah mengalir kedaerah usus untuk

menyerap hasil pencernaan.

d. Tidur atau istirahat

Untuk menghindari efek kelelahan setelah aktivitas fisik yang berat

yang dilakukan pada lingkungan kerja yang panas, tubuh memerlukan

istirahat yang cukup dan tidur sekitar 7 jam sehari.

e. Pakaian

Pakaian melindungi permukaan tubuh terhadap radiasi sinar

matahari, tetapi juga merupakan penghambat terjadinya konveksi antara

kulit dengan aliran udara. Untuk mendapatkan efek yang

menguntungkan, baju yang pakai harus cukup longgarterutama bagian

leher, ujung lengan, ujung celana, dan sebagainya.

2. Iklim Kerja Dingin

Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi effisiensi dengan keluhan

kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan

sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit yang

terkenal yang disebut dengan Chilblains, trench foot dan frostbite.

Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim kerja suhu dingin

dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan penggunaan pakaian

pelindung yang baik. Disamping itu, pemeriksaan kesehatan perlu juga

dilakukan secara periodik (Budiono, 2008).


16

C. Tinjauan Umum Tentang Sumber Iklim Kerja

Menurut Suma’mur (2014), terdapat tiga sumber panas pada lingkungan

kerja, yaitu:

1. Iklim kerja setempat

Keadaan udara di tempat kerja, ditentukan oleh faktor-faktor keadaan

antara lain suhu udara, penerangan, kecepatan gerakan udara dan

sebagainya.

2. Proses produksi dan mesin

Mesin mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja

menjadi panas.

3. Kerja otot

Tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan memerlukan energi yang

diperlukan dalam proses oksidasi untuk menghasilkan energi berupa panas.

Sedangkan menurut Wahyuni (2008), terdapat beberapa sumber tempat

kerja dengan iklim yang panas, yaitu:

1. Proses produksi yang menggunakan panas, seperti: peleburan, pengeringan,

pemanasan.

2. Tempat kerja yang terkena langsung matahari, seperti : pekerjaan jalan raya,

bongkar muat barang pelabuhan, nelayan dan petani.

3. Tempat kerja dengan ventilasi kurang memadai.


17

D. Tinjauan Umum Tentang Dampak Iklim Kerja Terhadap Kesehatan

Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja yang terlalu tinggi

adalah apa yang dinamakan dengan heat stress (tekanan panas). Tekanan panas

adalah keseluruhan beban panas yang diterima tubuh yang merupakan

kombinasi dari kerja fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air,

pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Tekanan panas

akan berdampak pada terjadinya (Putra, 2011) :

a. Dehidrasi yaitu penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume

darah dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan

kekurangan oksigen.

b. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan

penyakit akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas,

kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan

pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau

bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi

keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.

c. Heat Fatigue merupakan gangguan pada kemampuan motorik dalam

kondisi panas. Gerakan tubuh menjadi lambat, kirang waspada terhadap

tugas.

d. Heat Cramps merupakan kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium

klorida dalam darah sampai di bawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri

atau bersama dengan kelelahan panas, kekejangan timbul secara

mendadak.
18

e. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya

cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang

dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum selama

terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat,

lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan.

Suhu tubuh antara (37°C – 40°C).

f. Heat Syncope merupakan keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran

selama penajanan panas dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian

keringat.

g. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa

yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab.

Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian.

E. Tinjauan Umum Tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja

Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor

bahaya di Tempat Kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu

(time weighted average) yang dapat diterima Tenaga Kerja tanpa

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari

untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

1. Nilai Ambang Batas (NAB) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Nilai Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan

batas pajanan iklim lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress)

yang tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja per hari sebagaimana

tercantum pada
19

Tabel 2.1 NAB iklim lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat Celsius
Indeks Suhu Basah dan Bola (oC ISBB)
Alokasi Waktu Kerja NAB (oC ISBB)
dan Istirahat Ringan Sedang Berat Sangat Berat
75-100% 31,0 28,0 - -
50-75% 31,0 29,0 27,5 -
25-50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0-25% 32,0 31,5 30,0 30,0
Sumber: Permenaker, No. 5 Tahun 2018

Catatan:

1. ISBB atau dikenal juga dengan istilah WBGT (Wet Bulb Globe

Temperature) merupakan indikator iklim lingkungan kerja

2. ISBB luar ruangan = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu

Kering

3. ISBB dalam ruangan = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola

(*) tidak diperbolehkan karena alasan dampak fisiologis

NAB iklim lingkungan kerja ditentukan berdasarkan alokasi waktu kerja

dan istirahat dalam satu siklus kerja (8 jam per hari) sertarata-rata laju

metabolik pekerja. Kategori laju metabolik, yang dihitung berdasarkan rata-

rata laju metabolik pekerja, tercantum pada Tabel 2.2.


