DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. Felix E. Massie NIM.711335119001
2. Moh. Ilham A. Lensun NIM.711335119040
3. Kenev Lumowa NIM.711335119034
4. Ryan Kenedy Tuter NIM.711335119049
5. Sukmawati Kusnan NIM.711335119053
6. Tamara Mangulu NIM.711335119007
7. Jaclyn Bella NIM.711335119030
8. Dwy Purnamasari Suruh NIM.711335119022
9. Nydia Enjelika Sasauw NIM.711335119044
10. Badaria Mutiara Mokoginta NIM.711335119018
11. Vianney Assah NIM.711335119057
12. Andrita Geresi NIM.711335119013
13. Ribka Waruis NIM.711335118037
Mengetaui
Dosen Pembimbing
Instruktur 1 Instruktur 2
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa sebab karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan laporan ini
dengan judul “Pengukuran Pendengaran Menggunakan Alat Audiometer” ini.
Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta kritik dan saran dari pembaca untuk
laporan ini supaya selanjutnya dapat revisi kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa
makalah yang telah di buat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu agar selama proses penyelesaian laporan ini hingga rampungnya
laporann ini.
Demikianlah yang dapat saya haturkan, saya berharap supaya laporan yang telah dibuat
ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Kelompok 1
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan audiometri bertujuan untuk mengukur ketajaman pendengaran dan
untuk menentukan lokalisasi kerusakaan anatomis yang menimbulkan ganguan
pendengaran (Dullah, 2009).
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Pengertian audiometri yang lain adalah suatu sistem uji
pendengaran yang mempergunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-
nada murni dari berbagai frekuensi 250-500- 1000-2000-4000-8000 (Dullah, 2009).
Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi
secara cepat sesudah dihentikan kerja ditempat bising. Tetapi kerja terus-menerus
ditempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih
kembali, biasanya dimulai pada frekuensi-frekuensi 4000Hz dan kemudian meluas ke
frekuensi-frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi-frekuensi yang
dipergunakan untuk percakapan (Suma’mur, 1996).
B. Tujuan
1. Mahasiswa Mengetahui cara penggunaan Alat Audio Meter
2. Mahasiswa mengetahui Nilai Ambang batas pendengaran
3. Mahasiswa Mengetahui Prosedur pengukuran Audio Meter
4. Mahasiswa mampu menganalisis nilai dari Nilai Ambang batas
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebisingan
Bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bunyi yang menimbulkan keluhan
subyektif pada individu dikategorikan sebagai suatu kebisingan, walaupun frekuensi
dan intensitas dari bunyi tersebut masih dalam batas normal. \ Menurut Peraturan
Menteri Tenaga Kerja nomor PER.13/MEN/X/2011, kebisingan adalah semua suara
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Kebisingan dapat dibagi berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi antara
lain:
1) Steady State, Wide Band Noise adalah kebisingan yang terjadi terus menerus dengan
spektrum frekuensi yang luas dan relatif tetap dalam batas kurang lebih 6 dB,
misalnya mesin, kipas angin dan dapur pijar.
2) Steady State Noise, Narrow Band Noise adalah kebisingan yang terjadi terus
menerus dengan spektrum frekuensi yang sempit dan relatif tetap, akan tetapi hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja yaitu pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz,
misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.
3) Impact noise adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk mencapai
intensitas maksimal kurang dari 35 milidetik dan waktu yang diperlukan untuk
penurunan intensitas sampai 20 dB di bawah puncak kurang dari 500 milidetik,
misalnya suara meriam, palu dan paku bumi.
4) Intermitten Noise atau kebisingan terputus-putus adalah kebisingan dimana suara
mengeras kemudian melemah secara perlahan-lahan, misalnya: bising lalu lintas dan
bising pesawat udara yang tinggal landas.
5) Implusif Noise atau kebisingan berulang adalah kebisingan yang tidak beraturan
terkadang keras tapi tiba–tiba melemah tetapi berulang ulang, misalnya mesin tempa
di pabrik peralatan berat.
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Irritating Noise atau bising yang mengganggu adalah bising yang mempunyai
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2) Masking Noise atau bising yang menutupi adalah bunyi yang menutupi pendengaran
yang jelas namun secara tidak langsung akan membahayakan kesehatan dan
2
keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya dalam bising 9
dari sumber lain menjadi tidak terdengar.