20

Tabel 2.2 Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas


Kategori Laju Metabolik (W)** Contoh Aktivitas
Istirahat 11 (100-125)*** Duduk
Duduk sambil melakukan
pekerjaan ringan dengan
tangan, atau dengan tangan
Ringan 180 (125 – 235)*** dan lengan, dan mengemudi.
Berdiri sambil melakukan
pekerjaan ringan dengan
lengan dan sesekali berjalan.
Melakukan pekerjaan sedang:
dengan tangan dan lengan,
dengan lengan dan kaki,
Sedang 300 (235 – 360)*** dengan lengan dan pinggang,
atau mendorong atau menarik
beban yang ringan. Berjalan
biasa
Melakukan pekerjaan
intensif: dengan lengan dan
pinggang, membawa benda,
Berat 415 (360 – 465)*** menggali, menggergaji secara
manual, mendorong atau
menarik benda yang berat,
dan berjalan cepat.
Melakukan pekerjaan sangat
Sangat Berat 520 (> 465)*** intensif dengan kecepatan
maksimal.
Sumber: Permenkes, No. 70 Tahun 2016

Catatan:

(**) Dihitung menggunakan estimasi dengan standar berat badan 70 kg. Untuk

menghitung laju metabolik dengan berat badan yang lain, dilakukan

dengan mengalikan hasil estimasi laju metabolik dengan rasio antara

berat badan aktual pekerja dengan 70 kg.

(***) Mengacu pada ISO 8996 Tahun 2004.

Hasil pengukuran iklim lingkungan kerja harus dikoreksi dengan nilai

koreksi pakaian kerja sebagaimana tercantum pada Tabel 2.3. Nilai yang telah

dikoreksi dibandingkan dengan nilai NAB pada Tabel 2.1


21

Tabel 2.3. Nilai Koreksi Pakaian Kerja


Nilai koreksi yang ditambahkan
Jenis Pakaian Kerja
pada hasil pengukuran ISBB (oC)
Pakaian kerja biasa (kemeja dan
0
celana panjang)
Coveralss 0
Pakaian kerja dua lapis +3
Coveralls dari bahan SMS
+0,5
polypropylene
Coveralls dari bahan polyolefin +1
Coveralls anti uap (penggunaan
+11
terbatas)
Sumber: Permenkes, No. 70 Tahun 2016

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) untuk di luar ruangan dengan panas

radiasi: dan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) untuk di dalam atau di luar

ruangan tanpa panas radiasi :

Catatan :

1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo

kalori/jam

2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan

kurang dari 350 Kilo kalori/jam

3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan

kurang dari 500 Kilo kalori/jam.

F. Tinjauan Umum Tentang Hirarki Pengendalian

Pada kegiatan pengkajian risiko (risk assessment), hirarki pengendalian

(hierarchy of control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan.

Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan

efesiensi sehingga risiko menurun dan menjadi risiko yang bias diterima

(acceptable risk) bagi suatu organisasi/perusahaan. Secara efektifitas, hirarki


22

control pertama diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi

dibandingkan hierarki yang kedua. Hierarki pengendalian ini memiliki dua

dasar pemikiran dalam menurunkan risiko yaitu melalui menurunkan

probabilitas kecelakaan atau paparan serta menurunkan tingkat keparahan

suatu kecelakaan atau paparan (Djatmiko, 2016). Pengendalian yang dapat

dilakukan mengacu pada hirarki pengedalian, yaitu :

1. Eliminasi

Hierarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada

saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan

kesalahan manusia dalam menjalankan suatu system karena adanya

kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang

paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam

menghindari risiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap

bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis. Contohnya yaitu :

a. Menghilangkan sumber-sumber yang menyebabkan iklim melewati

NAB

b. Menutup area kerja yang bersuhu tinggi.

2. Substitusi

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses,

operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak

berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan risiko

minimal melalui desain system ataupun desain ulang. Contohnya yaitu :


23

a. Mengganti mesin yang menghasilkan tekanan panas dengan mesin

yang lebih rendah menghasilkan tekanan panas.

b. Pengaturan system kerja di area yang bertekanan tinggi.

c. Mengubah aliran atau jalur kerja agar pekerja tidak berada di area

kerja dengan suhu yang tinggi.

3. Pengendalian Teknik (Engineering Control)

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya

dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia.

Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.

Contohnya yaitu :

a. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda

yang panas.

b. Mengurangipanas metabolik tubuh.

c. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti kipas angin untuk

meningkatkan kecepatan gerak udara diruang kerja yang panas.

d. Mengurangi kelembapan.

4. Pengendalian Administratif (Administrative Control)

Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang

akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan

orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk

menyelesaikan pekerjaan secara aman.

a. Adanya standar operasi baku (SOP)


24

b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang

pendek tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai.

c. Penyediaan air minum yang cukup.

5. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang

paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya dan APD hanya berfungsi

untuk mengurangi risiko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya

mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya mengandalkan alat

pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Contohnya yaitu :

a. Kacamata dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan

benda-benda yang sangat panas.

b. Untuk bekerja ditempat kerja yang panas dan lembap, perlu disediakan

baju yang tipis dan berwarna tenang hingga pengeluaran panas tubuh

dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien.


25

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Lokasi dan Waktu Praktikum

Praktikum pengukuran iklim kerja ini dilaksanakan di Laboratorium

Terpadu Lantai 3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada

hari Jumat tanggal 12 April 2019 pukul 08.00-12.00 WITA.

B. Alat dan Bahan


1. Alat

a. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214, terdiri dari 3 termometer:

1) Termometer Bola/Globe Bulb Temperature

2) Termometer Kering/Dry Bulb Temperature

3) Termometer Basah/Wet Bulb Temperature

Gambar 3.1
The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214
Sumber: Data Primer, 2019
26

b. Higrometer Meter Lutron LM-8000 / Humidity Precission Meter

Gambar 3.2
Higrometer Lutron LM-8000
Sumber: Data Primer, 2019
c. Anemometer Lutron LM-8000

Gambar 3.3
Anemometer Lutron LM-8000
Sumber: Data Primer,2019
27

2. Bahan
a. Demineralizer

Gambar 3.4
Demineneralizer
Sumber: Data Primer, 2019

b. Aquades

Gambar 3.5
Aquades
Sumber: Data Primer, 2019
C. Prinsip Kerja

1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 terdiri dari tiga

termometer yaitu, Termometer Bola/Globe Bulb Temperature yang

berfungsi untuk mengukur panas radiasi, Termometer Kering/Dry Bulb

Temperature berfungsi untuk mengukur suhu kering, dan Termometer


28

Basah/Wet Bulb Temperature untuk mengukur suhu basah. Heat Stress

Monitor terdiri dari beberapa komponen yaitu, tombol select untuk

mengganti satuan OC atau OF, tombol function untuk mengatur pengukuran

di dalam atau di luar dan melihat nilai WB, DB, GB dan WBGT.

2. Hygrometer Lutron LM-8000 / Humidity Precission Meter

Hygrometer dengan tipe Lutron LM-8000 adalah alat yang

digunakan untuk mengukur kelembaban atau Relatif Humidity (RH).

Hygrometer terdiri dari beberapa komponen yaitu, display yang berukuran

59mm x 34 mm yang berfungsi untuk menampilkan hasil, tombol power

untuk menyalakan alat, tombol max/min untuk merekam nilai maximum

dan minimum, tombol function untuk mengatur satuan, serta alat sensor.

3. Anemometer Lutron LM-8000

Anemometer terdiri dari beberapa komponen yaitu, display yang

berukuran 59 mm x 34 mm yang berfungsi untuk menampilkan hasil,

tombol power untuk menyalakan alat, tombol max/min untuk merekam

nilai maximum dan minimum, tombol function untuk mengatur satuan,

serta kincir yang dapat berputar jika terkena angin.