3) Damaging noise atau bising yang merusak adalah bunyi yang intensitasnya
melampaui nilai ambang batas sehingga akan merusak atau menurunkan fungsi
pendengaran.
B. Gangguan Pendengaran
1) Macam-Macam Gangguan Pendengaran
a. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi.
Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan
biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan
waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.
b. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis).
c. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau
seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau
beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-
ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat
memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf
sensoris pendengaran.
d. Prebycusis
Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan
gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis
(menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan
jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.
e. Tinitus
Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan
pendengaran . Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang
dapat merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan
hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang pemeriksaan
audiometri (ILO, 1998).
3
2) Dampak Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran yang tidak ditangani dapat berpengaruh terhadap
terganggunya komunikasi dengan keluarga, teman dan lingkungn yang
menyebabkan tertekannya kehidupan sosial dan emosi dalam kehidupan sehari-hari.
a. Komunikasi
Percakapan lebih pendek.
Jarang menggunakan telepon.
Percakapan harus dilakukan berkali-kali.
b. Sosial
Menghindari pembicaraan kelompok dan orang asing.
Menjadi diam dan menarik diri.
Kegiatan menjadi tidak efektif di tempat kerja.
c. Emosional
Malu.
Kemarahan, frustrasi.
Kecemasan.
Depresi.
D. Audiometer
Audiometer adalah perangkat elektro-akustik untuk tes tingkat kemampuan
pendengaran (Hearing Level) manusia (pasien), yang hasilnya dinyatakan oleh
audiogram. Audiometer menghasilkan nada murni (pure tone) sebagai sinyal uji dan
white noise sebagai sinyal masking. Pada test pendengaran, audiogram merupakan
grafik frekuensi terhadap dBHL (desibel Hearing Level) yang menyatakan ambang
4
dengar dari pasien. Dengan ambang dengar ini maka pemeriksa dapat menentukan
jenis, derajat, dan lokasi gangguan pendengaran pada penderita gangguan pendengaran.
5
BAB III
METODE PRAKTIKUM
B. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Audiometer
3. Hearphone ( kanan warna merah dan kiri warna biru )
4. Alat responden
5. Kertas audiogram ada 2 variabel yaitu :
6. Variabel frekunsi
7. Variabel desibel
8. Ada yang responden dan ada yang operator
9. Lakukan pemeriksaan di ruangan yang kendap suara
10. Ruang operator dan responden terpisah
11. Nyalakan audiometer kemudian responden menggunakan hearphone dan
memegang alat responden
12. Alat audiometer di setting oleh operator sesuai dengan kebutuhan memeriksa
telinga kiri atu telinga kanan terlebih dahulu pada tombol output.
13. Pemeriksaaan dimulai pada FREKUENSI 1000Hz dan Desibel 60 dB
14. Kemudian turun Frekuensi 500 Hz dan decibel 60 dB, turun lagi Frekuensi 250 Hz
dan desibel 60 dB dan kemali ke frekuensi 1000 Hz dan desibel 60 Db dan naik
frekuensi 1.5 k Hz dan desibel 60 dB dan terakhir frekuensi 2 k dan desibel 60 Db.
15. Lalu hasil di nyatakan pada kertas audiogram.
16. Merah telinga kanan diberi tanda o dan Biru telinga kiri diberi tanda x.
6
C. Derajat Ketulian
1. Normal: 0 - 20 dB
2. Kurang Dengar :
a. Ringan (mild hearing loss) : 21 - 40 dB
b. Sedang (moderate hearing loss) : 41 - 70 dB
c. Berat (severe hearing loss) : 71 - 90 dB
3. Tuli (deaf) : > 90 dB
D. Klasifikasi Pendengaran
1. Pendengaran Normal : dapat mendengar pada intensitas < 25 dB
2. Gangguan pendengaran Ringan : dapat mendengar pada intensitas 25 - 40 dB
3. Gangguan pendengaran Sedang : dapat mendengar pada intensitas 40-60 dB
4. Gangguan pendengaran Berat : dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
5. Gangguan pendengaran Berat sekali : dapat mendengar pada intensitas > 80 dB
E. Hasil Pengukuran
7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil audiogram dapat dilihat bahwa klien memiliki penguatan pendengaran
dibawah 25 dB sehingga dapat disimpulkan pasien memiliki tingkat pendengaran yang
normal.