D. Prosedur Kerja

1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

a. Ketiga termometer dipasang ke alat sesuai dengan pot antena masing-

masing.
29

b. Sumbu pada termometer suhu basah dibasahi dengan meneteskan

aquades (dengan campuran Demineralizer) secukupnya. Jagalah agar

termometer tetap basah selama melakukan pengukuran.

c. Tombol Power dinyalakan.

d. Tombol select ditekan untuk menentukan derajat yang ingin

digunakan (dalam praktikum ini, kami menggunakan satuan⁰C)

e. Untuk mengukur ISBB dalam ruangan, tombol view ditekan sampai

muncul kode WBGT in pada monitor, lalu ditunggu selama tiga

menit lalu nilai WBGT pada monitor dicatat.

f. Untuk mengukur suhu basah, tombol view ditekan sampai muncul

kode WB in pada monitor, lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai

WB pada monitor dicatat.

g. Untuk mengukur suhu bola, tombol view ditekan sampai muncul

kode GT pada monitor kemudian ditunggu selama tiga menit lalu

nilai GT pada monitor dicatat.

h. Untuk mengukur ISBB di luar ruangan, tombol view ditekan sampai

muncul kode WBGT out pada monitor, lalu ditunggu selama tiga

menit lalu nilai WBGT pada monitor dicatat.

i. Untuk pengukuran suhu basah dan suhu bola, sama dengan

pengukuran suhu basah dan suhu bola di dalam ruangan.

j. Khusus untuk pengukuran di luar ruangan, juga dihitung suhu kering

(DB), caranya tombol view ditekan sampai muncul kode DB pada


30

monitor lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai DB pada monitor

dicatat.

2. Hygrometer Lutron LM-8000

a. Sensor dihubungkan ke alat.

b. Alat diarahkan di dekat sumber seperti dibawah AC dan dibawah

sinar matahari untuk luar ruangan.

c. Tombol power ditekan.

d. Tombol rec atau max/min ditekan untuk merekam dan tunggu

hingga tiga menit.

e. Setelah tiga menit tombol max ditekan untuk melihat nilai

maximum.

f. Tombol max/min ditekan dan tunggu hingga tiga menit untuk

melihat nilai minimum.

g. Perhatikan angka yang muncul pada display kemudian dicatat

hasilnya.

3. Anemometer Lutron LM-8000

a. Alat diarahkan ke sumber angin seperti di bawah AC dan dibawah

sinar matahari untuk luar ruangan.

b. Tombol Power ditekan

c. Tombol rec atau max/min ditekan untuk merekam dan tunggu

hingga tiga menit.

d. Setelah tiga menit tombol max ditekan untuk melihat nilai

maximum.
31

e. Tombol max/min ditekan dan tunggu hingga tiga menit untuk

melihat nilai minimum.

f. Perhatikan angka yang muncul pada display kemudian dicatat

hasilnya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil praktikum iklim kerja yaitu:

1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diperoleh nilai indeks

suhu basah dan bola sebagai berikut:

Tabel 4.1 Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di


Laboratorium Kimia Biofisik FKM Unhas 2019
Percobaan (°C)
Pengukuran
WB DB GT WBGT
Indoor 12,8°C - 116,6°C 70,0°C
Outdoor 12,8°C 33,4°C 114°C 8,9°C
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan hasil pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

yang dilakukan di dalam dan luar Laboratorium Kimia Biofisik FKM

Universitas Hasanuddin. Pada pengukuran indoor (di dalam ruangan)

diperoleh nilai WB yaitu 12,8 °C, GT yaitu 116,6 °C dan WBGT yaitu

70,0 °C. Adapun pada pengukuran outdoor (luar laboratorium) diperoleh

hasil untuk WB yaitu 12,8 °C, DB yaitu 33,4 °C, GT yaitu 114 °C dan

WBGT yaitu 8,9 °C.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa baik WB, GT maupun WBGT

terdapat perbedaan antara pengukuran indoor dengan outdoor, dimana

hasil pengukuran indoor lebih besar dari pada outdoor. Selain itu, melalui

pengukuran langsung dengan heat stress monitor, ISBB dapat dihitung

dengan menggunakan rumus, setelah diketahui WB, GT dan DB, yaitu:

32
33

a) Rumus ISBB Indoor

= 0,7 WB + 0,3 GT

= 0,7 x 12,8ºC + 0,3 x 116,6ºC

= 8,96ºC + 34,98ºC

= 43,94ºC

b) Rumus ISBB Outdoor

= 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB

= 0,7 x 12,8ºC + 0,2 x 114,4°C + 0,1 x 33,4°C

= 8,96ºC + 22,88ºC + 3,34°C

= 35,18°C

2. Hasil Pengukuran Kelembaban Udara

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diperoleh hasil

pengukuran kelembaban udara dalam tabel berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kelembaban Udara


di Laboratorium Kimia Biofisik
FKM Unhas Tahun 2019
Pengukuran Dalam Ruangan Luar Ruangan
Kelembaban Udara
76,2 % RH 72,4 % RH
(max RH)
Kelembaban Udara
56,4 % RH 69,5 % RH
(min RH)
Suhu (max) 33,1°C 32,7°C
Suhu (min) 33,1°C 32,7°C
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan data pada tabel, diperoleh bahwa kelembaban udara di

Laboratorium Kimia Biofisik FKM Unhas. Adapun di dalam ruangan

didepan AC (Air Conditioner) adalah kelembaban udara maksimum 76,2

% RH, kelembaban udara minimum 56,4 % RH, suhu maksimum 33,1°C


34

dan suhu minimum 33,1 °C. Sedangkan di luar ruangan dilakukan

pengukuran di luar Laboratorium dengan kelembaban udara maksimum

72,4 % RH, minimum 32,7 % RH, suhu maksimum 69,5 °C dan suhu

minimum 32,7 °C.

3. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pengukuran kecepatan

angin adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Nilai Hasil Pengukuran Kecepatan Angin di Laboratorium


Kimia Biofisik FKM Unhas 2019
Pengukuran Dalam Ruangan Luar Ruangan
Kecepatan angin
63,1 m/s 72,4 m/s
(max)
Kecepatan angin (min) 52,4 m/s 69,5 m/s
Suhu (max) 31,7°C 32,7°C
Suhu (min) 31,7°C 32,7°C
Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diperoleh bahwa kecepatan angin Laboratorium

Kimia Biofisik yaitu di dalam ruangan didepan AC (Air Conditioner)

dengan kecepatan angin maksimum 63,1 m/s, kecepatan angin minimum

33,4 m/s, suhu maksimum 33,1°C dan suhu minimum 33,1 °C.

Sedangkan di luar ruangan dilakukan pengukuran di luar Laboratorium

dengan kecepatan angin maksimum 72,4 m/s, Kecepatan angin minimum

33,4 m/s, suhu maksimum 68,1°C dan suhu minimum 33,4°C.

B. Pembahasan

Pengukuran Iklim Kerja dilakukan di dua tempat yaitu di dalam dan luar

ruang laboratorium terpadu FKM Universitas Hasanuddin. Pada praktikum


35

iklim kerja digunakan 3 (tiga) alat yaitu The Wibget Heat Stress Monitor RSS-

214, Higrometer Lutron LM-8000 dan Anemometer Lutron LM-8000.

1. Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) dilakukan

menggunakan alat The Wibget Heat Stress Monitor RSS-21. ACGIH

(2015) telah menentukan parameter untuk mengevaluasi iklim kerja panas

dengan WBGT (Wet Bulb Globe Temperature) atau pada

Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2011 disebut dengan ISBB (Indeks

Suhu Basah dan Bola) (Wulandari, 2017). Untuk mengetahui nilai

WBGT/ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola), WB (suhu basah), DB (suhu

kering) dan GT (suhu bola). Untuk nilai ISBB di laboratorium

menggunakan Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 dengan menggunakan

alat di dalam ruangan yaitu WB = 12,8°C, GT = 116,6°C dan WBGT =

70,0°C. Adapun dengan menggunakan rumus diperoleh nilai 43,94ºC (di

dalam laboratorium).

Pada pengukuran diluar ruangan yakni di luar laboratorium dengan

menggunakan alat Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 di luar ruangan

yaitu WB = 12,8°C, DB = 33,4°C, GT = 33,4°C dan WBGT yaitu 8,9°C

(di luar laboratorium). Adapun yang menggunakan rumus diperoleh nilai

yaitu 35,18°C.

Suhu pada titik pertama (di dalam ruang Laboratorium) tidak dalam

kondisi yang aman yaitu 70,1°C dan 43,94ºC. Peraturan pemerintah yang

berkaitan dengan temperatur tempat kerja, yaitu Peraturan Menteri


36

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Per.

13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor

Kimia di Tempat Kerja untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas untuk

Temperatur Tempat Kerja, Ditetapkan: Nilai Ambang Batas (NAB) untuk

iklim kerja adalah situasi kerja yang masih dapat dihadapi oleh tenaga

kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakibatkan penyakit

atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak melebihi

dari 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam semingg NAB

terendah untuk iklim kerja ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) ruang

kerja adalah 28°C dan NAB tertinggi adalah 32,2°C, tergantung pada

beban kerja dan pengaturan waktu kerja (Depnakertrans, 2011). Apabila

dibandingkan dengan NAB, maka suhu iklim kerja di dalam laboratorium

melebihi nilai ambang batas. Adapun suhu pada titik kedua yakni di luar

laboratorium diperoleh data yaitu 35,18°C dan 8,9°C. Bila dibandingkan

dengan suhu maksimum yang berkisar antara 25-30°C untuk pekerjaan

berat, maka suhu pada titik kedua tidak aman atau terjadi kekeliruan pada

praktikan.

2. Pengukuran Kelembaban Udara

Pengukuran kelembaban udara dengan alat Higrometer Lutron LM-

8000 di dalam ruangan laboratorium yaitu di depan AC diperoleh hasil

kelembaban udara maksimum sebesar 76,2 % RH dan kelembaban

minimum 56,4 % RH dengan suhu maksimum dan minimum 33,1°C,

sedangkan untuk diluar ruangan, dilakukan di luar laboratorium hasil


37

pengukuran yang didapatkan yaitu kelembaban udara maksimum yaitu

72,4 % RH dan minimum 32,7 % RH dengan suhu maksimum 69,5°C

dan suhu minimum 32,7°C.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di dua titik tersebut

melewati NAB Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan

kerja perkantoran dan industri menetapkan nilai kelembaban lingkungan

kerja ruang kantoran yang nyaman berkisar 40-60% RH

3. Pengukuran Kecepatan Angin

Pengukuran kecepatan angin dan suhu dengan menggunakan alat

Anemometer Lutron LM-8000. Pada praktikum ini pengukuran dilakukan

di dua titik yaitu di dalam dan di luar laboratorium. Sama halnya dengan

pengukuran kelembaban, pengukuran didalam laboratorium didepan AC

(Air Conditioner) dan pengukuran di luar ruangan (luar laboratorium).

Saat di dalam Laboratorium di depan AC dengan hasil pengukuran untuk

kecepatan maksimum 63,1 m/s dan minimum 52,4 m/s dengan suhu

maksimum dan minimum 29,6°C.

Untuk diluar ruangan, dilakukan di luar laboratorium dengan hasil

pengukuran yang didapatkan di luar laboratorium yaitu kecepatan aliran

udara maksimum yaitu 72,4 m/s dan minimum 33,4 m/s dengan suhu

udara maksimum 68,1°C dan minimum yaitu 33,4°C.

Menurut standar baku mutu Kepmenkes No 261 tahun 1998,

kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 - 0,25 m/det. Berdasarkan


38

hasil pengamatan kecepatan angin di dalam depan AC dan diluar

laboratorium di melebihi nilai standar NAB. Kecepatan aliran udara

terlalu tinggi akan menyebabkan cold draft atau kebisingan di dalam

ruangan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan telah diperoleh data sehingga

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Alat ukur iklim kerja ada tiga yaitu The Wibget Heat Stress Monitor RSS-

214 untuk mengukur Indeks Suhu Basah Dan Bola (ISBB), Hygrometer

Lutron LM-8000 untuk mengukur kelembaban udara dan Anemometer

Lutron LM-8000 untuk mengukur kecepatan angin.

2. Hasil pengukuran iklim kerja di lokasi praktikum diperoleh data sebagai

berikut :

a. Pengukuran ISBB menggunakan The Wibget Heat Stress Monitor RSS-

214 :

1) Di dalam laboratorium : 43,94°C

2) Di luar laboratorium : 35,18°C

b. Pengukuran kelembaban menggunakan Hygrometer Lutron LM-8000:

1) Di depan AC : 56,4–76,2 % RH

2) Di luar ruangan : 69,5-72,4 % RH


39

c. Pengukuran kecepatan gerakan angin menggunakan Anemometer Lutron

LM-8000 :

1) Di depan AC : 52,5-63,1 m/s

2) Di luar ruangan : 69,5-72,4 m/s

B. Saran

1. Untuk Dosen

Sebaiknya dosen pengampuh mata kuliah praktikum dasar kesehatan

masyarakat, sekali-sekali untuk masuk mengawasi, mendampingi atau

memantau proses praktikum berlangsung agar dapat berjalan dengan

semestinya.

2. Untuk Asisten

Sebaiknya setiap asisten memperhatikan praktikan dalam setiap

praktikum, karena kadang ada asisten yang tidak memperdulikan

praktikan disaat melakukan hal yang salah dan sibuk dengan hal yang

tidak serta sebaiknya asisten datang tepat waktu agar praktikum tidak

terhambat dan juga bisa selesai tepat waktu sehingga praktikan tidak telat

menyelesaikan lab

3. Untuk Laboratorium

Sebaiknya sarana dan prasarana praktikum yang digunakan saat

praktikum dilengkapi untuk melancarkan kegiatan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, D., dkk., 2013. Hubungan Antara Iklim Kerja, Asupan Gizi Sebelum
Bekerja, Dan Beban Kerja Terhadap Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Shift
Pagi Bagian PackingPt.X, Kabupaten Kendal. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 2 (2).
Adiningsih, R., 2013. Faktor yang mempengaruhi kejadian heat strain pada
tenaga kerja yang terpapar panas di PT. Aneka Boga Makmur. Thesis,
Universitas Airlangga.
Aisyah, RP., 2016. Analisis Pengaruh Temperatur Lingkungan, Berat Badan Dan
Tingkat Beban Kerja Terhadap Denyut Nadi Pekerja Ground Handling
Bandara. Jurnal TeknikIndustri. Vol. 11 No. 1.
Budiono, Sugeng. 2008. BungaRampaiHigiene Perusahaan Ergonomi. Surakarta:
PT. Tri Tunggal Tata Fajar.
Djatmiko, RD., 2016. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta :
Deepublish.
Fahri, S & Pasha, E., 2010. Kebisingan dan Tekanan Panas Dengan perasaan
Kelelahan pada Tenaga Kerja Bagian Drilling Pertamina EP Jambi. Jurnal
Politeknik Kesehatan Jambi.
Haditia, IP., 2012. Analisis Pengaruh Suhu Tinggi Lingkungan dan Beban Kerja
Terhadap Konsentrasi Pekerja. Program Sarjana Teknik Industri Fakultas
Teknik Tahun 2012 (SKRIPSI).
Istoqomah, dkk., 2013. Faktor Dominan Yang Berpengaruh Terhadap Munculnya
Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas pada Tenaga Kerja di PT. Iglas
(Persero) Tahun 2013. The Indonesian Journal of Occupational Safety
and Health Vol. 2, No. 2 hal. 175–184
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/MEN/X/2011
Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di TempatKerja, 2011. Jakarta:
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Mangkunegara, Anwar Prabu., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Bandung :Remaja Rosda karya.


40
41

Muflichatun. 2006. Hubungan Antara Tekanan Panas, Denyut Nadi Dan.


Produktivitas Kerja Pada Pekerja Pandai Besi Paguyuban Wesi Aji.
Donorejo Batang. Skripsi, Digilab Univesitas Negeri Semarang.
Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri.Jakarta : Depnakertrans RI.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Nomor PER. 13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja. Jakarta: Depnakertrans RI.
Sirajuddin, S., dkk., 2019. Penuntun Praktikum Dasar Kesehatan Masyarakat.
Makassar:FKM UNHAS.
Suma'mur, PK. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Jakarta: Sagung Seto.
Tarwaka, dkk., 2004.Ergonomi untuk. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan

Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS

Telan, Albina Bare., 2012. Pengaruh Tekanan Panas Terhadap Perubahan


Tekanan Darah dan Denyut Nadi Pada Tenaga Kerja Industri pandai besi
didesa hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
Program Pascasarjana
Putra, Dian Tri. 2011. Hubungan Antara Kebisingan, Iklim Kerja Dan Sikap
Tubuh Saat Bekerja Terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja Di Industri
Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. [Online]
http://www.scribd.com/mobile/documents/57888492/download?commit=D
ownload+Now&secret_password

Wahyuni, Sri. 2008. Pengaruh kompensasi, kemampuan dan lingkungan kerja


terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. DUWA ATMI MUDA Kudus.
Wulandari, J. & Ernawati, M. 2017. Efek Iklim Kerja Panas Pada Respon

Fisiologis Tenaga Kerja di Ruang Terbatas. The Indonesian Journal of

Occupational Safety and Health. [Online] IJOSH Vol 6 No 2


42

Anda mungkin juga menyukai